Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

SIMMULATION IN NURSING

“TETANUS”

Dosen Pengampu : Ns. Niken Setyaningrum, S.Kep.,M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. NURYA APRICA 04174529

2. SITI AISYAH HUMAIRAH 04174531

3. SITI MAIMUNAH 04174532

4. SITI NUR FAIDAH 04174533

5. SITI RAHAYU YOLANDA 04174534

6. ST AISAH 04174535

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2020

DAFTAR ISI
BAB I

A. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan
berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot
yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot
menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan
sebelumnya.
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang
kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. (Ismanoe, 2009 ; 2911)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002)

Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)

1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.

3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk,
nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.

4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.

Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009) :

1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,


spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia
ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥
120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan
hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
B. ETIOLOGI
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan
toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di
tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu,
instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)

C. TANDA GEJALA
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)

Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)

1. Trismus adalah kekakuan otot menguyah sehingga sukar membuka

2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah

3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.

4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan

5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat

Secara umum tanda gejala yang akan muncul :

1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya :

1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spame tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAk tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

D. PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.2 Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob
sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–
benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang.
Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan
pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus,
adalah neurotoksin yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat
suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan
memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut
bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan
secara efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin
tersebut menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang
spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas
tidak teregulasi dari sistem saraf motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang
berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi,
keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini
dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada
jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

F. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. Hiperimum globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat,
luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk
atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS terapi
sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi
untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar
luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melalui 3 cara, yaitu
- Disuntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera
bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

G. KOMPLIKASI
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot

H. PENCEGAHAN
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntikan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan rewasa
Ada juga yang menganjurkan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membrsihkan semua jenis luka setiap injuri terjadi, sekecil apapun
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya

BAB II

Seorang laki-laki bernama Tn. B berusia 50 tahun datang ke RS pada tanggal 2


Desember 2019 dengan keluhan seluruh badan terasa kaku. Saat dibawa ke RS kesadaran
pasien composmentis. Keluarga pasien mengatakan, 5 hari sebelum Tn. B dibawa ke RS Tn.
B mengalami kaku diseluruh tubuh dan tidak bisa digerakkan, kepala terasa berat, pusing,
demam. Keluarga pasien juga mengatakan terdapat luka di telapak kaki Tn. B akibat terkena
pecahan kaca 10 hari sebelum dibawa ke RS. Luka tersebut dijahit di poliklinik dan sudah
diberi obat, kemudia Tn. B tetap bekerja sebagai buruh tanpa menggunakan alas kaki dan
luka jahit tidak dibersihkan. Saat Tn. B sedang mandi tiba-tiba Tn. B pingsan, sesak nafas
dan dada terasa nyeri. 1 hari setelah pingsan Tn. B dibawa ke RS dan diberi penanganan di
IGD. Pihak IGD menyarankan Tn. B dirawat di ICU, tetapi keluarganya menolak. Setelah 8
hari dirawat di bangsal kondisi pasien semakin memburuk, lalu pasien dipindahkan ke ruang
ICU pada tanggal 5 Desember 2019. Pada saat masuk ruang ICU kesadaran pasien somnolen.

I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 10 Desember 2019
Tanggal pegkajian: 10 Desember 2019
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : buruh
Alamat : Klaten
Diagnosa medis : tetanus
No RM : 123xxx
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 30 tahun
Alamat : Klaten
Hubungan : anak kandung

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Seluruh badan terasa kaku
2. Riwayat penyakit sekarang
5 hari sebelum dibawa ke RS klien mengeluh badan terasa kaku dan tidak dapat
digerakkan, kepala terasa berat, pusing, demam. Keluarga mengatakan ada luka di
telapak kaki kirinya kareana kena pecahan kaca sejak 10 hari sebelum dibawa ke RS.
Luka cukup dalam dan tidak lebar, luka sudah dijahit dokter di poliklinik umum
dideket rumah klien, setelah luka klien dijahit dan diberi obat, klien tetap bekerja
sebagai buruh, saat bekerja klien tidak memakai alas kaki dan luka jahitan juga tidak
dibersihkan. pada saat setelah mandi klien tiba – tiba pingsan, sesak nafas dan dada
terasa nyeri. Keluarga mengatakan klien sulit BAK sejak 1 hari setelah kejadian
pingsan, BAB tidak ada keluhan. Kemudian klien di bawa ke IGD dan diberi
penanganan. Pihak IGD menyarankan klien di masukkan ke ruangan ICU tetapi
kluarga pasien menolak. Kemudian pada tanggal 10 Desember 2019 klien
dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya yang semakin buruk. Saat itu kesadaran
klien somnolen
3. Riwayat Penyalit Dahulu
Keluarga mengatakan belum pernah mengalami sakit sampai parah seperti ini, klien
hanya sakit batuk pilek dan sembuh dengan minum obat beli di warung
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Didalam keluarga klien belum ada yang mengalami sakit tetanus, keluarga tidak ada
yang menderita penyakit turunan seperti jantung, DM ataupun hipertensi.

C. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan secret akibat
kelemahan reflek batuk
2. Breathing
Kelemahan menelan, suara nafas terdengar ngorok Pernafasan spontan, RR
24x/menit, pergerakan dada teratur dan simetris. Ada bunyi nafas ronkhi.
3. Circulation
Nadi kuat dan teratur, TD : 145/80 mmHg, Nadi :88x/menit, suhu :38,1°c, RR :
24x/menit, capillary refill<2 detik, akral teraba hangat, ada penurunan kesadaran,
GCS: E1 V2 M3(apatis)
4. Disability
ada penurunan kesadaran menjadi apatis, GCS: E1 V2 M3
5. Exposure
Keadaan kulit baik, turgor kulit elastis, ada luka pada telapak kaki kiri bekas jahitan
kena kaca

D. Pengkajian Sekunder
1. AMPLE
a. Alergi
keluarga mengatakan selama ini tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan,
minuman ataupun yang lainnya.
b. Medikasi
Keluarga mengatakan tidak dalam pengobatan penyakit apapun

c. Past illness
keluarga mengatakan belum pernah mengalami sakit tetanus, selama ini klien
jarang sakit, klien mengalami sakit seperti batuk , pilek dan tidak enak
badan( masuk angin).
d. Last meal
Keluarga mengatakan terakhir makan bubur di bangsal
e. Environtment
Dilingkungan klien tinggal tidak ada peternakan seperti unggas ataupun hewan
lainnya, yang bisa menyebabkan bakteri tetanus mudah masuk ke dalam tubuh.
Klien sering ke sawah tanpa alas kaki. Tapi klien bekerja sebagai buruh bangunan
yang dilingkungan tersebut ada pecahan kaca dan banyak sisa bahan bangunan
yang tidak dibersihkan. Dan klien dalam bekerja tidak memakai alas kaki.

2. Pemeriksaan Head to Toe


a. Kepala
Bentuk mesochepal, tidak ada lesi atau jejas, rambut bersih, distribusi merata,
warna hitam, ekspresi wajah tampak meringis menahan nyeri ( P: saat kejang, Q: -
, R : seluruh tubuh, S : 9, T : terus – menerus )
b. Mata
Bentuk mata simetris kanan dan kiri, mata sulit untuk dibuka
c. Telinga
Bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen
d. Hidung
Bentuk simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip, tidak terdapat secret
e. Mulut
Klien mengalami trimus, mukosa bibir kering, mulut terjadi trismus, kemampuan
membuka bibir ± 1,5 cm dan gigi ±1 cm, terlihat kaku, hipersalivasi (+), reflek
menelan kurang, kebersihan kurang, ada secret
f. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran limfonodus, tidak
ada peningkatan JVP. Terdapat kaku kuduk Tidak dapat menelan dengan baik
g. Paru-paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan & dada kiri simetris, bentuk dada
kanan dan kiri sama, frekuensi nafas 24x/menit, pernafasan teratur
Palpasi : fremitus vocal kanan dan kiri sama, todak ada nyeri tekan
Auskultasi : ronkhi
Perkusi : sonor
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba kuat pada SIC 4-5 midklavikula sinistra
Auskultasi : tidak terdengar suara tambahan, bunyi jantung S1 dan S2 murni
Perkusi : redup, batas jantung tidak melebar

i. Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat benjolan/jejas, perut datar seperti papan,
peristaltic (+).
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limfa
Auskultasi : bising usus 9x/menit
Perkusi : thympani
j. Ekstremitas
Bawah : Tidak ada edema, terasa kaku tapi dapat menekuk dan diluruskan
secara perlahan D5%+diazepam 5 ampul 16 tpm pada telapak kaki kanan.
Atas : Tidak ada edema, terasa kaku tapi dapat menekuk dan diluruskan
secara perlahan, terpasang infus Nacl 0,9%, tutofusin, pada tangan kanan
Kekuatan otot : 5 5 edema - -

5 5 - +

Aktivitas Skor

1 2 3 4 5

Mandi √

Makan √

Berpakaian/berdandan √

Eliminasi √

Mobilisasi di tempat tidur √


Pindah √

Ambulasi √

Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total

k. Genitourinaria
Terpasang DC ukuran 8 cm keadaan genital dan sekitarnya bersih

E. Pengkajian Tersier
Hasil pemeriksaan laboratorium

No Pemeriksaan Hasil Normal Satuan

1 WBC 11,8 4,8 – 10,8 10³/ul

2 RBC 5,52 4,7 – 6,1 106/ul

3 HGB 15,5 14 – 18 g/dl

4 HCT 46,3 42 – 52 %

5 MCV 83,9 80 – 94 F1

6 MCH 28,1 27 – 31 F1

7 MCHC 33,5 33 – 37 Pg

8 PLT 304 150 – 450 10³/ul

9 RDW 42 35 – 45 F1

10 PDW 9,4 9 – 13 F1

11 MPV 8,4 7,2 – 11,1 F1

F. Therapy
1. Tanggal 10 Desember
- NaCl 20 tpm
- D5%+ diazepam 3 ampul 16 tpm
- Ceftriaxon 1gRasional12 jam
- Metronidazole 500mg/6jam
- Ranitidine 25 mg/12 jam
- O2 5 L/menit
- Diit sonde TKTP
- faemadol 100mg/bila perlu
2. Tanggal 11 Desember
- NaCl 20 tpm
- D5%+ diazepam 5 ampul 16 tpm
- Ceftriaxon 1gRasional12 jam
- Metronidazole 500mg/6jam
- Ranitidine 25 mg/12 jam
- O2 5 L/menit
- Diit sonde TKTP
- Novalgin dan petidine (syringe pump)
G. DATA FOKUS
DS :
DO :
1. Klien dalam keadaan gelisah
2. Mulut terjadi trismus.
3. Kemampuan membuka bibir ± 1,5 cm.
4. Gigi ±1 cm.
5. Klien terlihat kaku.
6. Otot perut datar seperti papan.
7. Terjadi epistotonus
8. TTV TD: 145/80 mmHg, Nadi :88x/menit, RR : 24x/menit, suhu
38,3°C.
9. Reflek menelan menurun.
10. Terpasang NGT.
11. Saat cairan dimasukkan perut klien tegang.
12. Seluruh tubuh berkeringat
13. Sering panas dingin
14. Akral teraba hangat
15. Kedua tangan terfiksasi.
16. Klien sering kejang ketika ada rangsang ataupun tidak ada rangsang.
17. Klien dalam pemenuhan ADL dibantu oleh perawat dan alat.
18. Kesadaran menurun
19. Adanya Hipersalivasi dalam mulut
20. Adanya luka jahitan pada kaki kiri
21. Kondisi sekitar luka bengkak,
22. Disekitarnya kemerahan,
23. WBC: 11,8 10³/ul
24. Terpasang DC hari ke 4 (dari bangsal)
25. Terpasang infuse kaki kanan dan tangan kanan
26. Pernafasan spontan dan agak ngorok (ronkhi)

H. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. Ds : Penurunan reflek Ketidakseimbangan


Do : menelan, intake nutrisi kurang dari
 Klien sulit membuka kurang kebutuhan
mulut, mulut terjadi
trismus, kemampuan
membuka bibir ± 1,5
cm dan gigi 1 cm,
terlihat kaku
 Reflek menelan
menurun
 Terpasang NGT saat
dimasukkan kemudian
pasien perutnya menjadi
kejang.

3. Ds : Penyakit tetanus hipertermi


Do:
 Suhu : 38,3°C,
 RR : 24x/menit
 Terjadi kejang
 Akral teraba hangat

4. Ds : - Penurunan kesadaran, Resiko Aspirasi


Do : gangguan menelan
 Dalam menelan masih
susah, kesadaran
menurun
 Adanya Hipersalivasi
dalam mulut
menurunnya reflek
menelan
 Masih adanya kejang

5. Ds : Penumpukan sekresi Bersihan jalan nafas


Do : sekrit akibat tidak efektif
 Hipersalivai pada mulut, kerusakan otot-otot
 Pernafasan spontan dan menelan.
agak ngorok, adanya
ronkhi.
 RR 24 kali/menit. Dan
penumpukan sekresi.

I. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Bersihan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi sekrit akibat
rusakkan otot-otot menelan
2) Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, Gangguan menelan
3) hipertermi berhubungan dengan penyakit tetanus
4) Resiko infeksi berhubungan dengan Imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive
5) keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Penurunan
reflek menelan, intake kurang
J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWA (NOC)
TAN

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas 1. Secara anatomi


nafas tidak tindakan posisi kepala
efektif keperawatan selama 1. Bebaskan jalan ekstensi
nafas dengan merupakan cara
berhubungan 2x24 jam terjadi mengatur posisi untuk meluruskan
dengan kepatenan jalan kepala ekstensi rongga pernafasan
penumpukan nafas, 2. Pemeriksaan fisik 2. Ronchi
sputum pada dengan cara menunjukkan
trakea dan dengan Kriteria auskultasi adanya gangguan
spame otot Hasil : mendengarkan pernafasan akibat
suara nafas atas cairan atau
pernafasan  Klien tidak (adakah ronchi) sekret yang
sesak tiap 2-4 jam menutupi
 Tidak ada sekali sebagian dari
lendir atau 3. Bersihkan mulut saluran
skret  dan saluran nafas pernafasan
Pernafasan dari sekret dan sehingga perlu
16-18 lendir dengan dikeluarkan untuk
kali/menit melakukan mengoptimalkan
 Tidak ada suction jalan nafas
pernafasan 4. Oksigenasi 3. Suction
cuping 5. Observasi tanda- merupakan
hidung tanda vital tiap 2 tindakan bantuan
 Tidak ada jam untuk
tambahan 6. Observasi mengeluarkan
otot timbulnya gagal sekret, sehingga
pernafasan, nafas mempermudah
Manajemen 7. Kolaborasi dalam proses respirasi
pemberian obat 4. Pemberian
pengencer oksigen secara
sekresi(mukolitik adequate dapat
) mensuplai dan
memberikan
cadangan
oksigen, sehingga
mencegah
terjadinya
hipoksia
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya
gangguan nafas
disertai dengan
kerja jantung
yang menurun
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam
proses respirasi
diperlukan
intervensi yang
kritis dengan
menggunakan alat
bantu
pernafasan
(mekanical
ventilation)
7. Obat mukolitik
dapat
mengencerkan
sekret yang kental
sehingga
mempermudah
pengeluaran dan
memcegah
kekentalan.
2. Resiko Setelah dilakukan Manajemen kontrol 1. Takipnu,
aspirasi tindakankeperawatan aspirasi pernafasan
berhubungan dangkal dan
selama 2x24 jam 1. Bersihan jalan gerakan pappa tak
dengan klien nafas tidak efektif simetris sering
penurunan berhubungan terjadi karena
dapat menelan dengan adanya secret
kesadaran,
dengan baik penumpukan 2. Menurunkan
gangguan sputum pada resiko aspirasi
dengan Kriteria trakea dan spame atau aspiksia dan
menelan
Hasil : otot pernafasan osbtruksi
2. Bebaskan jalan 3. Menghindari
 Dapat nafas dengan tergigitnya lidah
bernafas mengatur posisi dan memberi
dengan kepala ekstensi sokongan
mudah 3. Pemeriksaan fisik pernafasan jika
 Frekuensi dengan cara diperlukan.
pernafasan auskultasi 4. Memudahkan dan
normal mendengarkan meningkatkan
 Mampu suara nafas aliran sekret dan
menelan. (adakah ronchi) mencegah lidah
 Mengunyah tiap 2-4 jam jatuh yang
tanpa terjadi sekali menyumbat jalan
aspirasi 4. Bersihkan mulut nafas
dan saluran nafas 5. Memaksimalkan
dari sekret dan oksigen untuk
lendir dengan kebutuhan tubuh
melakukan dan membantu
suction dalam
5. Oksigenasi pencegahan
6. Observasi tanda- hipoksia
tanda vital tiap 2 6. Mengurangi
jam rangsangan
7. Observasi kejang
timbulnya gagal 7. Memaksimalkan
nafas fungsi pernafasan
8. Kolaborasi dalam untuk memenuhi
pemberian obat kebutuhan tubuh
pengencer terhadap oksigen
sekresi(mukolitik dan pencegahan
hipoksia
3. hipertermi Setelah dilakukan Termoregulasi 1. Iklim lingkungan
asuhan dapat
berhubungan 1. Atur Suhu mempengaruhi
keperawatan selama lingkungan yang kondisi dan suhu
dengan 2x 24 nyaman. tubuh individu
penyakit 2. Pantau suhu sebagai suatu
suhu tubuh normal tubuh tiap 2 jam proses adaptasi
tetanus dengan 3. Berikan hidrasi melalui proses
atau minum yang evaporasi dan
KH : cukup adequate konveksi
4. Lakukan tindakan 2. Identifikasi
 Suhu 36- teknik aseptik dan perkembangan
37°C. antiseptik pada gejala-gajala ke
 hasil lab sel perawatan luka arah syok
darah putih disekitar luka. exhaustion
leukosit) 5. Berikan kompres 3. Cairan-cairan
antara 5.000 hangat bila tidak membantu
10.00 terjadi ekternal menyegarkan
rangsangan badan dan
kejang merupakan
6. Kolaborasi dalam kompresi badan
pemberian dari dalam
antipieretif 4. Perawatan lukan
mengeleminasi
kemungkinan
toksin yang masih
berada.
5. Kompres hangat
merupakan salah
satu cara untuk
menurunkan suhu
tubuh dengan cara
proses konduksi
6. Obat-obat
antibakterial
dapat
mempunyai
spektrum luas
mengobati
bakteeerria gram
positif atau
bakteria gram
negatif.
Antipieretik
bekerja sebagai
proses
termoregulasi
untuk
mengantisipasi
panas

4. Resiko infeksi Setelah dilakukan Manajemen kontrol 1. Mengetahui


Berhubungan tindakan infeksi keadaan umum
dengan 2. Mengetahui nilai
asuhan keperawatan 1. Observasi TTV klien,
imunitas
selama 2x24 jam keadaan umum terutama suhu
tubuh primer klien klien
diharapkan klien
2. Monitor TTV 3. Mengetahui
menurun,
faktor resiko infeksi 3. tanda dan gejala apakah sudah
prosedur infeksi terjadi infeksi
invasive terdeteksi, resiko 4. Cuci tangan 4. Mencegah
infeksi sebelum dan terjadinya infeksi
sesudah tindakan 5. Mencegah infeksi
terkontrol dengan keperawatan lebih lanjutn
Kriteria dengan tekhnik 6. Mencegah
aseptic bertambahnya
Hasil : 5. tekhnik isolasi faktor yang
kalau perlu menyebabkan
 Status imune Kolaborasi terapi infeksi dari
adekuat, obat antibiotic luar/pengunjung
TTV ( S: 36- 6. Batasi 7. Mencgah
37.5 C ), pengunjung bila terjadinya infeksi
 Klien bebas perlu
dari tanda
dan gejala
infeksi,
menunjukkan
 Kemampuan
untuk
mencegah
timbulnya
infeksi,
 Jumlah sel
darah putih
dalam batas
normal (4-
10.000)
5. Ketidakseimb Setelah dilakukan Management nutrisi : 1. Mengkaji
angan nutrisi tindakan pemasukan
kurang dari 1. Timbang BB tiap hari makanan yang
asuhan keperawatan jika memungkinkan adekuat
kebutuhan 2. Kaji pola makan klien
selama 2. Mengetahui pola
tubuh 3. Kaji adanya alergi makan klien
berhubungan 2x24 jam diharapkan makanan pada klien 3. Mengetahui
dengan klien 4. Berikan makanan adanya riwayat
penurunan yang klien sukai alergi makanan
reflek melan, status nutrisi 5. Jelaskan pentingnya pada klien
adekuatdengan makan bagi klien 4. Dengan makanan
intake
6. Berikan perawatan yang disukai
kurang Kriteria Hasil : mulut nafsu makan klien
7. Berikan makanan menjadi
 BB stabil  selagi masih hangat meningkat
Tingkat 8. Kolaborasi dengan 5. Untuk memenuhi
energi ahli gizi tentang diet kebutuhan nutrisi
adekuat klien
 Masukan 6. untuk menambah
nutrisi nafsu makan
adekuat 7. Untuk menambah
 Mampu selera makan
mengidentifi klien
kasi 8. Sangat
kebutuhan bermanfaat dalam
nutrisi perhitungan dan
 Tidak ada penyesuaian diet
tanda-tanda untuk memenhuhi
malnutrisi kebutuhan klien
 Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti

K. IMPLEMENTASI

HARI/TGL NO DX IMPLEMENTASI RESPON TTD


JAM

Sabtu, 10-03 1,4 - Menerima S:-


2020 klien dari
bangsal
10.00 - Mengobservasi
keadaan umum O : KU lemah,TD:
klien 145/80 mmHg, N:
88x/m, RR: 20x/m,
S:36,4°C SPO2: 99%
Ada luka pada telapak
kaki kanan, sudah
dijahit, sekitar

luka warna merah

- Memberikan
1,2 oksigen pada S : -
klien
O : Klien memakai
kanul oksigen 5 l/m

7 - Memonitor
kemampuan
10.30
klien dalam
aktivitas

S:-
- Cuci tangan
sebelum O : Klien kondisinya
melakukan lemah dan dalam
4 tindakan ke memenuhi kebutuhan
klien dibantu perawat
- Melakukan
suction
S:-
1,2
O :Perawat cuci
tangan sebelum ke
klien

S:

O : Membersihkan
sekret/lendir dibagian
mulut.

1,2, - Memposisikan S:-


klien miring O : Klien posisi
kanan miring kanan dengan
11.10 diberi bantalan pada
punggung

7 - Mengidentifik
asi faktor S : -
pencetus dari
kejang O : Klien kejang saat
ada rangsang suara,
rangsang cahaya,dan
rangsang sentuhan.
1,7
- Memberikan
lingkungan
yang nyaman
dan kondusif S:-

O:

- Di sekitar
tempat tidur
klien lampu
dimatikan.
- Keluarga klien
menjenguk
dalam posisi
agak jauh
dengan klien
dan suara
disekitar klien
lirih.
11.45 5 - Memasang S:-
NGT pada
klien 0 : Klien gelisah
5 waktu dipasang NGT

- Kolaborasi
4 dengan ahli S : -
gizi
O : Klien mendapat
diit sonde dengan diit
4 TKTP

12.10 - Membatasi S:-


pengunjung O : Pengunjung
bergantian dalam
menjenguk klien,
3,5,8 pengunjung tertib
tidak gaduh

- Membantu S:-
klien dalam O : Perawat
ADL (makan) memasukkan diit
sonde pada klien

O : Diit sonde masuk


lewat NGT sewaktu
- Memasukkan masih hangat habis ½
diit pada klien gelas (200cc) dan
memberikan
hidrasi/minum pada
klien

Minggu, 11–03 1,2,3,4 - Mengobservas S : -


2020 i keadaan
07.00 umum klien O : Mengobservasi
keadaan umum klien
- Membantu
klien dalam S : -
ADL
(menyibin, O : Membantu klien
1,2 mengganti dalam ADL
baju) (menyibin, mengganti
baju)

09.00 1,2,8
- Melakukan
suction
S:-

O : Membersihkan
5 sekret/lendir dibagian
mulut.
- Memposisikan
klien miring
kanan S:-
10.00
O : Klien posisi
miring kanan dengan
diberi bantalan pada
- Memberikan punggung
diit ekstra
S:-

O : Klien mendapat
diit ekstra sonde habis
±100cc

L. EVALUASI

HARI, NO DX EVALUASI TTD


TGL, JAM

Sabtu, 11- 1. (bersihan S :-


03 jalan nafas)
2020 O:
14.00
 Klien dalam keadaan gelisah 
Klien tidak bisa atau sulit menelan
 Hipersalivai pada mulut,
 Pernafasan spontan dan agak
ngorok
 Secret produk  Paru suara
ronkhi
 RR 29 kali/menit.
 Dan penumpukan sekresi.

A : Masalah bersihan jalan nafas belum


2. ( resiko teratasi
aspirasi)

P : Lanjutkan intervensi manajemen


bersihan
jalan nafas

S:-
O:

 Dalam menelan masih susah


 Kesadaran menurun
 Adanya Hipersalivasi dalam mulut
 Menurunnya reflek menelan
 Secret produk
 Masih adanya kejang

A : Masalah resiko aspirasi tidak terjadi


P : Lanjutkan intervensi aspirasi
precaution
3. (hipertermi)

S:-
O:

 Klien suhu sering panas dingin,


 S : 38,3°C,
 Seluruh tubuh berkeringat, Akral
teraba hangat

A : Masalah hipertermi belum teratasi

P : Lanjut Intervensi termoregulasi

4. ( resiko
infeksi)

S:-
O:

 Adanya luka jahitan pada telapak


kaki kiri, luka kotor
 Kondisi sekitar luka bengkak,
 Disekitar luka kemerahan,
 WBC: 11,8 10³/ul, N: 88
x/m , S: 38,3oC  Terpasang DC
hari ke 4 (dari bangsal)
 Terpasang infuse kaki kanan dan
5. (nutrisi) tangan kanan.
A : Masalah resiko infeksi tidak terjadi

P : Lanjut Intervensi control infeksi

S:-
O:

 Klien sulit membuka mulut


 Mulut terjadi trismus,
 Kemampuan membuka bibir ± 1,5
c dan gigi 1 cm, terlihat kaku, 
Reflek menelan menurun,
 Terpasang NGT

A : Masalah keseimbangan nutrisi belum


teratasi

P : Lanjut intervensi manajemen nutrisi

Anda mungkin juga menyukai