Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

PENYAKIT TETANUS
Dosen Pembimbing: I Ketut Labir, SST., S.Kep.,Ns.,M.Kes

DI SUSUN OLEH:

NI WAYAN DEWI ANJANI P07120018 165

KELAS 2.5

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN
PENYAKIT TETANUS

A. PENGERTIAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara
langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan
oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang,
sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom.
(Smarmo 2002).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu
nampak pada otot masester dan otot rangka (Vanessa, 2007).
Tetanus adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan oleh adanya
kontaminasi luka dari toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang bernama
Clostridium tetani, yaitu bakteri yang hidup bertahun-tahun di tanah dalam
bentuk spora (Davis, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tetanus
merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
bakteri Clostridium tetani dengan gejala utama adalah kejang otot secara
proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan tanpa disertai adanya gangguan
kesadaran

B. ETIOLOGI
Agen penyebab tetanus adalah Clostridium tetani yaitu bakteri gram
positif yang bersifat anaerob, berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-
0,5 milimikro. Di luar tubuh bakteri ini berbentuk spora. Spora ini mampu
bertahan dalam lingkungan panas antiseptic, dan jaringan tubuh hingga
berbulan-bulan. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi
tidak di dalam autoklaf, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan
desinfektan baku. Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan
organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui
toksin tunggal yang dihasilkannya, yaitu tetanospasmin yang lebih sering
disebut sebagai toksin tetanus. Toksin tetanus adalah bahan kedua yang paling
beracun yang diketahui setelah toksin botulinum. Jika dalam kondisi yang
baik, kuman ini akan mengeluarkan toksin (eksotoksin) yaitu “tetanuspasmin”
yang bersifat neurotoksik. Mula-mula toksin akan menyebabkan kejang otot
dan saraf perifer setempat (Vanessa, 2007).

FAKTOR RESIKO
1. Penggunaan alat-alat invasif yang tidak steril.
2. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin DPT.
3. Penduduk yang bertempat tinggal di daerah peternakan.
4. Luka terbuka yang tidak dirawat dengan adekuat (Ngastiy, 2009).

C. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram
positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu
setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang
manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin
(tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit
ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet
yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma
pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan
luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi
sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh
bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya
dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul
pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
D. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009)
1. Tetanus local : Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul
rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat
menetap dalam beberapa minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik : Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi
1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling
menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf
otak VII diikuti tetanus umum.
3. Tetanus general : yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot,
kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang
terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan
dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme
berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum : biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal
apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu
yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI,
iritabilitas, spasme.
b. Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009) :
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai
sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme,
sedikit atau tanpa disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas,
spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR
≥ 30x/ menit, disfagia ringan.
E. PATHWAY

Clostridium tetani anaerob

luka tali pusat

Toksin

menghambat pelepasan neurotransmitter dan GABA

rigiditas

spasme otot pernafasan

kerusakan pada faring

kerusakan menelan (sekresi mukus) leher kaku

retraksi kepala belakang

kontraksi otot punggung


melengkung (opistotonus)
F. GEJALA KLINIS
Tetanus neonatorum merupakan salah satu bentuk klinis dari tetanus,
selain tetanus neonatorum bentuk klinis lain tetanus antara lain generalized
tetanus, localized tetanus dan cephalic tetanus. Tetanus neonatorum
merupakan bentuk infantil dari tetanus generalisata.
Manifestasi awal yang ditemukan pada tetanus neonatorum dapat
dilihat ketika bayi malas minum dan menangis yang terus menerus, suhu tubuh
bayi normal atau bisa meningkat atau subfebris. Bayi kemudian akan kesulitan
hingga tidak sanggup menghisap dan akhirnya mengalami gangguan menyusu.
Hal tersebut menjadi tanda khas onset penyakit ini. Kekakuan rahang atau
trismus mulai terjadi, dan mengakibatkan tangisan bayi berkurang dan
akhirnya berhenti. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada
penderita anak atau dewasa, karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot
masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan mulut justru agak membuka dan
kaku sehingga bentukan mulut menjadi mecucu seperti mulut ikan karper.
Kemudian terjadi kekakuan pada wajah dimana bibir tertarik kearah lateral,
dan alis tertarik ke atas yang disebut risus sardonicus. Kaku kuduk, disfagia,
dinding abdomen kaku dan mengeras serta kekakuan pada seluruh tubuh akan
menyusul dalam beberapa jam berikutnya.
Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh
rangsangan-rangsangan sensoris seperti suara, cahaya atau sentuhan.
Kemudian kejang akan terjadi secara spontan dan akhirnya terus menerus.
Kesadaran bayi masih baik namun spasme dan kejang berulang atau terus
menerus yang terjadi akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga
terjadi vasokonstriksi pada saluran napas dan akan terjadi apneu dan bayi
menjadi sianosis. Hal ini merupakan penyebab kematian terbesar pada kasus
tetanus neonatorum.
Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan
fleksi pada siku dan tertarik ke arah badan, sedangkan kedua tungkai
dorsofleksi dan kaki akan mengalami hiperfleksi. Spasme pada otot punggung
menyebabkan punggung tertarik menyerupai busur panah atau disebut
opisthotonos.
Jarak antara gejala pertama muncul sampai munculnya gejala
berikutnya pada kasus tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset
ini berperan penting dalam menentukan prognosis penyakit ini. Semakin
pendek periode onset ini, semakin buruk prognosisnya. Periode onset pada
neonatus lebih pendek dibandingkan dengan pada anak atau dewasa dimana
lebih ke arah beberapa jam dari pada beberapa hari seperti pada dewasa, hal ini
mungkin disebabkan jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi lebih
cepat mencapai sistem saraf pusat.
Masa inkubasi tetanus pada bayi (tetanus neonatorum) lebih cepat
dibanding tetanus tipe lain yaitu berkisar antara 3-10 hari, dan biasanya
bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau awal minggu ke dua pasca
persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh (disease
of the seventh day).
Berdasarkan onset, masa inkubasi dan manifestasi klinis yang dijumpai
pada bayi, dapat ditentukan berat ringannya tetanus neonatorum, seperti pada
table dibawah ini:

Kategori Tetanus Neonatorum Tetanus


Sedang Neonatorum Berat
Umur >7 hari 0-7 hari
Frekuensi kejang Kadang-kadang Sering
Bentuk kejang Mulut mencucu, trismus Mulut mencucu,
kadang-kadang, kejang trismus terus
rangsang (+) menerus, kejang
rangsang (+)
Posisi badan Opistotonus kadang- Selalu opistotonus
kadang
Kesadaran Masih sadar Masih sadar
Tanda infeksi Tali pusat kotor, lubang Tali pusat kotor,
telinga bersih/kotor lubang telinga
bersih/kotor

Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin


terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Ada beberapa macam manifestasi secara
umum dari tetanus sesuai dengan derajatnya:

Derajat I  (tetanus ringan)


 Trismus ringan sampai sedang
 Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
 Tidak dijumpai disfagia atau ringan
 Tidak dijumpai kejang
 Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
 Trismus sedang
 Kekakuan jelas
 Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
 Takipneu
 Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
 Trismus berat
 Otot spastis, kejang spontan
 Takipne, takikardia
 Serangan apne (apneic spell)
 Disfagia berat
 Aktivitas sistem autonom meningkat
Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan
 Gangguan autonom berat
 Hipertensi berat dan takikardi, atau
 Hipotensi dan bradikardi
 Hipertensi berat atau hipotensi berat (Harnawatiaji, 2008)

G. PEMERIKSAAN FISIK (Body System)


a. Pemeriksaan fisik (had to toe)
1. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat
badan, dan tanda-tanda vital.
2. Kepala dan leher
- Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala,
konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga,
di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah.
- Palpasi :
Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan didaerah leher belakang,
3. Mulut
- Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole,
perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
4. Toraks
- Inspeksi :
Bentuk dada anak, adakah batuk, secret pada nasofaring,
perdarahan pada hidung.
- Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
5. Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
- Auskultasi :
Bising usus.
- Perkusi :
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda
abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
6. Kulit
- Inspeksi :
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
- Palpasi : Turgor kulit menurun

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda
dan gejala klinis yang ada sebagaimana yang telah dibahas pada bagian
manifestasi klinis. Tali pusat bayi dapat ditemui dalam kondisi kotor dan
berbau merupakan tanda port d’entree clostridium tetani. Pemeriksaan
dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini.
Hasil positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi
spasme pada otot maseter dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula
memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi (94%).
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa
hasil pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus,
antara lain:
1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka
tetanus, namun demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di
luka pada orang yang tidak mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat
dikultur pada pasien tetanus.
2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.
4. Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
imunisasi bukan tetanus.
5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat
meningkat.
6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus
dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang
diamati setelah potensial aksi.
7. Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.
8. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih
rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
9. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi (bakterimia efek toksin)
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas
3. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar zat kimia toksik
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (bahan kimia
efek toksin)

J. TERAPI/TINDAKAN PENANGANAN
a. Penatalaksanaan Umum
1) Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi.
Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena,
sekaligus memberikan obat-obatan, bila sampai hari ke-3 infus
belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi
secara parenteral. Setelah kejang mereda dapat dipasang sonde
lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus
pada kemungkinan aspirasi.
2) Menjaga saluran nafas tetap bebas.
Memberikan tambahan O2 dengan sungkup (masker). Pada kasus
yang berat perlu dilakukan trakeostomi.
3) Mengurangi spasme dan mengatasi kejang.
Kejang harus segera dihentikan dengan diazepam dengan dosis yang
bervariasi berdasarkan usia :
 bayi > 30 hari : 1 to 2 mg IV berikan secara perlahan, repeated q
3 to 4 jam jika perlu
 balita : 0.1 to 0.8 mg/kg/hari up to 0.1 to 0.3 mg/kg IV q 4 to 8
jam
 anak > 5 tahun : 5 to 10 mg IV q 3 to 4 jam
 dewasa : 5 to 10 mg po q 4 to 6 h or up to 40 mg/jam IV drip
Setelah kejang berhenti, pemberian dilanjutkan dengan dosis
rumatan sesuai klinis pasien. Bila dosis diazepam maksimal telah
tercapai namun pasien masih kejang atau mengalami spasme laring,
dipertimbangkan untuk dirawat di ruang perawatan intensif sehingga otot
dapat dilumpuhkan dan mendapat bantuan pernafasan mekanik. Apabila
dengan terapi antikonvulsan dengan dosis rumatan memberi respon
klinis yang diharapkan, dosis dipertahankan 3-5 hari. Selanjutnya
pengurangan dosis dilakukan bertahap (berkisar antara 20 % dari dosis
setiap dua hari). Bila pipa nasogastrik telah dapat dipasang, obat anti
kejang dibarikan secara oral. Pada tetanus sedang, dosis anti konvulsan
dimulai dengan 1/2-2/3 dari dosis maksimal dan 2/5 dosis maksimal
untuk tetanus ringan. Mengingat tetanus sedang/ringan dapat berubah
menjadi tetanus berat secara cepat, maka setiap saat dosis harus
disesuaikan dengan perubahan gejala klinis dengan pemberian dosis
antikonvulsan yang maksimal. Pada tetanus berat, setelah pemberian
diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dilanjutkan dengan dosis 100-200
mg/24 jam dengan pompa semprit atau tiap 2 jam atau 12 kali perhari.
4) Perawatan Luka.
Yaitu dilakukan eksisi jaringan yang cukup luas guna
membersihkan jaringan anaerob, terutama bila ada benda asing
(debridement). Perawatan luka dilakukan setiap hari.
5) Ruang Khusus
Isolasi untuk menghindari rangsangan (suara, tindakan terhadap
penderita). Ruangan harus tenang. Pasien dianjurkan untuk dirawat
di Unit Perawatan Khusus bila didapatkan keadaan kejang-kejang
yang sukar diatasi obat-obatan antikonvulsan biasa. Spasme laring
merupakan komplikasi yang memerlukan perawatan intensif seperti
sumbatan jalan nafas, kegagalan pernafasan, hipertermi dan
sebagainya. Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port de
enty maka konsultasi ke dokter gigi/THT (Ngastiy, 2009; Subhan,
2002).
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Antibiotik
Untuk membunuh kuman C. Tetani (vegetatif) diberikan penisilin
prokain 50.000-100.000/kgBB/hari selama 7-10 hari. Metronidazol
tampak sama efektifnya. Tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari dan eritromisin
(untuk anak berumur = 9 tahun) untuk penderita alergi penisilin.
Untuk penyulit sepsis atau bronkopneumonia diberikan antibiotik
yang sesuai.

2) Anti serum.
Ada berbagai pendapat : Pengobatan spesifik dengan ATS 20.000
U/hari selama 2 hari berturut-turut secara intramuskulus dengan
didahului oleh uji kulit dan mata. Bila hasilnya positif, maka
pemberian ATS harus dilakukan dengan desensitisasi cara Besredka.
Dosis ATT biasanya 50.000-100.000 U, setengahnya diberikan secara
intravena dan setengahnya intramuskuler, tetapi mungkin diperlukan
sedikit yaitu 10.000 U saja sudah cukup. Dapat digunakan ATS 5000
unit intramuskular, tetapi pusat rujukan lain mempergunakan dosis
40.000 unit diberikan separuh intravena dan separuhnya
intramuskular atau bila fasilitas tersedia dapat diberikan HTIG
(Human Tetanus Immune Globulin) 500-3000 IU (Ngastiy, 2009;
Subhan, 2002).
c. Pencegahan
1) Perawatan luka.
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka
kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Terutama
perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
2) ATS profilaksis.
Hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam) memberikan
kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah terjadinya tetanus atau masa
inkubasi diperpanjang atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan.
Umumnya 1500 U im dengan didahului uji kulit dan mata. Harus
segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
3) Imunisasi aktif
Vaksin gabungan toksoid difteri, tetanus dan pertusis (DTP) pada usia
2, 4, dan 6 bulan, dengan booster pada usia 4-6 tahun dan pada
interval 10 tahun sesudahnya sampai dewasa dengan toksoid tetanus-
difteri (Td). Toksoid Tetanus (TT) diberikan pada setiap wanita usia
subur, gadis mulai umur 12 tahun dan ibu hamil. Untuk orang-orang
umur 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi, seri imunisasi
primer terdiri dari 3 dosis Td yang diberikan intramuskular, yang
kedua 4-6 minggu sesudah yang pertama dan yang ketiga 6-12 bulan
sesudah yang kedua. Booster toksoid tetanus (lebih baik Td) diberikan
pada orang yang terjejas yang telah menyelesaikan seri imunisasi
primernya jika: luka bersih dan kecil tetapi telah mencapai 10 tahun
sejak booster yang terakhir, atau luka lebih serius dan telah mencapai
5 tahun sejak booster terakhir atau pada pemberian penisilin prokain
selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat (dosis 50.000
U/kgBB/hari) (Davis, 2010; Joseph, 2009).

K. KOMPLIKASI

a) Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva)


didalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
b) Asfiksia terjadi karena adanya kekakuaan otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan paru tidak dapat maksimal.
c) Atelektasis karena obstruksi oleh secret hal ini karena seseorang dengan
tetanus akan mengalami trismus (mulut terkunci) sehingga pasien tidak
dapat mengeluarkan sekret yang menumpuk di tenggorokan, atau pun
menelanya.
d) Fraktur kompresi dapat terjadi bila saat kejang pasien difiksasi kuat
sehingga tubuh tidak dapat menahan kekuatan luar.
e) Kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.
f) Rhabdomyolisis dan renal failure
g) Bronkopneumoni (Vanessa, 2007).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT TETANUS

I. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak dengan tetanus umumnya dapat ditemukan adanya
tanda-tanda :
- Demam tinggi
- Kejang otot
- Detak jantung tidak beraturan
- Nyeri seluruh bagian tubuh
- Lebih sering menangis, meringis
- Kaku pada seluruh bagian tubuh
- Pembengkakan pada beberapa bagian tubuh
- Peningkatan kadar neutrofil, salah satu jenis sel darah putih

1. Data Fokus
a. Wawancara
1. Identitas penderita
Meliputi nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th
dengan status gizi yang kurang dan sering mengalami penyakit
infeksi, jenis kelamin (L dan P pervalensinya sama), suku
bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa
klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan
tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk
mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di
tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan
kejang perlu mendapat perhatian untuk di lakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus
apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang
telah di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang
tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di
hubungkan dengan toksin tetanus yang mengimplamasi
jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsip, dan koma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau  menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernah kah klien mengalami tubuh
terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku,
pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang menjadi kotor;
karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga
luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree
lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi
bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan benda yang
kotor.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat imunisasi Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan
misalnya BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
7. Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori, untuk pertambahan berat badan ideal
menggunakan rumus 8 + 2n. Klasifikasinya status gizinya
adalah sebagai berikut :
- Gizi buruk kurang dari 60%
- Gizi kurang 60 % - <80 %
- Gizi baik 80 % - 110 %
- Obesitas lebih dari 120 %
8. Riwayat tumbuh kembang anak.
b. Tahap pertumbuhan
Dilihat dari perkiraan berat badan
b. Tahap perkembangan.
- Perkembangan psikososial (Eric Ercson)
- Perkembangan psikosexsual (Sigmund Freud)
- Perkembangan kognitif (Piaget)
- Perkembangan moral
- Perkembangan spiritual
- Perkembangan body image
- Perkembangan sosial
- Perkembangan bahasa
- Tingkah laku personal sosial
c. Pemeriksaan fisik (had to toe)
7. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat
badan, dan tanda-tanda vital.
8. Kepala dan leher
- Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala,
konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga,
di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah.
- Palpasi :
Adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan didaerah leher belakang,
9. Mulut
- Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan
molar bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole,
perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
10. Toraks
- Inspeksi :
Bentuk dada anak, adakah batuk, secret pada nasofaring,
perdarahan pada hidung.
- Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
11. Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
- Auskultasi :
Bising usus.
- Perkusi :
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda
abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
12. Kulit
- Inspeksi :
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
- Palpasi : Turgor kulit menurun

II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi
(bakterimia efek toksin)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (bahan kimia
efek toksin)
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
4. Resiko cedera berhubungan dengan terpapar zat kimia toksik

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAW (SLKI) (SIKI)
ATAN
(SDKI)
1. Peningkatan Setelah dilakukan Manajemen
suhu tubuh tindakan hipertermia.
(hipertermia) keperawatan Observasi: Observasi:
berhubungan selama....x..... 1. Identifikasi penyebab 1.Mengetahui
dengan jam, diharapkan hipertermia. pemicu terjadinya
proses infeksi termoregulasi hipertermia
(bakterimia membaik dengan
efek toksin) kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh 2.Untuk menjaga
 Menggigil suhu tubuh agar
menurun tetap dalam keadaan
 Kejang Terapeutik normal.
menurun 3.Sediakan lingkungan Terapeutik
 Suhu tubuh yang dingin 3.Untuk
membaik memberikan
 Suhu kulit kenyamanan.
membaik 4.Longgarkan atau
lepaskan pakaian 4.Untuk
memberikan
5.Basahi dan kipasi kenyamanan
permukaan tubuh. 5.Untuk
mempercepat
6. Berikan cairan oral. penurunan suhu
tubuh
6.Untuk memenuhi
7. 7.Ganti linen setiap hari kebutuhan cairan
atau lebih sering jika dan elektrolit
mengalami keringat
berlebihan 9. 7. Agar pasien
8. merasa nyaman
8. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres
dingin pada dahi). 8.Untuk
mempercepat
Edukasi penurununan panas
9.Anjurkan tirah baring
Edukasi
9.Untuk mencegah
komplikasi dan
Kolaborasi mempercepat proses
10.Kolaborasi pemberian metabolisme
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu. Kolaborasi
10.Untuk Untuk
mempercepat
penyembuhan

2. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri


berhubungan tindakan Observasi: Observasi:
dengan agen keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk mengetahui
pencedera selama .. x…jam karakteristik, lokasi nyeri
kimiawi diharapkan durasi, frekuensi,
(bahan kimia tingkat nyeri kualitas, intensitas
efek toksin) menurun dengan nyeri
criteria hasil : 2. Identifikasi respon 2.Untuk mengetahui
 Keluhan non verbal respon non verbal
nyeri Terapeutik: 3. untuk mengurangi
menurun 3. berikan teknik rasa nyeri
 Meringis nonfarmakologis
menurun untuk
 Frekuensi mengurangi rasa
nadi nyeri (mis. Terapi
membaik bermain, terapi
musik, nafas
dalam) 4.Untuk menjaga
4. control lingkungan kenyamanan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
cahaya,
kebisingan) 5.Untuk meredakan
Edukasi : rasa nyeri
5. jelaskan strategi
meredakan nyeri 6. Untuk
mengurangi rasa
Kolaborasi: nyeri
6. kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Bersihan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
jalan napas tindakan
Observasi : Observasi
tidak efektik keperawatan
berhubungan selama ……x...... 1. monitor pola nafas 1. untuk mengetahui
dengan jam diharapkan (frekuensi, pola nafas pasien
spasme jalan bersihan jalan kedalaman, usaha
napas nafas meningkat napas) 2.untuk mengetahui
dengan kriteria 2. monitor bunyi nafas adakah suara nafas
hasil: tambahan (mis, tambahan
gurgling, mengi,
 batuk wheezing, ronkhi 3.Untuk mengetahui
efektif kering) jumlah, warna dan
meningkat 3. monitor sputum aroma
 produksi (jumlah, warna,
sputum aroma) Terapeutik :
menurun
 mekonium 4. agar nafas pasien
(pada Terapeutik : tetap normal
neonatus)
4. pertahankan
menurun
kepatenan jalan nafas
 frekuensi
dengan head-tilt dan
napas
chin-tilt (jaw-thrust
membaik 5.agar pasien merasa
jika curiga trauma
 pola nyaman
servikal)
napas
5. posisi semi fowler 6.untuk
membaik
atau fowler mengencerkan
6. berikan minum apabila ada sputum
hangat
7.untuk memelihara
fungsi otot-otot
pernafasan
7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu 8.jika pasien merasa

sesak, untuk
8. berikan oksigen, jika
memenuhi
perlu
kebutuhan
oksigen pasien

Edukasi :

Edukasi : 9.agar pasien tidak

9. anjurkan asupan kekurangan cairan


cairan 2000 ml
perhari, jika tidak
kontraindikasi 10untuk
10. ajarkan teknik batuk melancarkan jalan
efektif nafas

Kolaborasi
Kolaborasi:
11.untuk
11. pemberian
mengurangi sesak
bronkodilator,
pada pasien
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Resiko Setelah dilakukan Manajemen


cedera tindakan kenyamanan lingkungan
berhubungan keperawatan Observasi: Observasi:
dengan selama …x…jam 1. identifikasi sumber
terpapar zat diharapkan ketidaknyamanan (mis. 1. untuk mengetahui
kimia toksik tingkat cedera Suhu ruang, kebersihan) penyebab
menurun dengan ketidaknyamanan
criteria hasil : 2.monitir kondisi kulit
 kejadian terutama area tonjolan 2.untuk mengetahui
cedera (mis. Iritasi atau luka kondisi kulit diarea
menurun tekan) tonjolan
 luka/ lecet Terapeutik: Terapeutik :
menurun 3.sediakan ruangan yang 3.agar pasien merasa
 keteganga tenang dan mendukung nyaman
n otot 4.fasilitasi kenyamanan 4. agar pasien
menurun lingkungan (mis. Atur merasa nyaman
 toleransi suhu, selimut, kebersihan)
aktivitas 5.atur posisi yang nyaman 5. agar pasien
meningkat (mis. Topang dengan merasa nyaman
bantal, jaga sendi selama
pergerakan) 6.untuk mencegah
6.hindari paparan kulit iritasi
terhadap iritasi Edukasi :
Edukasi : 7.untuk mengetahui
7.jelaskan tujuan manajemen
manejemen lingkungan lingkungan
8. untuk mengurangi
8.ajarkan manajemen rasa sakit pada area
sakit dan cedera, jika cedera
perlu

IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Dilakukan sesuai intervensi yang diberikan
V. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Evaluasi formatif (proses)
Fokus pada evaluasi proses (formatif)  adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas peayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus dilaksanakan  segera setelah perencanaan keperawatan
diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut.
Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri
atas analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara,
observasi klien, dan menggunakan form evaluasi. Ditulis pada catatan
perawatan. Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk
selama 30 menit tanpa pusing.
2. Evaluasi Sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Focus evaluasi hasil
(sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
asuhan keperawatan.
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT TETANUS

A. PENGKAJIAN
I. Identitas
A. Anak
1. Nama : An. A
2. Anak yang ke :1
3. Tanggal lahir : 08 Maret 2018
4. Umur : 2 tahun
5. Jenis kelamin : Perempuan
6. Agama : Hindu
B. Orang tua
1. Ayah
1. Nama : Tn.S (kandung)
2. Umur : 28 tahun
3. Pekerjaan : Swasta
4. Pendidikan : SMA
5. Agama : Hindu
6. Alamat : Br. Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar selatan
2. Ibu
1. Nama : Ny. T (kandung)
2. Umur : 25 tahun
3. Pekerjaan : IRT
4. Pendidikan : SMA
5. Agama : Hindu
6. Alamat : Br. Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar selatan
II. GENOGRAM
Tidak ada
III. ALASAN DIRAWAT
A. Keluhan Utama:
Ibu mengatakan bahwa anaknya panas, kejang dan sesak sejak kemarin
malam.
B. Riwayat Penyakit:
a. Riwayat kesehatan sekarang
Ibu mengatakan ananya panas, kejang dan sesak sejak kemarin malam
b. Riwayat kesehatan lalu 
ibu mengatakan anaknya tidak pernah masuk rumah sakit
c. Riwayat kesehatan keluarga 
Ayah dan ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular
ataupun penyakit keturunan.
IV. Riwayat Anak ( 0-6 tahun )
a. Perawatan dalam masa kandungan :
1. Dilakukan pemeriksaan kehamilan/tidak : Ya
2. Berapa kali : 4 kali
3. Kapan : Pada usia kehamilan 1 bulan,3 bulan,5 bulan, dan 8 bulan
4. Tempat di : Bidan
5. Kesan pemeriksaan tentang kehamilan : Janin sehat
6. Imunisasi : lengkap
7. Pemeriksaan lain : USG
8. Penyakit yang pernah diderita ibu : Tidak ada
9. Penyakit dalam keluarga : Tidak ada
b. Perawatan pada waktu kelahiran :
1. Umur kehamilan : 39 minggu dilahirkan di Bidan
2. Ditolong oleh : Bidan
3. Berlangsungnya kelahiran : Normal
4. Keadaan bayi setelah lahir : Sehat
5. BB lahir : 2800 gram, PBL : 48 cm, LK/LD : 35cm
V. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual Dalam Kehidupan Sehari-Hari
A. Bernafas
1. Kesulitan bernafas : tidak
2. Kesulitan dirasakan : -
3. Keluhan yang dirasa : -
4. Suara nafas : vesikuler
B. Makan dan minum
Ibu pasien mengatakan anaknya makan tiap 3x sehari dan menghabiskan
porsi makannya
C. Eliminasi (BAB/BAK)
Ibu pasien mengatakan pasien biasa memberitahukan keinginan untuk
BAB/BAK, pasien tidak pernah kesulitan dalam BAB/BAK. Dengan
BAB : frekuensi 2 kali sehari , warna kuning khas feses, bau khas feses,
konsistensi lembek.
BAK : frekuensi lebih dari 3 kali sehari, warna kuning khas, bau khas urine.
D. Aktifitas
Ibu pasien mengatakan pasien sangat suka bermain, permainan yang disukai
yaitu robot mainan kesukaannya. Mainan yang dimiliki kebanyakan
permainan rbot dan benda padat lainnya.
E. Rekreasi
Ibu pasien mengatakan kadang – kadang mengajaknya bersama keluarga
untuk jalan – jalan di taman agar dapat bergaul dengan anak lainnya.
F. Istirahat dan tidur
Ibu pasien mengatakan mengajarkan pasien untuk kencing sebelum tidur,
sikat gigi. Pasien tidur malam mulai pukul 20.30, dan bangun pikul 06.00
dengan tidur yang masih ditemani orang tua. Pasien terkadang suka tidur
siang dengan lama sekitar 1 jam.
G. Kebersihan diri
Pasien mandi 2x sehari tanpa bantuan orang tuanya.
H. Pengaturan suhu
Suhu tubuh pasien panas
I. Rasa nyaman
Pasien terlihat tidak merasa nyaman dengan kondisinya, dilihat dari pasien
terus menangis, dan terus menerus menggaruk kulitnya.
J. Rasa aman
Ibu pasien merasa khawatir melihat rush pada hampir sekujur tubuh anaknya
K. Belajar (anak dan orang tua)
Ibu mengatakan anaknya sudah diajarkan makan-makanan yang sehat (sayur
dan buah) serta diajarkan mengomsumsi makanan higenis
L. Prestasi
Ibu mengatakan anaknya belum punya prestasi karena belum sekolah
M. Hubungan social anak
Hubungan anak dan ibu sangat dekat , serta ibu sering mengajarkan anaknya
saling berinteraksi antar seman sejawat
N. Melaksanakan ibadah
ibu pasien mengatakan anaknya jarang bersembahyang, tetapi anaknya
sering mengikutinya kalau akan sembahyang di rumah, dan ia bisa
melakukan persembahyangan, tetapi masih dengan bimbingan orang tuanya.

VI. Pengawasan Kesehatan


1. Bila sehat tidak di awasi di puskemas, dokter, dll
2. Bila sakit minta pertolongan kepada : Bidan, perawat dan dokter
3. Kunjungan ke Posyandu : Ya, satu bulan sekali
4. Pengawasan anak dirumah : Baik

Imunisasi ( 1 – 5 tahun)

Imunisasi Umur Tgl diberikan Reaksi Tempat Imunisasi

BCG 1 bulan 30 april Demam Posyandu


ringan

DPT I, II, III 2 bulan 3 mei Demam Posyandu


3 bulan 3 juni ringan
4 bulan 3 juli
HB I, II, III 2 bulan 3 mei Demam Posyandu
3 bulan 3 juni ringan
4 bulan 3 juli

TETANUS - - - -
- - - -
Tambahan / anjuran

VII. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

No. Jenis Akut/kronis/ Umur saat Lamanya pertolongan


penyakit menular/tidak sakit
1. - - - - -

VIII. KESEHATAN LINGKUNGAN


Pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih.

IX. PERKEMBANGAN ANAK (0-6 tahun)


Ibu mengatakan anaknya sudah bisa memanggil mama, papa, nenekdan kakek
dan anak sudah diajarkan bermain dengan teman sebayanya.

X. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum Klien : anak tampak gelisah dan lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda – Tanda Vital :
- TD : 100/70 mmhg
- Suhu : 38,50 C
- Respirasi : 29x/menit
- Nadi : 124x/menit

2. Kesan Umum : Kebersihan cukup, pergerakan kuat, bentuk tubuh tegap,


status gizi baik
3. Kepala : Kepala normal, simetris, rambut tipis
4. Wajah  : Simetris, bentuk oval,
5. Mata : Lengkap, simetris, tidak ada kelainan pada mata, skelera tidak
kuning, konjungtiva tida pucat, tidak ada perdarahan pada   mata, tidak ada tanda
– tanda infeksi
6. Hidung : Simetris, hidung berlubang kanan dan kiri, tidak ada
pernafasan cuping hidung
7. Mulut : tampak terdapat sputum, bibir pucat, kekauan saat menelan
makanan
8. Telinga : Simetris, tidak ada kelainan
9. Leher : Simetris, tidak ada bendungan vena jugularis
10. Ketiak : Tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
11. Dada : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada, pernafasan
kombinasi dada dan perut
12. Abdomen : Simetris,
13. Genetalia  : Tidak ada kelainan, labia mayora sudah menutupi labia
minora
14. Anus : Tidak ada kelainan, anus berlubang
15. Ekstremitas : Simetris,
16. Antropometri :
BB = 25 kg
TB = 110 cm
Lingkar Kepala = 50 cm
Lingkar Dada = 55 cm
Lingkar Lengan = 25 cm
17. Gejala cardinal
a. TD : 100/70 mmhg
b. Suhu : 38,50 C
c. Respirasi : 29x/menit
d. Nadi : 124x/menit

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Periksa lab : leukosit 5400 ul
XII. HASIL OBSERVASI
1. Interaksi anak dengan orang tua : anak sudah mampu berinteraksi dengan
teman sebaya
2. Bentuk/arah komunikasi : anak sudah berkomunikasi dengan baik sudah
bisa memangil mama, papa, kakek nenek
3. Ambivalensi/kontradiksi prilaku : -
4. Rasa aman anak : kasih saying dan peduli ibu terhadap anak dapat
membangun rasa percaya bagi anak

XIII. ANALISA DATA

No Data focus Masalah Kemungkinan


penyebab
1. DS : Hipertermia Proses penyakit
- Ibu mengatakan (infeksi)
bahwa anaknya panas,
kejang sejak kemarin
malam Suhu tubuh diatas
DO: normal
- Pasien tampak gelisah
dan lemah
- Ekstremitas tampak Kejang
kaku
- Akral teraba hangat
- Hasil TTV : Hipertermia
TD : 120/80 mmHg
N : 124x/menit
RR : 29x/menit
S : 38,50 C

2. DS: Bersihan jalan napas Proses infeksi


- Ibu mengatakan tidak efektif
bahwa anaknya sesak, Spasme jalan napas
sering menangis
DO: Sputum berlebihan
- Pasien tampak gelisah
dan lemah Mekonium dijalan
- Pasien tampak susah napas (pd neonatus)
mengeluarkan sputum
- Hasil TTV :
TD : 120/80 mmHg Bersihan jalan napas
N : 124x/menit tidak efektif
RR : 29x/menit
S : 38,50 C

XIV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses
infeksi (bakterimia efek toksin) dibuktikan dengan ibu mengatakan
bahwa anaknya panas, kejang dan sering menangis anak tampak
gelisah dan lemah, ektremitas tampak kaku, akral teraba hangat, Suhu
38.5ºC, Pernafasan 29 x/menit, Nadi    124x/menit.
2. Bersihan jalan napas tidak efektik berhubungan dengan spasme jalan
napas dibuktikan dengan ibu mengatakan bahwa anaknya sesak, sering
menangis anak tampak gelisah dan lemah, dan susah mengeluarka
sputum, Suhu 38.5ºC, Pernafasan 29 x/menit, Nadi    124x/menit.
XV. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAW (SLKI) (SIKI)
ATAN
(SDKI)
1. Peningkatan Setelah dilakukan Manajemen
suhu tubuh tindakan hipertermia.
(hipertermia) keperawatan Observasi: Observasi:
berhubungan selama 1 x 24 1. Identifikasi penyebab 1.Mengetahui
dengan jam, diharapkan hipertermia. pemicu terjadinya
proses infeksi termoregulasi hipertermia
(bakterimia membaik dengan
efek toksin) kriteria hasil : 2. Monitor suhu tubuh 2.Untuk menjaga
 Menggigil suhu tubuh agar
menurun tetap dalam keadaan
 Kejang Terapeutik normal.
menurun 3.Sediakan lingkungan Terapeutik
 Suhu tubuh yang dingin 3.Untuk
membaik memberikan
 Suhu kulit kenyamanan.
membaik 4.Longgarkan atau
lepaskan pakaian 4.Untuk
memberikan
5.Basahi dan kipasi kenyamanan
permukaan tubuh. 5.Untuk
mempercepat
6. Berikan cairan oral. penurunan suhu
tubuh
6.Untuk memenuhi
7.Ganti linen setiap hari kebutuhan cairan
atau lebih sering jika dan elektrolit
mengalami keringat 7. Agar pasien
berlebihan merasa nyaman

8. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. Kompres 8.Untuk
dingin pada dahi). mempercepat
Edukasi penurununan panas
9.Anjurkan tirah baring
Edukasi
9.Untuk mencegah
komplikasi dan
Kolaborasi mempercepat proses
10.Kolaborasi pemberian metabolisme
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu. Kolaborasi
10.Untuk Untuk
mempercepat
penyembuhan

2. Bersihan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


jalan napas tindakan
Observasi : Observasi
tidak efektik keperawatan
berhubungan selama 1 x 24 jam 12. monitor pola nafas 1. untuk mengetahui
dengan diharapkan (frekuensi, pola nafas pasien
spasme jalan bersihan jalan kedalaman, usaha
napas nafas meningkat napas) 2.untuk mengetahui
dengan kriteria adakah suara nafas
hasil: tambahan
3.Untuk mengetahui
 batuk
jumlah, warna dan
efektif
aroma
meningkat 13. monitor bunyi nafas
 produksi tambahan (mis, Terapeutik :
sputum gurgling, mengi,
menurun 4. agar nafas pasien
wheezing, ronkhi
 mekonium tetap normal
kering)
(pada 14. monitor sputum
neonatus) (jumlah, warna,
menurun aroma)
 frekuensi
napas 5.agar pasien merasa

membaik Terapeutik : nyaman

 pola 15. pertahankan


napas kepatenan jalan nafas
membaik dengan head-tilt dan
chin-tilt (jaw-thrust 6.untuk
jika curiga trauma mengencerkan
servikal) apabila ada sputum
16. posisi semi fowler
7.untuk memelihara
atau fowler
fungsi otot-otot
pernafasan
17. berikan minum
hangat

8.jika pasien merasa

sesak, untuk
18. Lakukan fisioterapi memenuhi
dada, jika perlu kebutuhan
oksigen pasien

Edukasi :
Edukasi :
9.agar pasien tidak
19. anjurkan asupan
kekurangan cairan
cairan 2000 ml
perhari, jika tidak
kontraindikasi
20. ajarkan teknik batuk 10.untuk
efektif melancarkan jalan
nafas

Kolaborasi: Kolaborasi

21. pemberian
11.untuk
bronkodilator,
mengurangi sesak
ekspektoran,
pada pasien
mukolitik, jika perlu

XVI. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No. Tindakan Evaluasi Tanda


Hari/Tgl/
Dx tangan
Jam
Rabu, 3 Observasi:
februari 1. 1.mengidentifikasi penyebab DS: ibu mengatakan
2020 hipertermia. anaknya demam
08.00 disertai kejang sejak
kemarin malam
DO: pasien tampak
2. memonitor TTV lemas
1.
DS: ibu mengatakan
08.20 bersedia jika anaknya
di cek kondisinya
DO: hasil TTV:
TD : 120/80 mmHg
N : 124x/menit
3.memonitor pola nafas RR : 29x/menit
(frekuensi, kedalaman, usaha S : 38,50 C
napas)
DS: ibu pasien
mengatakan anaknya
08.30 2. sesak
4.memonitor bunyi nafas DO: pasien tampak
tambahan (mis, gurgling, lemah
mengi, wheezing, ronkhi
kering) DS: -
DO: bunyi napas
08.40 2. pasien tampak bernada
5.memonitor sputum tinggi (mengi)
(jumlah, warna, aroma)

DS: ibu mengatakan


anaknya susah
09.00 2. mengeluarkan dahak
DO: sputum tampak
Terapeutik susah dikeluarkan
6.mengatur posisi semi
fowler

7.menyediakan lingkungan
DS:-
yang dingin
10.00 2. DO: pasien tampak
nyaman

DS: ibu mengatakan


suhu ruangannya biasa
8.melonggarkan atau
saja
lepaskan pakaian
10.20 1. DO:suhu ruangan
tampak normal

9.memberikan minum hangat DS: ibu pasien


mengatakan bersedia
membantu
10.30 1. melonggarkan pakaian
10.membasahi dan kipasi
DO: ibu pasien
permukaan tubuh.
tampak membantu
melonggarkan pakaian

DS:-
DO: pasien tampak
11. memberikan cairan oral.
10.50 2. minum air setengah
gelas

12.Memonitor TTV
DS: ibu pasien
mengatakan iya dan
11.30 1. akan mengkipasi tubuh
pasien jika berkeringat
banyak
DO: ibu pasien tampak
sudah melakukannya
13.Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika DS: -
mengalami keringat DO: pasien tampak
12.00 1. berlebihan minum air putih

14.melakukan pendinginan DS :-
eksternal (mis. Kompres DO : hasil TTV
13.00 1. dingin pada dahi). TD : 120/80 mmHg
N : 124x/menit
RR : 29x/menit
S : 370 C
15.melakukan fisioterapi
dada, jika perlu
DS: -
DO: pasien tampak
lebih nyaman

Edukasi
15.00 1.
16.menganjurkan tirah
DS: ibu mengatakan
baring
iya dan akan
mengkompres anaknya
DO: pasien tampak
17.menganjurkan asupan
17.00 1. sudah dikompres pada
cairan 2000 ml perhari, jika
dahi
tidak kontraindikasi

DS: ibu pasien


bersedia jika anaknya
diterapi dada
18.mengajarkan teknik batuk DO: pasien tampak
17.30 2. efektif nyaman
DS: -
19.Memonitor TTV DO: pasien tampak
sedang beristirahat

19.00 1. DS: ibu pasien


mengatakan mengerti
tentang apa yang
Kolaborasi dijelaskan
19.10 2. 20.mengkolaborasi DO: ibu pasien tampak
pemberian cairan dan kooperatif
elektrolit intravena, jika
perlu
21.memberikan DS: ibu pasien
oksigen,mukolitik,bronkodila mengatakan bersedia
tor,jika perlu untuk anaknya dilatih
batuk efektif
19.30 2. DO: pasien tampak
kooperatif dan ibu
1.mengidentifikasi penyebab
tampak bersemangat
hipertermia.
untuk melatih anaknya

DS :-
DO : hasil TTV
2. memonitor TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 120x/menit
20.00 1. RR : 29x/menit
S : 36,350 C

DS: -
DO: paien tampak
terpasang infus
3.memonitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman, usaha
napas) DS:-
DO: pasien
22.00 1. menggunakan oksigen
3Lpm

4.memonitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
DS: ibu mengatakan
23.30 2. demam pada anaknya
sudah turun
DO: pasien tampak
5.memberikan cairan oral lebih segar

DS: ibu mengatakan


Kamis, 4 bersedia jika anaknya
februari 1. di cek kondisinya
2020 DO: hasil TTV:
08.00 TD : 120/80 mmHg
N : 120x/menit
RR : 29x/menit
S : 360 C
08.30
1. DS: ibu pasien
mengatakan sudah
tidak sesak
DO: pasien tampak
lebih segar

DS: ibu mengatakan


anaknya mulai terbiasa
mengeluarkan dahak
08.40 2. DO: sputum tampak
dikeluarkan

DS: -
DO: pasien tampak
menghabiskan air putih
09.00 2.

10.00 1.

XVII. EVALUASI KEPERAWATAN

No Hari/ Evaluasi Tanda


Dx Tgl/Jam Tangan
1 Kamis, 4 S : ibu pasien mengatakan Menggigil menurun,
februari 2020 Kejang menurun, Suhu tubuh membaik, Suhu kulit
membaik
10.00
O : - pasien tampak segar

-Hasil TTV:

TD : 120/80 mmHg

N : 120x/menit
RR : 29x/menit

S : 360 C

A : tujuan tercapai
P : pertahankan kondisi pasien
2. Kamis, 4 S : Ibu pasien mengatakan batuk efektif meningkat,
februari 2020 produksi sputum menurun, mekonium (pada neonatus)
menurun, frekuensi napas membaik,pola napas
12.30
membaik

O : -klien sudah tidak terpasang oksigen, klien sudah


mampu mengeluarkan sputum

-Hasil TTV:

TD : 120/80 mmHg

N : 120x/menit

RR : 29x/menit

S : 360 C

A : tujuan tercapai
P: pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.

Nursalam M. Nurs, Rekawati Susilaningrum, Sri Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi
dan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Suriadi dan Rita Yuliani.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung
Seto

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018 Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai