Anda di halaman 1dari 30

Askep Tetanus

Askep Add comments


http://health.wahyurobi.com/health/?p=5
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan_15.html

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS TETANUS DI


RUMAH SAKIT UMUM YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat syaraf
dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga
dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa
sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat
merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan , dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah.
Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1
minggu. Dari seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka
sebagai seorang perawat atau bidan dituntut untuk mampu mengenali tanda
kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Tetanus
memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita
yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya memburuk
dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk. Mencegah
tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada anak-

anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis,
tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Setelah menyunsun makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui
gambaran umum tentang penyakit tetanus dan proses asuhan
keperawatannya
b. Tujuan khusus
Setelah menyusun makalah harapkan ini diharapkan
1. Untuk memperdalam pengetahuan dalam proses keperawatanMedikal
Bedah khususnya pada kasus Tetanus.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian tetanus
3. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebabkan tetanus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala tetanus
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisologi tetanus
6. Mahasiswa mampu menjelaskan manisfestasi klinis teetanus
7. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada tetanus
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksaan pasien dengan tetanus
9. Mahasiswa mampu melakukan asuhan kperawatan pada pasien tetanus
BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Tetanus adalah (rahang terkunci/lockjaw) penyakit akut, paralitik spastic yang
disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium
Tetani.( Ilmu Kesehatan Anak, 2000 oleh Richard E. Behrman, dkk, hal 1004 )
Tetanus adalah manifestasi sistemik yang di sebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat
kuat yang dilepaskan oleh Clostridium Tetani pada masa pertumbuhan aktif dalam
tubuh manusia.( Buku Kuliah Ilmu kesehatan Anak, 1985 oleh bagian kesehatan anak
fakultas kedokteran univeersitas Indonesia, hal 568 )
Tetanus adalah gangguan neorologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat
yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani.( Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, 2007 oleh
fakultas Kedokteran Universitas Indonesia )
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.( http:
//ratihrochmat .wordpress.com/2008/06/27/tetanus/, Juni 27, 2008 oleh Ratih
Rochmat )
Tetanus Neonatorum: penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang
khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal,
pada hari ketiga atau lebiih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan
membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Tetanus adalah penyakit
infeksi dan gangguan neorologis yang di akibatkan toksin protein tetoonospasmin
dari kuman Clostridium Tetani, yang ditandai dengan manisfestasi kliniknya
meningkatnya tonus otot dan spasme

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Clostridium Tetani yaitu obligat anaerob
pembentukan spora, gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat)
alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah, debu dan saluran pencernaan
berbagai binatang. Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara
mikroskopis tampak seperti pukulan gendering atau raket tenis. Spora tetanus
dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di dalam autoklaf, tetapi
sel vegetative terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku. Tidak
seperti banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan organisme yang
menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui toksin tunggal,
tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai toksin tetanus. Toksi tetanus
adalah bahan kedua yang paling beracun yang diketahui, hanya di unggulin
kekuatannya oleh toksin batulinum.
C. MANISFESTASI KLINIS
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka
dengan tanah, kotoran binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan
tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus
gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi telinga tengah,
aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.
Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai
beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit
oleh anti serum. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan
otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48
jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot
mastikatoris.

2. Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot


erector trunki ).
3. Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen
akut ).
4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di
kornus anterior.
5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ),
sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada
gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri
anggota badan sering merupakan gejala dini.
7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus,
ekstermitas inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan
mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten
diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan
serangan tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di
sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan
dan laring. Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot uretra.
Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot
yang sangat kuat.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi
tekanan cairan di otak.
D. PATOFISIOLOGI

Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya
luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak,
karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu
luka laserasi yang kotor luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan
mngakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium
tetani.
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh,
mempaebanyak diri dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasireduksi rendah (Eh) tempat jejas yang terinfeksi. Plasmid membawa gena
toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative yang mati dan
selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan
disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan
kemudian diendositosis oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami ia
mengalami pengangkutan akson retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa.
Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan selanjutnya masuk
interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan
neurotransmitter . toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan
normal otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di
koordinasi, akibatnya otot yang terkena mempertahankan kontraksi
maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada tetanus.
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah
menjadi bentuk vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin.
Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan potensial oksidasi
reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan akibat adanya nanah,
nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal
toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan
panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik
dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam
sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk
sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada

daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan


menimbulkan kekakuan
E. PATHWAY
Infeksi luka tusuk oleh:
Tertusuk paku
Pecahan kaca
Luka tembak

emotongan tali pusat

Keadaan anaerob ideal pada luka


Pertumbuhan clostridium tetani ?

Absorbs melalui ujung syaraf sensori dan motorik


Masuk pembuluh darah dan sumbu limbik ke susunan syaraf pusat
(SSP)
Pada intra aksonal sampai ganglia/simpul syaraf
Hilangnya ketidakseimbangannya tonus otot

Kekakuan otot

Lokal generalisata

Trismus

Opistotonus system pencernaan system pernafasan system

Risus sardonikud saraf

Kekakuan otot dinding perut

Ekstermitas atas fleksi ganagguan metabolic kekakuan otot TIK ?

Ekstermitas bawah ekstensi dan proses pencernaan

Supuratif :
Tindakan A, B dan C proses eleminasi status konvulsi kerusakan satu

Atur posisi semiprone BAB terganggu atau beberapa dan gangguan SSP

Hentikan kejang pemenuhan nutrisi


Cari penyebab
Atasi penyulit
Debridement kejang lama 10 kelumpuhan

Netralisis tetani menit

Nutrisi dan cairan


Hipoksia dan gagal nafas
Alat batu nafas
(ventilator/mekanisme
respirator)
Masalah keperawatan :
Ketidakefektifan jalan
nafas

Gangguan pertukaran
gas
Gangguan pola nafas
Hipertermi
Gangguan komunikasi
verbal
Resiko
ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
Pemenuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
a. Liquor Cerebri normal
b. hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
c. Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
d. Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.
2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi tetanus terjdi akibat penyakitnya seperti :
1. Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva)
didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pnemonia aspirasi.

2. Asfiksia ini terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga


pengembangan paru tidak dapat maksimal
3. Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan
tetanus akan mengalami trismus (mult terkunci) sehingga klien tidak
dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun
menelanya.
4. Fraktura kompresi ini dapat terjadi bila saat kejang klien difiksasi kuat
sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1. Penatalaksanaan medis
Empat pokok dasar tata laksana medik : debridement, pemberian
antibiotik, menghentikan kejang, serta imunisasi pasif dan aktif, yang
dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl
fisiologis dalam perbandingan 4 : 1 selama 48-72 jam selanjutnya
IVFD hanya untuk memasukan obat. Jika pasien telah dirawat lebih
dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan
glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4 : 1
(jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu). Bila
setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde,
melalui infus diberikan tambahan protein dan kalium.
b. Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3
menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui
IVFD (diazepam dimasukan ke dalam cairan infus dan diganti setiap
6 jam). Bila kejang masih sering timbul, boleh ditambah diazepam
lagi 2,5 mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam

berikutnya boleh diberikan tembahan diazepam 5 mg/kgBB/hari


sehingga dosis diazepam keseluruhannya menjadi 15 mg/kgBB/hari.
Setelah keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan
diurunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia
berat atau bila makin berat, diazepam diberikan per oral dan setelah
bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
c. ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM.
Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.
d. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama
10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien lainnya.
Bila pungsi lumbal tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang
diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
e. Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alcohol 70%/Betadine 10%.
f. Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Perawatan intensif terutama ditujukan untuk mencukupi kebutuhan
cairan dan nutrisi, menjaga saluran nafas tetap bebas, mempertahankan
oksignasi yang adekuat, dan mencegah hipotermi. Perawatan puntung tali
pusat sangat penting untuk membuang jaringan yang telah tercemar spora
dan mengubah keadaan anaerob jaringan yang rusak, agar oksigenasi
bertambah dan pertumbuhan bentuk vegetatif maupun spora dapat
dihambat. setelah puntung tali pusat dibersihkan dengan perhydrol,
dibutuhkan povidon 10% dan dirawat secara terbuka. Perawatan puntung
tali pusat dilakukan minimal 3 kali sehari
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan


luka bakar dan imunisasi yang tidak adekuat.
2. Pengkajian khusus:
a. System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto
pernafasan.
b. System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan,
suhu tubuh awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke terminal 43 44C.
c. System neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
d. System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine
output tidak ada/oliguria)
e. System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
f. Siatem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat
luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus,
spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus
sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan
kejang umum.
( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin
( bakterimia )
4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kekakuan otot pengunyah
5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara
6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan
sering kejang
7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan intake yang kurang dan oliguria
8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan
penanggulangannya berhubungan dengan kurangnya informasi
10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang
K. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum pada trakea dan spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi,
sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan sputum atau lender,
hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis
respiratotik)
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria:

Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada


Pernafasan 16 18 kali/menit
Tidak ada pernafasan cuping hidung
Tidak ada tambahan otot pernafasan
Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal
( pH=7,35 7,45 ; PCO2= 35 45 mmHg, PO2 = 80 100 mmHg )
Intervensi dan rasional :
a. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi
Rasianal : secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk
meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi tetap berjalan
lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
b. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengar suara nafas
(adakah ronchi) tiap 2 4 jam sekali
Rasional : ronchi menunjukan adanya gangguan pernafasan akibat
atas cairan atau secret yang menutupi sebagian dari saluran pernafasan
sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan nafas.
c. Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret dan lendir dengan
melakukan section.
Rasional : section merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan
secret, sehingga mempermudah proses respirasi.
d. Oksigenisasi sesuai intruksi dokter

Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan


memberikan cadangan oksigen, sehingga mencegah terjadi hipoksia
e. Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi dan
capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnay gagal nafas/apnea
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilation)
g. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer secret (mukolotik)
Rasional : obat mukolitik dapat mengencerkan secret yang kental
sehingga mudah mengeluarkan dan mencegah kekentalan.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat
spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsangan,
kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang menumpuk.
Tujuan : pola nafas teratur dan normal
Kriteria :
Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan
oksigen
Tidak sesak, pernafasan normal 16 18 kali/menit
Tidak sianosis

Intervensi dan rasional :


a. Monitor irama pernafasan dan respirasi rate
Rasional : indikasi adanya penyimpangan atau kelainan dari
pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernafasan, kemampuan
dan irama nafas.
b. Atur posisi luruskan jalan nafas
Rasional : jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan proses
respirasi dapat berjalan dengan lancar.
c. Observasi tanda dan gejala sianosis
Rasional : sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi klinik
ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan tubuh perifer.
d. Berikan oksigenasi sesuai dengan intruksi dokter
Rasional : pemberian oksigen secara adekuat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan oksigen, sehingga mncegah terjadinya
hipoksia.
e. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
Rasional : dyspnea, sianosis merupan tanda terjadinya gangguan
nafas disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul tacikardi
dan capillary reffil time yang memanjang/lama.
f. Observasi timbulnya gagal nafas
Rasional : ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan
intervensi yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan
(mechanical ventilato)

g. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah


Rasional : kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan
perfusi jaringan dapat mengakibatkan terjadinya asidosis respiratory.
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin
(bakterimia), yang ditandai dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38
40 C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3
Tujuan : suhu tubuh normal
kriteria :
Suhu kembali normal 36 37 C
Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000
10.000/mm3
Intervensi dan rasional :
a. Atur suhu lingkungan yang nyaman
Rasional : iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu
tubuh individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi
dan konveksi
b. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam
Rasional : identifikasi perkembangan gejala-gejala kearah syok
exhaustion
c. Berikan hidrasi atau minum yang adekuat
Rasional : cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan
merupakan kompresi badan dari demam.

d. Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic pada perawatan luka


Rasional: perawatan luka mengeleminasi kemungkinan toksin yang
masih berada disekitar luka.
e. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi eksternal rangsangan kejang
Rasional : kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara proses konduksi.
f. Laksanakan program pengobatan antibiotic dan antipiretik
Rasional : obat-obatan antibacterial dapat mempunyai spectrum untuk
mengobati bakteri gram positif, atau bakteri gram negative,
antipiretik bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi
panas.
g. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium leukosit
Rasional : hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari
100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya infeksi dan atau untuk
mengikuti perkembangan pengobatan yang diprogramkan.
4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan
otot pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman
yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat
badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang
dari 3,5 mg%
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
Berat badan optimal

Intake adekuat
Hasil pemeriksaan albumin 3,5 5 mg%
Intervensi dan rasional :
a. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan dalam makan dan
pentingnya makanan bagi tubuh
Rasional : dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot
pengunyah sehingga klien mengalami kesuliatan menelan dan kadang
timbul reflex balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang
adekuat diharapkan klien dapat berpartisipasi dan kooperatif dalam
program diet.
b. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet TKTP cair, lunak, dan
bubur kasar.
Rasional : diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari
tingkat membuka mulut dan proses mengunyah
c. Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line
Rasioanal : pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan
ketidakmampuan mengunyah atau tidak bisa makan lewat mulut
sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.
d. Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu
Rasional : NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga
untuk memberikan obat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN KEJANG GENERALISATA DAN GAGAL NAFAS


DISERTAI DENGAN SEPSIS DAN MULTIPLE DISFUNGSI ORGAN
SYNDROM (MDOS)
A. KASUS TERKAIT
Pada tanggal 24 Maret 2009 Tn M datang ke UGD RS dengan kejangkejang, sebelumnya menurut keluarga pasien, tanggal 18 Maret klien ada
terkena tusuk sate pada ibu jari kanan dan melakukan perawatan mandiri
di rumah dengan memberikan obat merah, tanggal 21 Maret klien merasa
panas dan meriang disertai dengan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada bekas
lukanya, sehingga dibawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan luka
secara kross dan steril, kemudian dokter menyarankan untuk dibawa ke
RS, karena merasa tidak terjadi apa-apa sehari setelah dari dokter klien
kejang-kejang dan tidak sadar di rumah.
B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Nama perawat : Veronica sasikirana, A.md.Kep
Tanggal pengkajian : 24 Maret 2009
Jam pengkajian : 07.00 WIB
1. Biodata :
Nama pasien : Tn. M ( 55 tahun )
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : ( swasta ) Buruh pabrik
Status perkawinan : menikah

Alamat : jl. Mawar no 50 Jogjakarta


Diagnosa medis : kejang generalisata dan gagal nafas disertai sepsis
dan MDOS
Penanggung jawab
Nama : Ny. S ( 53 tahun )
Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Ibu rumah Tangga
Status perkawinana : menikah
Alamat : Jl. Mawar No. 50, Jogjakarta
Hubungan dengan klien : Istri
2. Keluhan utama :
Kejang-kejang sejak dari rumah
3. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat penyakit sekarang :
Tanggal 18 Maret 2009 klien terkena tusuk sate pada ibu jari
kanan dan dilakukan perawatan secara mandiri dengan
memberikan obat merah.
Tanggal 21 Maret 2009 klien merasa panas dan meriang disertai
nyeri seperti ditusuk-tusuk pada bekas luka tusuk sate, sehingga di

bawa ke dokter untuk mendapatkan perawatn luka secara kross


dan steril.
Tanggal 24 Maret 2009 klien tiba-tiba kejang-kejang lalu segera
dibawa ke RS.
b. Riwayat penyakit dahulu :
Tahun 2001 klien pernah menderita penyakit kencing batu, hasil
pemeriksaan dokter puskesmas dan mendapat pengobatan secara
serial sehingga penyakitnya tertanggulangi. Klien mempunyai
kebiasaan merokok dan minum kopi setiap pagi dan sore.
c. Riwayat penyakit dan kesehatan keluarga :
Keluarga klien tidak memiliki penyakit keturunan, seperti
kencing manis, hipertensi atau pun jantung. Mereka biasa
di rumah sakit hanya batuk pilek biasa.
Persepsi keluarga terhadap kondisi penyakit yang diderita
klien diperlukan suatu perawatan yang baik dan intensif
agar segera sembuh dan dapat berkumpul kembali dengan
keluarganya.
Keluarga menyetujui setiap tindakan yang berhubungan
dengan perawatan, pemeriksaan dan penanganan yang
intensif setelah mendapat penjelasan dari dokter atau
perawat baik secara lisan maupun tulisan.
Keluarga mengatakan bahwa masalah biaya perawatan dapat
diperhitungkan dibelakang hari, tetapi yang terpenting
keadaan atau kondisi penyakit klien teratasi dan sembuh.

Selama di ruang perawatan intensif keluarga klien (anak I)


pernah menjenguk atau melihat kondisi klien, dengan
kesan bahwa menampakan adanya kesadaran dan kemajuan
yang diharapkan
GENOGRAM

KET :
: klien Tn. M (59th)yang menderita tetanus
:wanita
:menikah
: meninggal
: pisah
: cerai
4. Basic Promoting physiology of Health

a. Aktivitas dan latihan


Pekerjaan klien adalah seorang buruh pabrik, tidak ada olah raga
rutin yang di jalani klien. Sekarang kemampuan melakukan ROM
pasif, karena kekakuan tonus otot akibat kejang, kemampuan
ambulasi dan ADL semuanya di bantu oleh perawat.
b. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit klien tidak mempunyai kebiasaan untuk tidur siang,
waktunya dihabiskan untuk bekerja, aktivitas tidur klien di rumah
sakit tidak dapat di kaji karena klien mendapat terapi obat
penenang.
c. Kenyamanan dan nyeri
Sebelum sakit klien selalu mengeluh nyeri seperti ditusuk-tusuk
pada bekas luka tusuk di ibu jarinya sebelah kanan. Sekarang klien
tidak sadar sehingga nyeri lukanya tidak dapat dikaji lagi.
d. Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 2 kali sehari saja siang dan
malam, BB dan TB klien sebelum sakit adalah 65kg dan 166 cm,
semua makanan klien suka dan tidak mempunyai pantangan/alergi
terhadap makanan. Selama di rumah sakit klien mendapatkan diet
melalui NGT, klien mendapatkan diet isocal 6 x 250 cc selama 24
jam ditambah ekstra juice buah 250cc, semua kebutuhan
pemenuhan ADL makan sepenuhnya dibantu oleh perawat.
e. Cairan, elektrolit dan asam basa

Klien mendapat support IV line infus RL, Gelafudin, dan D5RL,


dengan dosis RL:D5RL ( 1:1) 500 cc/24jam dan diselingi ekstra
cairan gerafudin 500cc selama 3 jam.
f. Oksigenasi
Klien sesak nafas dengan frekuesi nafas RR= 28 x/menit,
pernafasan vesicular, suara nafas ngorok, pernafasan cuping
hidung (-), secret/lender (+), time inspirasi 1,5 detik dengan ratio
inspirasi:ekspirasi 1:2. Selama sebelum sakit klien sudah
mempunyai kebiasaan merokok.
g. Eliminasi fekal/bowel
Keluarga klien mengatakan, klien belum ada BAB sejak 7 hari
yang lalu (sejak sakit kejang), sebelum sakit klien biasa BAB 1x
sehari setiap pagi.
h. Eliminasi urine
Saat ini system eliminasi klien menggunakan Dower cateter
dengan produksi kencing tiap jam (jam 08.00=25cc, 09.00=10 cc,
10.00= 50 cc, 11.00= 30 cc, 12.00= 35 cc, 13.00= 40 cc) warna
kuning pekat , bau ammonia (+). Infeksi saluran kencing (-),
scrotum (+), odema (-), pubis (+).
i. Sensori, persepsi dan kognitif
Penglihatan refleks terhadap cahaya (-), refleks sentuh mata (-),
pupil miosis, dan tampak basah dan terpejam. Pendengaran D/S
(+), perabaan peka rangsang ( eksternal rangsang ), pengecapan
trismus, lidah kaku.
5. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
Kesadaran klien coma dengan GCS= E1, Vx, M1. Hasil
pemeriksaan vital sign di dapat TD=135/95 mmHg, nadi
120x/menit, irama nadi ireguler dengan kekutan sangat lemah.
Respirasi RR=28 x/menit dengan irama ireguler, suhu tubuh klien
didapat 40C.
b. Kepala
Kulit kepala normal tidak didapat hamatom, lesi atau kotoran.
Rambut bersih, muka simetris terdapat kumis dan jenggot, mata
klien konjungtiva hiperemis, sclera putih, pupil isokor miosis,
palpebra normal, lensa sedikit keruh, hidung terpasang NGT dan
oksigen kanul, mulut kotor dan lidah kaku, klien tidak
menggunakan gigi palsu, bibir kering. Telinga simetris terlihat
bersih.
c. Leher
Pada leher didapat klien mengalami kaku kuduk, tenggorokan
terdengar suara ngorok seperti banyak terdapat sputum.
d. Dada
Bentuk dada simetris, pulmo klien ekspani, inspirasi, ekspirasi
simetris, suara nafas terdengar ngorok banyak terdapat
sputum/lendir, pernafasan vesikuler, dengan suara nafas tambahan
ronchi +/+, wheasing -/-, pernafasan cuping hidung (-). Pada
pemeriksaan jantung didapat suaranjantung normal gallop (-),
suara S1 dan S2 normal.
e. Abdomen

Abdomen flat, supel, kadang-kadang ditemukan kekakuan otot


perut, bunyi bising usus/peristaltic = 9 x/menit
f. Genetalia
Pada penis klien terpasang Dower cateter, infeksi saluran kencing
(-), oedema (-), scrotum (+), pubis (+).
g. Rectum
Pada rectum klien terpasang elektroda suhu rectal, untuk
mengukur suhu tubuh klien.
h. Ekstermitas
Pada pemeiksaan ekstermitas atas dan bawah kekuatan ototnya
o/o, karena pengaruh pemberian diazepam syring pump 2,1
ml/jam. Pada ekstermitas atas dan bawah klien odema.
6. Psiko sosio budaya dan spiritual
a. Psikososial : klien terpisah dengan keluarga dan aktivitas sehari-hari
untuk meluangkan waktunya untuk santai dan kerja dipabrik (-),
depersonalisasi aktivitas diwaktu senggan. Harapan keluarga agar
penyakit cepat tertangani dan sembuh. Hubungan keluarga dengan
klien baik begitu juga dengan orang-orang sekitar.
b. Spiritual : keyakianan keluarga bahwa sakitnya klien semua ada
yang mengatur, kita hanya bisa berusaha dan yang menentukan
keadaan sesuatu adalah yang di atas sana (Tuhan). Agama islam
dan keyakinan bahwa kita perlu berdoa untuk memohonkan dan
meminta pada Tuhan agar diberi ketabahan dan ketenangan baik
yang sedang sakit (klien) maupun keluarga yang sedang
menunggu. Ketaatan dan ketabahan keluarga terhadap agama baik.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Tanggal 24 Maret 2009
Hb = 14,8 gr% ( 13,4 17,7 gr% )
Leukosit = 12.000 mg/dl ( 4300 6300 mg/dl )
Tombosit = 222.000 mg/dl ( 150.000 350.000 mg/dl )
Gula darah acak = 136 mg/dl
Kalium elektrolit = 2,5 mEq/L
Natrium = 129 mEq/L
Tanggal 25 Maret 2009
Leukosit = 14.100 mg/dl
Eritrosit = 4,25 mg/dl
Hb = 13,8 gr%
MCH = 32,5
MCHC = 33,0
Trombosit = 120.000 mg/dl
LED = 5 ( < 1,5 )
BUN = 53 mg/dl ( 9 18 mg/dl )

Creatinin = 2,8 ( < 1,52 )


b. Pemeriksaan Rongent
Pada periksaan rongent thorak ditemukan gambaran seperti kupukupu (butterfly) yang menampakkan adanya penyakit penyerta
Pnemonia.
c. Pemeriksaan kultur
Hasil pemeriksaan kultur darah didapatkan coccus gram positif
dan batang gram negatif.
8. Terapi medis
a. Cairan intra Vena
Klien mendapat 3 macam cairan infus yaitu RL : D5RL 1 : 2
dan ekstra infuse Galafudin dengan dosis masing-masing RL
500cc/24 jam, D5RL 500cc/24 jam dan Gelafudin 500 cc/3 jam.
b. Obat peroral
Bisolvon 3 x 1 tab (10 mg) - pengencer sekresi ( mukolitik )
Paracetamol 3500mg/sonde
c. Obat parenteral
PPC 3 x 1,5 juta IU per-IM
Velocef 3 x 1 gr/IV
Dartabcyn 2 x 80 mg/IV

Diazepam 2,1 ml/jam dengan menggunakan syring pump


Ambroxol sirup 31 CTH/sonde
C. ANALISA DATA
Nama klien : Tn. M No registrasi :
Umur : 55 tahun diagnose medis: kejang generalisata
Rung rawat : ruang intensif alamat : Jl. Mawar No. 50

Anda mungkin juga menyukai