SIMMULATION IN NURSING
“TETANUS”
DISUSUN OLEH :
6. ST AISAH 04174535
YOGYAKARTA
2020
DAFTAR ISI
BAB I
A. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan
berat. Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot
yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot
menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan
sebelumnya.
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya
tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang
kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. (Ismanoe, 2009 ; 2911)
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung,
tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular
(neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002)
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk,
nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
C. TANDA GEJALA
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-
rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama
dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas,
spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan
bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi
mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung,
otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam
Gejala penyerta lainnya :
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spame tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAk tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
D. PATOFISIOLOGI
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk.2 Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka
lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–
kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob
sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–
benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang.
Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan
pathogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus,
adalah neurotoksin yang mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf pusat melalui otot dimana terdapat
suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium tetani untuk hidup dan
memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
ditransportasikan secara retrograde menuju saraf presinaptik, dimana toksin tersebut
bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan neurotransmitter inhibisi dan
secara efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin
tersebut menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang
spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas
tidak teregulasi dari sistem saraf motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang
berat, sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi,
keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini
dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada
jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
2. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
3. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
F. PENATALAKSANAAN
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. Hiperimum globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat
menembus barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat
clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat,
luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk
atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS terapi
sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi
untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar
luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melalui 3 cara, yaitu
- Disuntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk
berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera
bila dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24
jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
G. KOMPLIKASI
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
H. PENCEGAHAN
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntikan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan rewasa
Ada juga yang menganjurkan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membrsihkan semua jenis luka setiap injuri terjadi, sekecil apapun
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
BAB II
I. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 10 Desember 2019
Tanggal pegkajian: 10 Desember 2019
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
Pekerjaan : buruh
Alamat : Klaten
Diagnosa medis : tetanus
No RM : 123xxx
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Umur : 30 tahun
Alamat : Klaten
Hubungan : anak kandung
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Seluruh badan terasa kaku
2. Riwayat penyakit sekarang
5 hari sebelum dibawa ke RS klien mengeluh badan terasa kaku dan tidak dapat
digerakkan, kepala terasa berat, pusing, demam. Keluarga mengatakan ada luka di
telapak kaki kirinya kareana kena pecahan kaca sejak 10 hari sebelum dibawa ke RS.
Luka cukup dalam dan tidak lebar, luka sudah dijahit dokter di poliklinik umum
dideket rumah klien, setelah luka klien dijahit dan diberi obat, klien tetap bekerja
sebagai buruh, saat bekerja klien tidak memakai alas kaki dan luka jahitan juga tidak
dibersihkan. pada saat setelah mandi klien tiba – tiba pingsan, sesak nafas dan dada
terasa nyeri. Keluarga mengatakan klien sulit BAK sejak 1 hari setelah kejadian
pingsan, BAB tidak ada keluhan. Kemudian klien di bawa ke IGD dan diberi
penanganan. Pihak IGD menyarankan klien di masukkan ke ruangan ICU tetapi
kluarga pasien menolak. Kemudian pada tanggal 10 Desember 2019 klien
dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya yang semakin buruk. Saat itu kesadaran
klien somnolen
3. Riwayat Penyalit Dahulu
Keluarga mengatakan belum pernah mengalami sakit sampai parah seperti ini, klien
hanya sakit batuk pilek dan sembuh dengan minum obat beli di warung
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Didalam keluarga klien belum ada yang mengalami sakit tetanus, keluarga tidak ada
yang menderita penyakit turunan seperti jantung, DM ataupun hipertensi.
C. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan secret akibat
kelemahan reflek batuk
2. Breathing
Kelemahan menelan, suara nafas terdengar ngorok Pernafasan spontan, RR
24x/menit, pergerakan dada teratur dan simetris. Ada bunyi nafas ronkhi.
3. Circulation
Nadi kuat dan teratur, TD : 145/80 mmHg, Nadi :88x/menit, suhu :38,1°c, RR :
24x/menit, capillary refill<2 detik, akral teraba hangat, ada penurunan kesadaran,
GCS: E1 V2 M3(apatis)
4. Disability
ada penurunan kesadaran menjadi apatis, GCS: E1 V2 M3
5. Exposure
Keadaan kulit baik, turgor kulit elastis, ada luka pada telapak kaki kiri bekas jahitan
kena kaca
D. Pengkajian Sekunder
1. AMPLE
a. Alergi
keluarga mengatakan selama ini tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan,
minuman ataupun yang lainnya.
b. Medikasi
Keluarga mengatakan tidak dalam pengobatan penyakit apapun
c. Past illness
keluarga mengatakan belum pernah mengalami sakit tetanus, selama ini klien
jarang sakit, klien mengalami sakit seperti batuk , pilek dan tidak enak
badan( masuk angin).
d. Last meal
Keluarga mengatakan terakhir makan bubur di bangsal
e. Environtment
Dilingkungan klien tinggal tidak ada peternakan seperti unggas ataupun hewan
lainnya, yang bisa menyebabkan bakteri tetanus mudah masuk ke dalam tubuh.
Klien sering ke sawah tanpa alas kaki. Tapi klien bekerja sebagai buruh bangunan
yang dilingkungan tersebut ada pecahan kaca dan banyak sisa bahan bangunan
yang tidak dibersihkan. Dan klien dalam bekerja tidak memakai alas kaki.
i. Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat benjolan/jejas, perut datar seperti papan,
peristaltic (+).
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limfa
Auskultasi : bising usus 9x/menit
Perkusi : thympani
j. Ekstremitas
Bawah : Tidak ada edema, terasa kaku tapi dapat menekuk dan diluruskan
secara perlahan D5%+diazepam 5 ampul 16 tpm pada telapak kaki kanan.
Atas : Tidak ada edema, terasa kaku tapi dapat menekuk dan diluruskan
secara perlahan, terpasang infus Nacl 0,9%, tutofusin, pada tangan kanan
Kekuatan otot : 5 5 edema - -
5 5 - +
Aktivitas Skor
1 2 3 4 5
Mandi √
Makan √
Berpakaian/berdandan √
Eliminasi √
Ambulasi √
Keterangan
0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total
k. Genitourinaria
Terpasang DC ukuran 8 cm keadaan genital dan sekitarnya bersih
E. Pengkajian Tersier
Hasil pemeriksaan laboratorium
4 HCT 46,3 42 – 52 %
5 MCV 83,9 80 – 94 F1
6 MCH 28,1 27 – 31 F1
7 MCHC 33,5 33 – 37 Pg
9 RDW 42 35 – 45 F1
10 PDW 9,4 9 – 13 F1
F. Therapy
1. Tanggal 10 Desember
- NaCl 20 tpm
- D5%+ diazepam 3 ampul 16 tpm
- Ceftriaxon 1gRasional12 jam
- Metronidazole 500mg/6jam
- Ranitidine 25 mg/12 jam
- O2 5 L/menit
- Diit sonde TKTP
- faemadol 100mg/bila perlu
2. Tanggal 11 Desember
- NaCl 20 tpm
- D5%+ diazepam 5 ampul 16 tpm
- Ceftriaxon 1gRasional12 jam
- Metronidazole 500mg/6jam
- Ranitidine 25 mg/12 jam
- O2 5 L/menit
- Diit sonde TKTP
- Novalgin dan petidine (syringe pump)
G. DATA FOKUS
DS :
DO :
1. Klien dalam keadaan gelisah
2. Mulut terjadi trismus.
3. Kemampuan membuka bibir ± 1,5 cm.
4. Gigi ±1 cm.
5. Klien terlihat kaku.
6. Otot perut datar seperti papan.
7. Terjadi epistotonus
8. TTV TD: 145/80 mmHg, Nadi :88x/menit, RR : 24x/menit, suhu
38,3°C.
9. Reflek menelan menurun.
10. Terpasang NGT.
11. Saat cairan dimasukkan perut klien tegang.
12. Seluruh tubuh berkeringat
13. Sering panas dingin
14. Akral teraba hangat
15. Kedua tangan terfiksasi.
16. Klien sering kejang ketika ada rangsang ataupun tidak ada rangsang.
17. Klien dalam pemenuhan ADL dibantu oleh perawat dan alat.
18. Kesadaran menurun
19. Adanya Hipersalivasi dalam mulut
20. Adanya luka jahitan pada kaki kiri
21. Kondisi sekitar luka bengkak,
22. Disekitarnya kemerahan,
23. WBC: 11,8 10³/ul
24. Terpasang DC hari ke 4 (dari bangsal)
25. Terpasang infuse kaki kanan dan tangan kanan
26. Pernafasan spontan dan agak ngorok (ronkhi)
H. ANALISA DATA
K. IMPLEMENTASI
- Memberikan
1,2 oksigen pada S : -
klien
O : Klien memakai
kanul oksigen 5 l/m
7 - Memonitor
kemampuan
10.30
klien dalam
aktivitas
S:-
- Cuci tangan
sebelum O : Klien kondisinya
melakukan lemah dan dalam
4 tindakan ke memenuhi kebutuhan
klien dibantu perawat
- Melakukan
suction
S:-
1,2
O :Perawat cuci
tangan sebelum ke
klien
S:
O : Membersihkan
sekret/lendir dibagian
mulut.
7 - Mengidentifik
asi faktor S : -
pencetus dari
kejang O : Klien kejang saat
ada rangsang suara,
rangsang cahaya,dan
rangsang sentuhan.
1,7
- Memberikan
lingkungan
yang nyaman
dan kondusif S:-
O:
- Di sekitar
tempat tidur
klien lampu
dimatikan.
- Keluarga klien
menjenguk
dalam posisi
agak jauh
dengan klien
dan suara
disekitar klien
lirih.
11.45 5 - Memasang S:-
NGT pada
klien 0 : Klien gelisah
5 waktu dipasang NGT
- Kolaborasi
4 dengan ahli S : -
gizi
O : Klien mendapat
diit sonde dengan diit
4 TKTP
- Membantu S:-
klien dalam O : Perawat
ADL (makan) memasukkan diit
sonde pada klien
09.00 1,2,8
- Melakukan
suction
S:-
O : Membersihkan
5 sekret/lendir dibagian
mulut.
- Memposisikan
klien miring
kanan S:-
10.00
O : Klien posisi
miring kanan dengan
diberi bantalan pada
- Memberikan punggung
diit ekstra
S:-
O : Klien mendapat
diit ekstra sonde habis
±100cc
L. EVALUASI
S:-
O:
S:-
O:
4. ( resiko
infeksi)
S:-
O:
S:-
O: