Anda di halaman 1dari 8

A.

Anemia
Anemia adalah keadaan yang menggambarkan penurunan Hb dan
hematokrit (Ht) sesuai usia pada suatu populasi.Kadar Hb berdasarkan
WHO tergolong rendah untuk umur 6 bulan sampai 6 tahun apabila di
bawah 11 gr/dL dan untuk umur 6 tahun sampai 14 tahun bila memiliki
nilai di bawah 12 gr/dL.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013 balita dengan nilai cut- off anemia pada Hb < 11 gr/dL dijumpai
proporsi anemia 28.1%. Anak usia 6 sampai12 tahun dengan nilai cut-off
anemia pada Hb < 12 gr/dL didapatkan proporsi anemia 26.4%.
Anemia sering didapatkan pada sebagian besar penderita TB yang
merupakan gambaran utama pada pasien dengan infeksi bakteri,
khususnya infeksi yang terjadi lebih dari 1 bulan. Hal ini dialami pada
infeksi dengan spektrum yang luas terutama TB, infeksi pyogenik
kronik, osteomyelitis, pneumonia, endokarditis bakterial subakut, abses
paru, empiema, selulitis, infeksi saluran kemih kronik. Anemia
merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada penderita TB. Penelitian
di Korea melaporkan dari 880 penderita TB didapatkan 281 (31.9%)
yang menderita anemia. Penelitian di Jakarta didapatkan 66 anak
penderita TB dari 81 anak yang dilakukan pemeriksaan Hb mengalami
anemia.
Anemia pada TB dapat disebabkan karena terjadinya gangguan
pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, pemendekan masa
hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya malabsorbsi, dan
ketidakcukupan zat gizi dikarenakan rendahnya nafsu makan. Baik
anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi (ADB) dapat
terjadi pada penderita TB.
Defisiensi besi adalah penyebab paling umum dari anemia
kekurangan gizi di negara berkembang. Hal ini menjadi penting untuk
menyatakan adanya defisiensi besi pada penderita TB karena kekurangan
yang ringan menyebabkan penurunan yang signifikan dan mengurangi
kapasitas status imunologi penderita dalam mengendalikan infeksi. 23,26
Patogenesis anemia penyakit kronik dihubungkan dengan gangguan
metabolisme besi yang disebabkan pengalihan besi pada cadangan untuk
penyimpanan dalam sel tubuh sehingga tidak dapat digunakan dalam
produksi sel darah merah.
Profil besi pada penderita TB anak dengan anemia digunakan
untuk menentukan etiologi anemia apakah karena penyakit kronik
maupun defisiensi besi. Selain itu ADB dapat ditemukan bersamaan
dengan anemia penyakit kronik pada penderita TB. Anemia defisiensi
besi merupakan penyebab anemia yang tertinggi di Indonesia dan
menjadi diagnosis banding dari anemia penyakit kronik.
B. Anemia defisiensi besi
Kejadian ADB pada penderita TB disebabkan kurangnya besi
yang diserap dimana adanya masukan besi dari makanan yang tidak
adekuat dan malabsorbsi besi. Studi di Surabaya menyebutkan status gizi
pada anak kontak dengan penderita TB dewasa adalah gizi kurang.
Asupan besi dari makanan pada sebagian besar anak tidak cukup.
Penelitan di Afrika Selatan didapatkan penderita TB dengan status nutrisi
yang buruk.
Tahapan dari defisiensi besi yaitu iron depletion, iron deficient
erythropoiesis, iron deficiency anemia. Iron deficient dijumpai adanya
penurunan cadangan besi tanpa perubahan pada Ht atau besi serum dan
dapat ditemukan penurunan feritin serum. Keadaan iron deficient
erythropoiesis dijumpai adanya penurunan cadangan besi pada makrofag
retikuloendotelial. Besi serum akan menurun dan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat tanpa perubahan pada Ht. Eritropoesis akan
dibatasi karena cadangan besi yang kurang dan transferin reseptor serum
yang meningkat. Iron deficiency anemia dengan keadaan besi pada
sumsum tulang tidak cukup sehingga terjadi anemia.
Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan kadar besi atau
feritin serum yang rendah serta pewarnaan besi jaringan sumsum tulang.
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO adalah kadar Hb yang kurang
dari normal berdasarkan usia, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata <
31% dengan nilai normal 32% sampai 35%, kadar besi serum < 50µg/dL
dengan nilai normal 80 sampai 180 µg/dL dan saturasi transferin < 15%
dengan nilai normal 20% sampai 25%.
C. Anemia penyakit kronik.
Penelitian di Jakarta melaporkan 9% anak penderita TB
mengalami anemia penyakit kronik.11Studi di Semarang didapatkan
40.9% anak penderita TB mengalami anemia penyakit kronik. 6 Salah
satu penyebab anemia penyakit kronik adalah proses infeksi atau
inflamasi. Respon imun yang muncul karena reaksi infeksi dan inflamasi
menyebabkan dilepasnya protein yang disebut sitokin. Pada anemia
penyakit kronik, pelepasan sitokin dan pengalihan besi pada cadangan
besi di RES menyebabkan perubahan homeostasis besi yang
mengganggu kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan
besi, proliferasi sel progenitor eritroid, produksi eritropoietin, serta
mempengaruhi masa hidup eritrosit, dimana semua proses ini
menyebabkan anemia.
Anemia pada infeksi kemungkinan respon pertahanan yang
penting pada infeksi kronik dimana aktivasi dari sistem imun yang tidak
memberikan besi pada serangan patogen melalui penekanan eritropoesis
pada sumsum tulang yang diperantarai oleh sitokin. Infeksi bakteri
menyebabkan aktivasi limfosit T dan monosit yang menyebabkan
produksi sitokin seperti interferon gamma (INF-𝛾), tumor nekrosis faktor
alpha (TNF-𝛼), interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6) dan interleukin
10 (IL-10).5,34 Interleukin 6 merangsang sintesis dari hepsidin, sebuah
peptida antimikroba yang diproduksi di hati yang bertindak sebagai
hormon pengatur besi sistemik dengan mengatur transportasi besi
sehingga terjadi pengalihan besi ke cadangan, penurunan penyerapan
besi di duodenum yang menyebabkan penurunan besi pada plasma, serta
menghasilkan pengurangan besi eritropoesis dan terjadi anemia.
Sitokin INF-𝛾 dan TNF-𝛼 meningkatkan regulasi divalent
metaltransporter 1 (DMT1) yang merupakan protein untuk perpindahan
besi transmembran menuju makrofag sehingga terjadi pengambilalihan
besi oleh makrofag, dan menurunkan ferroportin1 untuk perpindahan
besi transmembran keluar dari makrofag menuju sirkulasi sehingga
penurunan besi pada plasma. Sitokin TNF-𝛼 akan merusak membran
eritrosit sehingga merusak, mengurangi masa hidup eritrosit dan
menghambat produksi eritrosit di sumsum tulang. Selain itu INF-𝛾 dan
TNF-𝛼 menghambat produksi eritropoetin di ginjal. Tumor nekrosis
faktor alpha, IL-1, IL-6, IL-10 pada saat yang sama menyebabkan
ekspresi feritin, merangsang penyimpanan dan retensi besi di makrofag
sehingga mengakibatkan penurunan besi plasma. Sitokin INF-𝛾, TNF-𝛼,
IL-1 secara langsung merusak respon sel progenitor terhadap
eritropoetin. Patogenesis anemia pada infeksi dijelaskan pada gambar
berikut.
Infeksi

Produksi sitokin

IL-6 IL-1 TNF-α INF-γ

Hepsidin

Kerusakan
Fe serum ↓ Cadangan Fe ↑ Absorbsi Fe↓ Produksi Respon eritrosit
eritropoetin eritropoetin
↓ ↓

Retriksi Fe untuk eritropoesis ↓ Respon terhadap anemia Masa hidup


eritrosit ↓

Anemia

Gambar 1. Patogenesis anemia pada infeksi

D. Anemia pada infeksi Mycobacterium tuberculosis


Mycobacterium tuberculosis membutuhkan besi untuk
pertumbuhan dan replikasi. Besi tidak tersedia secara bebas pada pejamu
tetapi terikat dalam bentuk kompleks dengan protein afinitas tinggi
pengikat besi pejamu. Perolehan besi oleh bakteri dengan menghasilkan
zat chelating yang dikenal dengan siderofor yang dapat mengikat besi
dalam bentuk feri yang berasal dari pejamu. Siderofor M.tuberculosis
berisi molekul mycobactin yang menghasilkan dua bentuk yang berbeda
dalam polaritas dan kelarutannya. Bentuk yang lebih polar yaitu
carboxymycobactin yang dilepaskan ke medium, sedangkan bentuk yang
kurang polar yaitu mycobactin tetap terikat pada sel. Ikatan feri-siderofor
diangkut kembali ke dalam bakteri. Proses reduksi akan terbentuk fero
yang berikatan dengan protein porfirin akan disimpan dalam sitoplasma
sebagai bakterioferitin. Bentuk fero sebagian lagi akan berikatan dengan
siderofor untuk melanjutkan proses perolehan besi seperti yang
dijelaskan pada gambar berikut ini.

Ga
mbar 2. Transportasi besi dengan diperantarai siderofor

Mycobacterium tuberculosis berada pada fagosom dalam tahap


maturasi sampai fagolisosom yang akan dihambat dan pengasaman yang
terbatas. Sumber besi makrofag berasal dari heme yang terikat besi dari
eritrosit dan ikatan hemoglobulin-haptoglobulin yang diambil melalui
reseptor hemoglobin CD163. Sumber lain berasal dari besi yang
berikatan dengan transferin dan laktoferin..
Pada pelepasan ke dalam sitoplasma, besi bergabung dengan
protein. Besi dikeluarkan dari sel melalui ferroportin1 (SLC40A1).
Hepsidin akan meningkat dan mengikat ferroportin1 dengan adanya
peradangan. Kompleks tersebut akan diinternalisasikan sehingga
keluarnya besi akan dihambat dan menghasilkan penyimpanan besi.
Ikatan besi-transferin mengikat reseptor transferin pada permukaan sel
membentuk kompleks dengan pH rendah memisahkan besi dari
kompleks yang memungkinkan besi bebas untuk mendaur ulang ke
permukaan sel dan selanjutnya besi yang akan dimasukkan ke dalam
sitoplasma melalui SLC11A2 (DMT1).
Dalam fagosom M.tuberculosis dapat menangkap besi yang
berasal dari sitoplasma atau dari kompleks reseptor transferin dengan
berinteraksi pada awal endosom. Penangkapan dimungkinkan oleh
siderofor yang terdiri dari rantai ganda mycobactin. Carboxymycobactin
membawa besi ke mycobatin yang bersifat lipofilik dan terikat pada
dinding sel M.tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis berada dalam makrofag fagosom
dan hidup pada pH 6.3 sampai 6.5 untuk menghindari pertahanan pejamu
serta mencegah fusi fagosom lisosom. Untuk mendapatkan besi
diperoleh dari endosomal holotransferin pejamu dan memanfaatkan jalur
lipid pejamu agar memperoleh besi tambahan dengan mycobactin.
Pejamu akan menanggapi infeksi dengan mengubah status besi
internal dimana makrofag yang merupakan sel utama akan menyerap
bakteri serta monosit dan akan menelan bakteri yang menyerang
sehingga makrofag akan mempertahankan besi dan penyerapan besi
menurun yang menghasilkan hipoferemi. Proses ini dijelaskan pada
gambar berikut
Gambar 3. Skema representasi dari makrofag yang terinfeksi M.
tuberculosis dan metabolisme besi.

Status besi pejamu yang diubah oleh infeksi M.tuberculosis


dengan penurunan besi dalam serum dan konsentrasi feritin yang normal
cenderung meningkat. Keadaan ini menunjukkan cadangan besi yang
dapat segera digunakan sehingga penurunan ketersediaan besi
merupakan mekanisme pertahanan pejamu terhadap bakteri patogen.
Anemia defisiensi besi membutuhkan terapi besi tetapi tidak pada
anemia penyakit kronik serta pada keduanya dijumpai penurunan besi
serum.Serum transferin meningkat pada ADB tetapi rendah oleh anemia
penyakit kronik. Saturasi transferin pada ADB akan menurun tetapi pada
anemia penyakit kronik normal sampai sedikit menurun. Feritin
didapatkan menurun pada ADB dan normal sampai meningkat pada
anemia penyakit kronik.

Anda mungkin juga menyukai