Tetanus adalah penyakit yang diakibatkan toksin kuman Clostrydium tetanii, bermanifestasi
sebagai kejang otot proksimal, diikuti kekakuan otot seluruh badan (Hudak and Gallo, 1994 :79).
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika rata-rata usia pasien tetanus berkisar antara 50 s.d 57 tahun. Tetanus juga dapat
menyerang semua golongan umur : bayi (tetanus neonatorum). Dewasa muda (biasanya pecandu
narkotik) Kuman ini bisa tersebar luas diseluruh tanah terutama tanah garapan yang berasal dari
kotoran hewan
KLASIFIKASI
1. Tetanus local: biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme
pada bagian paroksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan
menghilang.
2. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering, biasanya timbul mendadak
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung daan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang
tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal: varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum.
ETIOLOGI
Clostrydium tetanii adalah kuman berbentuk batang, ramping berukuran 2.5 X 0.4
sampai 0.5 milimikron.
Kuman ini berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob.
Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya diujung, penabuh
genderang (drum stick).
Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksin.
Toksin ini (tetanospasmin) mula mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer
setempat, toksin ini labil pada pemanasan. Pada suhu 650 C akan hancur dalam 5 menit.
Toksin bersifat antigen, sangat mudah diikat jaringan saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak
dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah
dinetralkan oleh antitoksin spesifik.
PATOGENESIS
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku, pecahan kaca
atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui pemotongan
tali pusat.
2. Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanopasmin yang merupakan toksin kuat
dan atau neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi
sistem syaraf pusat. Kemudian tetanolysin yang tampaknya tidak signifikan.
3. Exotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem syaraf pusatdengan melewati akson
neuron atau sistem vaskular. Kuman ini menjadi terikatpada sel syaraf atau jaringan syaraf dan
tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toxin yang bebas dalam peredaran
darah sangat mudah dinetralkan oleh arititosin.
4. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toxin; adalah pertama toxin diabsorbsi pada ujung
syaraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat. Kedua
toxin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk
kesusunan syaraf pusat.
5. Toxin bereaksi pada myoneural junktion yang menghasilkan otot menjadi kejang dan mudah
sekali terangsang.
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering terjadi adalah 14
hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14 hari.
MANIFESTASI KLNIK
pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
3. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
TATALAKSANA
1. Umum :
a. Merawat dan membersihkan luka dgn sebaik-baiknya
b. Diet cukup ka;lori dan protein ( bentuk makanan tergantungpada kemampuan
membuka mulut dan menelan ).
c. Isolasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan thd
klien lainnya
d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Obat-obatan :
a. Anti toksin . Tetanus Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di
bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Disis initial TIG
adalah 5000 U IM ( disis harian 500 6000 U ). Kalau tidak adaTIG diberi ATS
dgn dosis 5000 U IM dan 5000 U IV.
b. Anti kejang.
Beberapa obat yg dapat diberikan :
KOMPLIKASI
Kejang otot berulang-ulang dan kejang-kejang yang disebabkan oleh infeksi tetanus dapat
menyebabkan patah tulang di tulang belakang, dan juga di tulang lainnya. Patah tulang kadang-
kadang dapat menyebabkan kondisi yang disebut myositis circumscripta ossificans, yang mana
tulang mulai terbentuk dalam jaringan lunak, sering di sekitar sendi.
Jika Anda memiliki infeksi tetanus, rigiditas otot dapat membuat batuk dan menelan sulit. Hal ini
dapat menyebabkan pneumonia aspirasi untuk berkembang. Aspirasi pneumonia terjadi sebagai
akibat menghirup sekresi atau isi perut, yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan
bawah.
2.6.3 Laryngospasm
Laryngospasm adalah tempat laring (kotak suara) masuk ke dalam kejang, singkat sementara
yang biasanya berlangsung 30-60 detik. Laryngospasm mencegah oksigen dari mencapai paru-
paru Anda, membuat sulit bernapas. Setelah serangan laryngospasm, pita suara Anda biasanya
akan rileks dan kembali normal. Namun, dalam kasus yang sangat parah, laryngospasm dapat
mengakibatkan asfiksia (mati lemas). Tidak ada obat untuk efektif mengobati laryngospasm,
tetapi duduk dan mencoba untuk rileks seluruh tubuh Anda dapat mempercepat pemulihan.
Suatu emboli paru adalah kondisi serius dan berpotensi mengancam nyawa. Hal ini disebabkan
oleh penyumbatan dalam pembuluh darah di paru-paru yang dapat mempengaruhi pernapasan
dan sirkulasi. Oleh karena itu, penting bahwa pengobatan segera diberikan dalam bentuk obat
anti-pembekuan dan, jika diperlukan, terapi oksigen.
PENCEGAHAN
PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu :
1) Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari)
2) Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun)
3) Frekuensi kejang yang sering
4) Kenaikan suhu tubuh yang tinggi
5) Pengobatan
6) Periode trismus dan kejang yang semakin sering
7) Adanya penyulit spasme otot pernapasan dan obstruksi jalan napas
ASKARIASIS
Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris Lumbricoides atau
cacing gelang
EPIDEMIOLOGI
iperikan prevalensinya di dunia sekitar25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya
bersifat asimtomatis. Prevalensi paling besar pada daerah tropis dan di negara berkembang di
mana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja sebagai pupuk. Masyarakat dengan kondisi
sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi, demikian juga pada
masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi geografis yang
mendukung. Walaupun infeksi dapat menyerang semua usia, infeksi tertinggi terjadi pada anak-
anak pada usia sebelum sekolah dan usia sekolah. Penyebarannya terutama melalui tangan ke
mulut (hand to mouth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi. Telur askaris
dapat bertahan selama 2 tahun pada suhu 5-10 C
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Cacing betina menghasilkan 240.000 telur setiap hari yang akan terbawa bersama tinja.
Telur fertil jika jatuh pada kondisi tanah yang sesuai, dalam waktu 5-10 hari telur tersebut
dapat menginfeksi manusia.
Telur dapat bertahan hidup di dalam tanah selama 17 bulan. Infeksi umumnya terjadi melalui
kontaminasi tanah pada tangan atau makanan.
Kemudian masuk pada usus dan akan menetas pada usus kecil (deudenum).
Pada tahap kedua larva akan melewati dinding usus dan akan berpindah melalui sistem portal
menuju hepar (4d) dan kemudian paru.
Infeksi yang berat dapat di ikuti pneumonia dan eosinifilia. Larva kemudian dibatukkan dan
tertelan kembali menuju jejunum.
MANIFESTASI KLNIK
Hanya sebagian kecil yang menunjukkan gejala klinis, sebagian besar asymtomatis.
1. Larva pada paru menimbulkan sindroma Loeffler, dari yang ringan seperti batuk sampai yang
berat seperti sesak nafas.
2. Cacing dewasa
- gangguan usus ringan
- infeksi berat : malabsorbsi yang memperberat malnutrisi, ileus, infeksi ektopik ke empedu,
appendiks atau bronkus
Ditemukannya telur askaris lumbricoides dalam tinja atau keluarnya cacing dewasa lewat
muntah atau tinja pasien.
Gejala di sebabkan oleh larva maupun cacing dewasa, adanya larva dalam tubuh akan
menimbulkan batuk, demam, eosinofilia, dan gambaran infiltrat pada poto toraks yang akan
menghilang dalam waktu 3 minggu, dikenal sebagai sindrom loffler. Gejala yang di timbulkan
oleh cacing dewasa adalah mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi. Pada keadaan
berat dapat mengakibatkan malabsorpsi dan obstruksi usus. Cacing dewasa yang mengembara ke
organ-organ lain akan menimbulkan gangguan tersendiri, misalnya ke saluran empedu, apendiks
atau bronkus.
DIAGNOSIS
Saat cacing bermigrasi masuk ke paru biasanya berhubungan dengan eosinophilia dan ditemui
gambaran infitrat pada foto dada. Bahkan pada kasus obstruksi tidak jarang diperlukan foto polos
abdomen, USG atau pemeriksaan lainnya.
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur Ascaris pada
pemeriksaan tinja.
TATALAKSANA
1. Obat pilihan: piperazin sitrat (antepar) 150 mg/kg BB/hari, dosis tunggal dengan dosis
maksimum 3 g/hari
Dosis : 0-1tahun = 3 x 5 mg
1-3 tahun = 3 x 10 mg
3-5 tahun = 3 x 15 mg
Dewasa = 3 x 25 mg
KOMPLIKASI
elama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi yang berat dan
pneumonitis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.
PENCEGAHAN
2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi infeksi tinggi seperti
anak-anak sekolah dasar.
3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit atau infeksi yang
telah lalu.
ANKILOSTOMIASIS
Ankilostomiasis (infeksi cacing tambang pada manusia) adalah infeksi cacing yang ditularkan
melalui tanah yang disebabkan oleh nematoda parasit Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale.
EPIDEMIOLOGI
i dunia saat ini, lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing. Prevalensi yang tinggi ditemukan
terutama di negara-negara non industri (negara yang sedang berkembang).Merid mengatakan
bahwa menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan 800 juta1 milyar penduduk
terinfeksi Ascaris, 700900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris.
Prevalensi dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak usia sekolah dasar. nfeksi cacing
tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut Peter Hotez (2008), semakin parah
tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin berpeluang untuk mengalami infeksi cacing
tambang. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan dalam menjaga higiene perorangan dan sanitasi
lingkungan tempat tinggal (Hotez, 2008 cit Sumanto, 2010).
ETIOLOGI
Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma duodenale,
dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum, Ancylostoma
malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis (Pohan, 2009).
Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit kapiler darah jantung kanan
paru bronkus trakea laring usus halus (Margono, 2006).
PATOGENESIS
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ke tembat
yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan jika
larva tersebut kontak dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus
halus; di sini larva berkembang menjadi cacing dewasa (Pohan, 2009). Infeksi terjadi jika larva
filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform
(Margono, 2006).
MANIFESTASI KLNIK
1. Penetrasi kulit
a. Satu atau dua hari setelah larva menembus kulit terjadi eritema dan gatal (ground itch atau
dew itch) dengan bintik-bintik merah. Dalam 10 hari keadaan ini hilang.
b. Gambaran yang kedua terjadi urtikaria segera larva berada di atas kulit. Kondisi ini terjadi
dalam beberapa jam, setelah itu bintik merah hilang.
2. Pasase paru-paru
Pasase paru-paru dapat menimbulkan bronchitis atau pneumonitis, tergantung pada kepekaan
individu.
Adanya cacing dewasa dalam usus dapat menyebabkan sakit perut, muntah, kembung, sering
flatus, diare dan malaise umum yang muncul pada beberapa pasien 8 30 hari setelah infeksi.
Symptom utama adalah pallor kulit (kulit pucat), muka pucat, kadang-kadang terdapat udema
pada tungkai bawah. Para penderita kebanyakan kulitnya berwarna kuning.
Ancylostoma duodenale menyebabkan anemia yang lebih cepat daripada Necator americanus.
Patogenitas Ancylostoma brazillensis lebih sederhana. Menurut penelitian, anemia biasanya
muncul 10-20 minggu setelah infeksi dan kemudian perlahan-lahan terus menaik.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang ditetapkan melalui pemeriksaan mikroskopik atas tinja
yang dilakukan untuk memukan telur cacing.
2. Gambaran umum kekurangan darah: pucat, perut buncit, rambut kering dan mudah lepas
1. hemoglobin, menurun < 11.5 g/dl (wanita) < 13.5 g/dl (pria)
2. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration), kurang dari dari 31-36 g/dl.
1. Hipokromik mikrositer
2. Terdapat leukopeni dengan limfositosis relatif. Jumlah lekosit kurang dari 4.000/ml
TATALAKSANA
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi anemia maupun untuk memberantas cacingnya, yaitu:
1. Pengobatan anemia mengunakan preparat besi, yang diberikan per oral atau parenteral.
3. Obat cacing yang dapat diberikan per oral: Pirantel pamoat, Oxantel pamoat, mebendazol
dan levamisol
PENCEGAHAN
A. PENGERTIAN
Cacing Cambuk. Dalam bahasa latin cacing cambuk disebut Trichuris trichiura. Nama penyakit
yang ditimbulkannya disebut trikuriasis.
Trichuris trichiura (cacing cambuk) adalah salah satu cacing penyebab penyakit cacingan pada
manusia.Cacingan merupakan penyakit yang endemik dan kronik. Tidak mematikan, tetapi
mengganggu kesehatan tubuh manusia dan dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia
(SDM).
B. MORFOLOGI
Cacing betina panjangnya hingga mencapai kira-kira 5 cm, sedangkan untuk cacing jantan kira-
kira 4 cm. pada bagian anterior dari cacing ini memiliki seperti cambuk yang panjangnya 3/5 dari
panjang tubuh cacing ini. Bagian posterior cacing ini bentuknya lebih gemuk, sedangkan pada
cacing betina bentuknya membulat dan tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu
spikulum. Hidup cacing ini pada manusia terdapat di colon asendens dan sekumdengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.
Cacing betina dapat menghasilkan telur setiap harinya hingga berkisar antara 3000-10.000 butir.
Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, yang memiliki bentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-
kuningan dengan bagian dalamnya yang jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes dari
tinja hospes. Telur akan menjadi matang setelah 3 6 minggu pada kondisi lingkungan yang
sesuai pada tanah dan lembab serta daerah yang teduh. Telur yang matang merupakan telur yang
didalamnya berisi larva dan merupakan bentuk infektifnya. Cara infektif langsung hanya bila
secara kebetulan hospes tertelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan kemudian
akan masuk ke dalam usus halus. Setelah cacing ini dewasa maka cacing ini akan turun ke usus
bagian distal dan akan masuk kedalam kolon yaitu terutama sekum. Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru. Lamanya waktu yang dibutuhkan telur ini tumbuh dari telur ini tertelan
sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Cacing trichuris trichiura pada manusia terutama hidup didaerah sekum dan kolon asendens.
Pada infeksi berat terutama pada anak-anak cacing trichuris trichiura ini tersebar diseluruh kolon
dan rectum yang kadang-kadang terlihat terlihat dimukosa rectum yang mengalami prolapsus
akibat dari mengejannya penderita pada waktu melakukan defekasi.
Cacing trichuris trichiura ini memasukan kepalanya dalam mukosa usus hingga dapat menjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan dapat mengakibatkan peradangan dimukosa usus, selain itu
akibatnya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu juga cacing ini menghisap darah dari
hospes sehingga dapat mengakibatkan anemia. Untuk penderita pada anak-anak dengan infeksi
trichuris trichiura yang berat dan menahunmenunjukan gejala-gejala diare yang dapat diselinggi
dengan sindrom disentri, anemia, nyeri ulu hati, berat badan menurun dan kadang- Kadang
rektum menonjol melewati anus (prolapsus rektum), terutama pada anak-anak atau wanita dalam
masa persalinan, selain itu juga dapat menyebabkan peradangan usus buntu (apendisitis).
Pada tahun 1976, bagian parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan trichuris trichiura
berat mengakibatkan diare yang menahun, dapat hingga 2-3 tahun. Infeksi berat trichuris
trichiura dapat diselinggi dengan infeksi cacing yang lainnya atau protozoa. Infeksi ringan tidak
memberikan gejala klinis yang jelas hingga tidak terdapat gejala klinis sama sekali hingga harus
dilakukan pemeriksaan tinja secara rutin.
Selain itu juga Telah dilakukan suatu pemeriksaan tinja dengan metoda langsung, pengapungan
dan sedimentasi yang bertujuan untuk mengetahui metoda yang paling sensitif dalam mendeteksi
adanya telur cacing. Penelitian dilakukan atas murid-murid Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Alhidayah Sukatani bulan Juni-Juli 1992, dengan jumlah seluruh sampel 130. Hasil
menunjukkan bahwa metoda yang paling tinggi sensitifitasnya adalah metoda sedimentasi, lalu
metoda pengapungan dan yang paling rendah adalah metoda langsung. Untuk kasus trichuris
trichiura didapatkan sebanyak 20,8%.
D. DAMPAK KESEHATAN DARI PARASIT Trichuris trichiura
Untuk mengambil makanan cacing Trichuris trichiura memasukkan tubuh bagian interiornya ke
dalam mukosa usus hospes. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di dalam usus manusia (Faust
et al, 1990). Kerusakan mekanik pada bagian kolon disebabkan oleh kepala cacing yang masuk
ke dalam epitel, tidak dijumpai peradangan kolon yang difus, apabila terjadi disentri, mukosa
menjadi sembab dan rapuh.
Dalam masyarakat, infeksi cacing T. trichiura dengan gejala ringan tidak banyak menimbulkan
perhatian. Pada infeksi berat dengan diare yang terus menerus dengan darah di dalam tinja.
Adanya kasus diare yang sedang berlangsung selama berbulan-bulan menyebabkan pertumbuhan
anak tidak memuaskan, berat badan berkurang dan tidak sesuai dengan umur (Margono, 2001).
Pada kasus infeksi berat, dapat menimbulkan intoksikasi sistemik dan di ikuti anemia yang dapat
menyertai infeksi dengan kadar Hb 3 mg per 100 ml darah. Rupanya cacing ini juga mengisap
darah hospes, perdarahan dapat terjadi pada tempat melekatnya, kira-kira 0,005 ml darah setiap
hari terbuang akibat di isap oleh se ekor cacing ini (Brown, 1993). Berbagai gangguan tersebut di
atas, ternyata dapat mengakibatkan pula gangguan kognitif secara tidak langsung. Dilaporkan
oleh Hadidjaya (1996) bahwa gangguan kognitif bisa terjadi secara langsung, ia menemukan
terdapat hubungan kausal antara infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan fungsi kognitif.
Penelitian Nokes, dkk. (1998) melakukan tes kognitif terhadap anak-anak usia sekolah (9-12
tahun) yang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dari sedang sampai berat. Hasil tes menunjukkan
penurunan kandungan cacing cenderung secara bermakna dapat meningkatkan daya ingat dan
pendengaran. Jadi ada hubungan kausal antara anak usia sekolah yang terinfeksi cacing dengan
kemampuan kognitifnya.
Mohammad (2004) menggunakan TONI-tes (tes non verbal intelligence) untuk melihat
gangguan fungsi kognitif anak-anak yang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris
trichiura dari sedang sampai berat pada anak-anak Sekolah Dasar di daerah pedesaan Trengganu
(Malaysia), ternyata intensitas penyakit cacingan tersebut mempunyai pengaruh bermakna
terhadap kemampuan anak dalam memecahkan masalah.
Untuk infeksi ringan tidak memerlukan pengobatan. Untuk pemberian obat tiabendazol dan
ditiazin tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan. Saat ini obat yang digunakan yaitu
mebendazol, albendazol, dan oksantel pamoat dapat mengobati dan didapatkan hasil yang cukup
memuaskan. Pengobatan dengan Mebendazol tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena
bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
Mebendazol
Cara kerja obat : memiliki khasiat sebagai obat kecacingan yang mempunyai jangkauan luas
terhadap cacing-cacing parasit.
Efek yang tidak diinginkan : kadang-kadang terjadi nyeri perut, diare, sakit kepala, demam,
gatal-gatal, ruam kulit