Anda di halaman 1dari 15

A.

Pendahuluan
Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang
dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan
kejang-kejang otot rangka.(5) Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang
disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh
Clostridium tetani.(6,7)
Dinegara-negara berkembang masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang
memadainya program imunisasi, juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan
masyarakat yang tidak memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang.
Untuk menurunkan angka kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah sakit
telah dilakukan berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator, pemberian
anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH), diazepam dosis
tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya masih tetap tinggi.
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan
toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah
anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). (14) Spora
Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong
, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

B.Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5
milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan
mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya
anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin)
mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada

pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula
tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

C.Patofisiologi

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh eksotoxin dari clostridium tetani,
tumbuh secara anaerob, gram positif. Bakteri ini mengasilkan 2 macam eksotoxin yaitu:
-Haemolisin, yang menyebabkan haemolisis ringan jika dibiakkan pada blood agar pada
suhu 37 derajat suasana anaerob.
-Tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung jawab terhadap gambaran klinik dari
penyakit.
Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati
akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf
dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam
peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada
ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat.
Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk kedalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang
menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2
bulan dan rata-rata 10 hari.

D.Faktor Resiko
1. Lesi kulit kronik (ulkus, abses, gangren) berhubungan dengan diabetes mellitus maupun
cedera akut
2. Penyalahgunaan narkotika parenteral

3. Usia lanjut juga merupakan faktor resiko tetanus karena imunitas menurun seiring
bertambahnya umur. Sekitar 50% dewasa tua lebih dari 50 tahun tidak kebal
tetanus karena mereka belum divaksinasi atau tidak mendapatkan booster
tetanus.
4. Pencemaran lingkungan fisik dan biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan Clostridium tetani
lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering
mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan
lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai
penyakit lain.
5. Faktor alat pemotongan tali pusat
Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat bayi meningkatkan risiko
penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara
berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih
menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi
baru lahir (WHO, 2008).
6. Faktor cara perawatan tali pusat
Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan
untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut
akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu
ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar
ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).
7. Faktor kebersihan tempat pelayanan kesehatan
Tempat pelayanan kesehatan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan
penyakit. Tempat pelayanan kesehatan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan
steril.
8. Faktor kekebalan ibu hamil
Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah
kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu
hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi

Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir
dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).
E.Faktor Pencetus
-

Alergen:

Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang seperti

kucing, anjing, dan hewan berbulu lainnya


Air liur dan air kencing binatang peliharaan
Debu rumah terdiri dari bermacam alergen, seperti sisa makanan, potongan
rambut, kulit binatang, kecoa dan serangga lainnya

Luka tusuk, gigitan binatang maupun manusia, luka bakar, luka operasi yang tidak
dirawat dan dibersihkan dengan baik

Otitis media purulenta, karies gigi

F. Gejala klinis
Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada
infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar
dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala

dini.
7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan
ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula
intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut
disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang
kuat.
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine
dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi
karena kontraksi otot yang sangat kuar.
9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:


1. Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal
luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam
waktu singkat konstruksi otot somatik meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup
otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya
spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode
relaksasi.
3. Tetanus sefal Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,
yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis media, di
mana C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga tengah. Masa inkubasinya

1 2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang
tersering adalah saraf VII (fasialis). Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.
Mortalitasnya tinggi.
4. Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang berat dan terjadi
selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti
tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau pada sirkulasi bayi
laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

G. Diagnosis
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama
pada rahang sangat membantu.
Masa inkubasi berkisar 2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam 14 hari.
Spora dapat tinggal "Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan kemudian tumbuh menjadi
bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana menjadi anaerob. Sebagai tanda-tanda
permulaan timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit
kepala. Kemudian diikuti nyeri dan kaku rahang, perut dan punggung yang mengeras dan
kesukaran untuk menelan. Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan
mengenai 3 group utama yaitu: masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung. Penderita selalu
sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas akibat sepsis dan ini memberi
prognosa yang jelek. Tekanan darah menunjukkan fluktuasi, juga sering takhikardi dan keringat
banyak. Untuk menilai gradasi banyak cara bisa digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi
menurut Owen Smith, MS (Emergency Surgery). [Baca bagian prognosis]

H. Diagnosis Banding
Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi
didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis dapat
dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Kejang pada Subarachnoid Hemorrhage bisa
dibedakan dengan status neurologis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing
disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa
trismus.
Trismus dapat pula terjadi pada angina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang
hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis ( tetapi
pada tetanus kesadaran tidak menurun)

I. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang

Darah
o Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
o Pemeriksaan darah lengkap
o BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
o Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang

kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).


Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui fokus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

J.Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.

Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 mm3

K.Komplikasi

Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:


-

Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu
memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang dapat
menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.

Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis


yang lama.

Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris.

Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps
femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.

Metabolisme : hiperpireksi.

L.Prognosis
Dipengaruhi oleh beberapa faktor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang
dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang
yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang
pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot
pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan. Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 %
(masih tinggi)

M. Penatalaksanaan

Non-farmakologis

Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada
sonde parenteral.

Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.

Mengatur cairan dan elektrolit.


Farmakologis

Antibiotika
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari i.m. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam
secara i.m. diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap Peniciline, obat dapat
diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/ kgBB/ 24 jam,
tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/
kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan
membunuh bentuk vegetatif dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.
Bila dijumpai adanya komplikasi, pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.

Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis


3000-6000 unit, satu kali pemberian saja, secara i.m. tidak boleh diberikan secara
intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada,
dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,
dengan dosis 40.000 unit, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 unit dari
antitoksin dimasukkan ke dalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara
intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah
dosis yang tersisa (20.000 unit) diberikan secara i.m. pada daerah pada sebelah
luar.

Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan
pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.
Pemberian dilakukan secara i.m. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi
dasar terhadap tetanus selesai. Tabel 4 berikut ini memperlihatkan petunjuk
pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.

Tabel 4 : Petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.


___________________________________________________________________
RIWAYAT IMUNISASI

Luka Bersih, Kecil, Luka Lainnya

___________________________________________________________________
(dosis)

Tet. Toksoid (TT) Antitoksin

Tet.Toksoid (TT) Antitoksin

___________________________________________________________________
Tidak diketahui

ya

tidak

ya

ya

01

ya

tidak

ya

ya

ya

tidak

ya

tidak*

3 atau lebih

tidak**

tidak

tidak**

tidak

___________________________________________________________________
*

: Kecuali luka > 24 jam

**

: Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang kronik yang
hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan
obat obatan sedasi/ muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN


___________________________________________________________________
Jenis Obat

Dosis

Efek Samping

___________________________________________________________________
Diazepam

0,5 1,0 mg/ kgBB/ 4 jam (IM)

Stupor, Koma

Meprobamat

300 400 mg/ 4 jam (IM)

Tidak Ada

Klorpromasin

25 75 mg/ 4 jam (IM)

Hipotensi

Fenobarbital

50 100 mg/ 4 jam (IM)

Depressi pernafasan

N. Pencegahan

Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan.
Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.

Bila mendapat luka :


o Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan
H2O2.
o Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
o Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.
o

Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari)

O. Prognosis

TABEL PHILLIPS SCORE


1.Masa inkubasi

< 2 hari
2-5 hari
6-8 hari
11-14 hari
> 15 hari

2. Tempat infeksi

: umbilikus
kepala/leher
badan
extremitas atas proximal
extremitas bawah proximal
extremitas atas distal
extremitas bawah distal
tidak diketahui

nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 3
nilai 3
nilai 2
nilai 2
nilai 1

3. immunisasi

nilai 10
nilai 8
nilai 4
nilai 2
nilai 0

belum pernah
mungkin pernah
pernah > 10 tahun yg lalu
pernah < 10 tahun yg lalu
imunisasi lengkap

nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 2
nilai 1

4. Faktor penyerta

trauma mengancam jiwa


trauma berat
trauma sedang
trauma ringan
A.S.A derajat 1

nilai 10
nilai 8
nilai 4
nilai 2
nilai 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSE PENYAKIT


5. Derajat Spasme

epistotonus
reflek spasme umum
spasme terbatas
spastistas umum
trismus

nilai 6
nilai 4
nilai 3
nilai 2
nilai 1

6. Frekwensi spasme

spontan >3x/15 menit


spontan <3x/15 menit
kadang-kadang spontan
<6x/12 jam

nilai 5
nilai 4
nilai 3
nilai 0

7. Suhu badan

>38.9 derajat
38,3-38,8
37,2-37,7
36,7-37,1

nilai 10
nilai 8
nilai 2
nilai 0

8 Pernapasan

trakheostomi
nilai 10
henti napas tiap konpulasi
nilai 8
henti napas, kadang-kadang tiap
nilai 4
konvulasi.
henti napas, hanya selama konvulasi
nilai 2
normal
nilai 0

<10:RINGAN, dapat sembuh sepontan


10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak
15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.
> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.
Owen Smith, MS (Emergency Surgery)
Table GEJALA-GEJALA DAN PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKIT

PENGOBATAN
Masa inkubasi
Onset
Trimus
Dysphagia
Kekakuan
Reflek spasme

RINGAN
14 hari
6 hari
+
-

SEDANG
10-14 hari
3-6 hari
++
++
+

BERAT
< 10 hari
< 3 hari
+++
+++
+++
+++

Pengobatan

Sedasi
Nutrisi
Tracheostomi
Paralysis & IPPV

+++
Oral
-

+++
NHG/I.V
+

+++
NHG/I.V
+
+

DAFTAR PUSTAKA

Adams. R.D,dkk : Tetanus in : Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205 - 1207.


Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. DiphteriaPertusisTetanus Vaccine Teactogenicity of
Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256260.
Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company,
1996, 815 -817.
Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990
Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993
Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993

Anda mungkin juga menyukai