PENYAKIT TETANUS
Dosen Pembimbing: I Ketut Labir, SST., S.Kep.,Ns.,M.Kes
DI SUSUN OLEH:
KELAS 2.5
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
PENYAKIT TETANUS
A. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom.
(Smarmo 2002).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu
nampak pada otot masester dan otot rangka (Vanessa, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya
kontaminasi luka dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama
Clostridium tetani, yaitu bakteri yang hidup bertahun-tahun di tanah dalam
bentuk spora (Davis, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tetanus
merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
bakteri Clostridium tetani dengan gejala utama adalah kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan tanpa disertai adanya gangguan
kesadaran
B. ETIOLOGI
Agen penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yaitu bakteri gram
positif yang bersifat anaerob, berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-
0,5 milimikro. Di luar tubuh bakteri ini berbentuk spora. Spora ini mampu
bertahan dalam lingkungan panas antiseptic, dan jaringan tubuh hingga
berbulan-bulan. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi
tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan
desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan
organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui
toksin tunggal yang dihasilkannya, yaitu tetanospasmin yang lebih sering
disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah bahan kedua yang paling
beracun yang diketahui setelah toksin botulinum. Jika dalam kondisi yang
baik, kuman ini akan mengeluarkan toksin (eksotoksin) yaitu “tetanuspasmin”
yang bersifat neurotoksik. Mula-mula toksin akan menyebabkan kejang otot
dan saraf perifer setempat (Vanessa, 2007).
FAKTOR RESIKO
1. Penggunaan alat-alat invasif yang tidak steril.
2. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin DPT.
3. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah peternakan.
4. Luka terbuka yang tidak dirawat dengan adekuat (Ngastiy, 2009).
C. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram
positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu
setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang
manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin
(tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit
ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet
yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma
pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya
dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul
pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
D. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)
1. Tetanus local : Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik : Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi
1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu
yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI,
iritabilitas, spasme.
b. Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009) :
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas,
spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR
≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
E. PATHWAY
Toksin
rigiditas
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda
dan gejala klinis yang ada sebagaimana yang telah dibahas pada bagian
manifestasi klinis. Tali pusat bayi dapat ditemui dalam kondisi kotor dan
berbau merupakan tanda port d’entree clostridium tetani. Pemeriksaan
dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini.
Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi
spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula
memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi (94%).
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa
hasil pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus,
antara lain:
1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka
tetanus, namun demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di
luka pada orang yang tidak mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat
dikultur pada pasien tetanus.
2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.
4. Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
imunisasi bukan tetanus.
5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat
meningkat.
6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus
dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang
diamati setelah potensial aksi.
7. Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.
8. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
9. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi (bakterimia efek toksin)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas
3. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar zat kimia toksik
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (bahan kimia
efek toksin)
J. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
a. Penatalaksanaan Umum
1) Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi.
Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena,
sekaligus memberikan obat-obatan, bila sampai hari ke-3 infus
belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi
secara parenteral. Setelah kejang mereda dapat dipasang sonde
lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus
pada kemungkinan aspirasi.
2) Menjaga saluran nafas tetap bebas.
Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker). Pada kasus
yang berat perlu dilakukan trakeostomi.
3) Mengurangi spasme dan mengatasi kejang.
Kejang harus segera dihentikan dengan diazepam dengan dosis yang
bervariasi berdasarkan usia :
bayi > 30 hari : 1 to 2 mg IV berikan secara perlahan, repeated q
3 to 4 jam jika perlu
balita : 0.1 to 0.8 mg/kg/hari up to 0.1 to 0.3 mg/kg IV q 4 to 8
jam
anak > 5 tahun : 5 to 10 mg IV q 3 to 4 jam
dewasa : 5 to 10 mg po q 4 to 6 h or up to 40 mg/jam IV drip
Setelah kejang berhenti, pemberian dilanjutkan dengan dosis
rumatan sesuai klinis pasien. Bila dosis diazepam maksimal telah
tercapai namun pasien masih kejang atau mengalami spasme laring,
dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan intensif sehingga otot
dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Apabila
dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan memberi respon
klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya
pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar antara 20 % dari dosis
setiap dua hari). Bila pipa nasogastrik telah dapat dipasang, obat anti
kejang dibarikan secara oral. Pada tetanus sedang, dosis anti konvulsan
dimulai dengan 1/2-2/3 dari dosis maksimal dan 2/5 dosis maksimal
untuk tetanus ringan. Mengingat tetanus sedang/ringan dapat berubah
menjadi tetanus berat secara cepat, maka setiap saat dosis harus
disesuaikan dengan perubahan gejala klinis dengan pemberian dosis
antikonvulsan yang maksimal. Pada tetanus berat, setelah pemberian
diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dilanjutkan dengan dosis 100-200
mg/24 jam dengan pompa semprit atau tiap 2 jam atau 12 kali perhari.
4) Perawatan Luka.
Yaitu dilakukan eksisi jaringan yang cukup luas guna
membersihkan jaringan anaerob, terutama bila ada benda asing
(debridement). Perawatan luka dilakukan setiap hari.
5) Ruang Khusus
Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap
penderita). Ruangan harus tenang. Pasien dianjurkan untuk dirawat
di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan kejang-kejang
yang sukar diatasi obat-obatan antikonvulsan biasa. Spasme laring
merupakan komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti
sumbatan jalan nafas, kegagalan pernafasan, hipertermi dan
sebagainya. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port de
enty maka konsultasi ke dokter gigi/THT (Ngastiy, 2009; Subhan,
2002).
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Antibiotik
Untuk membunuh kuman C. Tetani (vegetatif) diberikan penisilin
prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Metronidazol
tampak sama efektifnya. Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dan eritromisin
(untuk anak berumur = 9 tahun) untuk penderita alergi penisilin.
Untuk penyulit sepsis atau bronkopneumonia diberikan antibiotik
yang sesuai.
2) Anti serum.
Ada berbagai pendapat : Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000
U/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskulus dengan
didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, maka
pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi cara Besredka.
Dosis ATT biasanya 50.000-100.000 U, setengahnya diberikan secara
intravena dan setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin diperlukan
sedikit yaitu 10.000 U saja sudah cukup. Dapat digunakan ATS 5000
unit intramuskular, tetapi pusat rujukan lain mempergunakan dosis
40.000 unit diberikan separuh intravena dan separuhnya
intramuskular atau bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG
(Human Tetanus Immune Globulin) 500-3000 IU (Ngastiy, 2009;
Subhan, 2002).
c. Pencegahan
1) Perawatan luka.
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka
kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama
perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
2) ATS profilaksis.
Hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) memberikan
kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa
inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan.
Umumnya 1500 U im dengan didahului uji kulit dan mata. Harus
segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
3) Imunisasi aktif
Vaksin gabungan toksoid difteri, tetanus dan pertusis (DTP) pada usia
2, 4, dan 6 bulan, dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada
interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa dengan toksoid tetanus-
difteri (Td). Toksoid Tetanus (TT) diberikan pada setiap wanita usia
subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil. Untuk orang-orang
umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi
primer terdiri dari 3 dosis Td yang diberikan intramuskular, yang
kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan
sesudah yang kedua. Booster toksoid tetanus (lebih baik Td) diberikan
pada orang yang terjejas yang telah menyelesaikan seri imunisasi
primernya jika: luka bersih dan kecil tetapi telah mencapai 10 tahun
sejak booster yang terakhir, atau luka lebih serius dan telah mencapai
5 tahun sejak booster terakhir atau pada pemberian penisilin prokain
selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000
U/kgBB/hari) (Davis, 2010; Joseph, 2009).
K. KOMPLIKASI
I. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak dengan tetanus umumnya dapat ditemukan adanya
tanda-tanda :
- Demam tinggi
- Kejang otot
- Detak jantung tidak beraturan
- Nyeri seluruh bagian tubuh
- Lebih sering menangis, meringis
- Kaku pada seluruh bagian tubuh
- Pembengkakan pada beberapa bagian tubuh
- Peningkatan kadar neutrofil, salah satu jenis sel darah putih
1. Data Fokus
a. Wawancara
1. Identitas penderita
Meliputi nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th
dengan status gizi yang kurang dan sering mengalami penyakit
infeksi, jenis kelamin (L dan P pervalensinya sama), suku
bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa
klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan
tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk
mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di
tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan
kejang perlu mendapat perhatian untuk di lakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus
apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang
telah di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di
hubungkan dengan toksin tetanus yang mengimplamasi
jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsip, dan koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernah kah klien mengalami tubuh
terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku,
pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang menjadi kotor;
karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga
luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree
lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi
bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan benda yang
kotor.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat imunisasi Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan
misalnya BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
7. Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori, untuk pertambahan berat badan ideal
menggunakan rumus 8 + 2n. Klasifikasinya status gizinya
adalah sebagai berikut :
- Gizi buruk kurang dari 60%
- Gizi kurang 60 % - <80 %
- Gizi baik 80 % - 110 %
- Obesitas lebih dari 120 %
8. Riwayat tumbuh kembang anak.
b. Tahap pertumbuhan
Dilihat dari perkiraan berat badan
b. Tahap perkembangan.
- Perkembangan psikososial (Eric Ercson)
- Perkembangan psikosexsual (Sigmund Freud)
- Perkembangan kognitif (Piaget)
- Perkembangan moral
- Perkembangan spiritual
- Perkembangan body image
- Perkembangan sosial
- Perkembangan bahasa
- Tingkah laku personal sosial
c. Pemeriksaan fisik (had to toe)
7. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat
badan, dan tanda-tanda vital.
8. Kepala dan leher
- Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala,
konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga,
di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah.
- Palpasi :
Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan didaerah leher belakang,
9. Mulut
- Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole,
perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
10. Toraks
- Inspeksi :
Bentuk dada anak, adakah batuk, secret pada nasofaring,
perdarahan pada hidung.
- Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
11. Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
- Auskultasi :
Bising usus.
- Perkusi :
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda
abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
12. Kulit
- Inspeksi :
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
- Palpasi : Turgor kulit menurun
sesak, untuk
8. berikan oksigen, jika
memenuhi
perlu
kebutuhan
oksigen pasien
Edukasi :
Kolaborasi
Kolaborasi:
11.untuk
11. pemberian
mengurangi sesak
bronkodilator,
pada pasien
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
A. Anak
1. Nama : An. A
2. Anak yang ke :1
3. Tanggal lahir : 08 Maret 2018
4. Umur : 2 tahun
5. Jenis kelamin : Perempuan
6. Agama : Hindu
B. Orang tua
1. Ayah
1. Nama : Tn.S (kandung)
2. Umur : 28 tahun
3. Pekerjaan : Swasta
4. Pendidikan : SMA
5. Agama : Hindu
6. Alamat : Br. Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar selatan
2. Ibu
1. Nama : Ny. T (kandung)
2. Umur : 25 tahun
3. Pekerjaan : IRT
4. Pendidikan : SMA
5. Agama : Hindu
6. Alamat : Br. Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar selatan
II. GENOGRAM
Tidak ada
III. ALASAN DIRAWAT
A. Keluhan Utama:
Ibu mengatakan bahwa anaknya panas, kejang dan sesak sejak kemarin
malam.
B. Riwayat Penyakit:
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan ananya panas, kejang dan sesak sejak kemarin malam
b. Riwayat kesehatan lalu
ibu mengatakan anaknya tidak pernah masuk rumah sakit
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ayah dan ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular
ataupun penyakit keturunan.
IV. Riwayat Anak ( 0-6 tahun )
a. Perawatan dalam masa kandungan :
1. Dilakukan pemeriksaan kehamilan/tidak : Ya
2. Berapa kali : 4 kali
3. Kapan : Pada usia kehamilan 1 bulan,3 bulan,5 bulan, dan 8 bulan
4. Tempat di : Bidan
5. Kesan pemeriksaan tentang kehamilan : Janin sehat
6. Imunisasi : lengkap
7. Pemeriksaan lain : USG
8. Penyakit yang pernah diderita ibu : Tidak ada
9. Penyakit dalam keluarga : Tidak ada
b. Perawatan pada waktu kelahiran :
1. Umur kehamilan : 39 minggu dilahirkan di Bidan
2. Ditolong oleh : Bidan
3. Berlangsungnya kelahiran : Normal
4. Keadaan bayi setelah lahir : Sehat
5. BB lahir : 2800 gram, PBL : 48 cm, LK/LD : 35cm
V. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Dalam Kehidupan Sehari-Hari
A. Bernafas
1. Kesulitan bernafas : tidak
2. Kesulitan dirasakan : -
3. Keluhan yang dirasa : -
4. Suara nafas : vesikuler
B. Makan dan minum
Ibu pasien mengatakan anaknya makan tiap 3x sehari dan menghabiskan
porsi makannya
C. Eliminasi (BAB/BAK)
Ibu pasien mengatakan pasien biasa memberitahukan keinginan untuk
BAB/BAK, pasien tidak pernah kesulitan dalam BAB/BAK. Dengan
BAB : frekuensi 2 kali sehari , warna kuning khas feses, bau khas feses,
konsistensi lembek.
BAK : frekuensi lebih dari 3 kali sehari, warna kuning khas, bau khas urine.
D. Aktifitas
Ibu pasien mengatakan pasien sangat suka bermain, permainan yang disukai
yaitu robot mainan kesukaannya. Mainan yang dimiliki kebanyakan
permainan rbot dan benda padat lainnya.
E. Rekreasi
Ibu pasien mengatakan kadang – kadang mengajaknya bersama keluarga
untuk jalan – jalan di taman agar dapat bergaul dengan anak lainnya.
F. Istirahat dan tidur
Ibu pasien mengatakan mengajarkan pasien untuk kencing sebelum tidur,
sikat gigi. Pasien tidur malam mulai pukul 20.30, dan bangun pikul 06.00
dengan tidur yang masih ditemani orang tua. Pasien terkadang suka tidur
siang dengan lama sekitar 1 jam.
G. Kebersihan diri
Pasien mandi 2x sehari tanpa bantuan orang tuanya.
H. Pengaturan suhu
Suhu tubuh pasien panas
I. Rasa nyaman
Pasien terlihat tidak merasa nyaman dengan kondisinya, dilihat dari pasien
terus menangis, dan terus menerus menggaruk kulitnya.
J. Rasa aman
Ibu pasien merasa khawatir melihat rush pada hampir sekujur tubuh anaknya
K. Belajar (anak dan orang tua)
Ibu mengatakan anaknya sudah diajarkan makan-makanan yang sehat (sayur
dan buah) serta diajarkan mengomsumsi makanan higenis
L. Prestasi
Ibu mengatakan anaknya belum punya prestasi karena belum sekolah
M. Hubungan social anak
Hubungan anak dan ibu sangat dekat , serta ibu sering mengajarkan anaknya
saling berinteraksi antar seman sejawat
N. Melaksanakan ibadah
ibu pasien mengatakan anaknya jarang bersembahyang, tetapi anaknya
sering mengikutinya kalau akan sembahyang di rumah, dan ia bisa
melakukan persembahyangan, tetapi masih dengan bimbingan orang tuanya.
Imunisasi ( 1 – 5 tahun)
TETANUS - - - -
- - - -
Tambahan / anjuran
X. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum Klien : anak tampak gelisah dan lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda – Tanda Vital :
- TD : 100/70 mmhg
- Suhu : 38,50 C
- Respirasi : 29x/menit
- Nadi : 124x/menit
8. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres 8.Untuk
dingin pada dahi). mempercepat
Edukasi penurununan panas
9.Anjurkan tirah baring
Edukasi
9.Untuk mencegah
komplikasi dan
Kolaborasi mempercepat proses
10.Kolaborasi pemberian metabolisme
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu. Kolaborasi
10.Untuk Untuk
mempercepat
penyembuhan
sesak, untuk
18. Lakukan fisioterapi memenuhi
dada, jika perlu kebutuhan
oksigen pasien
Edukasi :
Edukasi :
9.agar pasien tidak
19. anjurkan asupan
kekurangan cairan
cairan 2000 ml
perhari, jika tidak
kontraindikasi
20. ajarkan teknik batuk 10.untuk
efektif melancarkan jalan
nafas
Kolaborasi: Kolaborasi
21. pemberian
11.untuk
bronkodilator,
mengurangi sesak
ekspektoran,
pada pasien
mukolitik, jika perlu
7.menyediakan lingkungan
DS:-
yang dingin
10.00 2. DO: pasien tampak
nyaman
DS:-
DO: pasien tampak
11. memberikan cairan oral.
10.50 2. minum air setengah
gelas
12.Memonitor TTV
DS: ibu pasien
mengatakan iya dan
11.30 1. akan mengkipasi tubuh
pasien jika berkeringat
banyak
DO: ibu pasien tampak
sudah melakukannya
13.Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika DS: -
mengalami keringat DO: pasien tampak
12.00 1. berlebihan minum air putih
14.melakukan pendinginan DS :-
eksternal (mis. Kompres DO : hasil TTV
13.00 1. dingin pada dahi). TD : 120/80 mmHg
N : 124x/menit
RR : 29x/menit
S : 370 C
15.melakukan fisioterapi
dada, jika perlu
DS: -
DO: pasien tampak
lebih nyaman
Edukasi
15.00 1.
16.menganjurkan tirah
DS: ibu mengatakan
baring
iya dan akan
mengkompres anaknya
DO: pasien tampak
17.menganjurkan asupan
17.00 1. sudah dikompres pada
cairan 2000 ml perhari, jika
dahi
tidak kontraindikasi
DS :-
DO : hasil TTV
2. memonitor TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 120x/menit
20.00 1. RR : 29x/menit
S : 36,350 C
DS: -
DO: paien tampak
terpasang infus
3.memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas) DS:-
DO: pasien
22.00 1. menggunakan oksigen
3Lpm
4.memonitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
DS: ibu mengatakan
23.30 2. demam pada anaknya
sudah turun
DO: pasien tampak
5.memberikan cairan oral lebih segar
DS: -
DO: pasien tampak
menghabiskan air putih
09.00 2.
10.00 1.
-Hasil TTV:
TD : 120/80 mmHg
N : 120x/menit
RR : 29x/menit
S : 360 C
A : tujuan tercapai
P : pertahankan kondisi pasien
2. Kamis, 4 S : Ibu pasien mengatakan batuk efektif meningkat,
februari 2020 produksi sputum menurun, mekonium (pada neonatus)
menurun, frekuensi napas membaik,pola napas
12.30
membaik
-Hasil TTV:
TD : 120/80 mmHg
N : 120x/menit
RR : 29x/menit
S : 360 C
A : tujuan tercapai
P: pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam M. Nurs, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Suriadi dan Rita Yuliani.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Seto
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI