Anda di halaman 1dari 21

TETANUS

Oleh:
Ramon Otto Andinata Susanto
G 0006143

Pembimbing :
Dyah Poerwohastuti, S.Farm, Apt.

KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2011
1|Page

PENDAHULUAN

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang


disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh
Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan
otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil
mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga
melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan
hiperrefleksia

menyebabkan

trismus

(lockjaw),

spasme

otot

umum,

melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis


pernapasan.

2|Page

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang
diproduksi oleh Clostridium tetani.
Tetanus disebut juga dengan "Seven Day Disease " dan pada tahun
1890 diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan
tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri.
lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari
tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya masuk ke dalam tubuh melalui luka
pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada
infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum).
B. ETIOLOGI
Tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani. C. tetani termasuk
dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan
berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten
terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf
(1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya.
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba,
anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam
tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak
sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan
dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari

3|Page

tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat mempengaruhi


tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora
ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada
neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik,
tetanus ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.
C. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram


positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu
setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang
manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin
(tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit
ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet
yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma
pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala kronis yang ditimbulkan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya
4|Page

dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul
pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada
beberapa level dari susunan saraf pusat, dengan cara :
a. Toksin

menghalangi

neuromuscular

transmission

dengan

cara

menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.


b. Karakteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan
neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Timbulnya

kegagalan mekanisme inhibisi yang normal yang

menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot


masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang
paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak
hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi
agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. Ada dua
hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dari melalui sumbu
silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi
darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.

5|Page

D. PATOLOGI
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending
bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran
terjadi di dalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat
bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem lymphatik.
E. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih
lama 3 atau beberapa minggu). Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara
klinis, yakni :
1. Localited tetanus (Tetanus Lokal)
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)
Selain itu, ada lagi pembagian berupa neonatal tetanus.
Karakteristik dari tetanus yaitu antara lain:

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7

hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari

leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena

spasme
Otot masetter.

Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus , nuchal rigidity)

Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).

6|Page

F. DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien
sewaktu istirahat, berupa:
1.
2.
3.
4.

Gejala klinik
Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus (sardonic smile).
Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
Kultur: C. tetani (+).
Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm,
kekakuan otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa
pneumonia dan atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah
akibat kejang. Selain itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.
H. PENATALAKSANAAN
1. Umum
Tujuan

terapi

ini

berupa

mengeliminasi

kuman

tetani,

menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan


bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sbb :
a)

Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:


Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan
H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan
1-2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik

b)

ATS.
Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung
kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan

c)

dapat diberikan personde atau parenteral.


Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita

d)

Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

e)

Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

7|Page

2. Obat- obatan
1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10
hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline
dosis 50.000 Unit/KgBB/12 jam secara IM diberikan selama 7-10
hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24 jam, tetapi
dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4
dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan
dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif
dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai
adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.
2.

Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin
(TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM
tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti
complementary aggregates of globulin", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi alergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus
antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan
cara pemberiannya adalah 20.000 U dari antitoksin dimasukkan
kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara
intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45
menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM
pada daerah pada sebelah luar.

3.

Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM.

8|Page

Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap


tetanus selesai.
4.

Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah
kejang klonik yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta
komplikaisnya. Dengan penggunaan obat obatan sedasi/muscle
relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
Tabel JENIS ANTIKONVULSAN
Jenis Obat
Diazepam

Dosis
Efek Samping
0,5 1,0 mg/kg Berat badan / Stupor, Koma

Meprobamat
Klorpromasin
Fenobarbital

4 jam (IM)
300 400 mg/ 4 jam (IM)
25 75 mg/ 4 jam (IM)
50 100 mg/ 4 jam (IM)

Tidak ada
Tidak ada
Depresi
pernafasan

Biasanya obat yang dipilih adalah diazepam. obat ini diberikan


melalui bolus injeksi yang dapat diberikan setiap 24 jam. Pemberian
berikutnya tergantung pada basil evaluasi setelah pemberian anti
kejang. Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol,
maka jadwal pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat
disusun.
Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan (setelah kejang
terkontrol) adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian
(pemberian dilakukan tiap 3 jam). Kemudian dilakukan evaluasi
terhadap kejang, bila kejang masih terus berlangsung dosis diazepam
dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang dapat teratasi. Dosis
maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari (dosis maintenance).
Bila dosis optimum telah didapat, maka skedul pasti telah
dapat dibuat, dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam
evaluasi berikutnya tidak dijumpai adanya kejang, maka dosis

9|Page

diazepam dapat diturunkan secara bertahap, yaitu 10-15 % dari dosis


optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak boleh secara
drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan
penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat
mengontrol kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap
dijumpai kejang, dosis harus segera dinaikkan kembali ke dosis
semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang dipertahankan selama 2-3
hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini dilakukan untuk
selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih terjadi,
sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan
anti kejang lainnya harus dilakukan.
I. PENCEGAHAN
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada
mengobatinya.[10] Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian
dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya
menerima booster. Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak
perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut
2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera
diberikan vaksinasi
3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap,
diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari
vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan
secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah
pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.[10]

10 | P a g e

ILUSTRASI KASUS

I. ANAMNESA
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. S

Umur

: 69 Tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Beiji, Andong, Boyolali

11 | P a g e

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Status perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: petani

Tanggal masuk

: 10 September 2010

Tanggal Pemeriksaan

: 13 September 2010

No. CM

: 973234

B. DATA DASAR
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesisdan alloanamnesa

pada

tanggal 13 september 2010 di kamar 1 bangsal isolasi bed11 Melati I


RSDM
1. Keluhan Utama : kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
1 hari sebelum masuk RS pasien megeluh mendadak badan
terasa kejang-kejang, lama kejang 30 detik, setiap kejang disertai
perut terasa kaku, keras, mulut tidak bisa membuka, pasien mengeluh
susah untuk makan karena mulut tidak dapat dibuka. Kejang tidak
disertai demam, pusing (-), nggliyer (-).
1 minggu SMRS pasien mengeluh mulut sulit dibuka dan
suluit menelan, tapi keluhan tersebut hilang timbul dan hanya
sementara.
2 minggu SMRS pasien menjalani operasi prostat dan luka
bekas jahitan dinilai bagus dan benang jahitannya sudah dapat diambil,
pasien melakukan operasi di Rumah Sakit Karanganyar, dan mondok
selama operasi tersebut selama 5 hari.
Sebelumnya pasien mengaku tidak memilki keluhan anggota
gerak maupun mulut mencong, pasien juga tidak memiliki keluhan

12 | P a g e

BAK maupun BAB. BAK sehari 7-8 kali @ -1 gelas belimbing,


warna kening jernih, darah (-), pasir (-), nyeri BAK (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat kelainan serupa

: (-)

b. Riwayat tekanan darah tinggi

: (-)

c. Riwayat dirawat di RS

:(+) di RS Karangayar

karena operasi prostat selama 5 hari, 2minggu yang lalu.


d. Riwayat sakit gula

: (-)

e. Riwayat sakit Jantung

: (-)

f. Riwayat alergi

: (-)

4. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


a. Riwayat sakit gula

: disangkal

b. Riwayat tekanan darah tinggi

: disangkal

c. Riwayat alergi

: disangkal

d. Riwayat sakit jantung

: disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
A.
B.

Keadaan Umum
Status gizi

Compos Mentis, sakit sedang, gizi kesan cukup,


BB
46 kg
TB

155 cm

BMI 19,15 kg/ m2


Tanda Vital

Kesan : Status Gizi Normoweight


Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 88x/ menit, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Respirasi : 32 x/menit

C.

Kulit

Suhu : 37,0 0C
Warna sawo matang, petechie (-), ikterik (-),

D.

Kepala

turgor cukup, hiperpigmentasi (-)


Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,uban
(+),

E.

Mata

mudah

rontok

(-),

luka

(-),

atrofi

m.temporalis (-), muka rhisus sardonicus (+).


Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
13 | P a g e

perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor


dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/
F.

Mulut

+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)


Trismus (+), sianosis (-), gusi berdarah (-), kering
(-) pucat (-), lidah tifoid (-), papil lidah atrofi (-)

G.

Leher

stomatitis (-), luka pada sudut bibir (-)


JVP (R+2), trakea di tengah, simetris, pembesaran
tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher

H.

Thorax

kaku (-)
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal
(-), atrofi m. Pectoralis (-), ginecomasti (-), spider
nevi

(-)

regio

infra

torakoabdominal,

sela

clavicula,
iga

pernafasan

melebar

(-),

pembesaran KGB axilla (-/-)


Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Iktus kordis tidak tampak


Iktus kordis tidak kuat angkat
Batas jantung kanan atas : SIC II linea
parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea
parasternalis dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V 1 cm medial
linea medioklavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC II-III lateral parasternalis
sinistra

Auskultasi

konfigurasi jantung kesan tidak melebar


HR : 92 kali/menit reguler. Bunyi jantung I-II
murni, intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-).

Pulmo :
Depan
14 | P a g e

Inspeksi

Statis
Dinamis

Normochest, simetris, sela iga tidak melebar


Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak

Statis
Dinamis

melebar, retraksi intercostal (-)


Simetris
Pergerakan dada ka = ki, penanjakan dada ka =

Perkusi

Kiri
Kanan

ki, fremitus raba kanan = kiri


Sonor
Sonor

Auskultasi

Kanan

Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara

Palpasi

tambahan wheezing (-), ronchi basah kasar (-)


Kiri

basal paru, ronchi basah halus (-), krepitasi (-)


Suara dasar vesikuler intensitas meningkat, suara
tambahan wheezing (-), ronchi basah kasar (-),
ronchi basah halus (-), krepitasi (-)

Belakang
Inspeksi

Palpasi

Perkusi
Auskultasi

Statis

Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga

Dinamis

mendatar
Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela

Statis

iga tidak melebar, retraksi interkostal (-)


Dada kanan dan kiri simetris, sela iga tidak

Dinamis

melebar, retraksi (-),


Pergerakan kanan = kiri, simetris, fremitus raba

Kanan

kanan = kiri, penanjakan dada kanan = kiri


Sonor /Sonor
Suara dasar vesikuler meningkat, wheezing(-),
ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-),

Kiri

krepitasi (-)
Suara dasar

vesikuler

intensitas

normal,

wheezing(-), ronchi basah kasar (-), ronchi basah


halus (-), krepitasi (-)
I.

Punggung

J.

Abdomen
Inspeksi

kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok


kostovertebra (-),
Dinding perut sejajar dinding thorak, bekas luka
operasi (+), venektasi (-), sikatrik (-), stria (-),
15 | P a g e

Auscultasi

caput medusae (-)


Peristaltik (+) normal, bruit hepar (-), bising

Perkusi

epigastrium (-)
Perut keras seperti papan (+), timpani, pekak sisi
(-), pekak alih (-),

K.

undulasi (-), area trobe

Palpasi

tymphani, NKCV (-/-)


Perut keras seperti papan (+), nyeri tekan (-),

Genitourinaria

hepar/ lien sulit dievaluasi.


Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-), nyeri
(-).

L.

Ekstremitas
Superior dekstra

Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral


dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-)
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar

Superior sinistra

eritema (-)
Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), palmar

Inferior dekstra

eritema (-)
Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-), Spoon nail (-), kuku pucat (-),
clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri

Inferior Sinistra

tekan (-)
Edema (-), kaku (-), sianosis (-), pucat (-), akral
dingin (-), luka (-), deformitas (-), ikterik (-),
petechie (-),

Spoon nail (-), kuku pucat (-),

clubing finger (-), hiperpigmentasi (-), nyeri


tekan (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan Laboratorium
16 | P a g e

a. Laboratorium Darah
Pemeriksaan

Satuan

12/09/10

13/09/10

Hb

13.9

13,8

Gr/dl

Hct

44.4

40

Jumlah

3.77

3.88

Eritrosit

106/uL
Fl

MCV

91.7

Pg

MCH

30.9

MCHC

33.6

Retikulosit
Iron
TIBC
Jumlah

%
Ug/dl
Ug/dl
12.3

Nilai Rujukan
Lk : 13,5-18.,00
Pr : 12,0-16,0
Lk : 40-54
Pr: 38-47

Lk : 4,6-6,2
80-96
27-31
33-37

0,5-1,5
35-150
250-450

14.9

Lekosit

103/uL

4,5-12.4

Jenis lekosit
Eosinofil

0.1

%E

1,00-4,00

Basofil

0.1

%B

0,00-1,00

Netrofil

93.7

%N

38,0-71,0

3.00

%L

22,0-40,0

3.10

%M

4,00-5,00

273

103/uL

150-440

detik

10-15

detik

20-40

Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL

80-110
76-120
80-140

Limfos
Monosit
Jumlah
Trombosit
PT
INR
APTT
Gol darah
GDS
GDP
GD2PP

313

O
112

17 | P a g e

Ureum
Kreatinin
Elektrolit

46
1.0

Na

148

5.1

Cl

109

45
1.1

10-50
0,7-1,1

mmol/L

136-146

mmol/L

3,5-5,1

mmol/L

98-106

6.1
3.5
2.6
0.46
0,21
0,25
64
28

mmol/L
g/dL
g/dL
g/dL
mg/dL
Mg /dL
Mg /dL
u/L
u/L

1,0-1,2
6,6-8,7
3,5-5
0,6-5,2
0-1,1
0-0,25
0-0,75
0-38
0-41

57

u/L

0-270

21
145
45
89
43
5

u/L
Mg /dL
Mg /dL
mg /dL
mg /dL
mg /dL

10-66
50-200
41-67
0-130
50-150
3,4-7
Negative
Negative

143
4.6
102

Ca
Prot total
Albumin
Globulin
Bil. Total
Bil direk
Bil. Indirek
SGOT
SGPT
Alkaliphospat
ase
Gamma GT
Kol total
HDL-D
LDL-D
Trigliserid
Asam urat
HbsAg
Anti HCV

Mg/dL
Mg/dL

(-)

II. Scoring Tetanus


Massa inkubasi > 12 hari : 1
Kejang > 3 hari

:3

Kejang spontan

:2

Trismus

:1

Rhisus sardonicus

:1

Perut papan

:1

Score tetanus = 9 ( Tetanus grade II )


E. DIAGNOSIS
Tetanus grade II

18 | P a g e

F. TUJUAN TERAPI
a. Memperbaiki keadaan umum
b. Menangani kegawatan
Algoritma:
Tentukan derajat keparahan penyakit:
Tetanus ringan <9 : dapat sembuh sendiri
Tetanus sedang 9-16 : sembuh dengan pengobatan baku
Tetanus berat >16 : perlu perawatan khusus
Tempatkan pasien di ruang yang tenang (ICU) dan
meminilisasi stimulasi
Netralisasi toksin yang bebas:
ATS 20.000 IU per hari selama 5 hari berturut-turut,
atau
TIG 3000-6000 unit, IM, minimal 4-6 minggu
Menyingkirkan sumber infeksi
Eksplorasi luka dan debridement
Antibiotik penisilin (3x1,5 juta unit/hari) atau
metronidazole (3x1 gr/hari)
Pengendalian rigiditas dan spasme (sedasi, benzodiazepine,
diazepam)
Observasi dan pemantauan kardiopulmoner terus menerus

Nilai progesivitas penyakit dan reaksi terhadap


pengobatan tiap 12 jam (berat kekakuan, suhu
badan, status pernapasan)
Penulisan resep :
R/ Natrium Clorida 0.9% inf No. III

19 | P a g e

Cum infus set No. I


Cum IV catheter no. 22 No.I
S imm
R/ Inf metronidazol 500 mg fl No. III
S imm
R/ Inj ATS 20.000 UI No. I
Cum spuit injeksi cc 10 No. I
S imm
R/ Inj penicillin procain 3 juta unit No. I
Cum spuit injeksi cc 10 No. I
Cum spuit injeksi cc 1 No. I
Aquabidest fl No.I
S imm
R/ diazepam inj amp No. IV
Cum spuit injeksi cc 3 No. IV
S imm
Pro: Tn S (69 th)

20 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Klein J. 2007. Infections tetanus. http://www.kidshealth.org/ parent/infections/
bacterial_viral/ tetanus.html. Diakses 24 Februari 2011.
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2009.
Tetamus. J Neurol, Neurosurg, and Psychia 69 (3): 292301
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed.
New Jersey : Pearson Education.Hal. 233-245
Brennen U. 2008. Clostridium tetani. http://bioweb.uwlax.edu/bio203/
s2008/unrein_bren/. Diakses 25 Februari 2011.
[CDC].

2002. Clostridium tetani (tetanus).


net/tetani.html. Diakses 26 Februari 2011.

http://microbes.

[CDC].

2008.
Tetanus.
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/
downloads/tetanus.pdf. Diakses 26 Ferbruari 2011.

historique.
pinkbook/

Perlstein D. 2010. Tetanus (Lockjaw & Tetanus Vaccinations).


http://www.medicinenet.com/tetanus/article.htm. Diakses 25 Februari
2011.
Schiavo G, Benfenati F, Poulain B, Rossetto O, Polverino DLP, DasGupta BR,
Montecucco C. 1992. Tetanus and botulinum-B neurotoxins block
neurotransmitter release by proteolytic cleavage of synaptobrevin. Nature
359 (6398): 8325.
[WHO]. 1996. The high-risk approach: the WHO-recommended strategy to
accelerate elimination of neonatal tetanus. Wlky Epidemiol Rec 71:3336.

21 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai