Anda di halaman 1dari 12

LO MINGGU 1 BLOK 3.

KELAINAN SISTEM UROGENITAL

HORSE SHOE KIDNEY (ginjal tapal kuda)

Suatu bentuk kelainan congenital fusi ginjal ditandai dengan bersatunya ke2 ginjal scr anatomic.
90% fusi tjd pd pole bawah ginjal shg bentuknya spt tapal kuda

EPIDEMIOLOGI

Paling sering dijumpai. Insiden 1 : 400 yang tjd lebih sering pada laki2 dibanding wanita 2 : 1

ETIOLOGI

Disebabkan krn ke2 ginjal terdorong sangat dekat satu sama lain selama perjalanan naik melalui
percabangan yg dibentuk oleh aa umbilikales untuk bentuk ginjal permanen. Kedekatan itu
bentuk fusi. Jaringan berfusi disebut istmus, dpt berupa jaringan parenkim atau jaringan ikat

PATOFISIOLOGI

Ginjal terbentuk dari metanephros pada minggu kelima dari kehidupan


embryonal. Ginjal tapal kuda terjadi sebagai akibat penyatuan dari renal blastema
(nephroblast = tunas ginjal) pada minggu ke-8 sampai ke-10 kehidupan embryo,
biasanya pada pole bawahnya di dekat daerah bifurcatio aortae.

Dalam pertumbuhannya, ginjal bergerak menuju ke-cranial sambil berputar 90


derajat, tetapi apabila terjadi penyatuan pada pole bawahnya maka ginjal tersebut tidak
akan mencapai tempatnya yang normal, terhalang pada isthmusnya oleh arteri
messenterica superior. Karena kedua pole bawahnya bersatu, maka masing-masing
ginjal tidak dapat melakukan rotasi 90 derajat, sehingga pelvis renalis yang seharusnya
menghadap ke medial jadi menghadap ke depan dan letak ureter di depan isthmus. Juga
letak kedua ginjal menjadi lebih berdekatan dan sumbu memanjangnya arahnya sejajar
atau menguncup ke bawah.

Letak ginjal normal di dalam cavum abdominis pada posisi berdiri di antara
vertebra lumbalis I dan vertebra lumbalis N dimana ginjal kanan biasanya lebih rendah
dari kiri. Sumbu memanjang kedua ginjal membentuk sudut yang menguncup ke-
cranial. Pembuluh darah arterial yang pergi ke ginjal berasal dari bagian bawah aorta
abdominalis atau dari arteri ilaca communis, bahkan kadang-kadang terdapat arteri
renalis yang multipel yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melaksanakan
pembedahan.
Untuk menentukan horseshoe kidney secara radiologis, Gutierrez membuat dan
mengukur besarnya sudut "pyelographic triangle" dari suatu foto Ro ginjal dengan cara
menarik sebuah garis horizontal di antara kedua crista iliaca dan garis horizontal lainnya
melalui discus intervertebra lumbalis II dan III. Dari titik potong garis pertama dengan
columna vertebralis dan kedua titik potong garis kedua dengan calyc ginjal yang paling
caudal dan medial ditarik garis sehingga terbentuk sudut yang membuka ke arah cranial.
Pada gambaran ginjal normal besarnya sudut tersebut 90 derajat, sedangkan pada
horseshoe kidney 20 derajat

MANIFESTASI KLINIS
Jika tidak menimbulkan komplikasi, anomali ini tidak menunjukkan gejala, dan secara tak
sengaja hanya terdeteksi pada saat dilakukan pemeriksaan pencitraan saluran kemih untuk
mencari anomali di tempat lain. Keluhan muncul jika disertai obstruksi pada uretropelvic
junction atau refluk vesiko ureter (VUR) berupa nyeri atau timbulnya massa pada pinggang.
Obstruksi dan VUR dapat menimbulkan infeksi dan batu saluran kemih.

DIAGNOSIS

Pemeriksaan penunjang
1. Studi Laboratorium
Setelah ginjal tapal kuda didiagnosis atau dicurigai, laboratorium lebih
lanjut dan evaluasi pencitraan harus dilakukan untuk menilai status ginjal
dan untuk mencari penyebab yang dapat diobati patologi ginjal.
Urine dengan kultur urin harus dilakukan. Kelainan sedimen urin harus
dievaluasi sebagai indikasi klinis. Infeksi harus dirawat.
Serum kimia dengan kreatinin dianjurkan untuk menentukan fungsi ginjal
2. Studi Imaging

Pyelography intravena (IVP) dan CT scan (CT scan dari perut dan
panggul, dengan dan tanpa kontras intravena) adalah studi radiologis
terbaik awal untuk menentukan fungsi anatomi ginjal. CT scan ini
menunjukkan isthmus dari ginjal tapal kuda.
CT scan atau ultrasonografi sangat membantu untuk keberadaan batu,
massa, atau hidronefrosis.

TATALAKSANA

1) Terapi Medis

Ginjal tapal kuda rentan terhadap penyakit ginjal medis.Evaluasi metabolik harus dilakukan
karena penyebab metabolik untuk penyakit batu ginjal kurang umum pada pasien dengan ginjal
tapal kuda dibandingkan pada populasi umum dengan penyakit batu ginjal. Bila kelainan
metabolik diidentifikasi maka harus dirawat. evaluasi metabolik termasuk batu ginjal 24-jam
studi penilaian risiko dan serum, termasuk kalsium, asam urat, dan fosfor.

2. Terapi Bedah
Pengobatan bedah didasarkan pada proses penyakit dan indikasi operasi standar. Pasokan
anomali vaskular pada ginjal harus disimpan di garis depan dalam pikiran dokter bedah saat
merencanakan pendekatan bedah. Umumnya, irisan garis tengah perut menyediakan akses ke
kedua sisi ginjal tapal kuda dan pembuluh darah

HIPOSPADIA
kelainan dimana meatus uretra bermuara pada bagian ventral glan penis dimana terdapat
malformasi glan dan ditandai dengan adanya chordee (penis berbelok ke arah ventral)

EPIDEMIOLOGI

Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis
yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15
minggu

ETIOLOGI

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui


penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis
kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh
yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk
cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormone androgen tidak
mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen
yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
PATOFISIOLOGI
Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal
dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.

MANIFESTASI KLINIS
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis
yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
8. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal

DIAGNOSIS

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal
seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah dengan pemeriksaan radiologis.
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin.
3. BNO-IVP

TATALAKSANA

Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari beberapa
tahap yaitu :
a. Operasi Hipospadia satu tahap(ONE STAGEURETHROPLASTY ) Adalah tekhni
k operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk
hipospadia tipe distal.Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau
yang middle.Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yangberat
b. Operasi Hipospadia 2 tahap
Tahapan pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling
dilakukan untuk meluruskan penis supaya
posisi meatus ( lubangtempat keluar kencing )
nantinya letaknya lebih proksimal ( lebihmendekati letak yang normal ), memobilisasi
kulit dan preputium
untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap kedua )
dilakukan uretroplasty ( pembuatan saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6
bulan. Dokter akan menentukantekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua t
ahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien

KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi, serta
perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu :

1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Fistel urethrokutan
4. Striktur urethra, stenosis urethra
5. Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum, penyempitan
uretral dan stenosis meatus(Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling sering dari fistula adalah
nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula itu dapat
dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu kateter
harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan tepi-tepinya akan
menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus diversi lebih lama dari dua minggu.

KRIPTORKISMUS
suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada didalam kantong
skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal.
EPIDEMIOLOGI

Insidens undescended testis pada bayi baru lahir adalah 36%25; 1,8% pada usia satu
bulan22,27,28 dan 1,5% pada usia 3 bulan28; serta 0,50,8% pada anak usia satu tahun8,9. Pada
bayi cukup bulan, 3% di antaranya menderita kriptorkismus18,29,30 dan pada bayi kurang bulan
insidensnya lebih tinggi6,16,31, sekitar 33%18,30. Pada bayi berat lahir rendah insidennya juga
tinggi6,27.
Kriptorkismus unilateral insidensnya lebih banyak daripada yang bilateral7,10,28,32 dan
lokasinya sebagian besar di kiri (52,1% kiri dan 47,9% kanan)
ETIOLOGI

Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Dari hasil penelitian para ahli, menyatakan bahwa ada

beberapa penyebab dari kriptorkismus di antarnya:

A. Abnormalitas gubernakulum testis

Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum

yang besar akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta

fiksasi pada skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika

tesis telah berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi

(Backhouse, 1966) Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal

akan menyebabkan maldesensus testis.

B. Defek intrinsik testis

Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan

ini membuat testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini

merupakan penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk

menerangkan mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi

steril ketika diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus

kriptorkismus yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya

menjadi atrofi / disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya

sangat berkurang pada akhir usia 2 tahun.

C.Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin

Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan

desensus inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada

bayi prematur ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar

rendah sampai 2 minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan

pada kriptorkismus unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga

terjadi karena tidak adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron

masa fetus akibat dari imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis
hipothalamus-hipofisis-testis. Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan

desensus testis tidak terjadi pada mamalia yang hipofisenya telah diangkat .

Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh

androgen yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini

memicu kadar dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis

mempunyai akses yang bebas ke skrotum. Toppari & Kaleva menyebut defek

dari aksis hipotalamus-pituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis.

Hormon utama yang mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi

oleh sel basofilik di pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan

mempengaruhi mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar

FSH naik pada kelainan testis

Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal

hipoplasia kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus

dan OConnor, Perreh dan ORourke melaporkan beberapa generasi

kriptorkismus dalam satu keluarga. Juga ada penelitian yang menunjukkan

tidak aktifnya hormon Insulin Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi

desensus testis . Insl3 diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi

gubernakulum. Faktor lain yang diduga berperan ialah

berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus

genitofemoralis

II.2.4. Faktor Resiko

Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat mendeteksi faktor resikonya.

Antara lain :

1. BBLR (kurang 2500 mg)


2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama

3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)

4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)

5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.

6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT

PATOGENESIS

Suhu di dalam rongga abdomen 10C lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga
testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal; hal ini
mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian
dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3
sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya
testis menjadi mengecil.
Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka potensi seksual
tidak mengalami gangguan.
Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah
terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna.

MANIFESTASI KLINIS

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis di kantong
skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai anak
setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah yang
disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi
tumor testis

DIAGNOSIS

Anamnesa ditanyakan:
1. Pernahkah testisnya diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum1,28.
2. Ada/tidak adanya kelainan kongenital yang lain seperti hipospadia, interseks, prune-belly
syndrom, dan kelainan endokrin lainnya1.
3. Ada/tidaknya riwayat kriptorkismus dalam keluarga1.
Pemeriksaan Fisik
1. Penentuan Lokasi Testis
Pemeriksaan testis pada anak harus dilakukan dengan tangan yang hangat pada posisi duduk
dengan tungkai dilipat atau dalam keadaan rileks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari
inguinal ke arah skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan berada di kantong
skrotum sedangkan tangan yang lainnya memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior
superior (SIAS) menyusuri inguinal ke kantong skrotum. Hal ini dilakukan supaya testis tidak
bergerak naik/retraksi, karena pada anak refleks kremasternya cukup aktif. Refleks ini akan
menyebabkan testis bergerak ke atas/retraktil sehingga menyulitkan penilaian1,9,23.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting dilakukan sebelum terapi, karena berhubungan
dengan keberhasilan terapi9. Karena, sebagian dari penderita mempunyai testis yang retraktil
yang kadang-kadang tidak memerlukan terapi. Testis yang retraktil ini sudah turun pada waktu
lahir, tetapi tidak ditemukan di dalam skrotum pada pemeriksaan, kecuali bila anaknya dalam
keadaan rileks9.

1. Ditentukan apakah testisnya palpable atau impalpable1,27,28,30


2. Bila palpable, kemungkinannya adalah28: retraktil testis; undescended testis; ascending
testis syndrom (testisnya di dalam skrotum atau retraktil, tetapi kemudian menjadi letak
tinggi karena pendeknya spermatic cord. Biasanya baru diketahui pada usia 810 tahun)
atau ektopik testis (desensus testisnya hanya normal sampai di kanalis inguinalis, tetapi
kemudian menyimpang ke perineum atau ke the femoral triangle.
3. Kalau impalpable, kemungkinannya adalah testisnya bisa berada di intra kanalikular1, di
intra abdominal1,28, testisnya lebih kecil28,30, atau testisnya tidak ada sama sekali1,28.
Pada testisimpalpable, sering disertai hernia, kelainan duktus, dan sering berdegenerasi
menjadi ganas30. Pada bayi merupakan risiko tinggi adanya kelainan seperti
interseksual, prune belly syndrom. Ini harus segera dirujuk untuk pemeriksaan analisis
kromosom dan endokrin28.
4. Pemeriksaan teliti dilakukan untuk melihat adanya sindrom-sindrom yang berhubungan
dengan kriptorkismus, seperti sindrom Kleinefelter, sindrom Noonan, sindrom Kallman,
sindrom Prader Willi, dan lain-lain9,23. Dianjurkan melakukan skrining pada saat lahir,
usia 6 minggu, usia 8 bulan48, dan saat usia 5 tahun49. Pada bayi kurang bulan,
dianjurkan melakukan skrining pada usia 3 bulan karena banyaknya turun testis pada usia
3 bulan dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.35
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kriptorkismus bilateral yang impalpable50, diperiksa kadar testosteron pada usia 4 bulan,
karena bila lebih dari 4 bulan diperlukan uji stimulasi HCG untuk melihat ada tidaknya testis.
Pada uji HCG, penderita diberikan suntikan 1500 IU HCG intramuskular setiap hari selama 3
hari berturut-turut. Sebelum dan 24 jam setelah penyuntikan HCG, diperiksa kadar testosteron
plasma. Bila didapatkan peningkatan kadar testosteron yang bermakna, berarti terdapat testis
pada penderita8,23,37. Bila tidak ada respons serta kadar FSH dan LH meningkat, dicurigai
adanya anorchia kongenital2,22,50.
1. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi

Sudah digunakan untuk mendeteksi kasus Kriptorkismus oleh ahli radiologi dan klinisi sejak
1970. Keuntungannya adalah fasilitas pemeriksaan USG mudah didapat, bebas radioaktif, non-
invasif, praktis, dan relatif murah51. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk testis yang berlokasi di
kanalis inguinalis8 dan terhadap testis yang besar yang terletak di Juxta vesikal30. Firman K51
meneliti dengan memakai USG di subbagian pencitraan I. Kes. Anak FKUI-RSUPNCM selama
6 bulan (Januari 1994 sampai Juni 1994) terhadap 21 pasien. Ternyata, hanya 2 (9,5%) yang
berhasil ditemukan lokasi testisnya, yaitu di daerah inguinal sedangkan pemeriksaan CT
Scanning tidak dilakukan. Angka keberhasilan ini masih jauh berbeda dengan penelitian di luar
negeri, yang antara lain dilakukan oleh Madrazo B.L. dan Klugo R.C. (60%),52 serta Michael
K., Erik H. dan Elisabeth H. (65%)53.

CT scanning

Pemeriksaan ini mempunyai akurasi yang lebih tinggi terhadap testis yang lokasinya di intra
abdominal dan sudah dibuktikan pada saat operasi53.

MRI

Dilakukan bila hasil pemeriksaan USG meragukan51.

Angiografi dilakukan terhadap kasus yang telah dilakukan eksplorasi inguinal, tetapi tidak
dijumpai testis12.

Intravena urografi dikerjakan secara selektif pada kasus yang dicurigai adanya kelainan saluran
kemih bagian atas, karena 10% kasus didapati horse shoe kidney, renal hipoplasia, ureteral
duplikasi, hidro ureter, dan hidronefrosis7.
Venografi gonadal selektif dilakukan pada testis impalpable dimana telah dilakukan eksplorasi
lokal di inguinal, retro peritoneal, dan intra abdominal, tetapi tidak ditemukan testis
atau spermatic vessel-nya buntu serta pada kasus yang reoperasi30.
1. Laparoskopi
Dilakukan pada usia 1 tahun2 sebagai diagnostik yang paling akurat28 untuk mengetahui lokasi
testis sebagai petunjuk untuk melakukan insisi pembedahan, untuk melihat apakah testisnya
normal54, apakah vas spermatika buntu, atau adanya vassa di dalam abdomen30. Sebagai
terapeutik untuk mereposisi testis yang abnormal54. Sebagian besar testis impalpable ditemukan
pada operasi, paling tidak di anulus inguinalis interna30.
1. Buccal smear atau analisa kromosom. Dilakukan selektif terhadap bayi
dengan undescendedbilateral yang impalpable21,28.
2. Biopsi. Dilakukan saat pembedahan terhadap testis yang berlokasi di intra abdominal,
yang disertai dengan kelainan genitalia eksterna atau kelainan kariotip55.
Diagnosis Banding
1. Retraktil testis3,4,6,7,15,20,27,28. Ini terjadi karena hiperaktifnya refleks kremaster pada
anak, sehingga testis bergerak ke kanalis inguinalis7,16,17,20,27,28. Biasanya, retraktil
ini bilateral27.
2. Anorchia bilateral. Pada keadaan ini, didapati peningkatan kadar gonadotropin dengan
testosteron yang rendah serta kurangnya respons terhadap stimulasi HCG atau tidak ada
sama sekali7.
3. Virilisasi dari Hiperplasi adrenal kongenital. Pada penderita wanita dengan penyakit yang
berat, terlihat seperti fenotip laki-laki dengan kriptorkismus bilateral. Karena itu,
diperlukan pemeriksaan buccal smear7.
4. Ektopik testis20.

TATALAKSANA
Menurut Arif Mansjoer, 2000 penatalaksanaan dai kriptorkidisme adalah:
Bila testis tidak ditemukandengan pemeriksaan klinis, maka tidak adanya testis harus
dibuktikan dengan pembedahan eksplorasi luas pada rongga retroperitoneal dan
transperitoneal melalui insisi yang agak diperlebar di daerah inguinal (La RoqueManouver).
Bila lokasi testis telah di tentukan, maka lakukan:
1. Terapi hormonal dengan human chorionic gonadotropin (HCG) 2.500 unit per hari
dibagi dalam empat dosis secara intramuskular. Terapi ini dilakukan bila usia anak
belum mnecapai dua tahun.
2. Terapi pembedahan
Dilakukan orkidopeksi untuk:
a. Mencapai fertilitas.
b. Mencegah terjadinya torsio testis.
c. Memperbaiki hernia konkomitan.
d. Mempermudah pemeriksaan bila terjadi tumor testis.
e. Efek psikologis dan kosmetik.
Orkidopeksi dilakukan dengan meletakkan dan memfiksasi testis tanpa tegangan pada dasar
skrotum.Kantong hernia atau prosesus vaginalis dibebaskan dari arteri, funikulus spermatikus,
kemudian diligasi di bagian proksimalnya.

KOMPLIKASI

1. Hernia. Sekitar 90% penderita kriptorkismus menderita hernia inguinalis ipsilateral7,17,20


yang disebabkan oleh kegagalan penutupan prosesus vaginalis7.

2. Torsi2,7,8,14,16,17,20. Terjadi karena abnormalnya jaringan yang menjangga testis yang


kriptorkismus7 dan tingginya mobilitas testis16 serta sering terjadi setelah pubertas27.

3. Trauma7,14,20. Testis yang terletak di atas pubic tubercle mudah terjadi injuri oleh trauma7.
4. Neoplasma. Testis yang mengalami kriptorkismus pada dekade ke-3 atau ke-42,16,
mempunyai kemungkinan keganasan 2030 kali lebih besar daripada testis yang normal7,27.
Kejadian neoplasma lebih besar terhadap testis intra abdominal yang tidak diterapi, atau yang
dikoreksi secara bedah saat/setelah pubertas16, bila dibandingkan dengan yang intra
kanalikular10,27. Neoplasma umumnya jenis seminoma2,7,8,16-8,21. Namun, ada laporan
bahwa biopsi testis saat orchiopexy akan meningkatkan risiko keganasan17,34,56,57.
5. Infertilitas. Kriptorkismus bilateral yang tidak diterapi akan mengalami infertilitas lebih dari
90% kasus, sedangkan yang unilateral 50% kasus7. Testis yang berlokasi di intra abdominal dan
di dalam kanalis inguinalis, akan mengurangi spermatogenik, merusak epitel germinal20.

6. Psikologis. Perasaan rendah diri terhadap fisik atau seksual12,20 akibat tidak adanya testis di
skrotum1

Anda mungkin juga menyukai