TETANUS
Preseptor:
dr. Alya Tursina, SpS, M.H.Kes
Presentan:
Tjut S Ghassani
NPM 12100118143
1
HISTOLOGI OTOT
Klasifikasi otot :
1. Secara fungsional: Voluntary atau Involuntary
2. Secara struktural: Striated or Smooth
3. Kombinasi:
Smooth involuntary muscle = smooth muscle (otot polos) Otot polos terdiri
atas kumpulan sel-sel fusiform yang tidak bergaris.
Striated involuntary muscle = cardiac muscle (otot jantung) Otot jantung
memiliki garis-melintang dan terdiri atas sel-sel panjang yang bercabang,
yang terletak paralel satu sama lain.
Striated voluntary muscle = skeletal muscle (otot rangka) Otot rangka terdiri
atas berkas-berkas sel multit-nuklear dan silindris yang sangat panjang, yang
memiliki garisgaris melintang (lurik). Jaringan otot sebagai materi
pembangun adalah otot halus dan otot jantung, sedangkan jaringan otot
sebagai organ adalah otot rangka.
Semua jaringan otot terdiri atas sel-sel memanjang yang disebut serat. sitoplasma sel otot
disebut sarkoplasma (sarcoplasma), membran sel sekitar disebut sarkolema (sarcolemma).
Otot rangka adalah otot yang menyelubungi rangka di tubuh dan kerjanya disadari oleh
kita, yang terdiri dari sel multinukleus silindris panjang, dengan inti-inti tersebar di
perifer. Setiap sarkoplasma serat otot (myofibra) mengandung miofibril (myofibrilla),
Miofibril terdiri dari sarkomer (unit kontraktil) yang di dalamnya terdapat miofilamen
aktin dan myosin. Sarkomer membentuk muscle fiber yang dikelilingi oleh sarcolema
dan mitokondria, kumpulan muscle fiber membentuk bundle of muscle yang diselubungi
oleh endomisium, kumpulan bundle of muscle membentuk fesikel yang dikelilingi oleh
perimisium, kumpulan fesikel akan membentuk skeletal muscle yang diselubungi oleh
epimisium.
2
3
FISIOLOGI
1. Asetilkolin (Ach) dilepaskan oleh terminal sinapsis (akson terminal) berdifusi
melintasi celah sinaps dan berikatan dengan protein reseptor pada membran
plasma serat otot. Hal ini akan memicu potensial aksi yang akan merambat
sepanjang membran plasma.
2. Potensial aksi yang merambat tadi, akan menuruni tubulus (perhatikan tanda
panah merah)
3. ketika potensial aksi yang terdapat pada tubulus T melewati Retikulum
sarkoplasmik. Hal ini akan menyebabkan permeabilitas membran sarkoplasmik
berubah sehingga melepaskan ion Ca2+ ke bagian sitosol melalui mekanisme
transpor aktif dengan bantuan protein transpor yang terdapat pada membran RS.
4. Ion Ca2+ akan berikatan dengan kompleks troponin (bulat berwarna ungu)
menyebabkan perubahan konformasi tropomiosin (benang berwarna abu-abu)
sehingga sisi pelekatan aktin akan mengarah/terorientasi ke miosin). Sehingga
miosin dapat melekat pada sisi pelekatan aktin.
5. Pelekatan miosin dengan sisi filamen aktin membentuk Cross-bridge (jembatan
silang/kaitan silang).
6. Pergerakan kepala miosin saat menggeser filamen aktin membutuhkan hidrolisis
ATP sehingga otot dapat berkontraksi.
7. Ca2+ didalam sitosol akan dipindahkan kembali ke dalam RS dengan mekanisme
transpot aktif. Hal akan menyebabkan berkurangnya akumulasi ion Ca2+ di
sitosol dan memungkinkan otot dalam fase relaksasi karena ion Ca2+ tidak
berikatan dengan troponin.
4
5
CLINICAL SCIENCE
TETANUS
DEFINISI
• Kejang otot yang terlokalisir atau menyeluruh yang disebabkan oleh
tetanospasmin (toxin) yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani. (Merritt’s)
• Tetanus adalah penyakit akut, sering fatal, yang disebabkan oleh eksotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.Hal ini ditandai dengan kekakuan
umum dan kejang konvulsif otot rangka. Kekakuan otot biasanya melibatkan
rahang (lockjaw) dan leher dan bisa menjadi menyeluruh. (CDC)
• Tetanus adalah penyakit tidak menular akibat dari kontak dengan spora dari
bakteri Clostridium tetani yang ada di seluruh dunia baik di saluran cerna hewan
maupun di tanah. Neurotoksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut pada saat
anaerob dapat menyebabkan tetanus. (WHO)
EPIDEMIOLOGI
• Tetanus ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan penyebab penting dari
kematian ibu dan bayi, sekitar 180.000 kehidupan di seluruh dunia setiap tahun,
hampir secara eksklusif di negara-negara berkembang
• Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus tertinggi di Asia. Pada
tahun 2016 dilaporkan terdapat 33 kasus dari 7 provinsi dengan jumlah
meninggal 14 kasus atau.Kasus TN paling banyak terjadi di provinsi Jawa Timur
(19kasus). Dibandingkan tahun 2015, terjadi penurunan baik jumlah kasus yaitu
53 kasus dari 13 provinsi. Riskesdas, kegawatdaruratan neuro
FAKTOR RESIKO
a) Luka tusukan
b) Luka operasi
c) Luka bakar
d) Suntikan parenteral
e) Tidak imunisasi
f) Persalinan yang tidak steril
ETIOLOGI
Clostridium Tetani dengan ciri-ciri sebagai berikut: cdc, kegawatdaruratan, buku dimas
6
a) Basil Gram-positif anaerob dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga
membentuk gambaran “drum stick”.
b) Obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila berada dalam lingkungan anaerob)
dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella
c) Menghasilkan 2 macam eksotosin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospamin disebut juga neurotoksin karena toksin ini dapat menuju sistem
saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan, kejang-kejang, dan spasme
otot. Tetanolisin menyebabkan lisis sel-sel darah merah.
d) Mampu membentuk spora (terminal spore) yang mampu bertahan dalam suhu
tinggi 249,8 ° F (121 ° C) selama 10-15 menit, kekeringan dan desinfektans.
e) Kuman hidup di tanah dan di dalam usus binatang, terutama pada tanah di
daerah pertanian/peternakan. Spora dapat menyebar kemana-mana, mencemari
lingkungan secara fisik dan biologik. Spora mampu bertahan dalam keadaan yang
tidak menguntungkan selama bertahun-tahun, dalam lingkungan yang anaerob
dapat berubahmenjadi bentuk vegetative yang akan menghasilkan eksotoksin.
KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan manifestasi klinisnya, dapat dibagi menjadi 3: cdc
1. Generalized Tetanus adalah bentuk paling umum. Dimulai sebagai tetanus lokal
yang menjadi umum setelah beberapa hari. Biasanya didahului oleh trismus.
Dalam beberapa kasus didahului oleh rasa kaku pada rahang atau leher, demam,
dan gejala umum infeksi. Kekakuan otot lokal dan kejang menyebar dengan cepat
ke otot bulbar, leher, batang tubuh, dan anggota badan. Timbul gejala kekakuan
7
pada semua bagian seperti trismus, risus sardonicus (dahi mengkerut, mata agak
tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah), mulut mencucu, opistotonus
(kekakuan pada otot punggung, otot leher, otot badan, trunk muscle), perut seperti
papan. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang yang terjadi secara
spontan.
Pada tetanus yang berat terjadi kejang terus menerus atau kekakuan pada
otot laring yang menimbulkan apnea. Pengaruh toksin pada saraf otonom
menyebabkan gangguan sirkulasi (gangguan irama jantung atau kelainan
pembuluh darah). Kematian biasanya disebabkan oleh asfiksia dari
laringospasme, gagal jantung, atau shock, yang dihasilkan dari toksin pada
hipotalamus dan sistem saraf simpatik. Terdapat trias klinis berupa rigiditas,
spasme otot dan apabila berat disfungsiotonomik.
2. Local Tetanus memiliki gejala awal adalah kekakuan, sesak, dan nyeri di otot-
otot sekitar luka, diikuti oleh twitchings dan kejang singkat dari otot yang
terkena. Tetanus lokal terjadi paling sering dalam kaitannya dengan luka tangan
dan lengan bawah, jarang di perut atau otot paravertebral. Gejala dapat bertahan
dalam beberapa minggu atau bulan. Secara bertahap kejang menjadi kurang dan
akhirnya menghilang tanpa residu. Prognosisnya baik.
3. Cephalic tetanus merupakan bentuk tetanus lokal pada luka di wajah dan kepala.
Masa inkubasi pendek yakni 1 s.d. 2 hari. Otot yang terkena (paling sering
8
wajah) menjadi lemah atau lumpuh. Bisa terjadi kejang wajah, lidah dan
tenggorokan, dengan disartria, disfonia, dan disfagia. Banyak kasus fatal. cdc
Clostridium tetani biasanya masuk tubuh melalui luka dalam bentuk spora.
Dalam keadaan anaerob (oksigen rendah) kondisi, spora berkecambah menjadi bentuk
vegetatif dan menghasilkan racun tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu
secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan
mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri. Klinis khas tetanus
disebabkan ketika toksin tetanospasmin yang mengganggu pelepasan neurotransmiter,
menghambat impuls inhibitor yang mengakibatkan kontraksi otot yang kuat dan spasme
otot. Calgary, buku dimas
Racun yang diproduksi dan disebarkan melalui darah dan limfatik. Racun
bertindak di beberapa tempat dalam sistem saraf pusat, termasuk motor endplate, sumsum
tulang belakang, dan otak, dan di saraf simpatis. Transport terjadi pertama kali di saraf
motorik, lalu ke saraf sensorik dan saraf autonom. Jika toksin telah masuk ke dalam sel,
ia akan berdifusi keluar dan akan masuk dan mempengaruhi ke neuron di dekatnya.
Apabila interneuron inhibitor spinal terpengaruh, gejala-gejala tetanus akan muncul.
Transpor interneuron retrogard lebih jauh terjadi dengan menyebarnya toksin ke
9
batang otak dan otak tengah. Penyebaran ini meliputi transfer melewati celah sinaps
dengan mekanisme yang tidak jelas.
Toksin ini mempunyai efek dominan pada neuron inhibitori, dimana setelah
toksin menyebrangi sinaps untuk mencapai presinaps, ia akan memblokade pelepasan
neurotransmitter inhibitori yaitu glisin dan asam aminobutirat (GABA). Interneuron yang
menghambat neuron motorik alfa yang pertama kali dipengaruhi, sehingga neuron
motorik ini kehilangan fungsi inhibisinya. Lalu karena jalur yang lebih panjang, neuron
simpatetik preganglion pada ujung lateral dan pusat parasimpatik juga dipengerahui.
Neuron dipengaruhi dengan cara yang sama, dan pelepasan asetilkolin ke dalam celah
neuromuskular dikurangi. Dengan hilangnya inhibisi sentral, terjadi hiperaktif otonom
serta kontraksi otot yang tidak terkontrol (kejang) dalam menanggapi rangsangan yang
normal seperti suara atau lampu. Spasme otot rahang, wajah dan kepala sering terlihat
pertama kali karena jalur aksonalnaya lebih pendek. Tubuh dan anggota tubuh mengikuti,
sedangkan otot-otot perifer tangan dan kaki relatif jarang terlibat.
Setelah toksin menetap di neuron, toksin tidak dapat lagi dinetralkan dengan
antitoksin. Pemulihan fungsi saraf dari racun tetanus membutuhkan tumbuhnya terminal
saraf baru dan pembentukan sinapsis baru. Tetanus lokal berkembang ketika hanya saraf
yang memasok otot yang terkena terlibat. Genelized Tetanus terjadi ketika racun dirilis
pada luka menyebar melalui sistem limfatik dan darah ke terminal saraf.
MANIFESTASI KLINIS
10
Tetanus ditandai dengan kontraksi otot yang bersifat nyeri yang bisa terjadi demikian
hebat. Kontraksi dapat bersifat local ataupun umum. Gejala klinis tetanus terdiri dari:
gawatdarurat
1. Arus disinhibisi tak terkontrol dari saraf motorik eferen menyebabkan spasme
otot berupa:
Rigiditas abdomen (perut papan)
Kontraksi otot wajah (rhisus sardonicus atau rhisus smile)
Kontraksi otot rahang dan leher menyebabkan retraksi kepala
Trismus atau lockjaw
Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
Spasme berat pada otot batang tubuh atau opistotonus dapat
menyebabkan kesulitan napas
2. Obstruksi laring akibat aspirasi yang disebabkan oleh spasme faring dan spasme
laring dapat menyebabkan respiratory failure.
3. Efek toksin pada jantung dapat menyebabkan miokarditis
4. Disotonomi muncul beberapa hari setelah spasme dan menetap selama 1-2
minggu, ditandai dengan adanya instabilitas tekanan darah, takikardia atau
bradikardia, cardiac arrest atau asistol, vasokontriksi, pireksia, hipersalivasi,
ileus, diare, diaphoresis.
5. Pada neonatus gejalanya tidak mau menetek, muntah dan kejang. gawatdarurat
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan sepenuhnya dari tanda dan gejala klinis tanpa konfirmasi
tes laboratorium. Definisi WHO untuk tetanus dewasa membutuhkan penemuan salah
satu tanda klinis, yaitu trismus atau risus sardonikus atau kontraksi otot yang nyeri.
Hanya sekitar 30% kasus tetanus dapat mengisolasi C. tetani pada pemeriksaan
bakteriologik; C. tetani dapat ditemukan dari pasien yang tidak tetanus. Lapsus, who
Diagnosis tetanus ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. perdossi
a. Anamnesa
Apakah terdapat luka tusuk, luka kecelakaan atau patah tulang terbuka, luka
dengan nanah atau gigitan binatang?
Apakah sudah mendapatkan imunisasi DT atau TT, kapan melakukan imunisasi
yang terakhir?
Berapa lama selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau
spasme lokal) dengan kejang yang pertama? perdossi
11
b. Pemeriksaan fisik perdossi
1. Dapat ditemukan: kekakuan otot setempat, trismus sampai kejang yang hebat
2. Pada tetanus lokal ditemukan kekakuan dan spasme yang menetap.
3. Pada tetanus sefalik ditemukan trismus, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus
kranial.
4. Pada tetanus umum/generalisata adanya: trismus, kekakuan leher, kekakuan dada
dan perut (opisthotonus), fleksi-abduksi lengan serta ekstensi tungkai, kejang
umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan
sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.
5. Pada tetanus neonatorum ditemukan kekakuan dan spasme dan posisi tubuh
klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang
berat dengan lordosis lumbal. Perdossi
12
Grade 2 (moderate): trismus sedang, rigiditas lebih jelas, spasme ringan atau
sedang namun singkat, penyulit pernapasan sedang dengan takipneu.
Grade 3 (severe): trismus berat, spastisitas umum, spasme spontan yang lama dan
sering, serangan apneu, disfagia berat, spasme memanjang spontan yang sering
dan terjadi reflex, penyulit pernapasan disertai dengan takipneu, serangan apneu,
disfagia berat, takikardia, aktivitas sistem saraf autonomy sedang yang terus
meningkat.
Grade 4 (very severe): gejala pada grade 3 ditambah dengan gangguan otonom
yang berat seringkali menyebabkan autonomic storm.
c. Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium untuk penyakit tetanus tidak khas, yaitu:
Lekositosis ringan
Trombosit sedikit meningkat
Glukosa dan kalsium darah normal
Enzim otot serum mungkin meningkat-
Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
d. Penunjang lainnya
EKG dan EEG normal
Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka
dapat membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram
positif berbentuk tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan
TATALAKSANA
13
Edlich et al menyebutkan tiga hal yang harus dilakukan pada manajemen tetanus,
yaitu: gawatdarurat
1) Memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin yang telah berikatan
dengan jaringan termetabolisme
2) Menetralisir toksin dalam sistem sirkulasi
3) Menghilangkan sumber tetanospasmin
Manajemen Luka
Luka dapat digolongkan menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka
yang tidak rentan tetanus. Dengan kriteria: gawatdarurat
LUKA RENTAN TETANUS LUKA TIDAK RENTAN TETANUS
• >6-8 jam • <6 jam
• Kedalaman > 1cm • Superfisial <1cm
• Terkontaminasi • Bersih
• Bentuk stelat, avulasi atau hancur • Bentuk linear, tepi tajam
(ireguler) • Neuro/vaskuler intak
• Denervasi, iskemik • Tidak terinfeksi
• Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik)
14
Setelah menentukan jenis luka lakukan anamnesa riwayat imunisasi pada pasien.
Tetanus toxoid diberikan pada pasien dengan imunisasi booster terakhir lebih dari 10
tahun sebelumnya. Jika imunisasi lebih dari 10 tahun yang lalu diberikan pula TIG.
gawatdarurat
Dosis Tt:
- Usia ≥ 7 tahun : 0,5 ml (5IU) IM
- Usia < 7 tahun : Gunakan DTP atau DtaP sebagai pengganti Tt. Jika
kontaindikasi terhadap pertusis, berikan DT, dosis 0,5 ml IM
Dosis TIG:
- Profilaksis dewasa : 250-500 U IM pada ekstrimitas kontralateral lokasi
penyuntikan Tt.
- Profilaksis anak : 250 U IM pada ekstremitas kontralateral lokasi penyuntikan
Tt.
(Catatan : Dosis yang digunakan secara klinis 3000-10000 U IM)
15
HTIG 500 IU, meskipun pada penggunaan HTIG menunjukan tendensi angka kematian
yang lebih rendah. gawatdarurat
16
setiap 3 hari sekali atau setiap hari bila terdapat tandatanda toksisitas, tanda klinis
hipokalsemia, pemeriksaan kada kalsium dilakukan setiap 3 hari. gawatdarurat
17
digunakan untuk menurunkan cardiac output dan menurunkan resistensi pembuluh darah
perifer. gawatdarurat
5. Gangguan gastrointestinal
Sering terjadi pendarahan lambung, maka dapat diberikan Ranitidine dengan dosis
150mg setiap 8 jam sekali. Sebaiknya tidak dilakukan puasa jika pendarahan lambung
tidak terlalu berat. Hilang darah yang masif dapat diganti dengan pemberian transfusi
darah. Gawatdarurat
Secara singkat tatalaksana pasien tetanus pada fase akut adalah sebagai berikut.
gawatdarurat
1. Periksa jalan nafas, trakeostomi bila perlu.
2. Cek darah rutin, elektrolit, ureum, kreatinin, myoglobin urin, AGD.
18
3. Mencari port of entry, inkubasi, periode onset, status imunisasi.
4. Oksigen, diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoksia, distress pernapasan,
sianosis.
5. Diazepam IV 10 mg perlahan selama 2-3 menit. Bisa diulang jika diperlukan,
ruang tenang/gelap.
6. Dosis pemeliharaan diberikan diazepam secara drip, untuk mencegah
terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.
KOMPLIKASI
a) Laryngospasme
b) Fraktur dapat terjadi pada fraktura kolumna vertebralis akibat kejang dan
kontraksi yang terus-menerus.
c) Hipertensi, takikardia, vasokontriksi perifer dan ritme jantung abnormal dapat
terjadi akibat adanya hiperaktivitas saraf autonomi.
d) Infeksi nosocomial, infeksi sekunder hingga sepsis
Terjadi akibat hospitalisasi/perawatan di RS yang berkepanjangan, akibat infeksi
dari kateter, hospital-acquired pneumonia, dan ulkus dekubitus.
19
e) Komplikasi Lain
Laserasi lidah akibat kejang, dekubitus karena penderita berbaring dalam satu
posisi saja, panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar
luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Gawatdarurat, perdossi
20
21
DAFTAR PUSTAKA
22