Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Medikal


Bedah
Pembimbing : Ns. Yunani, M.Kep, Sp.KMB

Oleh
Prihadi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA

SEMARANG 2020
1|Page
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR

A. PENGERTIAN
1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.
2. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
d) Segmental Fraktur (bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling
berhubungan)
2) Menurut luas garis fraktur:
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)

2|Page
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
(1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
(2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
(3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
(Mansjoer, 2000)
3|Page
3. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut( Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat  mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan
jaringan  lunak  yang luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan
fibula atau  metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dengan jarak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang  berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.
4. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
4|Page
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen.
(Brunner & Suddart, 2000)
5. Tahap Penyembuhan Tulang
1) Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang
berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan
menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-

5|Page
4 minggu agar frakmen  tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus

4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu
3-4 bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Smeltzer dan Bare,2002)
B. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala attau manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat
keparahan  trauma serta lokasi fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2002) manifestasi
klinis fraktur antara lain:
1. Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana
jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri (Arthur C Guyton, 1983).
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh darah,
saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya
trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin,
Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan ke dorsal
horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan
akhirnya dipersepsikan nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
6|Page
2. Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan 
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat
melengketnya otot.
3. Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema
Pembengkakan  dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera
6. Kontusis
Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis.
pukulan,tendangan, atau jatuh).
7. Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan.
8. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan
menyempit atau memutar.

7|Page
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera
pada daerah tersebut

8|Page
C. POHON MASALAH

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
9|Page
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
(NANDA 2015-2017,
a. SDKI
Foto edisi
rotgen1, Smeltzer dan Bare 2002)

Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada
tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan
tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang
rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji
perfusi arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah
bila terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp
cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
(Mansjoer, 2000)
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi
dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi  kulit  tersebut untuk mengurangi rasa sakit
10 | P a g e
dan mencegah kerusakan  jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang  patah.
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :

a.    Pengobatan  non-operatif


Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan  metode balance
skeletal traction, pada anak di bawah 3  tahun digunakan traksi kulit Bryant,
sedangkan anak usia  3-13  tahun dengan traksi Russell.
1.    Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman  pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan  3-4
bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk
kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk
gerakan ekstensi dan fleksi.
2.    Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas  splint, sedang tungkai
bawah ditopang oleh pearson  attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-
kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu
dipasang gips hemispica atau  cast bracing.
3.    Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat  tidur. Kedua tulang dipasang traksi 
kulit, kemudian  ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan  beban
1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4.    Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang  plester dari batas lutut. Dipasang
sling  di daerah  popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan
dengan beban penarik. Untuk  mempersingkat waktu rawat, setelah 4

11 | P a g e
minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum
kuat benar.

b.    Operatif
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-
Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal
fixation).
ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan
cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang
bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan
diteliti, Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi
dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali, sesudah reduksi, fragmen – fragmen tulang
dipertahankan dengan alat – alat urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a.   Anamnesa
1)   Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2)   Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.

12 | P a g e
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3)    Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4)    Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
5)    Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
13 | P a g e
6)     Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Kaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
14 | P a g e
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
b.   Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1)   Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
15 | P a g e
(2)   Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(3)   Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan Head to Toe
(1)     Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2)     Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
(3)     Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
(4)    Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5)    Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(7)     Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)    Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
(9)    Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10)   Paru
16 | P a g e
(a)  Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b)  Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c)  Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
(11)  Jantung
(a)  Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b)  Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)  Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12)  Abdomen
(a)  Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13)   Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
(1) Look (inspeksi)
17 | P a g e
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time € Normal < 3 detik“
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

18 | P a g e
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995).
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (trauma, prosedur bedah).
2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuluskeletal.
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan prosedur invasif.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri
ekstermitas.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
(NANDA 2015-2017, SDKI edisi 1)
H. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut NOC : NIC:
berhubungan dengan Pain level Pain management
agen cedera fisik Pain control a. Lakukan pengkajian
(trauma, prosedur Comfort level nyeri secara
bedah) Kriteria Hasil komprehensif
a. Mampu termasuk lokasi,
mengontrol nyeri karakteristik, durasi,
(tahu penyebab frekuensi, kualitas dan
nyeri, mampu faktor presipitasi
menggunakan b. Observasi reaksi
tehnik nonverbal dari
19 | P a g e
nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi c. Kontrol lingkungan
nyeri, mencari yang dapat
bantuan) mempengaruhi nyeri
b. Melaporkan seperti suhu ruangan,
bahwa nyeri pencahayaan dan
berkurang dengan kebisingan
menggunakan d. Kurangi faktor
managemen nyeri presipitasi nyeri
c. Mampu mengenali e. Ajarkan tentang teknik
nyeri (skala, nonfarmakologi
intensitas, (relaksasi napas
frekuensi dan dalam)
tanda nyeri) f. Tingkatkan istirahat
d. Menyatakan rasa g. Berikan analgetik
nyaman setelah untuk mengurangi
nyeri berkurang nyeri

2. Hambatan NOC: NIC


mobilitas fisik Joint movement : Exercise therapy :
b/d gangguan
active ambulation
muskuluskeletal
. Mobility level a. Monitoring vital sign
Self care : ADLs sebelum/sesudah
Transfer latihan respon pasien
perfoormance saat latihan
Kriteria hasil: b. Kaji kemampuan
a. Klien meningkat pasien dalam
dalam aktivitas mobilisasi
fisik c. Latih pasien dalam
b. Mengerti tujuan pemenuhan kebutuhan
20 | P a g e
dari peningkatan ADLs secara mandiri
mobilitas sesuai kemampuan
c. Memverbalisasika d. Damping dan bantu
n perasaan dalam pasien saat mobilisasi
meningkatkan dan bantu penuhi
kekuatan dan kebutuhan ADLs
kemampuan pasien
berpindah e. Berikan alat bantu jika
d. Memperagakan pasien memerlukan
penggunaan alat f. Ajarkan pasien
bantu untuk bagaimana merubah
mobilisasi posisi dan berikan
(walker) bantuan jika
diperlukan
3. Risiko infeksi NOC NIC
dibuktikan Immune status Infection Control
dengan prosedur
Knowledge : infection a. Bersihkan lingkungan
invasif.
control setelah dipakai pasien
Risk control lain
Kriteria hasil b. Instruksikan pada
a. Klien bebas dari pengunjung untuk
tanda dan gejala mencuci tangan saat
infeksi berkunjung
b. Menunjukkan meninggalkan pasien
kemampuan untuk c. Cuci tangan setiap
mencegah sebelum dan sesudah
timbulnya infeksi tindakan keperawatan
c. Jumlah leukosit d. Pertahankan
dalam batas lingkunan aseptic
normal selama pemasangan
21 | P a g e
d. Menunjukkan alat
perilaku hidup e. Tingkatkan intake
sehat nutrisi
f. Berikan terapi
antibiotic bila perlu.

Infection protection
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan local
b. Monitor hitung
granulosit, WBC
c. Pertahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
d. Berikan perawatan
kulit pada area luka
kulit.
e. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, dan drainase
f. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
g. Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
h. Dorong masukan
cairan
i. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
22 | P a g e
gejala infeksi
j. Ajarkan cara
menghindari infeksi

5. Ketidakefektifan NOC NIC


perfusi jaringan Circulation status Peripheral sensation
perifer berhubungan Tissue perfusion : management
dengan nyeri cerebral a. Monitor adanya
ekstermitas Kriteria hasil daerah tertentu yang
Mendemonstrasikan hanya peka terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tu
ditandai dengan: mpul
a. Tekanan systole b. Monitor adanya
dan diastole dalam paretese
rentang yang c. Instruksikan keluarga
diharapkan untuk mengobservasi
b. Tidak ada kulit jika ada lesi atau
ortostatik laserasi
hipertensi d. Gunakan sarung
Mendemonstrasikan tangan untuk proteksi
kemampuan kognitif e. Diskusikan mengenai
yang ditandai dengan: penyebab perubahan
a. Berkomuniakasi sensasi
dengan jelas adn
sesuai dengan
kemampuan
b. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan

23 | P a g e
orientasi

6. Kerusakan integritas NOC NIC


kulit berhubungan Tissue integrity : skin Pressure management
dengan imobilisasi and mucous a. Jaga kebersihan kulit
fisik membranes agar tetap bersih dan
Hemodyalisis akses kering.
Kriteria hasil b. Mobilisasi pasien
a. Integritas kulit (ubah posisi pasien)
yang baik bisa setiap dua jam sekali
dipertahankan c. Monitor kulit akan
(sensai, elastisitas, adanya kemerahan.
temperature, d. Oleskan lotion atau
hidrasi, minyak/baby oil pada
pigmentasi) daerah yang tertekan
b. Tidak ada luka/lesi e. Monitor aktivitas dan
pada kulit mobilisasi pasien
c. Perfusi jaringan f. Monitor status nutrisi
baik pasien
d. Menunjukkan g. Memandikan pasien
pemahaman dalam dengan sabun dan air
proses perbaikan hangat
kulit dan Insision site care
mencegah a. Membersihkan,
terjadinya cedera memantau dan
berulang meningkatkan proses
e. Mampu penyembuhan pada
melindungi kulit luka yang ditutup
dan dengan jahitan, klip
mempertahankan
24 | P a g e
kelembaban kulit atau straples
perawatan alami b. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples,
menggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai
program

H. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai intervensi

I. EVALUASI

25 | P a g e
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)

2. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan


analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica.
Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
26 | P a g e
Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
Widya Medika. Brunner, Suddart. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall, ( 2000 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,.
Penerjemah Monica Ester, Jakarta : EGC.

Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th


Edition. Missouri: Mosby Elsevier

Nanda Internasional Nursing Diagnosis,. Definition and Clasification 2015-2017.


EGC. 

Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Smeltzer, S.C & Bare, B.R (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner
dan suddarth. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
PPNI

27 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai