A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin
(tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002)
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang
otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester
dan otot rangka.
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada
bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah
otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan
XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri
tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang
menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak ditanggani,
terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas,
sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spasitas general,
tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai
sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/
menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler.
Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya
dapat menetap.
B. Penyebab
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik
(tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram
positif. Bentuk: batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai
spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10 hari dengan
rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi
antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai
beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih
lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut, mata
agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah.
3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher,
otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh
melengkung seperti busur.
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah
dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-menerus
atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian.
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus)
a. Otot leher
b. Otot dada
4. Iritabilitas
5. Demam
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
E. Diagnosis
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll
F. Pemeriksaan penunjang
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam
serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas
ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka paku berkarat), luka
yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan
luka-luka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi untuk
menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar
melalui sirkulasi menuju otak.
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau
pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
3. Berantas kejang
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu
pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase
usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
I. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
J. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain:
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
6. Defisit perawatan diri, makan, toileting, berpakaian berhubungan dengan kelemahan umum
7. Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.
K. Intervensi Keperawatan
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan status
termoregulasi efektif
Kriteria hasil
- Keseimbsngan antara produksi panas, panas yang diterima dan kehilangan panas
- Temperature stabil
Keterangan Skala :
Intervensi:
- Monitor S, N, RR, TD
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama proses diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria Hasil :
Keterangan Skala :
3 : Kadang menunjukkan
Intervensi:
Kriteria Hasil:
Keterangan skala:
1.Kuat
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada
Intervensi:
- Ajarkan teknik non farmakologik (relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan resiko invfeksi
tidak muncul.
NOC: Control resiko
Kriteria Hasil:
- mendemonstrasikan perilaku seperti cuci tangan, oral care dan perineal care.
Keterangan skala:
3 : Kadang menunjukkan
NIC:Infection control
Intervensi
- Kaji suhu klien, netropeni setiap 4 jam, laporkan jika temperature lebih dari 38° C
- kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap
perubahan
- Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk pembentukan system
imun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Keterangan Skala :
3 : Kadang menunjukkan
Intervensi :
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Kriteria Hasil :
- Berpakaian terpenuhi
- Mandi terpenuhi
- Kebersihan terjaga
Keterangan Skala :
1 : Ketergantungan
5 : Mandiri sepenuhnya
NIC : Self care assistance
Intervensi :
- Monitor kebutuhan pasien untuk personal hygiene termasuk makan. Mandi, berpakaian, toileting.
7. Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tingkat
pengetahuan meningkat
Kriteria hasil:
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
Keterangan Skala :
3 : Kadang menunjukkan
Intervensi:
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
- Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Hindari harapan yang kosong
- Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
- Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama proses keperawatan intoleransi aktifitas tidak
muncul.
Kriteria hasil:
Keterangan Skala :
3 : Kadang menunjukkan
Intervensi:
-Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan tehnik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM,
Yogyakarta
Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Second
edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2001, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2001-2002, Ed-, United States of America
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic noc jilid
1. Media Action publishing. Yogyakarta
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal Publising.
Jakarta
Sumarmo, herry. 2002. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta