Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

CEDERA OLAHRAGA PADA ANAK

Oleh:
dr. Ribka Theodora
Pembimbing:
Prof. Dr. Hermawan N. Rasyid, dr., SpOT (K).,MT(BME).,Ph.D

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019
BAB I
DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Menurut Engebretsen et al (2012), cedera olahraga dapat didefinisikan sebagai kerusakan


pada jaringan tubuh yang terjadi akibat dari olahraga atau latihan fisik. Jaringan tubuh terdiri
dari dua yaitu jaringan lunak dan keras. Cedera olahraga pada pasien dibawah usia 18 tahun
masuk dalam kategori cedera olahraga pediatric/ anak. Cedera olahraga pada anak adalah
penyebab rawat inap dan peningkatan beban biaya kesehatan dengan jumlah yang cukup
signifikan. Penyebab cedera emergensi kedua terbanyak adalah anak-anak yang mengalami
cedera olahraga di sekolah. Diperkirakan 3 juta anak setiap tahunnya di ruang emergensi
rumah sakit, dan 5 juta anak lain setiap tahunnya dirawat diluar rumah sakit mengalami
cedera akibat olahraga. 25 hingga 30% terjadi akibat acara olahraga yang terorganisir,
sedangkan sisanya pada acara olahraga yang tidak terorganisir.
Cedera olahraga pada anak-anak mempengaruhi pertumbuhan tulang dan jaringan lunak,
dan dapat mengakibatkan kerusakan mekanisme pertumbuhan dengan gangguan
pertumbuhan seumur hidup di masa depan.
Sekitar 3-1 1% anak sekolah mengalami cedera per tahun saat berpartisipasi dalam
olahraga. Anak laki-laki dua kali lipat cedera disbanding anak perempuan terkait olahraga.
Anak laki-laki sering menderita luka yang lebih parah, karena mereka lebih agresif. Untuk
olahraga tertentu, seperti berkuda, cedera empat kali lebih sering terjadi pada wanita.

A. Cedera jaringan lunak


1. Kulit : luka lecet, luka sobek maupun luka tusuk
2. Jaringan ikat (tendon, ligamen, fascia, membran synovial)
a) Strain
Adalah cedera yang terjadi pada otot dan tendon. Biasanya disebabkan oleh
trauma tidak langsung dengan adanya regangan / kontraksi otot yang berlebihan.
Gejala: Nyeri yang terlokalisasi, kekakuan, bengkak, hematom di sekitar daerah
yang cedera. Bisa menyebabkan robekkan pada muscle tendon junction.

Strain dapat dibagi menjadi 3 derajat :


Derajat I : Robekkan hanya beberapa otot atau serat tendon; pembengkakan
ringan, nyeri, disabilitas; pasien merasakan kontraksi kuat dan nyeri pada otot.
Derajat II : Kerusakkan sebagian otot atau serat tendon, tetapi unit otot-tendon
masih utuh; nyeri sedang, bengkak, disabilitas, ditandai oleh lemahnya kontraksi
otot.
Derajat III : Ruptur total otot dengan tendon; kontraksi otot yang sangat lemah

b) Sprain
Adalah cedera trauma pada ligamen. Gejala dapat disertai nyeri, bengkak,
hematoma, tidak dapat menggerakkan sendi, kesulitan untuk menggunakan
extrimitas yang cedera.

Sprain dapat dibagi menjadi 3 derajat :


Derajat I : terjadi over-streched ligamen, cedera secara mikroskopik,tapi tidak
terjadi suatu robekan.
Derajat II : terjadi robekan parsial dari ligament.
Derajat III : terjadi robekan total dari ligamen. Ini merupakan derajat terparah dari
suatu sprain.
B. Cedera Jaringan Keras
Cedera ini terjadi pada tulang atau sendi. Dapat ditemukan bersama dengan cedera
jaringan lunak. Proses penyembuhan kurang lebih sama dengan proses penyembuhan
jaringan lunak, diawali oleh terbentuknya hematoma, lalu diikuti oleh terbentuknya
pembuluh darah baru dan seterusnya hingga terbentuk kembali tulang seperti semula.
Proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama. Yang termasuk cedera ini:
a) Fraktur (Patah Tulang)
Yaitu diskontinuitas struktur jaringan tulang. Penyebabnya adalah tulang mengalami
suatu trauma (ruda paksa) melebihi batas kemampuan yang mampu diterimanya.
Bentuk dari patah tulang dapat berupa retakan saja sampai dengan hancur berkeping-
keping.
Patah tulang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1) Closed fracture
Dimana patah tulang terjadi tidak diikuti oleh robeknya struktur di
sekitarnya.
2) Open fracture
Dimana ujung tulang yang patah menonjol keluar. Jenis fraktur ini lebih
berbahaya dari fraktur tertutup, karena dengan terbukanya kulit maka ada
bahaya infeksi akibat masuknya kuman-kuman penyakit ke dalam jaringan.
Gejala umum patah tulang diantaranya; reaksi radang setempat yang hebat,
fungsiolesi (ketidakmampuan fungsi), nyeri tekan pada tempat yang patah,
perubahan bentuk tulang (deformitas), krepitasi.
b) Dislokasi
Sendi adalah hubungan di antara dua buah ujung tulang yang berfungsi seperti
sebuah engsel, sehingga tulang yang satu dapat bergerak terhadap tulang yang
lainnya. Dislokasi adalah perubahan posisi yang seharusnya . Biasanya dislokasi akan
disertai oleh cedera ligamen (sprain).
C. Cedera Pembuluh darah dan Saraf
Cedera pembuluh darah mayor harus diperbaiki untuk merestorasi aliran darah yang
adekuat. Begitupun bila cedera saraf yang disfungsi neurologisnya terlihat jelas,
kemungkinan reparasi bila tidak dapat sembuh sendiri haru s dipertimbangkan.
Pemulihan motorik mungkin tidak terjadi jika akson yang seharusnya beregenerasi
sekitar 1 mm per hari, tidak tercapai dalam 18-24 bulan setelah cedera. Ini kemungkinan
besar terjadi pada cedera proksimal pada saraf otot bagian distal.

Klasifikasi cedera berdasar mekanisme


a) Makrotrauma
Trauma yang biasanya hasil dari satu kejadian akut saja. Contoh umum
termasuk patah tulang pergelangan tangan, keseleo pergelangan kaki, dislokasi
bahu, dan strain otot hamstring.
b) Mikrotrauma repetitif / berulang
Trauma ini lebih sering terjadi pada olahraga dan biasanya dimulai dari cedera
ringan dan seiring waktu membuatnya sulit untuk didiagnosis. Trauma mikro
berulang bisa terjadi pada tendon, tulang, dan sendi. Contoh tennis elbow,
swimmer’s shoulder, Youth Pitching elbow, runner’s knee, jumper’s knee,
Achilles tendinitis, and shin splints.
BAB II
PATOFISIOLOGI

Patofisiologi cedera jaringan lunak akibat olahrga berkaitan dengan proses


penyembuhan :

a) Fase Inflamasi
Fase ini dapat berlangsung sampai 72 jam setelah cedera dan melibatkan sejumlah
respon inflamasi yaitu nyeri, bengkak, kemerahan dan suhu bagian tubuh meningkat.
Terdapat edema (pembengkakan) dan akumulasi eksudat akibat keluarnya darah dan cairan
tubuh ke jaringan sekitar. Pada cedera otot/tendo dapat terjadi kekakuan otot dalam waktu 2
jam. Pembengkakan dan anoksia (kekurangan oksigen) akan menyebabkan sel rusak dan mati
dalam waktu 24 jam serta melepaskan protein yang berasal dari sel yang rusak. Akibatnya
pembengkakan pun bertambah sehingga terjadi hipoksia jaringan dan sel-sel akan mati. Pada
fase ini juga terbentuk bekuan darah untuk mencegah kebocoran darah lebih lanjut.

b) Fase Regenerasi dan Perbaikan


Fase ini terjadi mulai dari 72 jam hingga 4-6 minggu setelah cedera. Pada fase ini
terjadi proses perbaikan dan regenerasi struktur jaringan yang rusak. Fibroblast mulai
mensintesis jaringan parut. Sel ini akan memproduksi jaringan kolagen tipe 3, yang timbul
setelah kurang dari 4 hari. Pembentukan kapiler baru juga terjadi untuk membawa nutrisi ke
daerah cedera dan mulai terjadi pembentukan jaringan kolagen menyilang. Selama proses
berlangsung, jumlah fibroblast akan berkurang dan jaringan kolagen bertambah. Fase ini
diakhiri dengan dimulainya pengerasan dan pemendekan jaringan di area yang cedera.

c) Fase Remodelling (pembentukan kembali)


Fase ini dimulai setelah 3-6 minggu hingga 3-12 bulan, dan ditandai dengan
remodeling jaringan kolagen yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari
otot, tendo dan jaringan lainnya. Latihan yang direkomendaksikan oleh dokter dan
dilaksanakan oleh fisioterapis sangat membantu proses penyembuhan ini. Lokasi yang sering
mengalami sprain adalah pada daerah lutut, siku, ankle dan persendian lain
Cedera olahraga seringkali direspon oleh tubuh dengan tanda radang yang terdiri atas
rubor (merah), tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri), dan functiolaesa (penurunan
fungsi). Pembuluh darah di lokasi cedera akan melebar (vasodilatasi) dengan maksud untuk
mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam rangka mendukung penyembuhan.
Pelebaran pembuluh darah ini lah yang mengakibatkan lokasi cedera terlihat lebih
merah (rubor). Cairan darah yang banyak dikirim di lokasi cedera akan merembes keluar dari
kapiler menuju ruang antar sel, dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan
banyak nutrisi dan oksigen, metabolisme di lokasi cedera akan meningkat dengan sisa
metabolisme berupa panas. Kondisi inilah yang menyebabkan lokasi cedera akan lebih panas
(kalor) dibanding dengan lokasi lain. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan
merangsang ujung saraf di lokasi cedera dan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri juga
dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi di lokasi cedera. Baik
rubor, tumor, kalor, maupun dolor akan menurunkan fungsi organ atau sendi di lokasi cedera
yang dikenal dengan istilah functiolaesa.
Cedera olahraga dapat diklasifikasikan sebagai cedera ringan apabila robekan yang
terjadi hanya dapat dilihat dibawah mikroskop, dengan keluhan minimal, dan tidak
mengganggu penampilan secara berarti. Contoh yang dapat dilihat adalah memar, lecet, dan
sprain ringan. Cedera sedang ditandai dengan kerusakan jaringan yang nyata, nyeri, bengkak,
kemerahan, panas, dan ada gangguan fungsi. Tanda radang seperti tumor, rubor, kalor, dolor,
dan functiolaesa terlihat nyata secara keseluruhan atau sebagian. Contoh dari cedera ini
adalah robeknya otot, tendo, serta ligament dari mulai secara parsial. Pada cedera berat terjadi
robekan total atau hampir total, dan bisa juga terjadi patah tulang. Cedera ini membutuhkan
istirahat total, pengobatan intensif, atau bahkan operasi. Cedera yang sering terjadi pada atlet
adalah sprain yaitu cedera pada sendi yang mengakibatkan robekan pada ligament. Sprain
terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan dan mendadak pada sendi, atau karena
penggunaan berlebihan yang berulang-ulang. Sprain ringan biasanya disertai hematom
dengan sebagian serabut ligament putus, sedangkan pada sprain sedang terjadi efusi cairan
yang menyebabkan bengkak. Pada sprain berat, seluruh serabut ligamen putus sehingga tidak
dapat digerakkan seperti biasa dengan rasa nyeri hebat, pembengkakan, dan adanya darah
dalam sendi.
Dislokasi sendi juga sering terjadi pada olahragawan yaitu terpelesetnya bonggol sendi
dari tempatnya. Apabila sebuah sendi pernah mengalami dislokasi, maka ligament pada sendi
tersebut akan kendor, sehingga sendi tersebut mudah mengalami dislokasi kembali (dislokasi
habitualis). Penanganan yang dapat dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah segera
menarik persendian tersebut dengan sumbu memanjang.
Cedera olahraga berat yang sering terjadi pada olahragawan adalah patah tulang yang
dapat dibagi menjadi patah tulang terbuka dan tertutup. Patah tulang terbuka terjadi apabila
pecahan tulang melukai kulit, sehingga tulang terlihat keluar, sedangkan pada patah tulang
tertutup, pecahan tulang tidak menembus permukaan kulit. Pada kasus patah tulang,
olahragawan harus berhenti dari pertandingan, dan secepat mungkin harus dibawa ke
professional karena harus direposisi secepatnya. Reposisi yang dilakukan sebelum 15 menit
akan mencegah rupture arteri sekitarnya. Setelah reposisi bisa dipasang spalk untuk
mempertahankan posisi dan sekaligus menghentikan perdarahan.
Penyebab terjadinya cedera olahraga dapat berasal dari luar seperti misalnya kontak
keras dengan lawan pada olahraga body contact, karena benturan dengan alat-alat olahraga
seperti misalnya stick hockey, bola , raket, dan lain-lain. Dapat pula disebabkan oleh keadaan
lapangan yang tidak rata yang meningkatkan potensi olahragawan untuk jatuh, terkilir, atau
bahkan patah tulang. Penyebab dari dalam biasanya terjadi karena koordinasi otot dan sendi
yang kurang sempurna, ukuran tungkai yang tidak sama panjang, ketidak seimbangan otot
antagonis.
BAB III
FAKTOR RESIKO

Cedera akibat olahraga pada anak bukanlah murni kecelakaan. Karena hal ini bisa
diprediksi sehingga diperlukan adanya pencegahan. Berikut faktor-faktor menurut penelitian :
 Kurangnya edukasi dari pelatih
 Tes fisik sebelum partisipasi yang inadekuat
 Lapangan yang tidak sesuai standard
 Kondisi dan latihan yang tidak baik
 Alat olahraga yang kualitasnya tidak baik dan tidak aman sesuai standard
 Latihan fisik berlebihan
 Menurunnya kondisi fisik anak
 Kelompok olahraga berdasarkan umur bukan ukuran
 Nutrisi yang buruk
 Aturan dan panitia yang buruk
 Teknik olahraga yang salah
 Supervisi inadekuat
 Stress psikologis
 Cuaca
 Pertumbuhan (tulang tumbuh lebih cepat dari tendon dan ligament, sehingga ligament
terlalu ketat dan akan menyebabkan cedera bila latihan tidak fleksibel).

Setiap atlet memiliki resiko berbeda dan setiap jenis olahraga juga berbeda. Profesional
kesehatan harus mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang lingkungan olahraga yang terorganisir juga sebagai faktor risiko dan
faktor keamanan yang melekat pada jenis olahraga. Dokter harus memantau kesehatan dan
keselamatan anak-anak yang terlibat dalam olahraga terorganisir bila memungkinkan,
khususnya atlet.
BAB IV
PATOFISIOLOGI

Untuk memahami luka anak-anak, penting untuk memiliki wawasan tentang kekhasan
sistem muskuloskeletal yang sedang berkembang. Tendon dan ligamen relatif lebih kuat
daripada lempeng epifisis dan jauh lebih elastis. Kerusakan plat pertumbuhan lebih sering
terjadi daripada cedera ligament

Tabel Perbedaan Cedera Olahraga pada Anak dan Dewasa


Regio Mekanisme Anak Dewasa Contoh
Lutut Terpelintir/valgus Avulsi tibial Ligamen Side step pada
force spine origin cruciate anterior sepak bola dan
ligament disrupsi, +/- netball
cruciate cedera
anterior, fraktur meniscus
distal femur
dan proximal
epifisis tibia
Lutut Overuse Osgood Patellar Lari dan
Schlatter Tendinopathy Lompat
disease,
Sinding Larsen
Johannson
Bahu Jatuh Fraktur distal Disrupsi sendi Sepak bola dan
epifisis acromio- ski
clavicula clavicular
Bahu Jatuh Epifisis Dislokasi sendi Sepak bola dan
humerus glenohumeral ski
proximal
Jempol Valgus force Fraktur epifisis Disrupsi Sepak bola
phalangeal ligament ulnar
proximal collateral
Pelvis/hip Acute flexor / Avulsi Quadriceps dan Lari dan
extensor strain apophyseal dari hamstring strain lompat
anterior inferior
spina iliaca tau
tuberositas
ischiadicus
Tumit Overuse Sever’s Achiles Lari dan
apophysitis tendinopathy lompat

1. Sistem muskuloskeletal yang belum matang


Perbedaan pada anak ialah adanya tulang rawan pertumbuhan pada kerangka yang belum
matang. Ada 3 tempat :
a) Permukaan sendi
- Pada anak lebih rentan terhadap robekan terutama pada sendi, lutut, dan engkel
- Pasokan darah yang sangat pas-pasan dan mikrotrauma menyababkan nekrrosis
iskemik pada tulang (osteochondrosis dissecans). Kerusakan diafise dan sendi
permanen
b) Lempeng epifisieal (lempeng pertumbuhan)
Rentan terjasdi kerusakaan saat olahraga berat karena memiliki matrix kartilago
fibroselular paling sedikit dan sangat peka terhadap dislokasi dan fraktur
c) Insersi apofiseal dari satuan otot tendo yang besar
- Dapat terjadi ketegangan otot yang signifikan (apophyseal overuse dan avulsi)
atau terjadi lepasnya pertautan otot ke tulang
- Sering juga terjadi perubahan sikap tubuh seperti lordosis yang meningkatkan
resiko stress fracture pada tulang belakang

2. Pengaruh olahraga terhadap system musculoskeletal yang belum matang


- Latihan yang sangat intensif pada anak dapat menyebabkan cedera lempeng
pertumbuhan dan deformasi tulang
- Pada wanita muda bila disertai prosentase lemak yang rendah dapat memperpanjang
status prepubertal dimana tulang extremetas relative lebih panjang
- Pada gerakan yang berulang dapat menyebabkan cedera bahu karena overuse dan
ketidakseimbangan otot-tendo selama masa pertumbuhan

3. Factor yang menyertai kejadian cedera olahraga pada anak


- Cedera pada anak 3% per tahun, dean cedera yang cukup serius dialami anak sebesar
0,69% per tahun
- Usia diatas 14 tahun pada anak laki-laki ditemukan banyak cedera dan pada wanita
kejadian cedera tertinggi pada usia 15 tahun
- Cedera yang paling sering dialami ialah sprain dan strain (35-45%), diikuti contussio
dan fraktur ekstremetas atas
- Cabang olahraga yang menonjol menyebabkan cedera ialah sepakbola (63%)

4. Cedera yang biasa terjadi


a) Dislokasi
c) Glenohumeral
Dislokasi jarang terjadi sebelum penutupan pelat atau lempeng pertumbuhan,
karena pelat pertumbuhan adalah daerah terlemah jika terjadi trauma. Dislokasi
pada remaja biasanya bersifat traumatis. Kekambuhan sangat mungkin terjadi
karena usia dan trauma traumatis. Luka jaringan lunak yang mengiringi sering
terjadi, terutama yang menyerang rotator cuff dan tendon biseps. Pelepasan yang
berlebihan, dalam olahraga seperti bisbol, bisa merusak labrum glenoid.
d) Siku
Dislokasi siku sering terjadi pada senam dan sepak bola. Hal ini dapat dikaitkan
dengan fraktur epikondilus medial humerus, patah tulang leher jari-jari atau luka
pada nervus median atau ulnaris. Kebanyakan dislokasi pada anak muda bersifat
posterior atau posterolateral. Rehabilitasi harus aktif, dan hindari sementara
kegiatan olah raga sebelum 8-12 minggu. Anak seharusnya sembuh seutuhnya
sebelum melanjutkan aktivitas olah raga penuh.

e) Patella
Subluksasi atau dislokasi patellar terjadi pada 1 dari 1000 anak berusia antara 9
dan 15 tahun. Penyebab umum adalah cedera putar, saat femur dipilin secara
medial dengan kaki tertanam di tanah, atau trauma langsung.
Penatalaksanaan terdiri dari reduksi dislokasi secara langsung, dan menggunakan
PRICE [perlindungan terhadap prinsip cedera sendi (plaster cast atau splush),
restriksi, es, kompresi, dan elevasi untuk mengendalikan inflamasi]. Imobilisasi
sendi lutut harus terbatas pada 3 minggu untuk menghindari atrofi otot,
pembatasan sendi lutut dan retropatellar crepitus. Latihan penguatan otot paha
depan dan otot hamstring dimulai sesegera mungkin, karena memungkinkan untuk
kembali olahraga dalam 4-6 bulan setelah dislokasi. Namun, satu dari enam pasien
akan mengalami dislokasi rekuren dan akan memerlukan operasi penataan
kembali. Radiografi Skyline direkomendasikan untuk menyingkirkan fraktur
osteochondral marginal.
b) Fraktur
Klasifikasi fraktur lempeng pertumbuhan salter harris :
Tipe I : Terpisahnya epifisis dari shaft melalui kalsifikasi cartilage lrmprng
pertumbuhahan. Tidak ada fraktur , dan periosteum tetap utuh.
Tipe II : Paling sering. Garis pemisah meluas sebagian ke dalam lempeng
pertumbuhan dan meluas melalui metaphisis.
Tipe III :Tidak umum. Fraktur intraarticular yang melalui epiphisis dan melintasi
kedalam lempeng pertumbuhan kea arah perifer. Bila perlu dilakukan reduksi
terbuka dan fiksasi
Tipe IV : Garis fraktur meluas dari permukaan articular dan menembus epifisis,
lempeng pertumbuhan, dan metafisis.
Tipe V : Crushing force melalui epifisis hingga lempeng pertumbuhan. Secara
radiologis diagnosis sulit dinilai karena penampakkan minimal atau non
displaced. Lempeng pertumbuhan terganggu dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sebagian atau pemendekkan dan deformitas angulasi
Tipe VI : Lempeng pertumbuhan robek atau terpotong. Adanya raw surface yang
bila sembuh sendiri, pertumbuhannya akan terbatas dan adanya deformitas
angulasi.

f) Clavicula
Cedera umum dalam olahraga yang melibatkan trauma pada tangan yaitu terulur
atau jatuh langsung ke bahu. Pada anak yang lebih muda, sering terlihat kelainan
bentuk, karena cedera dan fraktur di dalam tabung periosteal yang tebal.
Radiografi komparatif sangat membantu jika cedera tersebut mempengaruhi pusat
osifikasi. Anak hanya membutuhkan sling untuk imobilisasi selama 2-3 minggu.
Umumnya, pemulihan sangat baik.
g) Humerus
Fraktur metaphyseal biasanya terlihat, terutama pada anak-anak yang lebih tua.
Mekanisme cedera biasanya tidak langsung. Kasus ini jarang memerlukan
perbaikan deformitas, mengingat adaptasi sendi bahu dan remodeling yang bagus
pada kasus ini. Fraktur supracondylar pada humerus terjadi akibat terjatuh dengan
tangan yang terulur.

Cedera tersebut mungkin dapat melibatkan kerusakan pembuluh darah utama atau
saraf. Lengan harus dimanipulasi untuk memperbaiki semua komponen fraktur
dan menahan fleksi atau ekstensi. Perlu dipastikan tidak ada cedera arteri
brakialis. Jika ini masalahnya, eksplorasi secara umum dengan reduksi terbuka
harus dilakukan.
h) Lengan bawah dan pergelangan tangan
Fraktur ini umumnya disebabkan karena trauma tidak langsung dari terjatuh ke
tangan yang terulur. Beberapa angulasi dapat diterima pada anak kecil, namun
angular deformitas harus dikoreksi pada anak-anak berusia 12 tahun. Deformitas
rotasi harus selalu dihindari. Bila salah satu faktor ini tidak dapat dikoreksi
dengan manipulasi sederhana, reduksi terbuka dan fiksasi internal harus
dilakukan.
i) Tibia
Fraktur poros tibial adalah fraktur yang paling umum terjadi pada saat bermain
ski. Manajemen konservatif harus dilakukan untuk fraktur tergeser, fraktur
tertutup, sementara untuk fraktur terbuka atau kompleks, reduksi anatomi dan
fiksasi diperlukan.
j) Pergelangan kaki
Secara umum, fraktur pergelangan kaki pada anak-anak terjadi secara minimal.
Namun, bila melibatkan permukaan artikular, mungkin memerlukan reduksi
terbuka dan fiksasi internal.
k) Spine
Sebagian besar cedera tulang belakang di bawah usia 12 tahun melibatkan sendi
atlanto-aksial atau atlanto-oksipital.
l) Fraktur transfisea caput femoris
Pergeseran akut epifise caput femoris. Menyertai penyakit renal
dystrophia/hypotiroidd
m) Fraktur epifisis femoris distal
Akibat puntiran yang hebat atau cedera valgus extremetas bawah
n) Fraktur avulsi ligamentum cruciatum anterior (LCA)
Akibat puntiran dan stress valgus pada lutut. Gejala yang dirasakan adalah lutu
nyeri mendadak, kaku, dan benfkak karena terjadi pengumpulan darah dalam
sendi (hemarthosis). Tes Lachman dan tes pergeseran pivot positif
o) Fraktur avulsi lain
- Perlekatan otot Sartorius ke spina iliaca anterior superior (SIAS)
- Perlekatan otot iliopsoas pada trochanter minor
- Perlekatan otot abdominal le crista iliaca
- Perlekatan otot hamstring ke tuberositas ischia
Dijumpai pada sprinter, pelompat, pemain sepakbola dengan gejala kontraksi
yang hebat secara mendadak menyebabkan nyeri hebat dan hilangnya kekuatan
pada kelompok otot yang terkena

c) Epifiolisis (pergeseran epifisis)


Terjadi pada lempeng pertumbuhan dan tanpa trauma yang besar paling banyak pada
caput femoris pada sendi panggul. Sering dijumpai adanya abnormalitas seperti
hipotiroid atau osteodyspadia. Pergeseran epifisis sering ditemukan secara bilateral
dengan usia rata-rata pada laki-laki adalah 15 tahun dan wanita 12 tahun. Gejala yang
dapat ditimbulkan ialah nyeri panggul, kadang terasa pada lutu dan paha, dapat
sembuh sendiri, dan kambuh apabila saat sedang melakukan olahraga. Dengan
bertambahnya pergeseran tungkai yang terkena lebih pendek, dapat terjadi ortasi
external dan pincang. Bila berdiri bertumpu pada tungkai yang terkena atau
Trendelenburg positif.
d) Cedera overuse
Dapat terdeteksi dalam keadaan dini. Dapat sembuh dengan cepat dan sering
sempurna apabila pertolongannya tepat

e) Osteochondrosis
Osteochondrosis paling umum dijumpai dan dapat sembuh sendiri. Pappas 1989
mengklasifikasikan ostechondrosis dalam 4 kategori, yaitu;
Klasifikasi Nama penyakit Lokasi
Traksi (tarikan) non - Osgood schlater - Tuberculum tibia
- Sinding Larsen Johanssen - Kutub inferio patella
articular
- Server
(quadriceps)
- Calcaneus (gastrocnemeus)
Articular subchondral - Perthes - Caput femoris
- Kienbock - Os lunatum (gelang tangan)
(benturan)
- Kohler - Os naviculare (tengah kaki)
- Freiberg - Caput metatarsal
Articular chondral Osteochondritis disesscans - Medial femur
- Condyles (lutut)
(pergeseran)
- Capitulum (siku)
- Kubah talus (enkle)
Physical Scheuermann Spina thoracalis
Blount Tibia (proximal)

 Osgood- Schlatter
Akibat tarikan yang berulang pada tuberositas tibia oleh tendo patella, terjadi
avulsi parsial terhadap pusat osifikasi sekunder yg sedang tumbuh. Penyebabnya
akibat kegiatan fisik yang tinggi seperti sepakbola, bola basket, bola voli, senam.
Pemeriksaan: pembengkakan tuberculum tibiae, meningkatnya suhu kulit,
ketegangan pada kelompok otot quadriceps dan hamstring
 Sinding Larsen Johansson
Tarikan pada kutub bawah patela, pada perlekatan superior tendo patella

 Server
Terjadi tarikan pada tumit. Ditemukan banyak pada pelari muda 7-15 tahun,
terutama pada olahraga hockey, basket, sepak bola. Laki-laki mengalami cedera
3x lebih besar daripada wanita. Gejala yang dapat ditemukan yaitu nyeri setelah
latihan, picang, berjalan dengan ujung kaki, tumit membengkak terutama bagian
lateral disertai ketegangan otot gastrocnemius/ soleus

 Perthes
Menimbulkan kerugian jangka panjang. Umur awal kejadian 4-10 tahun, puncak
5-6 tahun. Gejala yang ditemukan seperti pincang yg relatif tdk nyeri dan rasa
tidak nyaman pada panggul, anterior medial paha dan lutut. Keterbatasan rotasi
internal paha, spasme pada rotasi paha dalam keadaan ekstensi, sendi dalam posisi
sedikit flexi dan adduksi.
 Kohler
Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun. Nyeri pada sisi medial kaki di daerah os
naviculare.
 Freinberg
Nekrosis iskemik epifise caput metatrsal kedua. Sering terjadi pada remaja. Gejala
nyeri pada sendi metatarsophalangeal
 Scheurmann
Terjadi pada vetrebra thoracalis sampai vetebra lumbalis. Meningkatnya kyphosis
pada pertengahan v. thoracalis dan disertai meningkatnya lordosis lumbal.

 Blount
Blount disease merupakan kelainan pada tungkai bawah, ditandai dengan
kelainan proses osifikasi pada proksimal tulang tibialis yang menyebabkan
deformitas progresif tungkai bawah. Deformitas yang paling sering terjadi adalah
berupa angulasi varus dan endorotasi pada proksimal tibia. Blount disease dapat
juga dihubungkan dengan perbedaan panjang tungkai dan penyakit ini juga
dikenal dengan sebutan tibia vara.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hardianto W. 2005. Pencegahan dan Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Jakarta:EGC.


2. Tobing AL. Penatalaksanaan Cedera Olahraga. Handout Lecture. Diunduh dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/00d0379f8e696a1ca73bcd55feb6757427
9e869d.
3. Ilyas E. Cedera Olahraga dan Penatalaksanaannya. 2009. Handout pada Seminar Sport
Inuries, Hotel Gran Melia, Jakarta. BSN.
4. Shanmugam, Chezhiyan dan Maffulli,Nicola. 2008. Sports injuries in children
Department of Trauma and Orthopaedic Surgery, Keele University School of
Medicine, Stoke-on-Trent, UK
5. Brukner P, Khan K. 2006. Clinical sports medicine. 3rd ed. North Ryde, Sydney:
McGraw Hill

Anda mungkin juga menyukai