1. pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit. Jumlah leukosit biasanya normal,
tetapi pada ADB yang berlangsung lama, dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang
disebabkan oleh infestasi cacing sering ditemukan eosinophilia. Jumlah trombosit meningkat 2-4
kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan perdarahan yang
masif. Kejadian trombositopenia hanya dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun
kejadian trombositosis dan trombositopenia hampir sama pada bayi dan anak, yaitu
2. pemeriksaan indeks eritrosit. Pada ADB nilai index eritrosit MCV, MCH, dan MCHC menurun
3. pemeriksaan retikulosit. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena
4. morfologi darah tepi. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik,
mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit,
5. pemeriksaan status besi (Fe serum, Total Iron Binding Capacity (TIBC), saturasi transferrin, FEP,
ferritin). Pada pemeriksaan status besi, didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Pemeriksaan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin,
sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferrin yang berada dalam sirkulasi darah.
Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferrin) yang dapat diperoleh dengan cara
menghitung Fe serum/TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke
eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara
plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferrin (ST)<16% menunjukkan suplai
besi yang tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST<7% diagnosis ADB dapat ditegakkan,
sedangkan ST 7-16% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang
rendah atau pemeriksaan lainnya. Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid
sumsum tulang, dapat diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin
(FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk
membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan
porfirin didalam sel. Nilai FEP >100 µg/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini
dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun
6. apus sumsum tulang. Pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas
ADB yaitu hyperplasia system eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui
ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.
pemeriksaan Feritin. Stadium deplesi besi hanya ditandai oleh kekurangan persediaan besi
di dalam depot. Jumlah cadangan besi dalam tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar
ferritin serum. Bila kadar ferritin <10-12 µg/l menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan
besi dalam tubuh.1 Pada stadium ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar
hemoglobin masih normal. Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan
pemeriksaan sitokimia jaringan hati atau sumsum tulang. Disamping itu kadar
feritin/saturasi transferin di dalam serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam
depot.2
Proytcheva MA
Anemia Defisiensi Besi awalnya dicirikan anemia normositik normochromic anemia dengan peningkatan
red cell distribution width, sebuah temuan non spesifik yang mengindikasikan anisositosis. Ketika
defisiensi menjadi lebih berat, terjadi penurunan nilai MCV (mean corpuscular volume) dan MCH (mean
corpuscular hemoglobin (MCH), suatu pengurangan jumlah sel darah merah , dan suatu anemia
mikrositik, hipokromik. Ketika defisiensi berat, Mean cell hemoglobin concentration (MCHC) juga
berkurang. Suatu anemia mikrositik hipokromik mewakili defisiensi besi tahap akhir. Defisiensi besi
dapat terjadi sebelum anemia menjadi jelas, karena simpanan akan habis terlebih dahulu sebelum
produksi sel darah merah yang kekurangan besi. Indikator defisiensi besi yang memungkinkan deteksi
dini adalah serum ferritin, serum iron, dan transferrin (iron binding capacity), dan soluble transferrin
receptor (sTfR), serta zinc protoporphyrin levels. Gold standar untuk menilai status besi adalah aspirasi
sumsum tulang (stained for iron) tetapi sangat tidak praktis dan tidak dibenarkan untuk dilakukan pada
anak-anak.
Ferritin
Serum ferritin menggambarkan total ferritin dalam tubuh, dimana kadarnya naik saat akumulasi besi
dalam tubuh dan turun saat defisiensi besi. Apoferritin ditingkatkan oleh sitokin inflamasi sebagai bagian
dari reaksi fase akut, sehingga kadar serum ferritin ditentukan oleh cadangan besi maupun keparahan
inflamasi. Defisiensi besi dapat terjadi pada inflamasi dengan kadar ferritin naik sampai 60µg/L.
Serum iron dan transferrin
Serum Iron tidak dapat berfungsi sebagai parameter tunggal. Transferrin (yang berhubungan dengan
iron binding capacity) juga harus diperiksa bersamaan dengan serum iron. Keduanya tergantung pada
pelepasan besi dari makrofag dan penggunaan besi oleh sel erythroid. Pada defisiensi besi, serum iron
menurun, transferrin meningkat, sehingga saturasi transferrin menurun. Pada anemia disebabkan oleh
penyakit kronik, serum iron dan saturasi transferrin juga rendah, sedangkan kadar transferrin sering
Zinc Protoporphyrin
Zinc protoporphyrin (ZPP) meningkat pada sintesis heme yang rusak, karena zinc yang berikatan dengan
protoporphyrin ring, bukan besi. Produksi heme dapat terganggu karena kekurangan besi, juga dapat
terjadi karena kekurangan fungsi enzim yang terlibat dalam reaksi tersebut, seperti pada anemia
sideroblastic, terjadi peningkatan kadar timbal dan dengan etanol menghambat sintesis heme.
Penyerapan timbal meningkat karena defisiensi besi karena mekanisme penyerapan yang sama terjadi
pada kedua logam. Defisiensi besi sering terjadi pada pasien dengan kadar timbal tinggi.
Kadar soluble transferrin receptor merupakan parameter yang berguna untuk membedakan bermacam-
macam penyebab anemia mikrositik. Kadar transferrin receptor dan soluble transferrin receptor (sTfR)
meningkat pada keadaan defisiensi besi dan pada meingkat juga pada kondisi peningkatan aktivitas
erythropoietic dalam derajat yang lebih rendah. Kadar sTfR tidak dipengaruhi oleh inflamasi.
Penggunaan kadar sTfR dan kadar ferritin secara bersamaan adalah cara yang sensitive untuk
keterbatasan nilai referen yang cocok terutama untuk biomarker baru. Pada bayi premature yang lahir
dari ibu dengan diabetes atau yang terdiagnosa pertumbuhan janin terhambat, sangat rentan terhadap
defisiensi besi karena kekurangan cadangan besi saat lahir dan peningkatan kecepatan pertumbuhan
pada setahun pertama kehidupan. Neonatus yang lahir kurang dari gestasi 35 minggu secara rutin
Biomarker status besi harus dinilai secara bersamaan dengan status klinis pasien, diet dan riwayat obat
Pada defisiensi besi yang progresif, terjadi rangkaian peristiwa biokimia dan hematologi (table 482.1).
Pertama, cadangan besi jaringan habis. Penipisan ini ditandai oleh berkurangnya serum ferritin, suatu
protein penyimpan besi, yang keberadaannya merupakan perkiraan cadangan besi tubuh pada keadaan
tidak ada penyakit inflamasi. Selanjutnya terjadi penurunan kadar serum besi, peningkatan iron-binding
capacity serum (serum transferrin) dan penurunan saturasi transferrin dibawah normal. Ketika cadangan
besi menurun, tidak ada persediaan besi untuk membentuk kompleks dengan protoporphyrin untuk
membentuk heme. Akibatnya Free Erythrocyte protoporphyrins terakumulasi, dan sintesis hemoglobin
terganggu. Pada saat ini defisiensi besi berkelanjutan menjadi anemia defisiensi besi. Ukuran sel darah
merah menjadi lebih kecil dan dan bervariasi karena hemoglobin kurang tersedia pada setiap sel. Variasi
ukuran Sel darah merah diukur dengan peningkatan Red cell Distribution Width (RDW). Perubahan ini
berhubungan dengan penurunan MCV dan MCH. Perubahan perkembangan MCV membutuhkan
penggunaan standar berdasarkan umur untuk mengenali mikrositosis (table 474.1). Jumlah Sel darah
merah juga menurun . Persentase retikulosit bisa normal atau cukup meningkat, tetapi absolute
reticulocyte counts mengindikasikan respon insufisien pada derajat anemia. Hapusan darah
menunjukkan sel darah merah hipokromik, mikrositik dengan ukuran sel bervariasi. Sel darah merah
berbentuk eliptositik atau cerutu sering terlihat (gambar 482.1). Peningkatan soluble transferrin
receptor dan penurunan konsentrasi retikulosit hemoglobin merupakan indicator awal defisiensi besi.
Pewarnaan besi pada sumsum tulang merupakan metode paling akurat dalam mendiagnosa anemia
terjadi saat defisiensi besi, menimbulkan diferensial diagnosis kegagalan sumsum tulang. Feses harus
untuk darah samar harus di periksa untuk mengekslusi kehilangan darah sebagai penyebab defisiensi
besi.
Diagnosis dugaan ADB berdasarkan anemia mikrositik dengan RDW tinggi pada pemeriksaan CBC,
penurunan jumlah hitung sel darah merah, normal hitung sel darah putih, dan normal atau
meningkatnya hitung platelet. Studi laboratory lain, seperti menurunnya serum ferritin, penurunan
serum besi dan meningkatnya TIBC tidak penting kecuali anemia berat yang membutuhkan diagnosis
cepat, disertai komplikasi klinis atau anemia yang tidak respon dengan terapi besi. Peningkatan
hemoglobin >1 g/dl setelah 1 bulan terapi besi adalah cara yang paling praktis untuk menegakkan
diagnosis.
Diagnosis defisiensi besi tanpa anemia lebih menantang. Pemeriksaan serum ferritin sangat berguna
pada kasus ini, disertai juga dengan pemeriksaan C-Reactive Protein untuk membantu identifikasi hasil
false negative pada kondisi inflamasi. Pemeriksaan peningkatan soluble transferrin reseptor dan
Julia
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein
besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan
besi masih normal.1
b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi
transferin menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat. 1
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar
Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada
tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada defisiensi besi yang progresif akan terjadi perubahan pada nilai hematologi dan
biokimia. Hal yang pertama terjadi adalah menurunnya simpanan besi pada jaringan.
Penurunan ini akan ditunjukkan melalui menurunnya serum ferritin, sebuah protein yang
mengikat besi dalam tubuh sebagai simpanan. Kemudian jumlah serum besi akan menurun,
kapasitas pengikatan besi dari serum (serum transferrin) akan meningkat, dan saturasi
transferrin akan menurun di bawah normal. Seiring dengan menunrunnya simpanan, besi dan
protoprofirin akan gagal untuk membentuk heme. Free erythrocyte protoporphyrins (FEP)
terakumulasi, dan kemudian sintesis hemoglobin terganggu. Pada titik ini, defisiensi besi
berlanjut menjadi anemia defisiensi besi. Dengan jumlah hemoglobin yang berkurang pada
tiap sel, sel merah menjadi lebih kecil. Perubahan morfologi ini paling sering tampak
beriringan dengan berkurangnya mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular
hemoglobin (MCH). Perubahan variasi ukuran sel darah merah terjadi dengan digantikkannya
sel normositik dengan sel mirkositik, variasi ini ditunjukkan dari peningkatan red blood cell
distribution width (RDW). Jumlah sel darah merah juga akan berkurang. Jumlah persentase
retikulosit akan meningkat sedikit atau dapat normal. Sapuan darah akan menunjukkan sel
darah merah yang hipokrom dan mikrositik dengan variasi sel yang tetap. Bentuk sel darah
elips atau seperti cerutu sering terlihat. Deteksi peningkatan reseptor transferrin dan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin retikulosit mendukut terhadap penegakkan diagnosis.2
Jumlah sel darah putih normal, trombositosis juga sering tampak. Trombositopenia
terkadang muncul pada defisiensi besi yang sangat berat, sehingga akan menimbulkan sebuah
kerancuan dengan gangguan pada sumsum tulang. Pemeriksaan pada feses untuk melihat
perdarahan pada sistem gastrointestinal harus selalu dilakukan untuk eksklusi perdarahan
sebagai penyebab defisiensi besi.2
Pada umumnya, hitung darah lengkap akan menunjukkan anemia mikrositer dengan
peningkatan RDW, berkurangnya RBC, WBC normal, dan jumlah platelet yang meningkat
atau normal. Pemeriksaan laboratorium lainnya, seperti penurunan ferritin, penurunan serum
besi, dan peningkatan kapasitas pengikatan besi total, biasanya belum dibutuhkan kecuali
terdapat anemia berat yang membutuhkan penegakan diagnosis cepat, terdapat komplikasi
atau pada anemia yang tidak memberikan respon terhadap terapi besi.
European
Ringoringo
Diagnosis ADB pada bayi ditegakkan berdasarkan kadar Hb lebih kecil dari batas bawah nilai normal
(<14g/dL untuk 0-3 hari, <11g/dL untuk 1 bulan, <10g/dL untuk 2-6 bulan, <11g/dL untuk 6-12 bulan),
gambaran darah tepi menunjukkan mikrositik dan atau hipokrom, kadar Hb meningkat setelah diberi
terapi besi elemental selama 2 bulan, kadar feritin <12 ug/L untuk usia 6-12 bulan, RDW >14%, indeks
Mentzer >13 indeks RDW >220. 15-18 Diagnosis ADB ditegakkan bila kriteria pada butir 1,2,3,4 terpenuhi
ditambah ≥1 dari 3 kriteria pada butir 5,6,7.Diagnosis deplesi besi ditegakkan berdasarkan kadar Hb
normal untuk usia tertentu, saturasi transferin <30% untuk usia 0-1 bulan, dan saturasi transferin <21%
untuk usia 2-6 bulan, feritin<20 ug/L untuk usia 6-12 bulan. Diagnosis defisiensi besi ditegakkan
berdasarkan kadar Hb normal untuk usia tertentu, saturasi transferin <20% untuk usia 0-1 bulan,
saturasi transferin <16% untuk usia 2-6 bulan, feritin <12 ug/L untuk usia 6-12 bulan.
hepcidin
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar hemoglobin (Hb) dan atau Packed Cell Volume
(PCV) merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam
menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH menurun, sedangkan MCHC akan
menurun pada keadaan berat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom, mikrositik,
Proses terjadinya anemia defisiensi besi melalui 3 tahap yaitu: 6,14,15 (1). Stadium I: deplesi cadangan besi
yang ditandai dengan penurunan serum ferritin (<10-12μg/L) sedangkan pemeriksaan Hb dan zat besi
masih normal. (2). Stadium II: defisiensi besi tanpa anemia terjadi bila cadangan besi sudah habis maka
kadar besi didalam serum akan menurun dan kadar hemoglobin masih normal. Pemeriksaan
laboratorium didapatkan penurunan serum iron(SI) dan saturasi transferrin, sedangkan total iron
binding capacity (TIBC) meningkat. (3). Stadium III: anemia defisiensi besi ditandai dengan penurunan
kadar Hb, MCH, MCV, MCHC pada keadaan berat, Ht dan peningkatan kadar free erythrocyte
protoporphyrin (FEP). Gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik. Pemeriksaan
laboratorium seperti pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV (PackedCell Volume), leukosit, trombosit
ditambah pemeriksaan indeks eritrosit, retikulosit, saturasi morfologi darah tepi dan pemeriksaan status
besi (Fe serum, TIBC, transferrin, Free Erythrocyte Protoporphyrin(FEP), ferritin). Pada ADB nilai indeks
eritrosit MCV, MCH akan menurun, MCHC akan menurun pada keadan berat, dan RDW akan meningkat.
Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokrom, mikrositik, anisositik hipokrom biasanya
Jurnal AAP
lanzkosky
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Anak Indonesia Cetakan Keempat. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2012. h. 30-43.
2. Thomas AE, Bain BJ. Maria A. Disorders of erythrocyte production. Dalam : Proytcheva MA,
2011. h. 42-43.
3. Rothman JA. Iron-Deficiency Anemia. Dalam : Kliegman RM, ST Geme JW, penyunting. Nelson
4. Fitriany J, Saputri AI. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous 2018; 4(2).
5. Mattiello V, Schmuggge M. Diagnosis and management of iron deficiency in children with or
6. Ringoringo HP. Insidens Defisiensi Besi dan Anemia Defisiensi Besi pada Bayi Berusia 0-12
Bulan di Banjarbaru Kalimantan Selatan : Studi Kohort Prospektif. Sari Pediatri 2009;11(1):8-14
7. Perdana WY, Jacobus DJ. Hepcidin dan Anemia Defisiensi Besi. CDK 2015; 42(12)
2016;5(5): 166-169.
9. Baker RD, Greer FR. Clinical Report – Diagnosis and Prevention of Iron Deficiency and Iron-
Deficiency Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of age). Pediatrics
2010;126;1040
10. Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Lanzkowsky P, Lipton JM, Fish JD,