Anda di halaman 1dari 27

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSIS DEFISIENSI BESI DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA BAYI DAN

ANAK: UPDATE  dr. IRA

Buku ajar HO IDAI

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis ADB 1 :

1. pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit. Jumlah leukosit biasanya normal,

tetapi pada ADB yang berlangsung lama, dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang

disebabkan oleh infestasi cacing sering ditemukan eosinophilia. Jumlah trombosit meningkat 2-4

kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan perdarahan yang

masif. Kejadian trombositopenia hanya dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun

kejadian trombositosis dan trombositopenia hampir sama pada bayi dan anak, yaitu

trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%.

2. pemeriksaan indeks eritrosit. Pada ADB nilai index eritrosit MCV, MCH, dan MCHC menurun

sejajar dengan penurunan kadar Hb.

3. pemeriksaan retikulosit. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena

perdarahan jumlahnya meningkat.

4. morfologi darah tepi. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik,

mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit,

mikrosit, dan sel fragmen).

5. pemeriksaan status besi (Fe serum, Total Iron Binding Capacity (TIBC), saturasi transferrin, FEP,

ferritin). Pada pemeriksaan status besi, didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC

meningkat. Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin,

sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferrin yang berada dalam sirkulasi darah.

Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferrin) yang dapat diperoleh dengan cara
menghitung Fe serum/TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke

eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara

plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferrin (ST)<16% menunjukkan suplai

besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST<7% diagnosis ADB dapat ditegakkan,

sedangkan ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang

rendah atau pemeriksaan lainnya. Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid

sumsum tulang, dapat diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin

(FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk

membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan

porfirin didalam sel. Nilai FEP >100 µg/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini

dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun

merupakan tanda ADB yang progresif.

6. apus sumsum tulang. Pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas

ADB yaitu hyperplasia system eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui

ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis deplesi besi :

 pemeriksaan Feritin. Stadium deplesi besi hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi
di dalam depot. Jumlah cadangan besi dalam tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar
ferritin serum. Bila kadar ferritin <10-12 µg/l menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan
besi dalam tubuh.1 Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar
hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan
pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar
feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam
depot.2

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi :


 Terjadi bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai menurun

tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal.

Proytcheva MA

Penilaian Status besi3

Anemia Defisiensi Besi awalnya dicirikan anemia normositik normochromic anemia dengan peningkatan

red cell distribution width, sebuah temuan non spesifik yang mengindikasikan anisositosis. Ketika

defisiensi menjadi lebih berat, terjadi penurunan nilai MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean

corpuscular hemoglobin (MCH), suatu pengurangan jumlah sel darah merah , dan suatu anemia

mikrositik, hipokromik. Ketika defisiensi berat, Mean cell hemoglobin concentration (MCHC) juga

berkurang. Suatu anemia mikrositik hipokromik mewakili defisiensi besi tahap akhir. Defisiensi besi

dapat terjadi sebelum anemia menjadi jelas, karena simpanan akan habis terlebih dahulu sebelum

produksi sel darah merah yang kekurangan besi. Indikator defisiensi besi yang memungkinkan deteksi

dini adalah serum ferritin, serum iron, dan transferrin (iron binding capacity), dan soluble transferrin

receptor (sTfR), serta zinc protoporphyrin levels. Gold standar untuk menilai status besi adalah aspirasi

sumsum tulang (stained for iron) tetapi sangat tidak praktis dan tidak dibenarkan untuk dilakukan pada

anak-anak.

Ferritin

Serum ferritin menggambarkan total ferritin dalam tubuh, dimana kadarnya naik saat akumulasi besi

dalam tubuh dan turun saat defisiensi besi. Apoferritin ditingkatkan oleh sitokin inflamasi sebagai bagian

dari reaksi fase akut, sehingga kadar serum ferritin ditentukan oleh cadangan besi maupun keparahan

inflamasi. Defisiensi besi dapat terjadi pada inflamasi dengan kadar ferritin naik sampai 60µg/L.
Serum iron dan transferrin

Serum Iron tidak dapat berfungsi sebagai parameter tunggal. Transferrin (yang berhubungan dengan

iron binding capacity) juga harus diperiksa bersamaan dengan serum iron. Keduanya tergantung pada

pelepasan besi dari makrofag dan penggunaan besi oleh sel erythroid. Pada defisiensi besi, serum iron

menurun, transferrin meningkat, sehingga saturasi transferrin menurun. Pada anemia disebabkan oleh

penyakit kronik, serum iron dan saturasi transferrin juga rendah, sedangkan kadar transferrin sering

berkurang atau pada batas bawah dari nilai normal.

Zinc Protoporphyrin

Zinc protoporphyrin (ZPP) meningkat pada sintesis heme yang rusak, karena zinc yang berikatan dengan

protoporphyrin ring, bukan besi. Produksi heme dapat terganggu karena kekurangan besi, juga dapat

terjadi karena kekurangan fungsi enzim yang terlibat dalam reaksi tersebut, seperti pada anemia

sideroblastic, terjadi peningkatan kadar timbal dan dengan etanol menghambat sintesis heme.

Penyerapan timbal meningkat karena defisiensi besi karena mekanisme penyerapan yang sama terjadi

pada kedua logam. Defisiensi besi sering terjadi pada pasien dengan kadar timbal tinggi.

Soluble transferrin Receptor

Kadar soluble transferrin receptor merupakan parameter yang berguna untuk membedakan bermacam-

macam penyebab anemia mikrositik. Kadar transferrin receptor dan soluble transferrin receptor (sTfR)

meningkat pada keadaan defisiensi besi dan pada meingkat juga pada kondisi peningkatan aktivitas

erythropoietic dalam derajat yang lebih rendah. Kadar sTfR tidak dipengaruhi oleh inflamasi.

Penggunaan kadar sTfR dan kadar ferritin secara bersamaan adalah cara yang sensitive untuk

membedakan anemia defisiensi besi dan anemia karena penyakit kronik.


Penilaian status besi pada neonates dan bayi, terutama bayi premature menjadi sulit karena

keterbatasan nilai referen yang cocok terutama untuk biomarker baru. Pada bayi premature yang lahir

dari ibu dengan diabetes atau yang terdiagnosa pertumbuhan janin terhambat, sangat rentan terhadap

defisiensi besi karena kekurangan cadangan besi saat lahir dan peningkatan kecepatan pertumbuhan

pada setahun pertama kehidupan. Neonatus yang lahir kurang dari gestasi 35 minggu secara rutin

diberikan suplementasi besi.

Biomarker status besi harus dinilai secara bersamaan dengan status klinis pasien, diet dan riwayat obat

serta riwayat kelahiran bayi.


Nelson

Pada defisiensi besi yang progresif, terjadi rangkaian peristiwa biokimia dan hematologi (table 482.1).

Pertama, cadangan besi jaringan habis. Penipisan ini ditandai oleh berkurangnya serum ferritin, suatu

protein penyimpan besi, yang keberadaannya merupakan perkiraan cadangan besi tubuh pada keadaan

tidak ada penyakit inflamasi. Selanjutnya terjadi penurunan kadar serum besi, peningkatan iron-binding

capacity serum (serum transferrin) dan penurunan saturasi transferrin dibawah normal. Ketika cadangan

besi menurun, tidak ada persediaan besi untuk membentuk kompleks dengan protoporphyrin untuk

membentuk heme. Akibatnya Free Erythrocyte protoporphyrins terakumulasi, dan sintesis hemoglobin

terganggu. Pada saat ini defisiensi besi berkelanjutan menjadi anemia defisiensi besi. Ukuran sel darah

merah menjadi lebih kecil dan dan bervariasi karena hemoglobin kurang tersedia pada setiap sel. Variasi

ukuran Sel darah merah diukur dengan peningkatan Red cell Distribution Width (RDW). Perubahan ini

berhubungan dengan penurunan MCV dan MCH. Perubahan perkembangan MCV membutuhkan

penggunaan standar berdasarkan umur untuk mengenali mikrositosis (table 474.1). Jumlah Sel darah
merah juga menurun . Persentase retikulosit bisa normal atau cukup meningkat, tetapi absolute

reticulocyte counts mengindikasikan respon insufisien pada derajat anemia. Hapusan darah

menunjukkan sel darah merah hipokromik, mikrositik dengan ukuran sel bervariasi. Sel darah merah

berbentuk eliptositik atau cerutu sering terlihat (gambar 482.1). Peningkatan soluble transferrin

receptor dan penurunan konsentrasi retikulosit hemoglobin merupakan indicator awal defisiensi besi.

Pewarnaan besi pada sumsum tulang merupakan metode paling akurat dalam mendiagnosa anemia

deisiensi besi, tetapi invasive, mahal dan tidak perlu.


Sel darah putih jumlahnya normal, tetapi trombositosis sering terjadi. Trombositopenia kadang-kadang

terjadi saat defisiensi besi, menimbulkan diferensial diagnosis kegagalan sumsum tulang. Feses harus

untuk darah samar harus di periksa untuk mengekslusi kehilangan darah sebagai penyebab defisiensi

besi.

Diagnosis dugaan ADB berdasarkan anemia mikrositik dengan RDW tinggi pada pemeriksaan CBC,

penurunan jumlah hitung sel darah merah, normal hitung sel darah putih, dan normal atau

meningkatnya hitung platelet. Studi laboratory lain, seperti menurunnya serum ferritin, penurunan
serum besi dan meningkatnya TIBC tidak penting kecuali anemia berat yang membutuhkan diagnosis

cepat, disertai komplikasi klinis atau anemia yang tidak respon dengan terapi besi. Peningkatan

hemoglobin >1 g/dl setelah 1 bulan terapi besi adalah cara yang paling praktis untuk menegakkan

diagnosis.

Diagnosis defisiensi besi tanpa anemia lebih menantang. Pemeriksaan serum ferritin sangat berguna

pada kasus ini, disertai juga dengan pemeriksaan C-Reactive Protein untuk membantu identifikasi hasil

false negative pada kondisi inflamasi. Pemeriksaan peningkatan soluble transferrin reseptor dan

penurunan retikulosit hemoglobin berguna jika tersedia.

Julia

a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan
besi masih normal.1
b. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat. 1
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar
Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada
tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada defisiensi besi yang progresif akan terjadi perubahan pada nilai hematologi dan
biokimia. Hal yang pertama terjadi adalah menurunnya simpanan besi pada jaringan.
Penurunan ini akan ditunjukkan melalui menurunnya serum ferritin, sebuah protein yang
mengikat besi dalam tubuh sebagai simpanan. Kemudian jumlah serum besi akan menurun,
kapasitas pengikatan besi dari serum (serum transferrin) akan meningkat, dan saturasi
transferrin akan menurun di bawah normal. Seiring dengan menunrunnya simpanan, besi dan
protoprofirin akan gagal untuk membentuk heme. Free erythrocyte protoporphyrins (FEP)
terakumulasi, dan kemudian sintesis hemoglobin terganggu. Pada titik ini, defisiensi besi
berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Dengan jumlah hemoglobin yang berkurang pada
tiap sel, sel merah menjadi lebih kecil. Perubahan morfologi ini paling sering tampak
beriringan dengan berkurangnya mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular
hemoglobin (MCH). Perubahan variasi ukuran sel darah merah terjadi dengan digantikkannya
sel normositik dengan sel mirkositik, variasi ini ditunjukkan dari peningkatan red blood cell
distribution width (RDW). Jumlah sel darah merah juga akan berkurang. Jumlah persentase
retikulosit akan meningkat sedikit atau dapat normal. Sapuan darah akan menunjukkan sel
darah merah yang hipokrom dan mikrositik dengan variasi sel yang tetap. Bentuk sel darah
elips atau seperti cerutu sering terlihat. Deteksi peningkatan reseptor transferrin dan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin retikulosit mendukut terhadap penegakkan diagnosis.2
Jumlah sel darah putih normal, trombositosis juga sering tampak. Trombositopenia
terkadang muncul pada defisiensi besi yang sangat berat, sehingga akan menimbulkan sebuah
kerancuan dengan gangguan pada sumsum tulang. Pemeriksaan pada feses untuk melihat
perdarahan pada sistem gastrointestinal harus selalu dilakukan untuk eksklusi perdarahan
sebagai penyebab defisiensi besi.2
Pada umumnya, hitung darah lengkap akan menunjukkan anemia mikrositer dengan
peningkatan RDW, berkurangnya RBC, WBC normal, dan jumlah platelet yang meningkat
atau normal. Pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti penurunan ferritin, penurunan serum
besi, dan peningkatan kapasitas pengikatan besi total, biasanya belum dibutuhkan kecuali
terdapat anemia berat yang membutuhkan penegakan diagnosis cepat, terdapat komplikasi
atau pada anemia yang tidak memberikan respon terhadap terapi besi.

European

The diagnosis of IDA/IDWA requires laboratory testing [74,


78]. We recommend testing for ID in presence of symptoms
suggestive of anemia or iron deficiency (as summarized in
Table 1). The American Academy of Pediatrics suggests a
routine screening for IDA for all children at the age of
12 months by using hemoglobin (Hb) concentration [79].
American societies do not recommend universal laboratory
screening for IDA in young children, citing lack of direct
evidence of the benefits or harms of such approach [3, 80,
81]. Nevertheless, all experts agree that a screening is recommended
in children and adolescents with signs and symptoms,
as listed in Table 1. The initial blood testing can be capillary
andmust include Hb, red blood cells (RBC), hematocrit,white
blood cells, platelets, as well as RBC indices (mean corpuscular
volume [MCV], mean corpuscular hemoglobin [MCH],
mean corpuscular hemoglobin concentration MCHC]), RDW,
reticulocyte count, and ferritin (Tables 3 and 4). Hb: Hb levels will show the presence of anemia. Anemia
is defined by a reduced Hb value 5th percentile below the
normal hemoglobin value specified for that age [2].
& RBC indices: ID is defined by a decreased MCV, MCHC,
and MCH, with well-validated standards and little variation
by age. A decrease in MCHC is frequently seen first
in ID. However, these are late and non-specific markers of
ID while a decrease in MCV is also observed in children
with thalassemia or inflammatory anemia [2, 82].
& RDW (red cell distribution width) provides the statistical
analysis of the standard deviation of the MCV. In ID and
IDA, the RDWis increased.
& Ferritin: Serum ferritin (SF) is the most specificmarker for
the diagnosis of ID, as its concentration is proportional to
the body’s total iron stores [11, 76]. It is also the earliest
marker of ID. It is an inexpensive test and can be performed
with a very small amount of blood froma capillary
sample. Althoughmany studies andmost laboratories usually
define a decreased SF at levels below 12–40 μg/L in
the general population [83], intervals used in clinical trials
have not been standardized [11, 84]. In addition, SF levels
vary with age. WHO defines ID as SF < 12 mcg/L in children
under 5 years of age and < 15 mcg/L in individuals
over 5 years of age [85]. For children aged 1 to 3 years, the
American Academy of Pediatrics recommends a threshold
value of SF < 10–12 mcg/L for the definition of ID [79].
Interpretation of SF levels in infants < 12 months is

difficult as distinct normal values exist for the first


6 months and are higher compared to older children, but
thresholds for IDare not well established in this age group.
Some authors recently suggested that the diagnostic accuracy
of SF could be improved in young children by increasing
the cutoff to 18–24 mcg/L [86–89]. Previous
studies found significant differences according to the SF
measurement assay, making the comparison of SF results
from different laboratories very complex [90, 91]. Finally,
interpretation of SF levels can be difficult in cases of concomitant
acute or chronic inflammatory conditions as SF
is an acute phase reactant and may be increased for weeks
during and after infection and inflammation [74].
Additionally, the concentration of SF increases after exercise
and can remain high for several days after maximum
effort [61].
& In situations where an inflammatory state or an infection is
clinically suspected upfront, C-reactive protein
(CRP)/erythrocytes sedimentation rate (ESR), in order
to exclude possible confounding modifiers of SF
level measurements.

Supplementary (second-line) testing


Additional diagnostic testing is seldom necessary in order to
better assess the presence and severity of ID in general pediatric
practice, but here are some frequently ordered assays:
& Serum iron concentration, total iron binding capacity,
transferrin saturation: In cases of ID, serum iron is reduced,
and total iron-binding capacity is increased,
resulting in a substantial reduction in transferrin saturation
(i.e., the ratio of serum iron to total iron-binding capacity).
The threshold of 16% of transferrin saturation is generally
used to screen for ID, but there are age-specific variations
[5, 92]. These markers are, as SF, acute phase reactants
and could be poor indicators of ID in setting of inflammatory
diseases or infection. They are also variable during
daytime (i.e., serum iron).
& Serum soluble transferrin receptor (sTfR): sTfR derives
from proteolysis of the membrane transferrin receptor. In
case of ID, synthesis of transferrin receptors is increased,
leading to a corresponding increase in sTfR (Table 4). A
substantial advantage of measurement of sTfR compared
with other assays is that it appears to be less influenced by
ongoing inflammation [5]. However, this test is not available
in all clinical laboratories; it is rather expensive and non-standardization of the measure constitutes a major
disadvantage. Despite these restrictions, normal values
have been published for healthy children and adolescents

Zinc protoporphyrin (ZnPP): In cases of iron depletion,


zinc transport across the intestinal barrier increases.
Thus, an increased concentration of ZnPP in erythrocytes
is associated with iron deficiency anemia [5]. Its increase
(> 70 μmol/mol heme in children < 5 years old and >
80 μmol/mol heme in > 5 years old) therefore indicates
ID-erythropoiesis [70]. ZnPP is also increased in lead poisoning
or sideroblastic anemia. Unfortunately, this test is
not available in all clinical laboratories and is rather
expensive.
& Reticulocyte hemoglobin content (CHr or RET-He). CHr
is an early marker of erythropoietic activity because reticulocytes
are the first cells released into the circulation [94].
CHr is considered a real-time marker of functional ID, as
reticulocytes only remain in blood for 1 to 2 days. This is a
very sensitive and cost-effective test, available on
most of the new generation hematology analyzers
[93, 95]. This parameter has different names according
to the brand name of the analyzer (i.e., “RETHe”
for Sysmex machines, or “CHr” for ADVIA
machines). In children, a CHr cutoff of 27.5 pg
has high specificity and sensitivity for the diagnosis
of ID in infants and toddlers (< 28 pg in older children
and adults) [70, 92]

In cases of refractory ID/IDA after a trial of well conducted


oral substitution (cf. below sections on ID therapy), it could be
indicated to further investigate the following:
& C-reactive protein (CRP)/erythrocyte sedimentation rate
(ESR), in order to exclude infection or concomitant inflammatory
disease, if not previously performed,
& Uristix and hemoccult in order to exclude urinary blood
loss gastrointestinal disease respectively.

A clinical bleeding score and a gynecological consultation


should be performed in case of heavy menses (menometrorrhagia)
in female adolescents is always indicated.
If there is still persistence of ID/IDA despite a welltolerated
oral substitution in a compliant patient/family, a consultation
with a pediatric hematologist is strongly advised.
The aim will be to rule out hemoglobinopathies or other primary
erythroid/erythropoietic disorders, myelodysplastic syndrome,
and B12 or folate deficiency. Abnormal iron absorption
caused by gastrointestinal disease has been increasingly
recognized as an important cause of unexplained ID. The recent
availability of convenient, non-invasive screening
methods to identify celiac disease, autoimmune atrophic gastritis,
and Helicobacter pylori infection has greatly facilitated
the recognition of patients with these entities [96]. Iron absorption
is often limited in short bowel syndrome after surgical
resection and can be a first symptomof IBD. In addition, in
girls with IDA, an underlying menorrhagia (i.e., combined
with a coagulopathy such as vonWillebrand disease) can also
be present [97].

Ringoringo

Diagnosis ADB pada bayi ditegakkan berdasarkan kadar Hb lebih kecil dari batas bawah nilai normal

(<14g/dL untuk 0-3 hari, <11g/dL untuk 1 bulan, <10g/dL untuk 2-6 bulan, <11g/dL untuk 6-12 bulan),

gambaran darah tepi menunjukkan mikrositik dan atau hipokrom, kadar Hb meningkat setelah diberi

terapi besi elemental selama 2 bulan, kadar feritin <12 ug/L untuk usia 6-12 bulan, RDW >14%, indeks

Mentzer >13 indeks RDW >220. 15-18 Diagnosis ADB ditegakkan bila kriteria pada butir 1,2,3,4 terpenuhi

ditambah ≥1 dari 3 kriteria pada butir 5,6,7.Diagnosis deplesi besi ditegakkan berdasarkan kadar Hb

normal untuk usia tertentu, saturasi transferin <30% untuk usia 0-1 bulan, dan saturasi transferin <21%

untuk usia 2-6 bulan, feritin<20 ug/L untuk usia 6-12 bulan. Diagnosis defisiensi besi ditegakkan

berdasarkan kadar Hb normal untuk usia tertentu, saturasi transferin <20% untuk usia 0-1 bulan,

saturasi transferin <16% untuk usia 2-6 bulan, feritin <12 ug/L untuk usia 6-12 bulan.

hepcidin

HEPCIDIN PADA ANEMIA DEFISIENSI


BESI
Anemia defi siensi besi merupakan penyebab
terbanyak anemia dengan gambaran hipokromik
mikrositik.76 Penyebab utamanya
adalah keterbatasan eritropoiesis, yang dapat
berupa penekanan proses eritropoiesis dan
rendahya respons terhadap eritropoietin.77
Pada pemeriksaan, penting dibedakan
antara anemia defi siensi besi didapat atau
turunan.78 Anemia defi siensi besi didapat
bisa disebabkan beberapa faktor eksternal
seperti perdarahan, serta penurunan kadar
zat besi (nutrisional).79 Sedangkan anemia
defi siensi besi turunan biasanya disebabkan
mutasi gen-gen tertentu. Beberapa bentuk
anemia defi siensi besi turunan adalah anemia
sideroblastik, thalassemia, dan anemia
defi siensi besi refrakter (iron refractory iron
defi ciency anemia – IRIDA).
Anemia turunan yang memiliki tampilan
klinis mirip anemia defisiensi besi
nutrisional adalah IRIDA.78 IRIDA dapat
muncul akibat mutasi gen TMPRSS6
yang berfungsi mengkode serine protese
transmembran matriptase-2 (MT-2).81,82
Mutasi ini menyebabkan ekspresi hepcidin
berlebihan dan dapat mengakibatkan
penurunan kadar besi,83,84 diduga merupakan
kelainan bersifat resesif.85 IRIDA
memiliki gambaran klinis anemia hipokrommikrositik,
dengan kadar besi serum dan
saturasi transferrin sangat rendah. Namun,
kadar ferritin serum biasanya dalam batas
normal. Pada IRIDA, derajat anemia bervariasi,
kebanyakan ringan, dan biasanya
muncul pada masa kanak-kanak.78
IRIDA harus dibedakan dari anemia defi siensi
besi nutrisional. Ada beberapa pendekatan
yang bisa digunakan, seperti saudara
kandung yang menderita anemia, terutama
pada keluarga dengan riwayat diet baik.85-91
Pada pemeriksaan laboratorium bisa didapatkan
gambaran anemia hipokrom mikrositik berat,87,88,91 dapat disertai
dengan eritropoiesis di sumsum tulang
yang normal85 atau hiposeluler87; analisis
besi menunjuk kan kadar serum besi
rendah, dengan transferin yang tinggi.92
Parameter lain yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis IRIDA adalah respons
terapi pasien terhadap suplementasi besi
oral yang buruk dibandingkan dengan
suplementasi besi parenteral,90,91 namun penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian
suplementasi oral dapat berhasil baik.92
Penatalaksanaan IRIDA pada kebanyakan
laporan kasus hanya menggunakan
suplementasi besi eksternal,85-92 karena
gambaran klinis yang mirip anemia
defisiensi besi nutrisional biasa.92 Oleh
karena itu, diperlukan adanya sebuah
metode diagnosis dan tatalaksana IRIDA
yang mudah dan cepat.
Salah satu pendekatan untuk diagnosis dan
terapi IRIDA adalah menggunakan hepcidin.
Sebagai sarana diagnostik, hepcidin pada
IRIDA dapat meningkat,93-95 berbeda
dengan anemia defisiensi besi nutrisional
yang kadar hepcidin-nya menurun.96 Salah
satu bentuk modalitas terapi IRIDA adalah
menggunakan antagonis hepcidin.78
Antagonis hepcidin ini selain dapat
mengatasi IRIDA, juga dapat mengatasi

masalah anemia lain seperti anemia pada


penyakit kronis atau pada anemia akibat
infl amasi.97 Beberapa substansi yang diduga
dapat digunakan sebagai antagonis hepcidin
antara lain dorsomorphin (inhibitor BMP),98
heparin (menghambat ekspresi hepcidin)99
ataupun anti-IL-6 antibodi (tocilizumab).
amalia

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar hemoglobin (Hb) dan atau Packed Cell Volume

(PCV) merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam

menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH menurun, sedangkan MCHC akan

menurun pada keadaan berat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom, mikrositik,

anisositosis dan poikilositosis.6

Proses terjadinya anemia defisiensi besi melalui 3 tahap yaitu: 6,14,15 (1). Stadium I: deplesi cadangan besi

yang ditandai dengan penurunan serum ferritin (<10-12μg/L) sedangkan pemeriksaan Hb dan zat besi

masih normal. (2). Stadium II: defisiensi besi tanpa anemia terjadi bila cadangan besi sudah habis maka

kadar besi didalam serum akan menurun dan kadar hemoglobin masih normal. Pemeriksaan

laboratorium didapatkan penurunan serum iron(SI) dan saturasi transferrin, sedangkan total iron

binding capacity (TIBC) meningkat. (3). Stadium III: anemia defisiensi besi ditandai dengan penurunan

kadar Hb, MCH, MCV, MCHC pada keadaan berat, Ht dan peningkatan kadar free erythrocyte

protoporphyrin (FEP). Gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik. Pemeriksaan

laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV (PackedCell Volume), leukosit, trombosit

ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, saturasi morfologi darah tepi dan pemeriksaan status

besi (Fe serum, TIBC, transferrin, Free Erythrocyte Protoporphyrin(FEP), ferritin). Pada ADB nilai indeks

eritrosit MCV, MCH akan menurun, MCHC akan menurun pada keadan berat, dan RDW akan meningkat.

Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom, mikrositik, anisositik hipokrom biasanya

terjadi pada ADB, infeksi kronis dan thalassemia.

Jurnal AAP

Iron status is a continuum. At one


end of the spectrum is IDA, and at
the other end is iron overload. ID and
IDA are attributable to an imbalance
between iron needs and available iron
that results in a deficiency of mobilizable
iron stores and is accompanied
by changes in laboratory measurements
that include Hb concentration,
mean corpuscular Hb concentration,
mean corpuscular volume, reticulocyte
Hb concentration (abbreviated
in the literature as CHr) content, total
iron-binding capacity, transferrin
saturation, zinc protoporphyrin, SF
concentration, and serum transferrin
receptor 1 (TfR1) concentration. Measurements
that are used to describe
iron status are listed in Table 2.

In a child with ID, as the Hb concentration


falls 2 SDs below the mean for age
and gender, IDA is present, by definition;
for infants at 12 months of age,
this is 11.0 mg/dL.7,8 When IDA accounted accounted
for most cases of anemia in
children, “anemia” and “IDA” were
roughly synonymous, and a simple
measurement of Hb concentration was
sufficient to make a presumptive diagnosis
of anemia attributable to ID. Particularly
in industrialized nations, the
prevalence of ID and IDA has decreased,
and other causes of anemia,
such as hemolytic anemias, anemia of
chronic disease, and anemia attributable
to other nutrient deficiencies,
have become proportionately more
common.32

No single measurement is currently


available that will characterize the
iron status of a child. The limitations of
using Hb concentration as a measure
of iron status are its lack of specificity
and sensitivity. Factors that limit erythropoiesis
or result in chronic hemolysis,
such as genetic disorders and
chronic infections, may result in low
Hb concentrations. Vitamin B12 or folate
deficiency, although uncommon in
the pediatric population, also can result
in a low Hb concentration. The lack
of sensitivity is largely attributable to
the marked overlap in Hb concentrations
between populations with iron
sufficiency and those with ID.33 Thus, to
identify ID or IDA, Hb concentration
must be combined with other measurements
of iron status. Once the diagnosis
of IDA has been established,
however, following Hb concentration
is a good measure of response to
treatment.
In establishing the definitive iron status
of an individual, it is desirable to
use the fewest tests that will accurately
reflect iron status. Any battery of
tests must include Hb concentration,
because it determines the adequacy
of the circulating red cell mass and
whether anemia is present. One or
more tests must be added to the determination
of Hb concentration if ID or
IDA is to be diagnosed. The 3 parame ters
that provide discriminatory information information
about iron status are SF, CHr,
and TfR1 concentrations.
SF is a sensitive parameter for the assessment
of iron stores in healthy subjects34–
36; 1_g/L of SF corresponds to 8
to 10 mg of available storage iron.34,37,38
Measurement of SF concentration is
widely used in clinical practice and
readily available. Cook et al36 selected
an SF concentration below 12 _g/L as
diagnostic for ID after a comprehensive
population survey in the United
States. Thus, a cutoff value of 12 _g/L
has been widely used for adults and
denotes depletion of iron stores. In
children, a cutoff value of 10 _g/L has
been suggested.39 Because SF is an
acute-phase reactant, concentrations
of SF may be elevated in the presence
of chronic inflammation, infection, malignancy,
or liver disease, and a simultaneous
measurement of C-reactive
protein (CRP) is required to rule out

inflammation. Although Brugnara et


al40 found SF concentration to be less
accurate than either the CHr or TfR1
concentration in establishing iron status
of children, combining SF concentration
with a determination of CRP is
currently more readily available to assess
iron stores and is a reliable
screening test as long as the CRP level
is not elevated41 (Table 2).
CHr and TfR1 concentrations are not
affected by inflammation (infection),
malignancy, or anemia of chronic disease
and, thus, would be preferable as
biomarkers for iron status. Only the
CHr assay is currently available for use
in children. The CHr content assay has
been validated in children, and standard
values have been determined.40,42
The CHr assay provides a measure of

iron available to cells recently released


from the bone marrow. CHr
content can be measured by flow cytometry,
and 2 of the 4 automated hematology
analyzers commonly used in
the United States have the capability to
measure CHr.43 A low CHr concentra- tion has been shown to be the strongest
predictor of ID in children40,42,43
and shows much promise for the diagnosis
of ID when the assay becomes
more widely available.
TfR1 is a measure of iron status, detecting
ID at the cellular level. TfR1 is
found on cell membranes and facilitates
transfer of iron into the cell.
When the iron supply is inadequate,
there is an upregulation of TfR1 to enable
the cell to compete more effectively
for iron, and subsequently, more
circulating TfR1 is found in serum. An
increase in serum TfR1 concentrations
is seen in patients with ID or IDA, although
it does not increase in serum
until iron stores are completely exhausted
in adults.44– 46 However, the
TfR1 assay is not widely available, and
standard values for infants and children have yet to be established.
Thus, to establish a diagnosis of IDA,
the following sets of tests can be used
at the present time (when coupled
with determination of a Hb concentration
of _11 g/dL): (1) SF and CRP measurements
or (2) CHr measurement.
For diagnosing ID without anemia,
measure either (1) SF and CRP or (2)
CHr. Another approach to making the diagnosis
of IDA in a clinically stable child
with mild anemia (Hb concentration
between 10 and 11 g/dL) is to monitor
the response to iron supplementation,
especially if a dietary history indicates
that the diet is likely to be iron deficient.
An increase in Hb concentration
of 1 g/dL after 1 month of therapeutic
supplementation has been used to signify
the presence of IDA. This approach
requires that iron supplementation
be adequate, iron be adequately absorbed,
and patient compliance with
adequate follow-up can be ensured.
However, because only 40% of the
cases of anemia identified at 12
months of age will be secondary to IDA
(Table 1), strong consideration should
Another approach to making the diagnosis
of IDA in a clinically stable child
with mild anemia (Hb concentration
between 10 and 11 g/dL) is to monitor
the response to iron supplementation,
especially if a dietary history indicates
that the diet is likely to be iron deficient.
An increase in Hb concentration
of 1 g/dL after 1 month of therapeutic
supplementation has been used to signify
the presence of IDA. This approach
requires that iron supplementation
be adequate, iron be adequately absorbed,
and patient compliance with
adequate follow-up can be ensured.
However, because only 40% of the
cases of anemia identified at 12
months of age will be secondary to IDA IDA who also has lead poisoning without be given to establishing a
diagnosis of
IDA by using the screening tests described
previously

lanzkosky
DAFTAR PUSTAKA

1. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Pramono B, Sutaryo,

Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar Hemato-onkologi anak

Ikatan Dokter Anak Indonesia Cetakan Keempat. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2012. h. 30-43.

2. Thomas AE, Bain BJ. Maria A. Disorders of erythrocyte production. Dalam : Proytcheva MA,

penyunting. Diagnostic Pediatric Hematopathology. New York: Cambridge University Press;

2011. h. 42-43.

3. Rothman JA. Iron-Deficiency Anemia. Dalam : Kliegman RM, ST Geme JW, penyunting. Nelson

Textbook of Pediatrics Edition 21. New York : Elsevier; 2019. h.9922-5.

4. Fitriany J, Saputri AI. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous 2018; 4(2).
5. Mattiello V, Schmuggge M. Diagnosis and management of iron deficiency in children with or

without anemia: consensus recommendations of the SPOG Pediatric Hematology Working

Group. European Journal of Pediatrics 2020

6. Ringoringo HP. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0-12

Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan : Studi Kohort Prospektif. Sari Pediatri 2009;11(1):8-14

7. Perdana WY, Jacobus DJ. Hepcidin dan Anemia Defisiensi Besi. CDK 2015; 42(12)

8. Amalia A, Tjiptaningrum A. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia Defisiensi Besi. Majority

2016;5(5): 166-169.

9. Baker RD, Greer FR. Clinical Report – Diagnosis and Prevention of Iron Deficiency and Iron-

Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of age). Pediatrics

2010;126;1040

10. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Lanzkowsky P, Lipton JM, Fish JD,

penyunting. Lanzkowsky’s Manual of Pediatric Hematology and Oncology. UK:

Elsevier; 2016. h. 69-83.

Anda mungkin juga menyukai