Anda di halaman 1dari 10

MODUL MATERI DOKTER MUDA

DIVISI BEDAH SARAF FK UNUD/RSUP SANGLAH

Tim Penyusun:
Prof. Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, M. Kes, Sp.BS (K) Spinal

Prof. Dr. dr. Sri Maliawan, Sp.BS (K)

Dr. dr. Nyoman Golden, Sp.BS (K)

Dr. dr. I Wayan Niryana, M. Kes, Sp.BS (K)

dr. Dewa Putu Wisnu Wardhana, Sp.BS

dr. Gede Febby Pratama Kusuma

dr. Kd Dede Frisky Wiyanjana


TETANUS

Tetanus adalah penyakit infeksi system saraf yang disebabkan oleh kontaminasi luka dari
bakteri Clostridium tetani atau spora yang mereka hasilkan yang hidup di tanah, dan kotoran hewan.
Tetanus telah diakui selama berabad-abad, istilah ini berasal dari kata Yunani kuno yaitu tetanos
dan teinein, yang berarti kencang dan meregang, yang menggambarkan kondisi otot-otot
dipengaruhi oleh toksin, yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Bakteri penyebab Clostridium tetani
adalah organisme yang mampu hidup bertahun-tahun di tanah dalam bentuk yang disebut spora.
Bakteri ini pertama kali diisolasi pada tahun 1889 oleh S. Kitasato ketika ia bekerja dengan R. Koch
di Jerman. Kitasato juga menemukan toksin tetanus dan bertanggung jawab untuk mengembangkan
vaksin pelindung pertama melawan penyakit.

I. Definisi dan Etiologi

Tetanus merupakan suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan oleh
Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta saraf
autonom. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.
Tetanus disebabkan oleh neurotoksin, tetanospasmin yang diproduksi oleh Clostridium tetani
(C. tetani), dimana merupakan organisme yang biasa ditemukan di tanah dan feses manusia ataupun
hewan. Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, merupakan kuman yang dapat hidup
tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk spora. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan
terhadap kering dapat bertebaran di mana-mana. Tetanus pada neonates sering disebabkan oleh
gunting yang kotor yang digunakan untuk pemotongan tali pusat oleh bidan tradisional. Tetanus
pada orang dewasa sering disebabkan oleh luka robek. Otitis media, kebersihan gigi yang buruk
dan alat-alat operasi yang tidak steril dapat menjadi sumber infeksi. Port of entry tak selalu dapat
diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :
 Luka tusuk, gigitan binatang, dan luka bakar.
 Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.
 Otitis media, caries gigi.
 Penjahitan luka robek yang tidak steril dan pemotongan tali pusat yang tidak steril.

1 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


II. Patofisiologi

Tetanus terjadi ketika spora dari Clostridium tetani yang merupakan obligat anaerob yang
secara normal dapat berada pada pencernaan mamalia berada di tanah, kemudian masuk kedalam
badan manusia melalui port of entry yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah inokulasi, C. tetani
berubah dalam bentuk vegetative berbentuk batang rod dan mulai menghasilkan metalloprotease
tetanospasmin atau sering disebut sebagai toksin tetanus.
Toksin dari tempat luka menyebar ke motor end-plate dan setelah masuk lewat ganglioside
dijalarkan secara intraaxonal dan retrograd kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior
sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke sistem saraf pusat.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh
pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan
pusat. Eksotoxin ini dapat mengganggu fungsi dari sel-sel
Renshaw, yang bertugas sebagai penghambat sel
motorneuron. Oleh karena terganggunya sel Renshaw,
maka timbulah depresi dari sinapsis penghambat dari
motor neuron. Pengaruh tersebut berupa gangguan
terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah
keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan
glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme seperti terlihat pada gambar 1.
Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman
atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin
masuk ke sumsum belakang terjadi kekakuan yang makin
berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada dada,
dan perut. Bila toksin mencapai korteks serebri,
penderita akan mulai mengalami kejang umum yang
spontan. Tetanospasmin juga mempengaruhi sistem saraf
otonom, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan,
metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna,
Gambar 1. Patofisiologi tetanus.
saluran kemih, dan neuromuskular. TeNT= Tetanus neurotiksin

2 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


III. Tanda dan Gejala
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang
lebih satu bulan, dimana makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan
antara jarak tempat masuk C. tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya
luka dengan permulaan penyakit, makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari
setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Padamasa inkubasi inilah baru timbul gejala awal.
Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
 Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakangejala awal penyakit
ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan
menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
 Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap
kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat,
dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga
wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut
mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut
akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan
ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu
penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan.

Gambar 2. Gejala tetanus: Trismus, Risus Sardonisus, spasme generalisata

3 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


Gambar 3. Ophistotonus
 Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya
hal ini terjadi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan
tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya cahaya,
sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya.
Pada fase lanjut disfungsi saraf otonom dapat terjadi pada bentuk yang berat pada tetanus.
Sirkulasi ketokolamin yang meningkat menyebabkan terjadinya radang otot jantung (mycarditis).
Bradyaritmia, hipotensi yang refrakter dan henti jantung dapat terjadi. Pernafasan pun juga dapat
terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian.
Secara klinis, tetanus dibedakan atas:
a) Tetanus lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka. Gejala ini dapat terjadi
selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Tetanus lokal dapat berkembang
menjadi bentuk umum.
b) Tetanus umum
Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus
merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Secara umum pasien akan mengalami kontraksi
tonik dan spasme dari otot-otot pada system musculoskeletal di seluruh tubuh sehingga
menimbulkan gejala yang secara umum dapat dirangkum sebagai berikut:
 Kekakuan otot leher
 kesukaran menelan (dysphagia), biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas.
 Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus.

4 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


 Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan.
 kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan Opisthotonus.
 Kejang tetani akibat kekakuan beberapa kelompok otot, menimbulkan aduksi lengan dan
ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode inipenderita berada dalam kesadaran penuh.
c) Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka dikepala, wajah atau otitis
media, banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanustipe ini mempunyai prognosis buruk
karena dapat melibatkan kerusakan pada saraf kranialis dan fungsi batang otak serta gangguang
ANS yang dapat menyebabkan kematian. Gangguan nervus VII merupakan gejala yang paling sering
terjadi pada tetanus sefalik biasanya terlihat gejala Bells palsy, selain nervus VII, gangguan nervus
III juga biasa terjadi.
IV. Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat menunjang untuk penegakan diagnosis tetanus.
Diagnosis tetanus berdasarkan adanya gejala-gejala tetanus dan bukan berdasarkan hasil isolasi
bakteri, karena hanya 30% kasus pada luka ditemukan isolasi bakteri. Pencarian fokal infeksi awal
juga penting untuk dilakukan. Pada anamnesa data yang penting untuk diapat yaitu:
 Adanya riwayat trauma, seperti luka tusuk, meliputi di dalamnya riwayat pemesangan
persing pada tubuh, pembuatan tattoo, dan injeksi obat.
 Luka tembak, kecelakaan lalu lintas, luka bakar, luka operasi, infeksi telinga, infeksi gigi,
gigitn binatang, ulkus kaki diabetes, serta riwayat pemotongan tali pusat pada bayi baru
lahir penting juga perlu untuk ditanyakan.
 Riwayat imunisasi tetanus yang tidak lengkap atau belum diimunisasi juga penting
ditanyakan pada anamnesis.
Pada pemeriksaan fisik. Tes spatula dapat dilakukan untuk menentukan klinis tetanus
dengan cara menyentuh diding posterior faring menggunakan spatula yang steril. Hasil positive
menunjukkan bila ditemukan kontraksi involunter dari otot rahang (pasien menggigit spatula) dan
hasil negative adalah akan terjadi reflek muntah akibat adanya benda asing.

5 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


Skor Phillips dan skor Dakar dapat membenatu menentukan derajat keparahan dari
tetanus dan membantu dalam penentuan prognosis pasien, yaitu berdasarkan kriteria sebagai
berikut, untuk skor Phillips:
Masa inkubasi Lokalisasi nyeri
Skor Masa inkubasi Skor Lokasi nyeri
5 < 48 jam 5 Internal/umbilical
4 2-5 hari 4 Leher,kepala,dinding tubuh
3 6-10 hari 3 Ekstremitas proksimal
2 11-14 hari 2 Ekstrimitas distal
1 >14 hari 1 Tidak diketahui

Riwayat Imuniasi Faktor yang memperberat


Skor Imunisasi Skor Faktor yang memperberat
10 Tidak ada 10 penyakit / trauma yg membahayakan
8 Kemungkinan ada/mendapatkan jiwa
dari ibu 8 kead yg tdk lgs membahayakan jiwa
4 >10 tahun yang lalu 4 kead yg tidak membahayakan jiwa
2 <10 tahun yang lalu 2 trauma / penyakit ringan
0 Proteksi lengkap 1 ASA – derajat status fisik penderita
Derajat keparahan ditentukan dengan akumulasi skor sebagai berikut :
 Ringan : <9
 Sedang : 9 – 16
 Berat : > 16

Skor Dakar dijelaskan pada tabel berikut:

6 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


V. Tatalaksana tetanus
Adapun tujuan dari penatalaksanaan tetanus yaitu:
a) Menetralisasi toxin.
Menetralisasikan tetanus dengan cara pemberian Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000
IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa diberikan iv dan apabila tersedia dapat
diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m. Perawatan luka atau
port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan jaringan yang diduga
mengandung kuman dan spora, sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin (ATS atau
HTIG) dan anti-konvulsi.
b) Mengeradikasi C.tetani.
Mengeradikasi C.tetani dengan pemberian metronidazol oral atau IV 30 mg/kg/hari,
pemberiannya dibagi tiap 6 jam selama 10-14 hari. Sebagai obat alternatif dapat diberikan
Penicillin G 100,000 units /kg/hari dibagi 4-6 jam selama 10-14 hari.
c) Memberikan pelayanan suportif dan mempertahankan jalan napas dan nutrisi yang adekuat.
Terapi suportif meliputi membebaskan jalan nafas, menghindari aspirasi dengan cara
menghisap lendir perlahan-lahan dan memindahkan posisi pasien secara berkala,
pemberian oksigen, perawatan dengan stimulasi minimal, pemberian cairan dan nutrisi
adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, tetapi jangan sampai memperkuat
kejang, pemberian bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum dan
pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit.

VI.I Pencegahan
Usaha pencegahan tetanus dapat berupa imunisasi aktif dan pencegahan pada luka yang
dicurigai dapat menjadi jalan masuk bakteri ke dalam tubuh.
a) Imunisasi aktif
 Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-8 minggu,
ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
 Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia
subur, minimal 5 kali suntikan toksoid.
b) Pencegahan pada Luka
Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang.

7 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


Jika Luka ringan dan bersih:
 Imunisasi lengkap: tidak perlu ATS atau tetanus immunoglobulin
 Imunisasi tidak lengkap: imunisasi aktif DPT.
Luka sedang/berat dan kotor:
 Imunisasi (-)/tidak jelas: ATS 3000-5000 U, atau tetanus immunoglobulin 250-500 U.
Toksoid tetanus pada sisi lain.
 Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U, tetanus
imunoglobulin 250-500 U.
VI.I Prognosis

Prognosis tetanus ditentukan berdasarkan derajat keparahan dari tetanus itu sendiri,
dimana secara internasional dapat ditentukan dengan skor Phillips dan skor Dakar untuk
menentukan prognosis Tetanus. Semakin tinggi skor yang didapatkan, maka semakin buruklah
prognosis tetanus itu sendiri.

8 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana


DAFTAR PUSTAKA

1. Mahadewa dan Maliawan. Diagnosis dan Tatalaksana Kegawatdaruratan Tulang Belakang.


Tetanus. Jakarta: Sagung Seto Press;2009.
2. Daniel J Sexton. Tetanus. [Updated 2018 Aug 09]. In: Uptodate; 2018. Available at:
https://www.uptodate.com/contents/tetanus
3. CDC Pink Book. Tetanus. In: Centers for Disease Control and Prevention;2007. Available at:
http://www.cdc.gov/ vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf
4. Bae C, Bourget D. Tetanus. [Updated 2020 Feb 28]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
books/NBK459217/
5. Farrar JJ; Yen LM; Cook T; Fairweather N; Binh N; Parry J; Parry CM .Tetanus. Journal of
Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry; 2012:69(3):292–301.

9 SMF/Bagian Bedah Saraf FK Udayana

Anda mungkin juga menyukai