Anda di halaman 1dari 22

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL


“FRAKTUR”

DISUSUN OLEH
JAMILATUL AFIDA
NIM 2223019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA ALIH JALUR
2022
KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN

FRAKTUR

Fraktur

I. Definisi
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik bersifat total maupun
sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan luasnya. Fraktur adalah patah tulang
yang biasanya disebabkan oleeh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan kondisi fraktur tersebut.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang dating lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur dapat terjadi jika
tulang yang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya
kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah
(Suriya&Zuriyati, 2019).

II. Anatomi fisiologi


Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian
dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trochanter dan
batang, bagian terjaut dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligament dan otot. Suplai
darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada fraktur hip. Suplai darah
ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retrikular posterior, nutrisi
dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian
bawah dari leher femur.
Gambar Anatomi Femur

III. Klasifikasi
a) Berdasarkan tempat
Fraktur femur, humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, cruis, dan yang lainnya.
b) Berdasarkan komplit atau tidak komplit fraktur :
1) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
2) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
c) Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
1) Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d) Berdasarkan posisi fragmen :
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen.
e) Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur tertutup (Closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa kompilkasi. Pada fraktur
tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu :
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.
2) Fraktur terbula (Open/Compound)
Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan kulit.
1. Grade I : dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, kerusakan
jaringan lunak minimal, biasanya tipe fraktur simpletransverse dan fraktur
obliq pendek.
2. Grade II : luka lebih dari 1 cm panjangnya, tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif, fraktur komunitif sedang da nada kontaminasi.
3. Grade III : yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif, kerusakan meliputi otot, kulit dan struktu
neurovascular.
4. Grade III ini dibagi lagi kedalam : III A : fraktur grade III, tapi tidak
membutuhkan kulit untuk penutup lukanya. III B : fraktur grade III,
hilangnya jaringan lunak, sehingga tampak jaringan tulang, dan
membutuhkan kulit untuk penutup (skin graft). III C : fraktur grade III
dengan kerusakan arteri yang harus diperbaiki, dan berisiko untuk
dilakukannya amputasi.
f) Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
1. Fraktur transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur oblik : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat angulasi juga.
3. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
5. Fraktur avulasi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
g) Berdasarkan kedudukan tulangnya :
1) Tidak adanya dislokasi
2) Adanya dislokasi
a. At axim : membentuk sudut
b. At lotus : fragmen tulang berjauhan
c. At longitudinal : berjauhan memanjang
d. At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
h) Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
i) Fraktur kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
j) Fraktur patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Gambar macam-macam fraktur

IV. Etiologi

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2015) ada 3 yaitu :

a. Cedera atau benturan


1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh tumor,
kanker, dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah
tingkat aktifitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan besenjata atau orang-
orang yang baru memulai latihan lari.
V. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer&Bare, 2012)

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot
yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur
menyebabkan deformitas, ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam
atau satu hari setelah cedera.

VI. Patofisiologi
Ketika patah tulang, trejadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang
dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan
jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medul antara tepi
tulang bawah periostrium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik ditandai dengan
fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan
tahap awal penyembuhan tulang.
Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sum-sum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut
masuk ke dalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom
menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian
menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan protein plasma hilang
dan masuk ke interstisial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk
akan menekan ujung suaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan sindrom
kompartemen.

VII. Komplikasi
a. Komplikasi awal : komplikasi awal setelah fraktur adalah terjadinya syok,
yang berakibat fatal hanya dalam beberapa jam setelah kejadian, kemudian
emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam, serta sindrom kompartemen
yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas secara permanen jika terlambat
ditangani.
b. Komplikasi lambat : komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan
tulang yang mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. Hal ini
terjadi jika penyembuhan tidak terjadi dalam dengan waktu normal untuk jenis
dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat atau lebih lama dari
perkiraan berhubungan dengam adanya proses infeksi sistemik dan tarikan
pada fragmen tulang, sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan
karena kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami
patahan.

VIII. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi dan luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien gagal ginjal
e. Scan tulang : memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringam lunak.
IX. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi (Nurarif, 2015) :

a. Reduksi : reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya


dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat-alat
yang digunakan biasanya traksi, bidai, dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka,
dengan pendekatan bedah. Alat fiksi interna dalam bentuk pen, kawat, sekrup, plat,
dan paku.
b. Imobilisasi : imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau
meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, dan gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi
yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3
bulan.
c. Cara pembedahan : yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal dengan pen
merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang dikenal dengan Open
Reduction and Fixation (ORIF).

X. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injury fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah ke
jaringan
c. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
d. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas, tubuh primer menurun, prosedur incasif
(pemasangan traksi)
f. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur)
XI. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan NOC NIC


o
1 Nyeri akut b.d spasme otot, - Pain level Pain management
gerakan fragmen tulang, edema, - Pain control - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif,
cedera jaringan lunak, - Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pemasangan traksi, Kriteria hasil : kualitas, dan factor presipitasi
stress/ansietas, luka operasi - Mampu mengontrol - Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri (tahu penyebab - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan teknik - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
mengurangi nyeri, ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
mencari bantuan) - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Melaporkan bahwa menemukan dukungan
nyeri berkurang - Kurangi factor presipitasi nyeri
dengan menggunakan - Ajarkan tentang teknik non farmakologi
manajemen nyeri - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Mampu mengenali - Tingkatkan istirahat
nyeri (skala, - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
intensitas, frekuensi, tindakan nyeri tidak berhasil
dan tanda nyeri) - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
- Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
- Tanda vital dalam
rentang normal

2 Gangguan mobilitas fisik b.d - Joint movement : Latihan kekuatan


kerusakan rangka neuromuskuler, active - Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
nyeri, terapi restriktif - Mobility level melakukan program latihan secara rutin
(imobilisasi) - Self care : ADLS Latihan untuk ambulasi
- Transfer performance - Ajarkan teknik ambulasi & perpindahan yang aman
Kriteria hasil : kepada klien dan keluarga
- Meningkat dalam - Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi roda,
aktivitas fisik dan walker
- Mengerti tujuan dan - Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri dalam
peningkatan mobilitas batasan yang aman
- Memverbalisasikan Latihan mobilisasi dengan kursi roda
perasaan dalam - Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara pemakaina
meningkatkan kursi roda & cara berpindah dari kursi roda ke tempat
kekuatan dan tidur atau sebaliknya.
kemampuan - Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat
berpindah anggota tubuh
- Memperagakan - Ajarkan pada klien / keluarga tentang cara penggunaan
penggunaan alat kurs roda
bantu untuk
mobilisasi (walker)
3 Gangguan integritas kulit b.d - Tissue integrity : skin Pressure management
fraktur terbuka, pemasangan and mucous - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
traksi (pen, kawat, sekrap) membrane longgar
Kriteria hasil : - Hindari kerutan pada tempat tidur
- Integritas kulit yang - Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
baik bisa - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
dipertahankan sekali
- Melaptkan adanya - Monitor kulit adanya kemerahan
gangguan sensasi atau - Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada daerah yang
nyeri pada daerah tertekan
kulit yang mengalami - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
gangguan - Monitor status nutrisi pasien
- Menunjukkan - Memandikan pasien dengan sabun dan air bersih
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera
berulang
- Mampu melindungi
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
4. Resiko infeksi b.d - Immune staus Infection control
ketidakadekuatan pertahanan - Risk control - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
primer (kerusakan kulit, trauma - Pertahankan teknik isolasi
jaringan lukan, prosedur invasiv / Kriteria Hasil : - Batasi pengunjung jika perlu
traksi tulang. - Klien bebas dari - Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
tanda dan gejala saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
infeksi pasien
- Menunjukkkan - Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
kemampuan untuk - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
mencegah timbulnya keperawatan
infeksi - Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Jumlah leukosit - Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
dalam batas normal alat
- Menunjukkan - Ganti letak IV perifer dan line control dan dressing
perilaku hidup sehat sesuai dengan petunjuk
- Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi
kandung kemih
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotoik bila perlu

Infection protection (proteksi terhadap infeksi)


- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
Berikut studi kasus singkat mengenai fraktur

Pengkajian

a) Anamnesa : Dalam studi kasus yang saya dapatkan dari journal of surgical oncology
dapat dilihat bahwa ada seorang pasien yang berusia 15 tahun dating ke UGD mengeluh
nyeri pada lutut bagian kiri akibat pukulan langsung saat bermain bola basket.
b) Riwayat penyakit : pasien menyangkal memiliki riwayat menggigil, demam, atau
perubahan berat badan.
c) Riwayat keluarga : tidak ada riwayat keluarga yang terkena keganasan tumor sebelumnya
d) Pemeriksaan fisik : terdapat nyeri tekan pada patela kiri, terdapat edema (+), massa (-),
panas (-). ROM lutut kiri terbatas, tungkai bawah kiri tidak dapat menahan beban
e) Hasil pemeriksaan laboratotium : penanda tumor dan hasil hitung sel darah lengkap
dalam kisaran normal, kecualu tingkat alkaline phosphatase menunjukkan angka 153 U/L
(nilai normal 40-150)
f) Hasil pemeriksaan radiologi : ditemukan adanya lesi berbatas tegak, ekstensik, dan
osteolitik dengan fraktur patologis patella kiri oleh proses radiolusen dan ekspansi yang
seragam yang tidak melibatkan struktur tulang yang berdekatan. Pada pemeriksaan
computed temography (CT) menunjukkan tepi sklerotik tipis. Dari hasil MRI
menunjukkan fraktur patologis dan tumor yang menyebabkan kerusakan patela kiri.

Dari hasil data tersebut dapat dirumuskan beberapa diagnose keperawatan pasien dengan fraktur
antara lain :

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik


2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakaan neuromuscular
No Anamnesa NOC NIC DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. S : Pasien mengatakan
Nyeri akut b.d agen cedera
mengeluh nyeri pada lutut - Pain level - Lakukan pengkajian
fisik
bagian kiri akibat pukulan - Pain control nyeri secara
langsung saat bermain bola - Comfort level komprehensif, termasuk
basket Kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
O : Pasien terlihat meringis - Mampu durasi, frekuensi,
kesakitan mengontrol kualitas, dan factor
- TD : 115/50 mmHg nyeri (tahu presipitasi
- N : 120x/mnt penyebab - Observasi reaksi
- S : 36,7 nyeri, mampu nonverbal dari
- RR : 25x/mnt menggunakan ketidaknyamanan
A : Masalah belum teratasi teknik - Gunakan teknik
P : Lakukan Intervensi nonfarmakolog komunikasi terapeutik
i untuk untuk mengetahui
mengurangi pengalaman nyeri pasien
nyeri, mencari - Evaluasi pengalaman
bantuan) nyeri masa lampau
- Melaporkan - Evaluasi bersama pasien
bahwa nyeri dan tim kesehatan lain
berkurang tentang ketidakefektifan
dengan kontrol nyeri masa
menggunakan lampau
manajemen - Bantu pasien dan
nyeri keluarga untuk mencari
- Mampu dan menemukan
mengenali dukungan
nyeri (skala, - Kurangi factor presipitasi
intensitas, nyeri
frekuensi, dan - Ajarkan tentang teknik
tanda nyeri) non farmakologi
- Menyatakan
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
- Tanda vital
dalam rentang
normal

2. S : pasien mengatakan lutut - Joint Latihan kekuatan Hambatan mobilitas fisik


kiri sakit jika dibuat untuk movement : - Ajarkan dan berikan b.d kerusakaan
bergerak active dorongan pada klien neuromuscular
O : pada pemeriksaan ROM - Mobility level untuk melakukan
grakan pada lutut terbatas - Self care : program latihan secara
A : masalah belum teratasi ADLS rutin
P : lakukan intervensi - Transfer Latihan untuk ambulasi
performance - Ajarkan teknik ambulasi
Kriteria hasil : & perpindahan yang
- Meningkat aman kepada klien dan
dalam aktivitas keluarga
fisik - Sediakan alat bantu untuk
Mengerti tujuan dan klien seperti kruk, kursi
peningkatan mobilitas roda, dan walker
- Beri penguatan positif
untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang aman

DAFTAR PUSTAKA
Suriya & Zuriyati. (2019). Buku ajar asuhan keperawatan medical bedah gangguan pada system musculoskeletal
aplikasi NANDA NIC & NOC. Padang : Pustaka Galeri Mandiri

Lang et al.(2019) World Journal of Surgical Oncology. Diakses dari


https://wjso.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12957-019-1760-z pada tanggal 3 oktober 2022 pukul 12.15 WIB.

Anda mungkin juga menyukai