Anda di halaman 1dari 5

Laporan Pendahuluan Tetanus

Definisi
Tetanus adalah kelainan neurologi, yang ditandai oleh peningkatan tonus dan
spasme otot, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein kuat yang
dihasilkan oleh clostridium tetani. Tetanus terdapat dalam beberapa bentuk klinis,
termasuk penyakit yang generalisata, neonatal, dan terlokalisasi. Tetanus merupakan
penyakit yang bisa menyerang banyak orang, tidak memperdulikan umur, jenis kelamin.
Ada beberapa batasan mengenai penyakit tetanus, khususnya pada neonates dan
maternal.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang menghasilkan
racun neurotoxin yang menyerang saraf sehingga dapat membuat kontraksi otot yang
menyakitkan terutama otot rahang dan leher serta dapat mempengaruhi otot-otot
pernafasan sehingga dapat mengancam jiwa.
Tetanus adalah jangkitan di sebabkan oleh bakteria yang di panggil clostridium
tetani, apabila bakteria menyerang tubuh mereka menghasilkan racun yang menyebabkan
pengecutan otot yang menyakitkan.
Tetanus adalah akut, penyakit sering membawa maut system saraf yang di
sebabkan oleh saraf yang di hasilkan oleh bakteria clostridium tetani.

Bersumber dari: Penyakit Tetanus – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan |


Mediskus.com

Etiologi
Clostridium tetani adalah basillus anaerobic bakteri gram positif anaerob yang
ditemukan ditanah dan kotoran binatang.
Berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik
drum, meski tidak selalu terlihat. Clostridium tetani merupakan bakteri yang motile
karena memiliki flagella, dimana menurut antigen flagella nya, dibagi menjadi 11 strain.
Namun kesebelas strain tersebut memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang
diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik
maupun agen kimia. Spora, Clostridium tetani dapat bertahan dari air mendidih selama
beberapa menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15-20 menit).
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati
tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus.
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan peyakit tetanus (dosis
letal minimum adalah 2,5ng/kg).
Faktor resiko dari tetanus adalah luka terbuka yang sering dalam keadaan anaerob, cocok
untuk berkembang biak bakteri clostridium tetani.

Tanda dan gejala


Setelah luka terkontaminasi dengan Clostridiumtetani, terdapat masa inkubasi
selama beberapa hari (7-10 hari) sebelim gejala pertama muncul. Gejala yang pertama
kali muncul adalah trimus atau rahang yang terkunci.
Tetanus memiliki gejala klinik yang luas dan beragam. Namun dapat dibagi menjadi 4
tipe secara klinik, yaitu tetanus generalized, localized, cephalic dan neonatal. Variasi
gambaran klinik ini hanya menunjukan tempat dimana toksin tersebut bekerja, bukan
bagaimana toksin tersebut bekerja. Tetanus generalized adalah tetanus yang sering
dijumpai. Gejalanya adalah trimus, kekakuan otot maseter, punggung serta bahu.gejala
lin,juga bisa didapatkan antara lain opistotonus,posisi dekortikasi, serta ekstensi dari
ekstrenitas bawah. Tetanus localized gejalanya meliputi kekakuan darai daerah dimna
terdapat luka (hanya sebatas daerah terdapat luka), biasanya ringan, bertahan beberapa
bulan,dan sembuh dengan sendirinya. Pasien kadang mengalami kelemahan, kekakuan
serta nyeri pada daerah yang terkena tetanus localized.
Tetanus cephalic meliputi gangguan otot pada yang direkomendasikan pada pasien
tetanus, dengan kelainan otonom yng menonjol.
Kontrol jalan napas : pada tetanus, kita harus bener-bener memonitor
pernapasan,karena obat-obatan yang digunakan dapat menyebabkan depresi, serta
kemungkinan spasme laring tidak bisa disingkirkan. Penggunaan ventilator mekanik
dapat dipertimbngkan, khususnya bila terjadi spasme, dan trakeostopi juga dapat
dilakukan bila terjadi spsme karena ditakutkan terjadi spasme laring saat pemasangan
pipa endotrakeal.
Pemerian cairan dan nutrisi : pemeberian cairan dan nutrisi adekuat pembantu
dalam proses penyembuhan tetanus.

Anatomi Fisiologi
Struktur dan Fungsi
Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang
yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi
(SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan
saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan
berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga
tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber
dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut
tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi
perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh
tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.

Stimulasi dapat Menghasilkan Suatu Aktifitas


Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh
sistem saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang
menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem
saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian jawaban
atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai
pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf
motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut efektor. Jawaban yang
terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak
dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf somatis
sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor dari sitem saraf somatik
adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot
jantung dan kelenjar sebasea.
Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, lukabakar, luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui
tali pusat .Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yangmerupakan toksin
kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkanketegangan dan spasme otot dan
mempengaruhi sistem saraf pusat.Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem
sarafpusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman inimenjadi terikat pada
satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagidinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun
toksin yang bebas dalamperedaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.Hipotesa
cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertamatoksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik
dan melalui aksis silindrikdibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua,
toksindiabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arterikemudian masuk ke
dalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi padamyoneural junction yang menghasilkan otot-otot
menjadi kejang danmudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan danrata-rata
10 hari.

Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
• Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
•Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
•Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
•Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

Focus intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d terkumpulnya air liur di dalam rongga mulut
(adanya spasme pada otot faring)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d jalan nafas terganggu akibat spasme otot- otot
pernapasan
3. Ketidakefektifan perfusijaringan perifer
4. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
5. Gangguan fentilasi spontan b.d keletihan otot pernafasan karena adanya obstruksi trachea
brachial
6. Ketidakefektifan termoregulasi b.d efek toksin (bakterimia)
7. Resiko infeksi b.d tindakan infansif
8. Ketidakefektifan perfusi jaringan erifer b.d penurunan sirkulasi (hioksia berat)
9. Resiko cidera b.d kejang spontan yang terus menerus ( kurang suplay oksigen karena
adanya oedem laring)
10. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang
11. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum, imobilitas.

Anda mungkin juga menyukai