TETANUS NEONATORUM
1. DEFINISI
Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang dihasilkan
Tetanus adalah penyakit infeksi yang akut dan kadang fatal yang disebabkan oleh
neurotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani, yang sporanya masuk
Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani dengan gejala
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh infeksi Clostridium
tetani, pada kulit/ luka. Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada disfungsi
Clostridium tetani. Keadaan sakit diawali dengan terjadinya spasme yang kuat pada otot
rangka dan diikuti adanya kontraksi paroksismal. Kekakuan otot terjadi pada rahang
(lockjaw) dan leher pada awalnya, setelah itu akan merata ke seluruh tubuh.(Brook I., 2002).
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang
berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara
normal, pada hari ketiga atau lebiih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit
infeksi dan gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetoonospasmin dari kuman
Clostridium Tetani, yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya meningkatnya tonus otot
dan spasme.
2. ETIOLOGI
Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman klostridium tetani. Kuman ini banyak terdapat
dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi, kuda, dan lain-lain sehingga luka yang
tercemar dengan kotoran hewan sangat berbahaya bila kemasukan kuman tetanus. Tusukan
paku yang berkarat sering juga membawa clostridium tetani kedalam luka lalu berkembang
biak. Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong bila alat pemotong yang kurang
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang
berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan
saraf perifer setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang
mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi.
Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana. Masa
inkubasi penyakit ini adalah antara 5-14 hari. Pada umumnya tetanus neonatorum
Selain disebabkan oleh clostridium tetani, tetanus neonatorum juga dapat disebabkan
oleh:
3. caries gigi.
tali pusat
3. PATOFISIOLOGI
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang
disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor luka bakar dan
patah tulang yang terbuka juga akan mngakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, mempaebanyak diri
dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas
yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel
vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung
oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian
dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi
otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya
otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic
ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen
jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara
intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan
panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel
saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar
dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari
spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory
4. MANIFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran
binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai
komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi
telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
a. Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot mastikatoris.
b. Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector trunki ).
c. Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen akut ).
d. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.
e. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
f. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini.
g. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula
intermiten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan
tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena
kontraksi yang kuat.
h. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi
urin dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi
karena kontraksi otot yang sangat kuat.
i. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
j. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjdi akibat penyakitnya seperti :
a. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) didalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pnemonia
aspirasi.
b. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan paru tidak dapat maksimal
c. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan tetanus akan
mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak dapat mengeluarkan sekret yang
menumpuk di tenggorokan, atau pun menelanya.
d. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat sehingga tubuh
tidak dapat menahan kekuatan luar.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
A. PENGAKAJIAN
1. Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar
dan imunisasi yang tidak adekuat.
2. Pengkajian khusus:
a. Sistem pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto
pernafasan.
b. Sistem cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
c. Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan
satu atau beberapa saraf otak.
d. Sistem perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)
e. Sistem pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
f. Sistem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka
dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan
kejang umum.
( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spasme otot pernafasan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin
( bakterimia )
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot
pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk
lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun disertai
hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.
C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum
pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis, dyspnea,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria:
Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada
Pernafasan 16 – 18 kali/menit
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada tambahan otot pernafasan
Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45
; PCO2= 35 – 45 mmHg, PO2 = 80 – 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
1) Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasional : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk meluruskan
rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan lancar dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
2) Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas (adakah ronchi)
tiap 2 – 4 jam sekali
Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat atas cairan atau
secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan sehingga perlu dikeluarkan
untuk mengoptimalkan jalan nafas.
3) Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan melakukan
section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan secret,
sehingga mempermudah proses respirasi.
4) Oksigenisasi sesuai intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
5) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang
memanjang/lama.
6) Observasi timbulnay gagal nafas/apnea
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi
yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilation)
7) Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)
Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental sehingga mudah
mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-
otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot
pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen
Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit
Tidak sianosis
Intervensi dan rasional :
1) Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari pernafasan dapat
dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan dan irama nafas.
2) Atur posisi luruskan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses respirasi dapat
berjalan dengan lancar.
3) Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik ketidakadekuatan
suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
4) Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan memberikan
cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya hipoksia.
5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil time yang
memanjang/lama.
6) Observasi timbulnya gagal nafas
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi
yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical ventilato)
7) Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi jaringan
dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia),
yang ditandai dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel
darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan : suhu tubuh normal
kriteria :
Suhu kembali normal 36 – 37 °C
Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3
Intervensi dan rasional :
1) Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh individu
sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi
2) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok exhaustion
3) Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan kompresi
badan dari demam.
4) Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka
Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih berada
disekitar luka.
5) Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu
tubuh dengan cara proses konduksi.
6) Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk mengobati
bakteri gram positif, atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja sebagai proses
termoregulasi untuk mengantisipasi panas.
7) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 100.000/mm3
mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan.
Buku Kuliah ilmu Kesehatan Anak Bagian 2, Infeksi Virus, oleh Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi 4.Jakarta 1985.
Dubcombe, Margaret dan Weller, Barbara. Pediatric Nursing, The Prncipal Commicable
1989.
Perawatan anak sakit / Ngastiyah ; editor, Monica Ester. Ed.2.Jakarta : EGC, 2005