Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sistem sensori merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Salah
satu diantaranya adalah telinga, telinga merupakan salah satu indra pendengaran
yang berfungsi untuk mendengarkan. Telinga terdiri dari telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam. Banyak kelainan pada telinga diantaranya adalah
Neoplasma.

Berdasarkan data dari Prof. Dr. Abd Rachman S, Sp THT-KL (K), Departemen
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Angka kejadian
Karsinoma pada daun telinga mencapai 85%, pada liang telinga luar mencapai
10% dan pada telinga tengah dan mastoid mencapai 5%. Angka kejadian pada
kasus yaitu 5 kasus dari 20.000 pasien, dengan perbandingan penderita laki laki
dan perempuan yaitu 4 : 1. Penyebab tersering terjadinya neoplasma telinga
adalah iritasi kronis oleh karena radang kronis, udara panas, sinar matahari dan
radiasi. Terapi yang dapat dilakukan tergantung lokasi, jinak atau ganasnya, dan
stadium. Terapi Neoplasma bisanya dilakukan proses pembedahan dan dilakukan
Radioterapi.

1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi tumor telinga
2. Untuk mengetahui etiologi tumor telinga
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis tumor telinga
4. Untuk mengetahui anatomi fisiologi telinga
5. Untuk mengetahui patofisiologi tumor telinga
6. Untuk menetahui penatalaksanaan tumor telinga
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tumor telinga
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Defenisi

Tumor daun telinga dan liang telinga jarang ditemukan. Karsinoma sel
skuamusa dan basalioma daun telinga terutam ditemukan pada orang yang
banyak terpajan terhadap angin dan sinar matahari. Didalam liang telinga,
ditemukan bahwa tumor ini timbul sebagai akibat otore yang kronis pada
otitis eksterna atau otitis media sufuratif kronis (OMSK).

Tumor yang berasal dari kelenjar serumen yang jarang ditemukan ialah
seruminoma.Bila ada ulkus di daun telinga atau liang telinga harus selalu
dilakukan biopsi. Tumor dalam liang telinga dapat menyebar luas ke
telinga tengah atau mastoid. Pada keadaan demikian, prognosis buruk.

2.2. etiologi

Faktor penyebab kanker berbeda beda di berbagai negara. Yang


berperan penting antara lain makan (kelebihan kalori , kelebihan lemak,
kekurangan serat) dan peracunan diri (asap perokok). Selain itu, karsinogen
melalui makanan, industry dan tindak kedokteran tetap mengancam. Infeksi
(hepatitis, sistomiasis) masih memegang peran penting di berbagai
Negara (Jong, 2005).

Selain penyebab penyebab tersebut, Neoplasma telinga 75%


diantaranya terjadi karena adanya iritasi radang kronis yaitu Otore dan
disebabkan oleh adanya udara panas diantaranya adalah paparan sinar
matahari serta terpapar radiasi.
2.3. Anatomi fisiologi

Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam, seperti yang terlihat pada gambar, Telinga luar terdiri
dari aurikula atau pinna dan kanalis auditori eksterna. Telinga luar ini
terbentuk dari kartilago fleksibel dan tulang, yang melekat pada kulit
dengan perikondrium dan periosteumnya (Probst dkk, 2006)

Telinga tengah terdiri dari kavitas berisi udara yang dibagi menjadi kavum

timpani dan sel-sel mastoid. Kavitas ini berkomunikasi dengan nasofaring


melalui tuba Eustachius dan dilapisi oleh epitel respiratorik bersilia.
Berbagai struktur penting berbatasan dengan atau meliputi telinga tengah,
diantaranya adalah nervus fasialis, arteri karotis interna, sinus venosus
yang berasal dari kranium, dura, dan telinga dalam. Kavum timpani
dipisahkan dengan telinga luar oleh membran timpani dan berisi osikel
atau tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang pendengaran ini terdiri dari
maleus, inkus dan stapes (Probst dkk, 2006).

Telinga dalam terletak di pars petrosus tulang temporal dan terdiri dari
banyak duktus yang saling terhubung yang secara kolektif disebut labirin.
Labirin dibagi dua yaitu labirin membranosa dan labirin oseus. Labirin
membranosa terletak di da-lam labirin oseus yang terdiri dari organ
keseimbangan dan pendengaran. Koklea adalah struktur berbentuk rumah
siput yang berisi organ sensori pendengaran, dan pada manusia memiliki
sekitar dua setengah putaran (Norton dkk, 2010; Probst dkk,
2006).Terdapat tiga jenis serat saraf yang mempersarafi koklea, yaitu serat
saraf aferen pendengaran, serat eferen pendengaran atau berkas
olivokoklearis dan serat saraf otonom. Serat aferen saraf pendengaran
merupakan sel bipolar, terletak di ganglion spiralis dalam kanal tulang
yang disebut Rosenthal’s canal. Saraf pendengaran manusia memiliki
sekitar 30.000 serabut saraf aferen. Dua jenis serat aferen telah
diidentifikasi, yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I merupakan serat saraf
bermyelin, memiliki badan sel yang besar dan merupakan 95% dari serat-
serasaraf pendengaran. Serat aferen tipe II merupakan serat saraf tak
bermyelin dan memiliki badan sel yang kecil (Moller, 2006).

Nervus VIII terdiri dari tiga komponen yang berbeda. Ada dua saraf
vestibularis yaitu superior dan inferior dan saraf koklearis. Saraf-saraf
tersebut bersamasama melalui tulang kepala di meatus auditori internal.
Kanal ini juga berisi N VII dan pasokan darah ke telinga bagian dalam
yaitu arteri auditori internal. Saraf melewati meningen menuju ke batang
otak. Saraf vestibularis menuju ke nukleus vestibularis dan saraf koklearis
menuju ke nukleus koklearis (Mutton, 2006).

Proses pendengaran akan dimulai saat gelombang suara ditangkap oleh


pinna dan diarahkan oleh KAE untuk menggetarkan membran timpani.
Selanjutnya, gelombang suara akan dikonduksikan dari membran timpani
melewati tulang-tulang pendengaran menuju tingkap lonjong. Perjalanan
gelombang suara dari telinga luar menuju telinga tengah akan melewati
perubahan medium, yaitu dari udara di telinga luar menuju cairan di
telinga dalam yang memiliki perbedaan impedans. Perbedaan impedans ini
akan menyebabkan penurunan energi suara yang melaluinya. Telinga
tengah berperan sebagai impedance-matching device untuk menjaga agar
tidak terjadi penurunan energi tersebut. Proses ini diperoleh dari efek
perbandingan luas membran timpani terhadap luas footplate stapes, aksi
tuas tulang-tulang pendengaran, dan bentuk membran timpani. Bentuk
membran timpani berkontribusi minor terhadap proses impedance-
matching (Lee, 2003).

Saat gelombang suara mencapai tingkap lonjong, koklea mengubah energi


mekanik suara menjadi energi hidrolik, lalu menjadi energi bioelektrik saat
mencapai sel-sel rambut. Saat footplate stapes bergerak masuk-keluar pada
tingkap lon-jong, suatu gelombang akan terbentuk dan berjalan di dalam
koklea dari basal me-nuju apeks. Gelombang tersebut akan menggerakkan
membran basilaris dan tekto-rial. Kedua membran ini memiliki perbedaan
titik-titik perlekatan sehingga perge-rakannya akan menekuk stereosilia
sel-sel rambut, kemudian mengakibatkan depo-larisasi sel-sel rambut dan
menghasilkan impuls elektrik saraf aferen (Lee, 2003).

Begitu impuls saraf terbentuk, implus ini akan berjalan sepanjang jaras
auditori dari sel ganglion spiralis di dalam koklea menuju modiolus, letak
serat serat cabang koklearis dari nervus VIII. Serat-serat ini kemudian
berjalan menuju nukleus koklearis di batang otak secara ipsilateral, lalu
menuju kompleks olivarius superior kontralateral. Perjalanan serat-serat
ini berlanjut menuju lemniskus lateralis, kolikulus inferior dan ganglion
genikulatum sebelum akhirnya mencapai korteks auditori (Lee, 2003).

2.3. klasifikasi

Tumor telinga dibagi menjadi dua yaitu tumor jinak (benigna) dan
tumor ganas (maligna). Jenis Tumor jinak salah satunya adalah adenoma.
Adenoma disebabkan adanya Kondisi patologik yang menyebabkan
hiperparatiroidisme primer adalah adenoma, hiperplasia paratirroid,dan
karsinoma paratiroid. Adenoma adalah lesi jinak terutama yang terdiri dari
sel utama dan pada 80-85% kasus menakibatkan hiperparatiroid primer dan
diagnosis adenoma di konfirmasi dengan munculnya kelenjar normal kedua.
Hiperplasia paratiroid adalah kelainan patologi kedua terbanyak yang
menyebabkan hiperparatiroidisme primer, ditemukan pada 10-15% kasus.
Suatu tanda hiperplasia yang paling tepat dipercaya adalah adanya
lebihdari satu kelenjar yang sakit. Karsinoma paratiroid merupakan
penyakit yang jarang. Manifestasi klinis penyakit ini dapat
dibedakan dengan kelenjar paratiroid jinak.

Tumor Telinga ganas (maligna) terdiri dari Karsinoma sel basal,


karsinoma sel skuamosa dan melanoma.

a. Karsinoma sel basal

Karsinoma sel basal merupakan kanker kulit yang palilng sering


muncul 90% timbul di kepala dan leher terdapat tiga kalisifikasi utama
karsinoma sel basal. Jenis nodural menyebabkan 60-80% kasus. Jenis
morfiformis, yang dapat menyerupai parut, menyebabkan 10-20% kasus.
Karsinoma sel basal superfisial sangat mirip keratosis aktinik dan
merupakan papul dan plak yang sedikit bersisik berwarna merah muda –
merah. Karsinoma sel basal cenderung tumbuh secara lambat dan
mempunyai insiden metastasis yang rendah, kurang dari 0,1%.
Kankertersebut mudah diobati dengan eksisi bedah dengan batas minimal.

b. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa juga bersal dari kertinosit. Terdapat tiga jenis
histologi utama : adenoid, sel jernih (clear cell) dan sel gelendong (spindle
cell). Potensi metastatiknya berbeda beda, insiden metastasis adalah 8%
pada karsinoma sel skuamosa de novo dan antara 20-30% pada sel
karsinoma sel skuamosa yang berasal dari parut, ulkus kronik dan luka
bakar serta tempat terapi radiasi. Penanganannya adalah dengan eksisi lokal
dengan hasil angka kesembuhan yang tinggi.

c. Melanoma
Melanoma terdiri dari tiga jenis: nodural, penyebaran superfisial dan
melanoma maligna lentigo. 20% melanoma timbul di kepala dan
leher, hampir 80% lesi tersebut berasal dari kulit sisanya berasal dari mata
dan mukosa. Tempat yang paling sering terkena adalah pipi, kulit kepala,
telinga, leher. Kedalam invasi penting untuk menentukan stadium kanker.
Lesi yang menyerang lebih dalam lagi bersifat agresif.

Lentigo maligna biasanya dimulai sebagai makula kecoklatan


yangmenyebar ke perifer yang semakin gelap dan tidak rata yang
berlangsung berlahan-lahan, selama beberapa tahun. Lesi-lesi tersebut
menyebar dan secara lambat menjadi gelap dan dapat berubah menjadi
gelap dan dapat berubah sebagai tumor ganas infasif. Melanoma
penyebaran superfasial lebih sering tejadi dari pada lentigo maligna dan
sering terjadi pada pasien muda. Lesi cenderung memiliki banyak warna
dan batasnya sering meninggi atau tertarik. Lesi-lesi tersebut tumbuh lebih
cepat dari pada lentigo maligna(Adams Goerge, 1997).

Klasifikasi tumor ganas telinga tidak ditemukan di dalam klasifikasi TNM dari
UICC tahun 1987. Goodwin membagi pasien berdasarkan penyebaran ke arah
medial menjadi 3 golongan yang kelihatannya praktis untuk penggunaan klinik:

1 .Golongan 1: tumor yang mengenai konka daun telinga dan / atau bagian tulang
rawan liang telinga.

2 .Golongan 2: tumor mengenai bagian superfisial tulang temporal yaitu bagian


tulang dari liang telinga dan korteks mastoid.

2. Golongan 3: tumor sudah mengenai struktur dalam tulang temporal, telinga


tengah, kanalis fasial, basis kranii atau sel mastoid. Ada atau tidaknya
pembesaran kelenjar limfe regional harus diperhatikan secara terpisah.

2.4. manifestasi klinis

Gejala klinis berupa nyeri, rasa penuh dalam telinga, gangguan


pendengaran, dan vertigo bila labirin vestibular terlibat. Saraf fasialis menjadi
lumpuh bila tumor mengerosi dinding kanalis posterior dan melibatkan saraf
tersebut, namun dalam hal ini biasanya terjadi pada akhir perjalanan penyakit.

Tumor ganas daun telinga dapat berupa tumor superficial dengan atau
tanpa ulserasi tergantung jenis tumornya, sehingga mudah dideteksi secara dini.
Tumor ganas liang telinga dan telinga tengah sering terlambat diketahui oleh
karena tidak cepat dapat terlihat dan gejalanya seringkali hanya menyerupai
penyakit infeksi oleh karena biasanya penyakit ini timbul pada telinga yang
sebelumnya telah menderita otitis media supuratif kronik.

Pada keadaan ini otorea yang biasanya purulen berubah menjadi


hemorhargik. Nyeri yang hebat bisa disebabkan oleh otitis eksterna atau otitis
media, tetapi bila tumor ganas telinga disertai nyeri hebat, sangat mungkin
disebabkan oelh invasi tumor ke tulang. Paresis fasial perifer sering terjadi di
samping gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan. Terkenanya n. IX,
X, XI dan XII menandakan penyebaran ke basis fosa kranii media dan
menandakan penyakit yang incurable.

2.5. pemerisksaan penunjang

1. Tomografi computer
Untuk menunjukkan perluasantumor
2. Biopsi jaringan atau jarum halus
Untuk mengetahui diagnosis pasti
3. Otoskopi
Untuk melihat warna, kontur, refleks cahaya dari membran timpani dan
melihat adanya sekret telinga

2.6. komplikasi

Menurut (Arief Manjoer, 2001),Komplikasi yang terjadi bila


karsinoma tidak ditangani dengan benar akan mengakibatkan Penyebaran
ke organ vital sekitarnya, misalnya otak, mata, hidung dan lain-lain.
2.7. penatalaksanaan

Tindakan Operasi
Suatu diagnosis jaringan sudah tentu memerlukan eksplorasi bedah pada
tempat tersebut dan pembedahan merupakan bentuk pengobatan yang lebih
disukai pada kebanyakan kasus. Bila tumor luas sering terdapat indikasi
gabungan pembedahan dan radioterapi.

Oleh karena kompleksnya teknik operasi dan letak tumor, serta sulitnya
melakukan rekonstruksi luka operasi, kadang – kadang reseksi yang adekuat dari
luas operasi harus dikompromikan.

Radioterapi

Para radioterapis pada umumnya sependapat bahwa segala jenis


radioterapi untuk karsinoma yang telah menginvasi tulang sedikit sekali gunanya.
Radioterapi pre – operatif diindikasikan untuk tumor yang telah menyebar luas
dimana telah terjadi penyebaran ke dura. Dosis radiasi pre operatif tidak melebihi
4000 rad.

Radioterapi pasca operatif diindikasikan untuk pasien yang telah


menjalani operasi sebelum tindakan reseksi tulang temporal. Juga untuk kasus
yang pada saat operasi tidak jelas batas tumornya sehingga tidak bisa terangkat
semuanya ataupun pada tumor yang besar walaupun tepi operasi dianggap bebas
tumor. Pemberian radiasi dianjurkan 4 – 6 minggu setelah tindakan operasi
dengan dosis yang tidak melebihi 4500 rad.

BAB III

TINJAUAN KASUS

4.1Pengkajian
a. identitas
Nama : Tn. M
Usia/ Tgl lahir : 45 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : medan
Suku/Bangsa : jawa
Status pernikahan : kawin
Agama : islam
Pekerjaan/ sumber penghasilan : petani

B. Keluhan utama

C. Riwayat peyakit dahulu

D. Riwayat keluarga
tidak ada kelurga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien

E. Pengkajian fisik dan Pola-pola fungsi kesehatan.


a) Pemeriksaan fisik telinga
- Inspeksi : pada telinga terlihat adanya benjolan/pertumbuhan abnormal.
- Palpasi : terasa nyeri ketika di palpasi area telinga bagian tengah
b) Pola tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat mengenai gaya hidup klien yang tidak sehat.
c) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan untuk makan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
d) Pola eliminasi
Klien dengan Neuroma Akustik pola defekasinya lancar, peristaltic usus normal,
tidak terjadi inkontinensia urine.
e) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena vertigo yang di alami klien dan
menimbulkan kelemahan.
f) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat klien.
g) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan pendengaran.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Pola pendengaran klien berkurang serta daya pemahaman terhadap sesuatu tidak
efektif. Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
i) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien tidak mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan pada muka dan ekstremitas normal.
j) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
k) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
l) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan vertigo. (Marilynn E. Doenges, 2000)
3.2 Diagnosa keperawatan
a) Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan fungsi pendengaran
menurun
b) Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf pada wajah.
c) Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
menelan
d) Resiko cedera berhubungan dengan vertigo

3.3 Intervensi Keperawatan


Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan dengan fungsi pendengaran
menurun Tujuan :
Meningkatkan kepekaan fungsi pendengaran klien
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan fungsi pendengaran yang lebih baik
- Komunikasi dapat terjalin 1) Hilangakan suara bising/stimulus yang berlebihan
sesuai kebutuhan
2) Catat adanya perubahan yang spesifik,gunakan instruksi verbal yang sederhana
dengan jawaban “ya” atau “tidak”
3) Berikan petunjuk (isyarat) pada orientasi realita
4) Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika di perlukan gunakan
musik
5) Kolaborasikan pada ahli fisioterapi,terapi pendengaran 1) menurunkan respon
emosi yang berlebihan/bingung yang sesuai dengan sensorik
2) membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan
mengidentifikasi peningkatan fungsi neurologis
3) meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi
4) membantu menghindari masukan sensori pendengaran
5) berfokus dalam peningkatan evaluasi fungsi pendengaran
Nyeri akut berhubungan dengan penekanan syaraf pada wajah Tujuan :
Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil :
- pasien tampak tenang dan rileks
- tanda – tanda vital normal 1) Pantau tanda-tanda vital pasien, intensitas dan
skala nyeri
2) Anjurkan klien untuk banyak istirahat
3) Atur posisi pasien senyaman mungkin
4) Ajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam
5) Kolaborasikan untuk pemberian analgetik 1) mengenal dan memudahkan
dalam melakukan tindakan keperawatan
2) istirahat dapat mengurangi intensitas nyeri
3) posisi yang tepat mengurangi penenkanan dan mencegah ketegangan otot serta
mengurangi nyeri
4) relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
5) analgetik berguna untuk mengurangi nyeri
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
menelan Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- menunjukkan peningkatan/ mempertahankan berat badan
- tidak mengalami mual dan muntah
- menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai 1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan
yang disukai
2) Observasi dan catat masukkan makanan pasien
3) Timbang berat badan setiap hari
4) Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu
makan
5) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang
berhubungan
6) Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka
7) Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet 1) mengidentifikasi defisiensi,
memudahkan intervensi
2) mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
3) mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
4) menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan
5) gejala GI dapat menunjukkan (hipoksia) pada organ. Berikan dan Bantu
hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan yang lembut
6) meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan
bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus
mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat
7) membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
Resiko cedera berhubungan dengan Vertigo Tujuan :
Klien tidak mengalami cidera
Kreiteria Hasil :
- bebas dari cidera
- klien dan keluarga menyetujui aktivitas atau modifikasi aktivitas yang tepat 1)
Tekankan pentingnya mematuhi program terapeutik
2) Dampingi klien selama aktivitas yang diijinkan
3) Jaga agar penghalang tempat tidur tetap terpasang
4) Bantu ambulasi dan aktivitas hidup sehari-hari dengan tepat 1) program
terapeutik dapat menjalin kerja sama antara perawat dan klien
2) pendampingan terhadap klien dapat mencegah jatuh, dan cedera
3) mengurangi resiko jatuh
4) memudahkan klien untuk beraktifitas

3.4 Implementasi
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
a. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri
dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang nyaman dari
suara – suara bising yang menggagu klien dalam beristirahat.
b. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawatan bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan
untuk mengatasi masalah klien.
3.5 Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Evaluasi
terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada
hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Neuroma Akustik sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan
atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien
tumor telinga dengue sebagai berikut :
• Pasien memperlibatkan peningkatan atau perkusi jaringan serebral menjadi
normal dan berorientasi secara sadar.
• Kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi
• Tingkat ansietas menurun,
• Pasien atau orang terdekatmengungkapkan pengetahuan dan pengertian tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah, peroses penyakit dan pengobatan yang
diresepkan.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Tumor daun telinga dan liang telinga jarang ditemukan. Karsinoma sel
skuamusa dan basalioma daun telinga terutam ditemukan pada orang yang
banyak terpajan terhadap angin dan sinar matahari. Didalam liang telinga,
ditemukan bahwa tumor ini timbul sebagai akibat otore yang kronis pada
otitis eksterna atau otitis media sufuratif kronis (OMSK). Tumor yang
berasal dari kelenjar serumen yang jarang ditemukan ialah
seruminoma.Bila ada ulkus di daun telinga atau liang telinga harus selalu
dilakukan biopsi. Tumor dalam liang telinga dapat menyebar luas ke
telinga tengah atau mastoid. Pada keadaan demikian, prognosis buruk..

Gejala yang biasanya muncul adalah rasa nyeri telinga tidak terlalu
hebat, kecuali bila mengenai tulang rawan di bawahnya. Pada liang telinga
tampak bersamaan infeksi kronik telinga. Permukaan merah, kadang tampak
sebagai jaringan granulasi atau polip. Nyeri telinga hebat bila membuka
mulut, mengunya, dan menguap. Kelejar limfe retrourikular dan
preaurikular membesar. Pada umumnya pengobatan yang berhasil pada
karsinoma telinga bagian tengah dan mastoid adalah dengan operasi
pengangkatan tumor. Komplikasi yang terjadi bila karsinoma tidak ditangani
dengan benar akan mengakibatkanPenyebaran ke organ vital sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, G. L. Penyakit Telinga Luar. In: Adams, G. L., Boies, L. R., Higler, P. A.,
Effendi, H. (Ed.). Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit EGC. 1997: 85
– 87

Lee, K. JHolsinger, F. C., Myers, J. N. Noninfectious Disorders of The Ear. In: Lee, K. J.
(Ed.). Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery Eight Edition. New York:
The McGraw-Hill Companies, Inc. 2003:512-531

Fleming & Levie. 1978. Buku Sensori dan Persepsi. Jakarta : EGC.

Frank E, Lucente. 2001. Ilmu THT Esensial.Jakarta: EGC.

George L . ADAMS . 1997. Buku AjarPenyakit THT. Jakarta : EGC.

Jong, R. S. 2005. Buku ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.

Lynda, J. C. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.

Mc Phee, Stephen 2010. Patofisiologi Penyakit. Jakarta EGC.

Syaifuddin, A. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai