Anda di halaman 1dari 57

KEPERAWATAN ANAK

“Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Meliputi Leukimia, Talasemia,


Hypospadia, dan Neprutik Sindrum”

Disusun Oleh :

Kelompok 13

Kelas 2.5

1. GUSTI AYU PT EGA APRILIANTI P07120017 096


2. NI WAYAN DEWI ANJANI P07120018 165
3. NKADEK DWI PURNAMI P07120018 167
4. PUTU EVI DAMAYANTI P07120018 169

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

D3 KEPERAWATAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat-Nya lah kami dapat menyelesaikan paper dengan judul “Konsep Asuhan
Keperawatan Anak Sakit Meliputi Leukimia, Talasemia, Hypospadia, dan
Neprutik Sindrum” tepat sesuai pada waktunya.

Paper ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan anak. Dalam penyusunan paper ini, kami mendapat bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak, diantaranya :

1. N.L.K Sulisnadewi, M.Kep., Ns., Sp.Kep.An.


2. Teman-teman kelas 2.5 D3 Keperawatan.

Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih
belum sempurna, maka kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan
demi kesempurnaan paper ini selanjutnya. Akhirnya kami berharap semoga paper
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 25 Januari 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai


dengan pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini
sangat cepat dan tidak terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak
normal. Pada pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi terlihat sel darah
putih muda, besar-besar dan selnya masih berinti (disebut megakariosit)
putih (neoplasma hematology).(Hidayat,2008). Beberapa ahli menyebut
leukemia sebagai keganasan sel darah putih (neoplasma hematology).
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital heriditer yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan haemoglobin, yaitu satu
atau lebih rantai polipeptida haemoglobin kurang atau tidak terbentuk
dengan akibat terjadi anemia hemolitik (Broyles,1997).

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana


meatus uretra terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal
dari tempatnya yang normal (ujung glans penis ). ( Arif Mansjoer, 2000 :
374).Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan
penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 yang
mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral
penis antara skrotum dan glans penis ( A.H Markum. 1991 :
257).Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang
terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan
filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Talasemia?
3. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Hypospadia?
4. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Neprutik
Sindrum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit
Talasemia
3. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit
Hypospadia
4. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Neprutik
Sindrum
D. Metode
Kami mengumpulkan data dengan cara menggunakan metode studi
pustaka. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan mencari dari
sumber referensi dan buku yang berhubungan dengan Konsep Asuhan
Keperawatan Anak Sakit Leukemia, Talasemia, Hypospadia, dan Neprutik
Sindrum . Tidak hanya itu kami juga mempergunakan media elektronik
yaitu internet.

BAB II
PEMBAHASAN

5
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Leukimia
A. Definisi
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang artinya
putih dan haima yang artinya darah. Leukemia adalah jenis kanker
yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya.
Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah diri untuk membentuk
sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin tua, sel-sel
tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya. Dan
terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang. Dimana sel-sel
baru ini terbentuk meski tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel
lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut leukemia,
di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal
yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian dari leokimia menurut para ahli yaitu sebagai
berikut:
 Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah
berupa proliferasio patologis sel hemopoetik muda yang
ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan
tubuh yang lain (Mansjoer, dkk, 2002)
 Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih
imatur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2006).
 Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah
putih dalam sumsum tulang menggantikan elemen sumsum
tulang normal (Smeltzer, 2001)
 Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel
pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa nadi
(Reeves, 2001).
B. Epidemologi

6
Insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara
3 dan 5 tahun yaitu ALL (Acute Lymphoid Leukemia). Anak
perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik daripada anak laki-
laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15%
sampai 25% kasus leukemia pada anak. Dan resiko terkena penyakit ini
meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan
seperti Sindrom Down (Smeltzer, 2001).
Leokemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi
hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan.
Menurut Handayani (2008) ada beberapa data epidemiologi
menunjukkan hasil sebagai berikut.
1. Insidensi
Insidensi leukemia di negara barat adalah 13/100.000
penduduk/ tahun. Dan leukemia merupakan 2,8% dari seluruh
kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia
di Indonesia.
2. Frekuensi relatif
Frekuensi relatif di Negara Barat menurut Guns yaitu:
Leukemia akut 60%, CLL 25%, CML 15%. Sedangkandi
Indonesia, frekuensi CLL sangat rendah. Dan CML merupakan
leukemia kronis yang paling sering di jumpai.
3. Usia
 ALL terbanyak pada anak-anak dan dewasa
 AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa
CML pada semua usia tersering usia 40-60 tahun
CLL terbanyak pada orang tua
4. Jenis kelamin
Leukimia lebih sering di jumpai pada laki-laki
dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1.

C. Etiologi

7
Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, akan
tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
terjadinya leukemia menurut, yaitu :
1. Genetik
Adanya penyimpangan kromosom. Insidensi leukemia
meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada
sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld,
sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von
Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Handayani 2008) .
Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya
perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group
Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada
aneuploidy.

2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada
kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada
tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Handayani, 2008) .

3. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal: radiasi, bahan kimia,
dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Handayani,
2008).

4. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa
RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata .
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA

8
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan
virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan (Handayani,
2008). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia
pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia. Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia (Reeves, 2001).

5. Bahan Kimia dan Obat-obatan


Paparan kromis dari bahan kimia (benzen)
dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut,
misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen
(Handayani, 2008). Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain: produk –
produk minyak, cat , ethylene oxide, h`erbisida, pestisida, dan
ladang elektromagnetik.

6. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan
kromosom yang menyebabkan AML.
Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen
dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat
laun menjadi AML.

7. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL )
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang
mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada
pasien yang mendapat terapi radiasi misal: pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.

9
D. Klasifikasi Leukimia
Leukemia pada dasarnya di bedakan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopeotik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit,
eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia (Mansjoer,
2002). Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi utamanya pada orang dewasa (85%) daripada anak-anak
(15%) dan lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita. Dan
gejala klinis yang dapat terlihat pada klien LMA adalah rasa lelah,
pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, pendarahan, nyeri
tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa,
hati, dan kelenjar mediastinum. Kadang0kadang juga ditemukan
hipertrofi gusi, khususnya pada leukemia akut monoblastik dan
mielomonolitik (Handayani,2008).

2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)

LMK juga di masukkan dalam sistem keganasan sel stem


mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk
akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang
menyerang individu di bawah 20 tahun (Mansjoer, 2002).
Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi tanda dan gejala
lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-
tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa
dan limpa membesar (Handayani, 2008).

3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

10
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 LLA
jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu
perkembangan sel normal (Mansjoer, 2002).

4. Leukemia Limfositik Kronis (LLC)


LLC merupakan kelainan ringan mengenai individu
usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak
menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau
penanganan penyakit lain (Mansjoer, 2002)

E. Menifestasi klinis
Gejala yang khas pada penderita leukemia adalah pucat
(dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai
splenomegali clan kadang- kdang hepatomegali serta
limfadenopati. Pasien yang menunjukkan gejala lengkap seperti yang
disebutkan diatas secara klinis dapa didiagnosa leukemia. Perdarahan
dapat berupa ekimosis, petekie, epistaksis, clan perdarahan
gusi,Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat
splenomegali. Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit
tulang yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit reumatik.

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu


dan dapat dibedakan menjadi tiga tipe:
a. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan
yang paling umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang,
menyebabkan kombinasi dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah
putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit rendah).
Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia),
infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat
trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi intravascular

11
diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang
pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan
adanya infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat
disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun, cukup berbahaya
apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi merupakan
akibat leukemia itu sendiri.
b. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan,
berkeringat, dan anoreksia cukup sering terjadi.
c. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda
infiltrasi leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin,
2009)

F. Patofisiologi

Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang


bersifat sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan
penyakit darah yang disebabkan karena terjadinya kerusakan pada
pabrik pembuat sel darah yaitu sumsum tulang. Penyakit ini sering
disebut kanker darah. Keadaan yang sebenarnya sumsum tulang bekerja
aktif membuat sel-seldarah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah
yang tidak normal dan sel ini mendesak pertumbuhan sel darah normal.
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia,
yaitu:

1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering


ditemukan padaleukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini
diakibatkan karena produksi yangdihasilkan adalah sel yang
immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah
normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses
infiltrasi dan sebagai bagian darikonsekuensi kompetisi untuk
mendapatkan elemen makanan metabolik.

12
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya
(granulosit dalam sumsum tulang, limfosit di dalam limfe node) dan
menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih
besar (splenomegali, hepatomegali). Poliferasi dari satu jenis sel sering
mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah
ke pengembangan/pembelahan sel yang cepat dan ke sitopenias
(penurunan jumlah). Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan
menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan
terjadi infeksi.
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus
sesuai dengan struktur antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila
tidak sesuai maka akan ditolak oleh tubuh. Dimana struktur antigen
manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh
terutama kulit dan selaput lendir yang terletak dipermukaan tubuh
(.Suriadi,2006) dalam prosesnya meliputi: normalnya tulang marrow
diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast. Adnya
proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan pletelet terganggu sehingga
akan menimbulkan anemia dn trombositopenia, sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudanh mengalami infeksi, manifestasi akan
tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat, gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi
sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit,
eritrosit, faktor pembekuan dan meningkatnya tekanan jaringan dan
adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya
pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendian.

13
G. Pathway

Perfusi jaringan
serebral

H. Komplikasi

Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:


1. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure). Sumsum tulang
gagal
memproduksi sel darah merah dalam umlah yang memadai, yaitu:
a. Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah merah terlalu
sedikit)

14
b. Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah sel darah putih
c. Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.

2. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah


abnormal, tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal
ini menyebabkan pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit
hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif.
3. Hepatomegali (Pembesaran Hati). Membesarnya hati melebihi
ukurannya yang normal.
4. Splenomegali (Pembesaran Limpa). Kelebihan sel-sel darah
yang diproduksi saat keadaan LGK sebagian berakumulasi di
limpa. Hal ini menyebabkan limpa bertambah besar, bahkan
beresiko untuk pecah.
5. Limpadenopati. Limfadenopati merujuk kepada
ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam ukuran,
konsistensi, ataupun jumlahnya.
6. Kematian.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran
anemia dan trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal
biasanya berkurang dan jumlah sel darah putih total dapat rendah,
normal, atau meningkat. Apabila normal atau meningkat, sebagian
besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut
Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit melebihi
10.000/mm3 pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm3. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari
500/mm3 [normalnya 1500/mm3] sering dijumpai. Limfoblas
dapat ditemukan di darah perifer, tetapi pemeriksa yang tidak

15
berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai
limfosit atipik. (William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut
Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan adanya
neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit
bervariasi, walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak
memiliki jumlah leukosit melebihi 100.000/mm3. Pada darah
perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada
leukemia limfoblastik akut, cairan spinal juga harus diperiksa
untuk menemukan bukti adanya leukemia. Mencapai 15% pasien
memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat didiagnosis.
(William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis
Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan leukositosis
nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang
hiperselular tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas
tidak banyak dijumpai. Pada kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik
yang khas pada leukemia mielositik kronis yang terlihat adalah:
kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal,
hipokalemia, dan peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu
tromboplastin parsial teraktivasi (APPT) yang memanjang karena
sering terjadi DIC (disseminated intravaskular coagulation). (Patrick,
2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia)
jalur sel T sering memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat
pada foto toraks. (Patrick, 2005)

16
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi
darah dan trombosit. (Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum
tulang yang memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi
trephine, penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik untuk
membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut
mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas
merupakan tanda patognomonik pada AML, namun hanya
ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda sel dapat
membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga
membedakan subtipe AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi
hematolog untuk merancang terapi dan memperkirakan prognosis.
Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan ALL
dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi
prognosis. (Patrick, 2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick,
2005)

J. Penatalaksanaan
Protokol pengobatan bervariasi sesuai jenis leukemia dan jenis
obat yang diberikan pada anak. Proses induksi remisi pada anak
terdiri dari tiga fase : induksi, konsolidasi, dan rumatan. Selama
fase induksi (kira-kira 3 sampai 6 minggu) anak menerima berbagai
agens kemoterapeutik untuk menimbulkan remisi. Periode intensif
diperpanjang 2 sampai 3 minggu selama fase konsolidasi untuk
memberantas keterlibatan sistem saraf pusat dan organ vital lain.
Terapi rumatan diberikan selama beberapa tahun setelah diagnosis
untuk memperpanjang remisi. Beberapa obat yang dipakai untuk
leukemia anak-anak adalah prednison (antiinflamasi), vinkristin
(antineoplastik), asparaginase (menurunkan kadar asparagin (asam
amino untuk pertumbuhan tumor), metotreksat (antimetabolit),

17
merkaptopurin, sitarabin (menginduksi remisi pada pasien dengan
leukemia granulositik akut), alopurinol, siklofosfamid (antitumor
kuat), dan daunorubisin (menghambat pembelahan sel selama
pengobatan leukemia akut) (Betz,Cecily L.2002).

Selain apa yang telah di jelaskan diatas, pada klien dengan


leokemia dapat dilakukan beberapa penatalaksaan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan kemoterapi
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase
ini diberikan terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan
L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-
tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan
hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel
leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.

2. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Hidayat, 2008)
yaitu:
a. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:

18
1) Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC)
untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan
hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³,
maka diperlukan transfusi trombosit.
2) Pemberian antibiotik profilaksis untuk
mencegah infeksi.
b. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang
abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan
masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan
untuk mengatasi kanker sering disebut sitostatika
(kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan
maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik
secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat
mengurangi gejala-gajala yang tampak.
2) Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-
sel yang tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
3) Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf
pusat
4) Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk
mempertahankan masa remisi
c. Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada
di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus
menerus.

3. transplantansi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis
tinggi dan radioterapi pada beberapa pasien leukemia akut.

19
Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum tulang
diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan,
dan kemudian diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat
alogenik, yaitu sumsum tulang berasal dari donor yang cocok
HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh
sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih
kembali. Sumsum tulang pasien yang diinfusikan kembali akan
mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien tersebut. Pasien yang
menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag
lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat
menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki risiko
rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang
menerima transplantsi autolog, karena sel tumor yang terinfusi
kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik,
terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena
limfosit T yang tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru
menunjukan bahwa transplantasi alogenik menggunakan terapi
dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh
akibat mechanism imunologis.

K. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal
itu terjadi.
a. Pengendalian Terhadap Pemaparan Sinar Radioaktif
Pencegahan ini ditujukan kepada petugas radiologi dan
pasien yang penatalaksanaan medisnya menggunakan radiasi.
Untuk petugas radiologi dapat dilakukan dengan
menggunakan baju khusus anti radiasi, mengurangi paparan
terhadap radiasi, dan pergantian atau rotasi kerja. Untuk pasien

20
dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik
radiologi serendah mungkin sesuai kebutuhan klinis.
b. Pengendalian Terhadap Pemaparan Lingkungan Kimia

Pencegahan ini dilakukan pada pekerja yang sering


terpapar dengan benzene dan zat aditif serta senyawa lainnya.
Dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan atau
informasi mengenai bahan-bahan karsinogen agar pekerja dapat
bekerja dengan hati-hati. Hindari paparan langsung terhadap zat-
zat kimia tersebut.
d. Mengurangi frekuensi merokok
Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok perokok
berat agar dapat berhenti atau mengurangi merokok. Satu dari
empat kasus LMA disebabkan oleh merokok.45 Dapat dilakukan
dengan memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok yang
bisa menyebabkan kanker termasuk leukemia (LMA).
e. Pemeriksaan Kesehatan Pranikah
Pencegahan ini lebih ditujukan pada pasangan yang akan
menikah. Pemeriksaan ini memastikan status kesehatan masing-
masing calon mempelai. Apabila masing-masing pasangan atau
salah satu dari pasangan tersebut mempunyai riwayat keluarga
yang menderita sindrom Down atau kelainan gen lainnya,
dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli hematologi. Jadi
pasangan tersebut dapat memutuskan untuk tetap menikah atau
tidak.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan
perkembangan penyakit atau cedera menuju suatu perkembangan ke arah
kerusakan atau ketidakmampuan. Dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi penyakit secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat

21
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas.Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup
bulan dan merupakankelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur
atau bersamaan dengan kelainan bawaanlain. Pada segmen
aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukanpada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan
yangmelebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus
ditemukan sama banyak padaanak laki-laki dan perempuan.
b. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya
c. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter
misal kembar (monozigot)
d. Kaji adanya tanda – tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit
kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat
e. Kaji adanya tanda – tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi
pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan
atau hiotam tanpa pus
f. Kaji adanya tanda – tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan
membran mukosa, pembentukan hematoma, kaji adanya tanda – tanda
invasi ekstra medulla; limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.
g. Kaji adanya pembesaran testis, hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi di sekitar rektal dan nyeri.
2. Analisa Data Keperawatan
a. Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
2

 Demam
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b.      Data Objektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah
sebagai berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel – sel muda
3) Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
b. Nyeri b.d agen pencedera fisiologis inflamasi kerusakan sumsum tulang
c. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient

4. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil intervensi


. keperawatan
1. Intoleransi SLKI SIKI
aktivitas Setelah dilakukan - Identifikasi
tindakan keperawatan tingkat aktivitas
selama .. x…jam - Monitor
diharapkan intoleransi respons
dapat membaik dengan emosional,fisik,
criteria hasil : social, dan
 Frekuensi nadi spiritual
meningkat terhadap
 Keluhan lelah aktivitas
menurun - Fasilitasi
 Dispnea saat memilih
aktivitas aktivitas dan
menurun tetapkan tujuan
 Dispnea setelah aktivitas yang
2
3

aktivitas konsisten sesuai


menurun kemampuan
fisik,psiklogis,
dan social
- Ajarkan
melakukan
aktivitas fisik,
social, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
kesehatan
2. Nyeri akut SLKI SIKI
Setelah dilakukan - identifikasi
tindakan keperawatan lokasi,
selama .. x…jam karakteristik,
diharapkan nyeri dapat durasi,
membaik dengan frekuensi,
criteria hasil : kualitas,
 Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun - identifikasi
 Meringis respon non
menurun verbal
 Frekuensi nadi - berikan teknik
membaik nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
rasa nyeri (mis.
Terapi bermain,
terapi musik,
nafas dalam)
- control
lingkungan
yang
memperberat
rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,
3
4

cahaya,
kebisingan)
- jelaskan strategi
meredakan
nyeri
- kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Deficit nutrisi SLKI SIKI
Setelah dilakukan - identifikasi
tindakan keperawatan status nutrisi
selama .. x…jam - monitor asupan
diharapkan deficit makanan
nutrisi dapat membaik - monitor berat
dengan criteria hasil : badan
 nafsu makan - monitor hasil
membaik pemeriksaan
 porsi makan laboratorium
yang dihabiskan - sajikan
meningkat makanan yang
 berat badan ideal menarik
sehingga
menambah
nafsu makan
anak
- kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menetukan
jumlah kalori
dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan

4
5

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Talasemia


A. Definisi
Thalassemia adalah suatu penyakit kongenital heriditer yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan haemoglobin, yaitu
satu atau lebih rantai polipeptida haemoglobin kurang atau tidak
terbentuk dengan akibat terjadi anemia hemolitik (Broyles,1997).
Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
yaitu terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur erytrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari ).
Penyebab kerusakan tersebut karena Hb yang tidak normal akibat
gangguan pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb. Secara
normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari dua
rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat
terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai
alpha. Rantai alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam
sel, sehingga menimbulkan kerusakan pada membrane sel, yaitu
menjadi lebih permeable. Akibatnya sel darah mudah pecah dan
terjadi anemia hemolitik. Kelebihan rantai alpha akan mengurangi
stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi haemoglobin dan
membrane sel sehingga berakibat suatu hemolisa (FK Unair , 1996).
Macam thalassemia secara klinis terbagi menjadi dua golongan, yaitu
thalassemia mayor yang memberikan gejala yang jelas bila kita
melakukan pengkajian dan thalassemia minor yang sering tidak
memberikan gejala yang jelas.

B. Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat
ditularkan. Banyak keturunan oleh pasangan suami-istri yang
mengidap thalassemia dalam sel-selnya.
C. Patofisiologi

5
6

Konsekuensi hematologic karena kurangnya sintesis satu rantai globin


disebabkan rendahnya haemoglobin intraseluler (hipokromia) dan
kelebihan relative rantai lainnya.
D. Tanda dan gejala
a. Pucat
b. Fasies mongoloid fasies cooley
c. Gangguan pertumbuhan
d. Hapatosplenomegali
e. Ada riwayat keluarga
f. Icterus atau sub icterus
g. Tulang : osteoporosis, tampak struktur mozaik.
h. Jantung membesar karena anemia kronis
i. Ginjal juga kadang-kadang juga membesar disebabkan oleh
hemophoesis ekstra meduller.
j. Kelainan hormonal seperti : DM, hipotiroid, disfungsi gonad.
k. Serangan sakit perut dengan muntah dapat menstimulasi gejala
penyakit abdomen yang berat.
E. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit
dalam batas normal.
 Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer, anisofolkilositosis,
polikromasia sel target, normoblas pregmentosit.
 Fungsi sum-sum tulang : hyperplasia normoblastik.
 Kadar besi serum meningkat.
 Bilirubin indirect meningkat.
 Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor.
 Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor.
F. Komplikasi

Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada masa anak-
anak. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat
berlangsung progresif kolelikiasis sering dijumpai, komplikasi lain:

 Infeksi tulang
 Nekrosis
 Aseptic kapur femoralis

6
7

 Asteomilitis (terutama salmonella).


 Hematuria sering berulang-ulang.

ASUHAN PADA ANAK DENGAN TALASEMIA

 Pengkajian
1) Asal Keturunana/kewarganegaraan.
Thalassemia banyak dijumpai pada bangasa di sekitar laut tengah
(Mediterania), seperti turki, yunani, Cyprus, dan lain-lain. Di
indinesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak,
bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak didereta.
2) Umur.
Pada thalassemia mayor yang gejala kinisnya jelas telah terlihat sejak
anak berumur kurabg dari satu tahun. Sedangkan pada thalassemia
yang gejalanya lebih ringan, biasanya datang berobat pada umur
sekitar 4-6 tahun.
3) Riwayat kesehatan anak.
Kecenderungan mudah timbul infeksi saluran napas bagian atas atau
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transportasi.
4) Pertumbuhan dan perkembangan.
Sering didapatkan data ada kecevdrungan gangguan tubuh sejak anak
masih bayi, karena ada pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
kecil untuk umurnya da nada keterlamabatan kematangan seksual
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalassemia minir
sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5) Pola makan.
Anak sering mengalami susah makan karena ada anoreksia, sehingga
berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6) Pola aktivitas.
Anak terlihat lambat dan tidak selincah anak sesuainya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat, karena bila aktivitas seperti anak normal mudah
terasa leleah.
7) Riwayat kesehatan keluarga.

7
8

Karean merupakan penyakit keturunan, perlu dikaji orang tua yang


menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita
thalassemia, maka anak beresiko menderita thalassemia mayor. Oleh
karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dikukan kareana
berfungsi untuk mengetahui adamnya penyakit yang mungkin karena
keturan .
8) Riwayat ibu saat hamil (ANC).
Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor rsiko thalassemia. Sering orang tua merasa dirinya
sehat. Apabila diduga ada resiko faktor resiko,maka ibu perlu
diberitahuresiko yang mungkin dialami olaeh anaknya nanti setelah
lahir. Untuk memastikan diaknosis, ibu segera dirujuk ke dokter.
9) Keadaan fisik anak thalassemia sering didapatkan darta-data di
antaranya sebagai berikut.
a. Keadaan umum.
Anak bianya terlihat lemah dan kurang bergairah, tidak selincah
anak sesuainya yang normal.
b. Kepala dan bentuk mukak.
Pada anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk muka mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar.
Serta tulang dahi terlihat lebar.
c. Mata pada konjungtiva terlihat pucat kekunungan.
d. Bibir terlihat pucat kehitaman.
e. Pada ifeksi terlihat dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan anemia kronik.
f. Perut kelihatan membuncit serta pada perabaan terdapat
pembesaran limpa dan hati (hatopslemagali).
g. Pertumbuhan fisik kecil dan berat badan kurang dari normal.
Ukuran fisk ini terkihat kecil bila dibandingkan dengan dengan
anak sesuanya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan tidak
mungkin mencapai adolesens karena adanya anemia kronik.

8
9

i. Kulit.
Warna pucat kuning-kuningan. Jika anak telah sering mendafat
transfuse darah, kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10) Penegakkan dianogsa.
a. Biasanya dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepid an
didapatkan gambaran:
1) Anisositosis (sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
2) Hipokrom yaitu sel berkurang.
3) Poikilositasis yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak normal.
4) Pada sel target terdapat fragmentasi dan banyak sel
normoblast, kadar fe dalam serum tinggi.
b. Kadar hemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl. Hal ini
terjadi karena sel darah merah yang berumur pendek (kurang dari
120 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah di
dalam pembuluh darah.
11) Program terapi
Prinsip terapi pada anak dengan thalassemia adalah mencegah
hipoksia jaringan.
Tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Tranfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali ( kurang dari
6 mg/dl)atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu mkan.
b. Splenoktomi dilakukan apada anak yang berumur lebih dari dua
tahun dan bila limpa terlalu besar, sehingga resiko terjadinya
trauma yang berkaitan pendarahan cukup besar.
c. Pemberian reborantia. Hindari preparat yang mengandung zat besi.
d. Pemberian desferioxamin untuk mengahambat proses
hemosiderosis, yaitu menbatu ekskresi Fe. Untuk mengurahi
absorbs Fe melalui usus,dianjurkan minum the.
e. Transpalasi bone marrow (sumsum tulang) untuk anak yang
berumur di atas 16 tahun. Di Negara kita masih sulit dilaksanakan
karena biaya sangata mahal dan sarana belum memadai.
 Masalah
Masalah yang sering dialami dengan thalassemia adalah (Broyles, 1997)
sebagai berikut.

9
10

1. Inadekuat perfusi jaringan.


2. Kecemasan (keluarga dan anak)
3. Gangguan pembunuhan nutrisi
4. Gangguan aktivitas fisik
5. Gangguan pertumbuhan fisik
6. Resiko (potensial) terjadi infeksi/komplikasi.
 Perencanaan/intervensi
Apabila ditemukan anak yang kemungkinan menderita thalassemia belum
pernah ditangani oleh dokter, maka segera rujuk ke rumah sakit yang
mempunyai pasilitas lebih lengkap. Anak dengan thalassemia tidak selalu
rawat inap di rumah sakit, kecuali ada komplikasi atau penyakit penyerta
secara periodic , anak anak perlu control untuk tranfusi darah. Oleh
karena itu, tujuan perawatan anak thalassemia adalah sebagai berikut
1. Anak akan terpenuhu kebutuhan perfusi jaringan sehingga dapat
dapat melaksanakan aktivitas yang layak sesuai kemampuannya.
2. Keluarga dapat memahami keadaan anaknya berkurang rasa
cemas, serta dapat membantu program terapi anaknya, serta
bersedia konseling genetic.
3. Terhindar dari resiko infeksi/komplikadi seperti ISAP, gagal
jantung, dan pendarahan lien.
4. Terpenuhi kebutuhan nutrisi dan dapat tumbuh normal.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut yang mungkin timbul,
rencana tindakan yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Memulihkan / mengembalikan perfusi jaringan secara adekuat, yaitu
dengan jalan transfuse sesuai protocol (macam darah sesuai program
dokter). Hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut.
 Jelaskan semua prosedur untuk mengurangi kecemasan.
 Cari lokasi vena yang mudah.
 Monitor tanda vital sebelum, selama, dan sesudah transfuse, serta
reaksinya (misalnya, panas, menggigil, urtikaria). Bila terjadi
reaksi, hentikan transfuse dan segera beritahu dokter.
 Spoel dengan cairan infus 0,9% normal saline/RL sebelum dan
sesudah transfuse.
2. Beri dukungan psikososial pada anak dan keluarga untuk mengurangi
kecemasan dan ketidaktahuan dengan:

10
11

 Membesarnya hati anak dan keluarga agar tidak merasa cemas,


bersalah, dan agar terbuka mengungkapkan perasaannya.
 Menyiapkan anak dan keluarga untuk prosedur yang dilaksanakan
dengan menjelaskan tujuan prosedurnya.
 Jika transplantasi sumsum tulang disarankan dokter, beri
dukungan untuk mengambil/menentukan keputusan.
 Jika anak diperbolehkan untuk rawat jalan, siapkan
instruksi/prosedur untuk perawatan di rumah ( misalnya ,
menghindari rupture, diet yang tidak terlalu banyak mengandung
Fe).
 Berikan pendidikan tentang thalassemia , meliputi pengertian,
etiologic, gejala, dan tanda pengobatan, serta kelanjutannya (follo
up) rutin.
 Berikan konseling genetic pada orang tua bila ingin punya anak
lagi dan pada anak sendiri bila ingin menikah (konseling
pranikah).
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
Anak thalassemia mengalami anoreksia karena terdapat anemia yang
kronis. Anoreksia bias dikurangi dengan memperbaiki anemianya,
yaitu dengan transfusi. Untuk kebutuhan nutrisi peroral, hal yang
perlu diperhatikan adalah:
 Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein ) dengan gizi menu
seimbang/bervariasi untuk menghindari kebosanan.
 Hindari pemberian makanan yang banyak mengandung Fe, seperti
hati,sayuran hijau tua (misalnya, kangkong, bayam) dan anjurkan
minum the untuk mengurangi absorbs Fe melalui usus. Hal
tersebut untuk menghindari penimbunan Fe dalam tubuh.
 Berikan porsi kecil tapi sering agar terpenuhi kebutuhan tubuhnya.
 Bila tidak mampu makan sendiri, perlu bantuan/disuapi
 Ajarkan anak makan Bersama-sama dan ciptakan situasi yang
menyenangkan saat makan.
4. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya
dengan cara;
 Memberikan stimulasi sesuai dengan umur anak.

11
12

 Transfuse darah secara teratur untuk mencegah Hb yang terlalu


rendah.
 Penuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat.
 Memantau tunbuh kembang anak secara berkala.
5. Mencegah risiko terjadi infeksi/komplikasi, dengan cara :
 Bila terjadi infeksi saluran nafas , segera diatasi.
 Berikan nutrisi yang adekuat dan transfusi darah secara teratur.
Dengan nutrisi dan transfusi, diharapkan meningkatkan daya tahan
tubuh.
 Anjurkan untuk minum the dan kolaborasi pemberian
desferioxamine/dispersal untuk meningkatkan ekskresi Fe, karena
Fe yang tertimbun di dalam tubuh dapat memperbesar Limpa.
 Hindari trauma /rupture lien, yaitu jika berbaring beri ganjalan
bantal pada bagian perut disebelah kiri, karena trauma
menyebabkan terjadinya pendarahan.
 Kolaborasi dengan tim medis untuk splenektomi bila lien terlalu
besar, untuk menghindari risiko perdarahan dan gagal jantung.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Hypospadia


A. Definisi

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana


meatus uretra terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke
proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis ). ( Arif
Mansjoer, 2000 : 374).Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan minggu ke
10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal
disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis (
A.H Markum. 1991 :257).Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan
berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal
penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

B. Etiologi

12
13

Penyebab sebenarnya sangat multifactor dan sampai sekarang belum


diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun , ada beberapa
factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
 Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
 Genetika
 Lingkungan
C. Patofisiologi
Fusi dan garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai
derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada gians, kemudian disepanjang batang penis, hingga
akhirnya di perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan
fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
D. Manifestasi Klinis
1. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
2. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di
bagian bawah punggung penis.
3. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus
dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari
jaringan sekitar.
4. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
5. Tunika dartos, fasia Bunch dan korpus spongiosum tidak ada.
6. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari
glans penis.
7. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi
bengkok.
8. Sering disertai undercended testis (testis tidak turun ke kantong
skrotum)
9. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
E. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus:
a. Tipe sederhana /Tipe anterior

13
14

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.


Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara
klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan
suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi
atau meatotomi.
b. Tipe penil / Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan
skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak
adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara
bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada
maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa
kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya
testis tidak turun.
F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan
pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnostic hipospadia.
Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat
hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal.
G. Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia yaitu :
 Infertility
 Risiko hernia inguinalis
 Gangguan psikososial
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah :
 Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.

14
15

 Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung


penis (uretroplasti).
 Untuk membalikan aspek normal dari genitalia eksterna
(kosmetik).
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk,
biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi
dengan flap local (misalnya, prosedur Santenelli, flip flap, MAGPI
(meatal advance dan glanuloplasty), termasuk preputium plasty ).

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK HYPOSPADIA

 Pengkajian
1) Fisik
 Pemeriksaan genetalia.
 Palpasi abdomen untuk melihat distansi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
 Kaji fungsi perkemihan.
 Adanya lekukan pada ujung penis.
 Melekungkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi.
 Terbukanya uretra pada ventral.
 Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, dysuria, drainage.
2) Mental
 Sikap pasien sewaktu diperiksa
 Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
 Tingkat kecemasan
 Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
 Diagnosa Keperawatan
 Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan
diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah
operasi.
Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang
tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan
setelah operasi, pengukuran tanda-tanda vital, dan pemasangan
kateter.

15
16

a. Kaji tingkat pemahaman orang tua


b. Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan
prosedur, pemasangan kateter menetap, mempertahankan
kateter, dan perawatan kateter, pengosongan kantong urine,
keamanan kateter, monitor kateter, warna dan kejernihan,
dan perdarahan.
c. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping
dan dosis serta waktu pemberian.
d. Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang
kelainan pada penis.
e. Ajarkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan
sebelum dan sesudah operasi (pre dan post)
 Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
Tujuan : mencegah infeksi
a. Pemberian air minum yang adekuat
b. Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran )
c. Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine
d. Monitor tanda-tanda vital
e. Kaji urine, drainage, purulent, bau, warna
f. Gunakan Teknik aseptic untuk perawatan kateter
g. Pemberian antibiotic sesuai program
 Nyeri berhubungan dengan pembedahan
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
a. Pemberian analgetik sesuai program
b. Perhatikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak
c. Monitor adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau
kemacetan.
d. Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya.

16
17

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Sakit Neprutik Sindrum


A. Definisi

Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria,


hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai
hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti
belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.

Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik
dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap
tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada
anak perempuan.

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada
pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi
masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana
keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah
sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

17
B. Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi :

10. Nefrotic syndrome bawaan.


Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.

11. Nefrotic syndrome sekunder


Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK,
bahan kimia dan amiloidosis.

12. Nefrotic syndrome idiopatik


13. Sklerosis glomerulus.

C. Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif
sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean
adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.

Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang


mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang
sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
Etiologi :
Glomerulus
- autoimun
- pembagian

Permiabilitas
glomerulus 

Sistem imun
menurun

Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi

Hipoproteinemia

Hipoalbumin

Sintesa protein
Hipovolemia hepas 
Tekanan onkotik
plasma 

Aliran Sekresi Hiperlipidemia


darah ke ADH  Volume
ginjal  plasma 

Malnutrisi

Pelepasan Retensi natrium renal 


renin Reabsorbsi
air dan
Gangguan nutrisi
natrium
Edema

Vasokonstriksi

Efusi pleura
- Gangguan volume cairan
lebih dari kebutuhan

Sesak
Penatalaksanaan

Hospitalisasi
Tirah baring
Diet

Kecemasan Kurang Ketidapatuhan Intoleransi


anak dan pengetahuan : aktivitas
orang tua kondisi,
prognosa dan
program
perawatan Resti gangguan pemeliharaan
kesehatan

2
b. Gejala klinis.
i. Edema, sembab pada kelopak mata
ii. Rentan terhadap infeksi sekunder
iii. Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
iv. Kadang-kadang sesak karena ascites
v. Produksi urine berkurang
c. Pemeriksaan Laboratorium
i. BJ urine meninggi
ii. Hipoalbuminemia
iii. Kadar urine normal
iv. Anemia defisiensi besi
v. LED meninggi
vi. Kalsium dalam darah sering merendah
vii. Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
d. Penatalaksanaan
i. Istirahat sampai edema sedikit
ii. Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
iii. Diuretikum
iv. Kortikosteroid
v. Antibiotika
vi. Punksi ascites
vii. Digitalis bila ada gagal jantung.

Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome


1. Pengkajian
a. Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome.

b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

2) Riwayat penyakit dahulu.


Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.

3) Riwayat penyakit sekarang.


Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.

c. Riwayat kesehatan keluarga.


Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan


Tidak ada hubungan.

e. Riwayat kesehatan lingkungan.


Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.


Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri


meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki
lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan


dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan


kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut

2
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,


keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua,
teman.

h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar)
X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan
> 80 % (gizi baik).

i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena
distensi abdomen

b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi
ringan bisa dijumpai.

c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.

d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.

g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.

h) Sistem endokrin
Dalam batas normal

i) Sistem reproduksi

3
Dalam batas normal.

j. Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

4
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a) Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan
edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700
ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara akurat Evaluasi harian keberhasilan terapi dan
dasar penentuan tindakan

2. Kaji dan catat tekanan darah, Tekanan darah dan BJ urine dapat
pembesaran abdomen, BJ urine menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam
Estimasi penurunan edema tubuh
skala yang sama
4. Berikan cairan secara hati-hati dan
diet rendah garam. Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.

Pembatasan protein bertujuan untuk


meringankan beban kerja hepar dan
mencegah bertamabah rusaknya
hemdinamik ginjal.

b) Perubahan nutrisi ruang dari


kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein
dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik,
tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema
dan ascites tidak ada.

Intervensi Rasional
1. Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
akurat
2.
diare. Gangguan nuirisi dapat terjadi secara
perlahan. Diare sebagai reaksi edema

5
3. intestinal
diet yang cukup
Mencegah status nutrisi menjadi lebih
buruk

c) Resiko tinggi infeksi berhubungan


dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada,
tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam
melakukan perawatan.

Intervensi Rasional
1. Meminimalkan masuknya organisme
terkena infeksi melalui pembatasan
pengunjung.
2.
3. Mencegah terjadinya infeksi
tindakan. nosokomial
4.
Mencegah terjadinya infeksi
nosokomial

Membatasi masuknya bakteri ke dalam


tubuh. Deteksi dini adanya infeksi
dapat mencegah sepsis.

d) Kecemasan anak berhubungan


dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada
tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak
takur.

Intervensi Rasional
1. Perasaan adalah nyata dan membantu
pasien untuk tebuka sehingga dapat
menghadapinya.

Memantapkan hubungan, meningkatan


2.
6
ekspresi perasaan

3. Dukungan yang terus menerus


mengurangi ketakutan atau kecemasan
yang dihadapi.

Meminimalkan dampak hospitalisasi


4.
terpisah dari anggota keluarga.
mainan atau foto keluarga.

7
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang
dan jaringan getah bening. Semua kanker bermula di sel, yang membuat
darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh dan membelah
diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Insiden paling
tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3 dan 5 tahun yaitu ALL
(Acute Lymphoid Leukemia). Anak perempuan menunjukkan prognosis yang
lebih baik daripada anak laki-laki. Dan ANLL (Acute Nonlymphoid
Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Penyebab
yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya leukemia seperti
keturunan, lingkungan, obat-obatan dan lainnya.
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, yaitu terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur erytrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari ). Penyebab kerusakan tersebut karena
Hb yang tidak normal akibat gangguan pembentukan jumlah rantai globin atau
struktur Hb. Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri
dari dua rantai beta. Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat
terhambat. Kurangnya rantai beta berakibat meningkatnya rantai alpha. Rantai
alpha ini mengalami denaturasi dan presitipasi dalam sel, sehingga
menimbulkan kerusakan pada membrane sel, yaitu menjadi lebih permeable.
Akibatnya sel darah mudah pecah dan terjadi anemia hemolitik. Kelebihan
rantai alpha akan mengurangi stabilitas gugusan hem yang akan mengoksidasi
haemoglobin dan membrane sel sehingga berakibat suatu hemolisa (FK Unair ,
1996).
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus
uretra terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glans penis ). ( Arif Mansjoer, 2000 :
374).Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan
uretra penis pada kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan
orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum
dan glans penis ( A.H Markum. 1991 :257).Hipospadia adalah suatu kelainan
8
bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal
penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).

Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi
glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi para
pembaca mengenai asuhan keperawatan leukemia dimulai dari pengertian,
etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
penatalaksanaan medis, pathway, Diharapkan kritik dan saran dari para pembaca
agar penyusunan makalah berikutnya menjadi lebih baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika

Betz,Cecily L.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing


Refrence). Edisi 3 . Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.

Patrick,Davey. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika .

Herman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer Arief, dkk. 2002. Askariasis. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1,
Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Halaman : 416 –418

Patrick,Davey. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: EGC.

Reeves CJ, Roux G and Lockhart R. 2001.Keperawatan Medikal Bedah, Buku


I, (Penerjemah Joko Setyono),.Jakarta : Salemba Medika

Suriadi. Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak..Jakarta: Penebar Swadaya

Smeltzer, Suzane C. 2001.Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth. Editor


Monica Ester, (Edisi 8), (Alih Bahasa Agung Waluyo).Jakarta: EGC.

William,Schwart M. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.

10
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPN

11
12
13
30
31
32

Anda mungkin juga menyukai