Anda di halaman 1dari 10

LO MINGGU 5 BLOK 3.

5
OSTEOMYELITIS

Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh
staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).

EPIDEMIOLOGI

Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja
beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan
perbandingan 2 : 1.

KLASIFIKASI

Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Osteomielitis akut

Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari
pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah.
(osteomielitis hematogen).Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Osteomielitis hematogen

Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis


hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah
yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering
terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis
menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada
tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan klinis
dan onset yang lambat.

b. Osteomielitis direk

Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat


trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder
akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari
focus infeksi atau sepsis setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari
osteomielitis direk lebih terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.

2. Osteomielitis sub-akut

Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak
penyakit pendahulu timbul.
3. Osteomielitis kronis

Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama
atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi
pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis
kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.

ETIOLOGI

Bisa disebabkan oleh bakteri,antara lain :


1. Staphylococcus aureus sebanyak 90%
2. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun.
3. Streptococcus hemolitikus
4. Pseudomonas aurenginosa
5. Escherechia coli
6. Clastridium perfringen
7. Neisseria gonorhoeae
8. Salmonella thyposa

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi
di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat
trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus
dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis,
fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis
reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami
sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi
luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau
memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.
PATOGENESIS

Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.


Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin,
nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
(akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau
infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada
tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan
peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan
tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat
mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan
tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses
kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

MANIFESTASI KLINIS

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise
umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah
infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan
jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan
gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan
nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari
sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran
pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan
darah.

DIAGNOSA

Pemeriksaan penunjang (Brunner, suddarth. (2001)


1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah
2. Pemeriksaan titer antibody anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
salmonella
4. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian
tes.
5. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah 2
minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan
pembentukan tulang yang baru.
Pemeriksaan tambahan :

1. Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama

2. MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka
kemungkinan besar adalah osteomielitis.

TATALAKSANA

(Brunner, suddarth. (2001)


1. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri. Sesuai kepekaan
penderita dan reaksi alergi penderita
2. penicillin cair 500.000 milion unit IV setiap 4 jam.
3. Erithromisin 1-2gr IV setiap 6 jam.
4. Cephazolin 2 gr IV setiap 6 jam
5. Gentamicin 5 mg/kg BB IV selama 1 bulan.
6. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
7. Drainase bedah apabila tidak ada perubahan setelah 24 jam pengobatan antibiotik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, mengeluarkan jaringan nekrotik, mengeluarkan
nanah, dan menstabilkan tulang serta ruang kososng yang ditinggalkan dengan cara
mengisinya menggunakan tulang, otot, atau kulit sehat.
8. Istirahat di tempat tidur untuk menghemt energi dan mengurangi hambatan aliran
pembuluh balik.
9. Asupan nutrisi tinggi protein, vit. A, B,C,D dan K.
a. Vitamin K : Diperlukan untuk pengerasan tulang karena vitamin K dapat
mengikat kalsium.Karena tulang itu bentuknya berongga, vitamin K membantu
mengikat kalsium dan menempatkannya ditempat yang tepat.
b. Vitamin A,B dan C : untuk dapat membantu pembentukan tulang.
c. Vitamin D :Untuk membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur untuk
kalsium dan fosfor pada tubuh agar ada di dalam darah yang kemudian
diendapkan pada proses pengerasan tulang. Salah satu cara pengerasan tulang ini
adalah pada tulang kalsitriol dan hormon paratiroid merangsang pelepasan
kalsium dari permukaan tulang masuk ke dalam darah.

KOMPLIKASI

SISTEMIK LUPUS ERITOMATOUS

SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang disebabkan oleh banyak
faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem
imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian sebesar 25 % pada kembar monozigot, tapi hanya 2% pada saudara kandung
yang tidak kembar. SLE terutama timbul pada populasi wanita Afrika Amerika sekitar (1 dari
250). Sebaliknya prevalansi yang rendah pada kelompok etnis yang sama di Afrika Barat.Pada
populasi multietnis di Inggris prevalensinya 45 50 per 100 ribu wanita.Wanita terkena 10 akli
lebih banyak dibandingkan pria. Puncak onset adalah pada usia 15 40 tahun ( Medicine at a
Glance 2005).

ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui .


Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi
SLE. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan
jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaki imunologi ini akan menghasilkan antibodi
secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan komplek imun
sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multi organ

Faktor Risiko
1) Faktor risiko genetik
Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa),
umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali
lebih sering dalam keluarga di mana terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
2) Faktor risiko hormon
Estrogen menambah risiko LES, sedang androgen mengurangi risiko ini.
3) Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES
kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin
sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di
pemuluh darah.
4) Imunitas
Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
5) Obat
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka
waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
a) Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid,
dan isoniazid.
b) Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat: dilantin, peninsilamin, dan kuinidin.
c) Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis antibiotik, dan griseofulvin.
6) Infeksi
Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah
infeksi.
7) Stres
Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan
penyakit ini (Arif Mansjoer, 2000).

KLASIFIKASI

Ada tiga bentuk lupus yang dikenal, yaitu:


a. Lupus systemik
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah gangguan autoimun kronis dimana tubuh
menghasilkan antibodi melawan jaringannya sendiri. Kompleks imun ini bersirkulasi di dalam
darah dan merangsang reaksi inflamasi di pembuluh darah kecil, jaringan penyambung, dan
membran serosa seluruh tubuh, sehingga menimbulkan berbagai gejala.
b. Lupus discoid
Yaitu penyakit lupus yang menyerang kulit.
c. Lupus karena obat
Penyakit lupus yang muncul setelah penggunaan obat tertentu, seperti hidralazin (Apresoline),
metildopa (Aldomet), klorpromazin (Thorazine), prokainamid (Pronestyl) (Barbara Engram,
1998).

PATOGENESIS

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan
autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara
faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya
terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi
akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut
berulang kembali.

MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang paling sering adalah artritis simetris atau atralgia. Gangguan ini dapat
ditemukan pada sekitar 90% dari seluruh kasus, seringkali sebagai manifestasi awal.
Sendi sendi yang paling sering terserang adalah sendi sendi proksimal tangan,
pergelangan tangan, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki. Poliartritis SLE berbeda dari
AR karena jarang bersifat erosif atau membentuk deformitas.
1. Gejala konstitusional
Demam
Rasa lelah
Lemah
Berkurangnya berat badan
Keletihan dan rasa lemah ( timbul sebagai gejala sekunder dari anemia ringan yang
ditimbulkan untuk SLE )

2. Menifestasi kulit
Ruam eritematosa pada pipi berbentuk kupu - kupu, leher, dan anggota gerak
Alopesia
Ulserasi pada mukosa mulut dan nasofaring
3. Pleuritis ( nyeri dada )
4. Karditis
Yang menyerang miokardium, endokardium, dan perikardium
5. Fenomena Raynaud
Adalah spasme arteri pada daerah jari yang akhirnya dapat terjadi perubahan sistemik,
nekrosis dan gangren.Timbul lebih kurang 40% penderita SLE ,
6. Manifestasi SSP
perubahan tingkah laku ( depresi, psikosis )
kejang kejang
neuropati perifer
7. Manifestasi ginjal
Terjadinya nefritis akibat anti DNA melekat pada DNA dan diendapkan pada
glomerulus ginjal. Komlpemen terfiksasi pada kompleks imun ini, dan proses
peradangan dimulai. Akibatnya dapat terjadi peradangan ginjal, kerusakan jaringan
dan pembentukan jaringan parut yang akhirnya bisa berakibat terjadinya penurunan
fungsi ginjal secara progresif.

DIAGNOSIS

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium.


Pemereksaan laboratorium meliputi:
1. Pemeriksaan darah
Leukopeni / limfopeni
Anemia
Trombositopenia
LED meningkat
2. Imunologi
ANA ( antibodi anti nuklear )
Anti bodi DNA untai ganda ( ds DNA ) meningkat
Kadar komplemen C3 dan C4 menurun
tes CRP ( C- reactive protein ) positif
3. Fungsi ginjal
Kreatinin serum meningkat
Penurunan GFR
Protein uri ( > 0.5 gram per 24 jam)
Ditemukan sel darah merah dan atau sedimen granular
4. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulan lupus
APTT memanjang ayng tidak membaik pada pemberian plasma normal
5. Serologi VDRL ( sifilis )
Memberikan hasil positif palsu
6. Tes vital lupus
Adanya pita Fg 6 yang khas dan atau deposit Ig M pada persambungan
dermo epidermis pada kulit yang terlibat dan yang tidak

TATALAKSANA

1. OAINS ( Obat Anti Inflamasi Non Steroid)


Indikasi :
Analgetik
Anti piretik
Anti Inflamasi
Anti Koagulan
2. Kortikosteroid
Indikasi :
- Anti Inflamasi : bersifat paliatif ( hanya mengatasi gejala)
- Menurunkan reaksi hipersensitif
3. Antimalaria, efektif dalam mengatasi manifestasi kulit, muskuloskeletal dan
kelainan sistemik ringan.
Indikasi :
Anti Inflamasi
Imunosupresif
Fotoprotektif
Stabilisasi nukleoprotein
4. Siklofosfamid
Indikasi : Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid dosis tinggi

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita LES adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita LES. Gagal ginjal dapat
terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada glomerulus disertai pengaktifan
komplemen resultan yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas tipe III
b. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi jantung)
c. Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi perapasan. Sering
terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan kepribadian,
termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan
terapi obat atau penyakitnya (Elizabeth, 2009).

PROGNOSIS

Angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 85-88 %. Dan 10 tahun 76-87 %.
Penyebab utama kematian pada SLE adalah karena infeksi, nefritis lupus, dan konsekwensi gagal
ginjal, penyakit kardiovaskuler dan lupus SSP.

Anda mungkin juga menyukai