Anda di halaman 1dari 8

Tetanus

Fienda Ferani
Definisi
penyakit toksemik akut yang disebabkan toksin
tetanospasmin dari Clostridium tetani, dengan
tanda utama kekakuan otot (spasme),  tanpa
disertai gangguan kesadaran.
etiologi
Bakteri Anaerob yang membentuk spora. Spora
ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan
panas, antiseptik, dan jaringan tubuh, sampai
berbulan-bulan. Terdapat dalam kotoran hewan
dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu
atau tanah yang kotor, dan mengenai luka.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan
pasti, namun dapat diduga melalui :
• Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.
• Luka operasi yang tidak dirawat dan
dibersihkan dengan baik.
• OMP, caries gigi.
• Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
• Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Gejala Klinis
• Tahap awal
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot,
kesulitan menelan.
 
• Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Disertai rasa kaku di rahang, menjalar
ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot
di sudut mulut.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan
menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi
yang terkatub erat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

• Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks Terjadispontan tanpa rangsangan.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan
sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun
juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas,
akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.
Klasifikasi
• Tetanus lokal
 
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka, gejala ini dapat terjadi selama
beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum.
 
• Tetanus umum
 
Paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus, spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan
dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus
yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot
meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut papan dan kontraksi otot punggung yang menetap
menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam kesadaran penuh.
 
• Tetanus sefalik
Jenis ini jarang dijumpai, masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media,
banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk.
PATOGENESIS
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan berubah menjadi vegetatif dalam lingkungan anaerob, dengan
tekanan oksigen rendah. Membentuk metalo-exotosin tetanus, yaitu tetanospasmin. Gejala klinis timbul
sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf otonom.

Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dan dijalarkan
secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya
menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf
tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah
keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan
spasme. Kekakuan dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin
masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada
dada, perut dan mulia timbul kejang. Bila toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami
kejang. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada
pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular.
Spame larynx, hipertensi, gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala
timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun
gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti.
REFERENSI
 
1. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Diunduh dari:
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Diakses pada 25 April 2012
2. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus.
Diunduh dari: www.pediatrik.com. Diakses pada 25 April 2012.
3. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Diunduh dari :
www.tempointeraktif.com. Diakses pada 25 April 2012.
4. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah. Fakultas
Kedokteran Udayana. Denpasar.
 

Anda mungkin juga menyukai