oleh
Made Enstini Sadhiharti Purnami, S. Kep
NIM 122311101035
A.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
a. Pengobatan Umum
1) Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan dan ruangan perawatan
harus tenang.
2) Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.
3) Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan
trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.
4) Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva
maka dibersihkan dengan pengisap lendir
5) Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori
b. Pengobatan Khusus
1) Anti-tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
a) Toksin bebas dalam darah
b) Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam
darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat
dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:
a) Anamnesa apakah ada riwayat alergi
b) Tes kulit dan mata
c) Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin
tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya
ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan
bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali
secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan
terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm.
Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara
bertahap. Dosis ATS yang diberikan 50.000100.000u yang diberikan
setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat
intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100-200 cc glukosa
5% dan diberikan selama 1-2 jam.
2) Antikonvulsan atau sedatif
Obatobat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam
penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan
menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakangerakan
volunter atau kesadaran.
Obat-obat yang lazim digunakan ialah diazepam. Bila penderita datang
dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahan-
lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi setiap kali kejang.
3) Antibiotik
- Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani.
Dosis: 50.000 u/kg.BB/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas
turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
- Tetrasiklin dan Eritromisin Diberikan terutama bila penderita alergi
terhadap penisilin.
Tetrasiklin: 3050 mg/kg.BB/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin: 50 mg/kg.BB/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.
4) Oksigen bila terjadi sianosis
5) Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi: spasme berkepanjangan dari
otot respirasi, tidak ada kesanggupan batuk atau menelan, obstruksi
larings, dan koma.
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde
atau parenteral.
A.9 Pencegahan
1. Perawatan luka terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan
spora tetanus. Perawatan luka dapat dialkukan dengan cara irigasi luka,
debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka
serta kompres dengan H202, dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka
tersebut dilakukan 1-2 jam setelah daerah sekitar luka disuntik ATS dan
pemberian antibiotika.
2. Imunisasi pasif dengan cara diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2
bentuk, yaitu:
a. ATS dari serum kuda
b. Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH). Pemberian ini sebaiknya didahului
dengan tes kulit dan mata. Dosis TIGH: 250500 u i.m
3. Imunisasi aktif
Di Indonesia dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi (PPI) selain
menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus. Imunisasi
tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT. DPT diberikan
untuk imunisasi dasar, DT diberikan untuk booster pada usia 5 tahun, dan pada anak
dengan riwayat demam dan kejang, TT diberikan pada: ibu hamil dan anak usia 13
tahun keatas.
Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi (PPI), imunisasi dilakukan
pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5-2 tahun dan
usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara
intramuskuler (IM).
A.10 Komplikasi
Pada keadaan yang berat akan timbul komplikasi seperti:
a. Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan
pada waktu memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah
kejang, yang dapat menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses
paru.
b. Cardioivaskuler: hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan
syampatis yang lama.
c. Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan
quardriceps femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.
d. Metabolisme: hiperpireksi.
B. Clinical Pathway
MK: Risiko
MK: Ketidaefektifan ketidaefektifan perfusi
perfusi jaringan jaringan serebral
MK: perifer
Ketidaefektifan pola
MK:
nafas
Ketidakseimbangan
Suplai oksigen ke Penurunan
nutrisi: kurang dari
otak berkurang kesadaran
kebutuhan tubuh
hiperventilasi
Tonus otot
Spasme otot laring Peningkatan produksi Penurunan suplai meningkat, kontraksi MK: Intoleransi
dan faring secret, ronkhi oksigen di jaringan otot meningkat aktivitas
Spora berbentuk
vegetatif masuk ke Invasi kuman atau
dalam tubuh bakteri melalui luka
C. Asuhan Keperawatan
C.1 Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di
lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah
di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan
dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsip, dan koma.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam
misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang
menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan
patah tulang terbuka. Adakah porte dentree lainnya seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan
benda yang kotor.
d. Pemeriksaan Fisik Body System
1) B1 (Breath)
Inspeksi : klien batuk, produksi sputum bagaimana, pengembangan
dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+),
pernafasan cuping hidung (-), irama nafas cepat
(takipnea), RR di atas batas normal (>16-20x/menit).
Klien dengan tetanus akan mengalami peningkatan RR
akibat suplai O2 ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh tidak adekuat, sehingga klien akan melakukan
upaya kompensasi dengan meningkatkan frekuensi
pernafasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolah di daerah dada, vocal
fremitus teraba jelas di lapang paru kanan-kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru: ICS ke-1 hingga ICS ke-6
di seluruh lobus paru
Auskultasi : Ada bunyi nafas tambahan ronchi di akhir pernapasan
sebagai komplikasi dari tetanus akibat kemampuan batuk
klien menurun
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovelemik
yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya normal, peningkatan
heart rate, adanya anemis karena adanya hancurnya eritrosit.
3) B3 (Brain)
a) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
b) Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas motorik
yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
- Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang
cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulus cahaya tersebut.
- Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti mulut
ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
- Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak)
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) Kekuatan otot
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan kordinasi pada
tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
atau periusteum derajat reflek pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak yang
tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
g) Sistem sensori
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di dapatkan perasaan
raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal. Tidak
ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseftif
normal dan perasaan diskriminatif normal.
4) B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan
perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urin
karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena
anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan)
merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan
kesulitan BAB.
6) B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan
menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami
patah tulang terbuka yang memungkinkan menjadi port de
entre kuman Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka
yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko raktur pertibra pada
bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.
D. Masalah Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai
oksigen ke otak menurun
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat peningkatan sekresi mucus
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
ke perifer inadekuat
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Gangguan komunikasi bverbal berhubungan dengan spasme otot rahang
9. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
10. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek menelan
11. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran
E. Perencanaan Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Risiko ketidakefektifan perfusi NOC:
jaringan serebral berhubungan a) Circulation status 1) Monitor TTV 1. Deteksi penurunan perfusi
dengan penurunan suplai b) Neurologic status 2) Monitor AGD, ukuran serebral
oksigen di otak c) Tissue perfusion pupil, ketajaman, 2. Penurunan kontraksi pupil
kesimetrisan dan reaksi mengidentifikasi ada
Setelah dilakukan tindakan 3) Monitor adanya diplopia, gangguan pada perfusi
keperawatan selama ..x 24 jam pandangan kabur, nyeri serebral
klien mampu mencapai kepala 3. Penurunan perfusi serebral
keefektifan perfusi jaringan 4) Monitor level mempengaruhi peningkatan
serebral dengan kiteria hasil: kebingungan dan orientasi tekanan intracranial yang
1) Tekanan systole dan diastole 5) Monitor tonus otot menyebabkan nyeri kepala
dalam rentang yang pergerakan 4. Memonitor adanya
diharapkan 6) Pertahankan parameter kerusakan sistem persarafan
2) Tidak ada hipertensi ortostati hemodinamik 5. Kerusakan pada sel di otak
3) Menunjukkan konsentrasi 7) Tinggikan kepala 0-45 menyebabkan kehilangan
dan orientasi derajat tergantung pada kontrol volunter
4) Pupil seimbang dan reaktif konsisi pasien dan order 6. Membantu menstabilkan
5) Bebas dari aktivitas kejang medis. perfusi jaringa serebral
6) Tidak mengalami nyeri 7. Membantu drainage vena
kepala untuk mengurangi kongesti
vena
Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : 1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Membantu dan mengatasi
nafas berhubungan dengan Respiration status (Ventilation) bunyi napas tambahan, komplikasi pontensial.
obstruksi jalan nafas akibat Airway patency perubahan irama dan Pengkajian fungsi
peningkatan produksi mukus kedalaman, penggunaan pernapasan dengan interval
Setelah dilakukan asuhan otot-otot aksesori, warna, yang teratur adalah penting
keperawatan selama ....x24 jam, dan kekentalan sputum karena pernapasan yang
bersihan jalan napas kembali 2. Ajarkan cara batuk efektif tidak efektif dan adanya
efektif 3. Lakukan fisioterapi dada, kegagalan , karena adanya
Kriteria hasil: vibrasi dada kelemahan atau paralisa
1) secara subjektif sesak napas 4. Penuhi hidrasi cairan via pada otot otot interkostal
(-), RR 16-20x/ menit oral seperti minum air dan diafragma yang
2) Tidak menggunakan otot putih dan pertahankan berkembang dengan cepat
bantu napas, retraksi intake cairan 2500 ml/hari 2. Klien berada pada risiko
ICS(-), ronkhi(-/-), 5. Lakukan pengisapan tinggi bila tidak dapat batuk
mengi(-/) lendir/suction pada jalan efektif untuk membersihkan
3) Dapat mendemonstrasikan napas jalan napas dan mengalami
cara batuk efektif. 6. Berikan oksigen sesuai kesulitan dalam menelan,
kebutuhan yang dapat menyebabkan
aspirasi saliva, dan
mencetuskan gagal napas
akut
3. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih
efektif
4. Pemenuhan cairan dapat
mengencerkan mucus yang
kental dan dapat membantu
pemenuhan cairan yang
banyak keluar dari tubuh
5. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan
kepateanan jalan napas
menjadi bersihn napas
6. Pemenuhan oksigen
terutama pada klien tetanus
dengan laju metabolism
yang tinggi
Ketidakefektifan pola nafas NOC: NIC:
berhubungan dengan Status pernafasan (0415) Airway Management Airway Management
hiperventilasi Status Pernafasan: ventilasi a. Kaji kepatenan jalan nafas a. Mengidentifikasi apakah
(0403) pasien terdapat obstruksi akibat
adanya sekret pada jalan
Setelah dilakukan tidakan nafas pasien, menjadi
keperawatan selama 1x24 jam, pedoman dalam menentukan
pola nafas kembali efektif intervensi
Kriteria hasil: b. Auskultasi suara nafas, b. Obstruksi secret pada
a. RR dalam batas normal (15- catat adanya suara bronkus akibat peningkatan
20x/menit tambahan produksi mucus sehingga
b. Irama nafas normal menimbulkan suara ronkhi
c. Tidak ada tanda sianosis c. Posisikan pasien untuk c. Posisi pasien yang tepat
d. Pengembangan dada simetris memaksimalkan ventilasi akan membantu udara yang
keluar masuk paru-paru
berjalan optimal
d. Monitor respirasi dan d. Obstruksi pada bronkus
status O2 dapat menyebabkan
penurunan intake O2 saat
inspirasi sehingga tubuh
mengalami kekurangan O2
e. Anjurkan klien untuk e. Air hangat mampu
minum air hangat membantu pengenceran
secret
f. Kolaborasi dalam f. Obat bronkodilator
pemberian obat membantu melebarkan jalan
bronkodilator dan nafas pasien, dan mukolitik
mukolitik dapat membantu
pengenceran sekret
Terapi oksigen (3320) Terapi Oksigen (3320)
a. Pertahankan kepatenan a. Terapi oksigen tidak akan
jalan nafas efektif jika terdapat
hambatan di jalan nafas
b. Monitor aliran oksigen b. Aliran oksigen yang terlalu
cepat justru akan
mengakibatkan keracunan
oksigen
c. Periksa perangkat c. Air dalam humidifier harus
pemberian oksigen terisi untuk
d. Monitor efektifitas terapi mempertahankan
oksigen kelembapan mukosa hidung
e. Berikan terapi oksigen d. Jika tidak memberikan
melalui O2 nasal jika dampak yang signifikan ,
sianosis klien sudah jumlah harus ditingkatkan
berkurang dan e. Pemberian oksigen dapat
maintanance membantu mengembalikan
pola nafas menjadi normal
Ketidakefektifan perfusi NOC: 1. Monitor frekuensi dan 1. pasien dengan tetanus
jaringan perifer berhubungan Perfusi Jaringan Perifer irama jantung mempunyai suara jantung
dengan suplai oksigen ke perifer 2. Observasi perubahan tambahan apabila ada
inadekuat Setelah dilakukan tindakan status mental komplikasi
keperawatan selama 3x24 jam 3. Observasi warna dan 2. pasien dengan tetanus dapat
pasien menunjukkan perfusi suhu kulit atau hipoksia dengan penurunan
jaringan membaik kreiteria membran mukosa kesadaran
hasil: 4. Ukur haluaran urin dan 3. pasien dengan tetanus
a. Daerah perifer hangat catat berat jenisnya rentan mengalami
b. Tidak ada tanda-tanda penurunan perfusi jaringan
5. Kolaborasi : Berikan
sianosis 4. pasien dengan tetanus yang
cairan IV l sesuai
c. gambaran EKG tak berakibat pada gagal
indikasi
menunjukan perluasan infark jantung berisiko mengalami
d. RR 16-24 x/ menit 6. Pantau Pemeriksaan kelebihan volume cairan
e. tak terdapat clubbing finger diagnostik atau dan dalam tubuhnya
f. kapiler refill 3-5 detik laboratorium mis EKG, 5. pasien dengan tetanus
g. nadi 60-100x / menit elektrolit, GDA ( Pa O2, terjadi ketidak
h. TD 100-140 mmHg Pa CO2 dan saturasi O2). keseimbangan cairan
Dan Pemberian oksigen 6. pasien dengan tetanus
7. Ajarkan ROM mengalami perubahan
hemodinamik dan hasil
EKG yang abnormal
7. ROM dapat memperlancar
peredaran darah perifer
Ketidakseimbangan nutrisi: NOC: Nutritional status NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan Nutrition monitoring
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam nutrisi 1. Monitor berat badan 1. Memantau perkembangan
ketidakmampuan mencerna pasien dapat terpenuhi pasien berat badan pasien
makanan (00002/hal. 177) 2. Monitor tipe dan jumlah 2. Aktivitas dapat membuat
Indikator: aktivitas yang biasa metabolisme meningkat
1. Mampu mengidentifikasi dilakukan 3. Memantau hidrasi
kebutuhan nutrisi 3. Monitor kulit kering dan 4. Lingkungan dapat
Tidak terdapat tanda-tanda perubahan pigmentasi mempengaruhi motivasi
malnutrisi 4. Monitor lingkungan untuk makan
selama makan 5. Monitor hidrasi
5. Monitor turgor kulit 6. Untuk memonitor masukan
6. Monitor kalori intake dan kalori pada klien
intake nutrisi
Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi 1. Mencegah terjadinya alergi
makanan makanan
2. Berikan informasi tentang 2. Meningkatkan pengetahuan
kebutuhan nutrisi klien terkait pentingnya
3. Ajarkan pasien bagaimana pemenuhan nutrisi
membuat catatan makanan 3. Untuk memandirikan klien
harian dan membentuk pola hidup
4. Kolaborasi dengan ahli sehat pada klien
gizi untuk menentukan 4. Untuk pemenuhan gii klien
jumlah kalori dan nutrisi secara tepat
yang dibutuhkan pasien
Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Self Care: ADLs Energy Management Energy Management
ketidakseimbangan antara suplai 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
oksigen dan kebutuhan (00092) 3. Konservasi Energi pembatasan pasien dalam mana pasien dapat
melakukan aktifitas melakukan aktifitas yang
Setelah dilakukan tindakan ditolerir oleh tubuhnya
keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien dapat bertoleransi b. Kaji adanya faktor yang b. Meminimalkan faktor
terhadap aktivitas dengan menyebabkan kelelahan pencetus agar tidak terjadi
Kriteria Hasil: kelelahan berlebih
a. Berpartisipasi dalam aktivitas c. Monitor nutrisi dan sumber c. Mengidentifikasi kecukupan
fisik tanpa disertai energi yang adekuat energi yang dimiliki tubuh
peningkatan tekanan darah, untuk melakukan aktifitas
nadi, dan RR d. Monitor respon d. Penurunan/ketidakmampuan
b. Mampu melakukan aktifitas kardiovaskular terhadap miokardium untuk
sehari-hari (ADLs) secara aktivitas (takikardia, meningkatkan volume
mandiri disritmia, sesak nafas, sekuncup selama aktivitas
c. Keseimbangan aktifitas dan diaphoresis, pucat, dapat menyebabkan
istirahat perubahan hemodinamik) peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
e. Mengidentifikasi kecukupan
e. Monitor pola tidur dan energi yang dihasilkan
lamanya tidur atau istirahat dengan beristirahat untuk
pasien melakukan aktifitas
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta. Medica
Aesculpalus, FKUI.
Moorhead S., Johnson M., Maas M.L., Swanson E. 2013. Nursing Outcomes
Classifications (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th edition.
Mosby: Elsevier Inc.
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Waugh, A., Grant A. 2014. Ross and Wilson Anatomy & Physiology in Health and
Illness. 12th edition. Churchill Livingstone: Elseiver (China) Ltd.