Disusun oleh :
ARUM RAHMAYUNI
NIM : SN162018
1. Defenisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb)
atau sel darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah
merah dalam membawa oksigen (Badan POM, 2011)
Anemia adalah penyakit kurang darah, yang ditandai dengan kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar
hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria
tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada wanita, wanita yang memiliki kadar
hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari 37%, maka wanita itu
dikatakan anemia. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan
pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara
fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
Anemia adalah penurunan kuantitas sel sel darah merah dalam sirkulasi,
abnormalitas kandungan hemoglobin sel darah merah, atau keduanya (Corwin 2009).
2. Etiologi
1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
2. Perdarahan
3.Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid,
piridoksin, vitamin C dan copper
Menurut (Badan POM 2011), Penyebab anemia yaitu:
a. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12,
asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah.
b. Darah menstruasi yang berlebihan.
c. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap
zat besi dan vitamin untuk pertumbuhannya.
d. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di
saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat
menyebabkan anemia.
e. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan
lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan
masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid, pil KB,
antiarthritis, dll).
f. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi).
g. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya
dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel
darah merah.
h. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang,
malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
3. Patofisiologi
Patofisiologi pada klien anemia ialah zat besi masuk dalam tubuh melalui
makanan. Pada jaringan tubuh besi berupa : senyawa fungsional seperti hemoglobin,
mioglobin dan enzim–enzim, senyawa besi transportasi yaitu dalam bentuk
transportasi dan senyawa besi cadangan seperti ferritin dan hemosiderin. Besi ferri
dari makanan akan menjadi ferro jika dalam keadaan asam dan bersifat mereduksi
sehingga mudah untuk diabsorpsi oleh mukosa usus. Dalam tubuh besi tidak terdapat
bebas terapi berikatan dengan molekul protein menbebtuk ferritin, komponen
proteinnya disebut apoferritin, sedangkan dalam bentuk transport zat besi dalam
bentuk ferro berikatan dengan protein membentuk transferin, komponen proteinnya
disebut apotransferin, dalam darah disebut serotransferin.
Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, hati, telor, sayuran hiaju dan
buah – buahan diabsorpsi di usus halus. Rata – rata dari makanan yang masuk
mengandung 10 – 15 mg zat besi, tetapi hanya 5 – 10 % yang dapat diabsorpsi.
Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh faktor adanya protein hewani dan vitamin C.
sedangkan yang menghambat serapan adalah kopi, the, garam kalsium dan
magnesium, karena bersifat mengikat zat besi. Menurut asupan zat besi yang
merupakan unsur utama pembentuk hemoglobin maka kadar/produksi hemoglobin
juga akan menurun. (Tarwoto 2008).
Pathway(Patrick Davey, 2007)
4. Manifestasi klinlik
1.Lemah, letih, lesu dan lelah.
2.Sering mengeluh pusing dan mata berkunang – kunang.
3. Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi
pucat.
4. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada)
5. Penatalaksanaan
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang.
b. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri
atau menggunakan rumus:
Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai
berkembang. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik >
100 fl.
Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik >
31 pg.
Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35%
dan hipokrom < 30%.
c. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah periferdilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan
ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan
flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag.
d. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide =RDW)
RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi
tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan
manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih
peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari
kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin
dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
e. Eritrosit Protoporfirin (EP)
Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi
serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP
secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis
masih jarang.
f. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun
setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Besi serum
yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan
bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.
g. Serum Transferin (Tf)
Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan
besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis,
penyakit ginjal dan keganasan.
h. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat
besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks
kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.
Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan.
i. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk
menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin < 12 ug/l sangat
spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan
besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat
besi. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari
pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum
feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara
lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45
tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70
tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan
anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/
l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan
suplemen zat besi.
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah
hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat
besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat
subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum
yang memadai dan teknik yang dipergunakan.
B. Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah, suplai
oksigen berkurang
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
kurang, anoreksia
c. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
pemasukan atau
mencerna makanan
atau mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
8. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan:
1. Perfusi jaringan dapat kembali efektif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat terpenuhi
3. Defisit perawatan diri dapat teratasi
DAFTAR PUSTAKA