Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

DISUSUN OLEH :

GETTI PRATIWI

(191440111)

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulangrawan umumnya
dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya kontinuitas struktur dari
tulang atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma
atau aktivitas fisik dengan tekananyang berlebihan (Ningsih, 2011).Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulangyang utuh, yang biasanya
disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya (Lukman & Ningsih,
2009). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan
berbagai jenis fraktur tulangantara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur
compound ( Elizabet J.Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
2. ETIOLOGI
a. Trauma langsung / direct trauma, yaitu apabila faktor terjadi ditempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, dan pukulan yang mengakibatkan
patah tulang).
b. Trauma tidak langsung / indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi sehingga dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh .
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1) Berdasarkan tempat (fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius, dll).
2) Berdasarkan komplit tidaknya fraktur :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang)
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang)
3) Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur komunikatif, yaitu fraktur dimana gais patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur segmental, yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur multiple, yaitu fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
4) Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser), yaitu garis patah lengkap tetapi kedua framen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur displaced (bergeser), yaitu terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen.
5) Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu :
 Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sektarnya.
 Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan
 Tingkat 2 ; fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan
 Tingkt 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartemen
b. Fraktur terbuka (open / compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi
beberapa grade, yaitu :
 Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm
 Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
 Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif
6) Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur transversal, yaitu fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
trauma angulasi atau langsung
b. Fraktur oblik, yaitu fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
c. Fraktur spiral, yaitu fraktur yang arah garis patahnya berbentu spiral yang disebabkan
trauma rotasi
d. Fraktur kompresi, yaitu fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain
e. Fraktur avulsi, yaitu fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang
7) Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi
b. Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut
 At lotus : fragmen tulang berjauhan
 At longitudinal : berjauhan memanjang
 At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
8) Fraktur kelelahan, yaitu fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.
9) Faktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
4. TANDA GEJALA/MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer&Bare (2002),manifestasi klinik dari fraktur adalah:
a. Nyeri terus-menerus
Nyeri pada fraktur bertambah berat sampai tulang diimobilisasi.Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiahyang di rancang utuk meminimalkan
gerakan antar fregmen tulang.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dancenderung bergerak
secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetaprigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen tulang pada frakturlengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba)ekstermitas yang bisa diketahui membandingkan ekstermitas yangnormal dengan
ekstermitas yang tidak dapat berfungsi dengan baikkarena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempatmelekatnya otot.
c. Pemendekan tulang pada fraktur panjang
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi ototyang melekat diatas
dan dibawah tempat fraktur. Fragmen seringsaling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-
5 cm (1-2 inchi)
d. Krepitasi
Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulangdinamakan krepitasi
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satudengan lainnya (uji krepitus dapat
mengaibatkan kerusakan jaringanlunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna local
Terjadi sebagai akibat trauma dari pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru
bisa terjadi setelah beberapa jam atau harisetelah cidera
5. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan patologik. Tulang bersifat rapuh
namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar makaterjadi trauma yang mengakibatkan terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh darah serta saraf
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah
tulang biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak sekitar
tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.Reaksi perdarahan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yangtidak dapat ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. faktor yang
mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya tekanan dan daya
tahan tulang seperti kepadatan atau kekerasan tulang.
6. KOMPLIKASI
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRTmenurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutupdi otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehinggamenyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkankerusakan pada otot. Gejala
gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang
berhubungan dengan tekananyang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif padaotot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi
lebih sering padafraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Halini
terjadi ketika gelembung-gelembung lemak terlepas dari sumsum tulangdan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewatisirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh-pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom embolilemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada traumaorthopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5) Avaskuler NekrosisAvaskuler Nekrosis (AVN)
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atauterganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau
keluar dari sendi danmenghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yangterjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien
supayamelaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada
saatmenahan beban.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7) OsteomyelitisAdalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulangdapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui lukafraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,
fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena traumadan fraktur-
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lamaa.
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai denganwaktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah
ke tulang.
2) Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-kadang dapat
terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non
union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringanlunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkandeformitas,
angulasi atau pergeseran.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-ray : untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
b. Scan tulang : untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasikerusakan
jaringan lunak.
c. Arteriogram : untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
d. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan,
peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
e. Kreatinin : trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirensginjal.
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusidarah atau
cedera hati.
8. PENATALAKSANAAN
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi semula dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang. (Sjamsuhidayat dkk,
2010).
1) proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya
dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
2) Imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa
dislokasi.
3) Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan
pada patah tulang radius distal.
4) Reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada
patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips.
5) Reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
6) Reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif.
7) Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan ORIF
(Open Reduction Internal Fixation).
8) Eksisi fragmen patahan tulang dengan prosthesis.

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan penilaian fraktur


Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk mengetahui dan
menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk
fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang
dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan
dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian, kemudian
memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal
atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka
dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi
sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen,
kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.
c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi dimaksudkan
untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah pembedahan, pasien
memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.

Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu :

1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang gerak sendi
dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak serta mencegah strain
berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan pergerakan,
sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3) Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot. Latihan biasanya
dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6 minggu setelah pembedahan atau
dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan ekstremitas atas.
9. PATHWAY

cidera

Kecelakaan, trauma, terjatuh, osteoporosis

fraktur

Merusak jaringan lemak

Pre operasi

Fraktur terbuka Fraktur tertutup

operasi

Nyeri Post operasi Adanya luka

Gangguan rasa nyaman Resiko


perdarahan
Gangguan
aktivitas
Resiko infeksi
Terapi Terapi Non
farmakologis farmakologis Mobilisasi

Teknik relaksasi
Nafas dalam
10. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proseskeperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakankeperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang padatahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yangdipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongandarah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanyaserangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasanyeri klien digunakan:
 Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yan gmenjadi faktor
presipitasi nyeri.
 Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan ataudigambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, ataumenusuk.3
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasasakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.4)
 Severity Scale of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakanklien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkanseberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambahburuk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakanterhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebutsehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagiantubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanismeterjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur danmemberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untukmenyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulangmerupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan,dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanyadan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluargaataupun dalam masyarakat.
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu,pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yangtidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinarmatahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapiwalaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidurklien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur,suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur sertapenggunaan obat tidur.
e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentukkegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlubanyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalahbentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalammasyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap.
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul kecacatan akibat frakturnya,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
danpandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagiandistal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbulgangguan.begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual
j) Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien.
k) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,yaitu ketakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
l) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhanberibadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal inibisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
8) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
 Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baikfungsi maupun
bentuk.
 Secara sistemik (dari kepala sampai kelamin)
- Sistem Integumen, Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat,bengkak, oedema, nyeri tekan.
- Kepala, Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
adapenonjolan, tidak ada nyeri kepala.
- Leher, Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
- Muka, Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
- Mata, Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karenatidak
terjadi perdarahan)
- Telinga, Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
- Hidung, Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
- Mulut dan FaringT, ak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
- Thoraks, Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
- Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
- Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidakteraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai
status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
 Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
- Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan sepertibekas
operasi).
- Cape au lait spot (birth mark).
- Fistulae.
- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yangtidak biasa
(abnormal).
- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
 Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderitadiperbaiki mulai dari
posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnyaini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah,baik pemeriksa maupun klien.Yang perlu
dicatat adalah:
- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembabankulit.
- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atauoedema terutama
disekitar persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yangterdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
 Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, daritiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
c) DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahanstatus metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgorkulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasitertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,insisi pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor (kolaboratif): traksi atau gibs pada
ekstrimitas
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan dengan intake
yang tidak adekuat.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh

d) INTERVENSI

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan
1 Nyeri berhubungan  Nyeri 1. Lakukan 1. hubungan yang
dengan terputusnya berkurang atau pendekatan pada baik membuat
jaringan tulang, hilang klien dan keluarga klien dan keluarga
gerakan fragmen  Klien tampak 2. Kaji tingkat kooperatif
tulang, edema dan tenang intensitas dan 2. tingkat intensitas
cedera pada jaringan, frekwensi nyeri nyeri dan
alat 3. Jelaskan pada frekwensi
traksi/immobilisasi, klien penyebab menunjukkan skala
stress, ansietas dari nyeri nyeri
4. Observasi tanda- 3. memberikan
tanda vital. penjelasan akan
5. Lakukan menambah
kolaborasi dengan pengetahuan klien
tim medis dalam tentang nyeri
pemberian 4. untuk mengetahui
perkembangan
klien
5. merupakan
tindakan dependent
perawat, dimana
analgesik berfungsi
untuk memblok
stimulasi nyeri
2 Kerusakan integritas  tidak ada tanda- 1. Kaji kulit dan 1. mengetahui sejauh
kulit berhubungan tanda infeksi identitas pada mana
dengan tekanan, seperti pus, tahap perkembangan
perubahanstatus kemerahan, luka perkembangan luka
metabolik, bersih tidak luka. mempermudah
kerusakan sirkulasi lembab dan 2. Kaji lokasi, dalam melakukan
dan penurunan tidak kotor. ukuran, warna, tindakan yang
sensasi dibuktikan  tanda- tanda bau, serta jumlah tepat.
oleh terdapat luka / vital dalam dan tipe cairan 2. mengidentifikasi
ulserasi, kelemahan, batas normal luka. tingkat keparahan
penurunan berat atau dapat di 3. Pantau luka akan
badan, turgorkulit toleransi. peningkatan suhu mempermudah
buruk, terdapat tubuh. intervensi
jaringan nekrotik. 4. Berikan 3. suhu tubuh yang
perawatan luka meningkat dapat di
dengan tehnik identifikasi sebagai
aseptic. Balut luka adanya proses
dengankasa peradangan
kering dan steril, 4. tehnik aseptik
gunakan plester membantu
kertas mempercepat
5. Jika pemulihan penyembuhan luka
tidak terjadi dan mencegah
kolaborasi terjadinya infeksi
tindakan lanjutan, 5. agar benda asing
misalnya atau jaringan yang
debridement terinfeksi tidak
6. Setelah menyebar luas
debridement, pada area kulit
ganti balutan normal lainya.
sesuai kebutuhan. 6. balutan dapat
diganti satu atau
dua kali sehari
tergantung kondisi
parah/ tidaknya
luka, agar tidak
terjadi infeksi.
3 Gangguan mobilitas klien mampu 1. Kaji kebutuhan 1. mengidentifikasi
fisik berhubungan melakukan akan pelayanan masalah,
dengan nyeri / pergerakan dan kesehatan dan memudahkan
ketidaknyamanan, perpindahan, kebutuhan akan intervensi
kerusakan mempertahankan peralatan 2. mempengaruhi
muskuloskletal, mobilitas optimal 2. Tentukan tingkat penilaian terhadap
terapi pembatasan yang dapat motivasi pasien kemampuan
aktivitas, dan ditoleransi dengan dalam melakukan aktifitas apakah
penurunan karakteristik : aktivitas. karena
kekuatan/tahanan 0 = mandiri 3. Ajarkan dan ketidakmampuan
penuh pantau pasien atau ketidakmauan
1 = memerlukan dalam hal 3. menilai batasan
alat bantu penggunaan alat kemampuan
2 = memerlukan bantu. aktivitas optimal.
bantuan dari 4. Ajarkan dan 4. melatih rentang
orang lain untuk dukung pasien gerak sebagai suatu
bantuan dalam latihan sumber
pengawasandan ROM aktif dan 5. untuk
pengajaran. pasif. mengembangkan
3 = membutuhkan 5. Kolaborasi perencanaan dan
bantuan dari dengan ahli terapi mempertahankan
orang lain dan fisik atau okupasi. atau meningkatkan
alat bantu mobilitaspasien
4=
ketergantungan,
tidak
berpartisipasi
dalam aktivitas.
4 Risiko infeksi tidak ada tanda- 1. Pantau tanda- 1. mengidentifikasi
berhubungan dengan tanda infeksi tanda vital. tanda-tanda
stasis cairan tubuh, seperti pus, luka 2. Lakukan peradangan
respons inflamasi bersih tidak perawatan luka terutama bilasuhu
tertekan, prosedur lembab dan tidak dengan tehnik tubuh meningkat.
invasif dan jalur kotor, tanda-tanda aseptik. 2. mengendalikan
penusukkan, vital dalam batas 3. Lakukan penyebaran
luka/kerusakan normalatau dapat perawatan mikroorganisme
kulit,insisi ditoleransi. terhadap prosedur pathogen
pembedahan. inpasif seperti 3. untuk mengurangi
infuse, kateter, resiko infeksi
drainase luka, dll. nosocomial
4. Jika di temukan 4. penurunan Hb dan
tanda infeksi peningkatan
kolaborasi untuk jumlah leukosit
pemeriksaan dari normal bisa
darah,seperti Hb terjadi akibat
dan leukosit. terjadinya proses
5. Kolaborasi untuk infeksi.
pemberian 5. antibiotik dapat
antibiotic. bakteriostatik
ataupun bakterisid
5 Defisit perawatan tidak ada bau 1. Berikan bantuan 1. ADL adalah
diri berhubungan badan, tidak bau pada ADL sesuai fungsi-fungsi
dengan faktor mulut, mukosa kebutuhan, ijinkan dimana orang
(kolaboratif): traksi mulut lembab, pasien untuk normalmelakukan
atau gibs pada kulit utuh merawat diri tiap hari untuk
ekstrimitas sesuai dengan memenuhi
kemampuannya. kebutuhan dasar.
2. Setelah reduksi, Merawatuntuk
tempatkan kebutuhan dasar
kantung plastik di orang lain
atas ekstrimitas membantu
untuk mempertahankan
mempertahankan harga diri
gibs/ belat/ fiksasi 2. kantong plastik
eksternal tetap melindungi alat-
kering pada saat alat dari
mandi. Rujuk kelembabanyang
pada bagian terapi berlebih yang
fisik sesuai dapat
pesanan untuk menimbulkan
instruksi berjalan infeksi dan dapat
dengan kruk menyebabkan
untuk ambulasi lunaknya gibs, hal
dan dapat ini menyiapkan
menggunakannya pasien untuk
secara tepat. mendorong dirinya
sendiri setelah dia
pulang. Ahli terapi
fisik adalah
sepesialis latihan
yang membantu
pasien dalam
rehabilitasi
mobilitas.
6 Resiko 1. Kaji kemampuan 1. untuk mengetahui
ketidakseimbangan pasien untuk tingkat status
nutrisi kurang dari mendapatkan nutrisi pasien
kebutuhan nutrisi yang 2. untuk
berhubunngan dibutuhkan meningkatkan
dengan intake yang 2. Ciptakan nafsu makan.
tidak adekuat lingkungan yang 3. untuk mengurangi
nyaman dan rasa mual.
menyenangkan 4. menyediakan
selamawaktu informasi
makan. mengenai factor
3. Berikan makanan lainyang dapat di
dengan porsi ubah atau di
sedikit tapi sering. hilangkan untuk
4. Kaji factor yang meningkatkan
dapat merubah masukan diet.
masukan nutrisi 5. mengurangi rasa
seperti anoreksi mual pada pasien
dan mual
5. Kolaborasi
dengan tim medis
pemberian obat
anti mual.
7 Harga diri rendah pasien tidak 1. Kaji respon dan 1. Mengetahui
berhubungan dengan minder dan malu reaksi pasien serta bagaimana
penurunan fungsi dengan keadaan keluarga terhadap tanggapan pasien
tubuh sekarang penyakit dan dan keluarga
penangananya terhadap
2. Kaji hubungan penyakitnya
pasien dengan sekarang
anggota 2. Mengetahui
keluarganya adanya masalah
3. Kaji pola koping dalam keluarga
pasien dan 3. Mengetahui cara
keluarga pasien penyelesaian
4. Diskusikan peran masalah dalam
memberi dan keluarga
menerima kasih 4. seksualitas
sayang, mempunyai arti
kehangatan dan yang berbeda bagi
kemesraan. tiapindividu
tergantung pada
tahap maturasi

e) IMPLEMENTASI
Hasil implementasi sesuai dengan tindakan yang dilakukan berdasarkan intervensi yang
telah di buat.
f) EVALUASI

Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak
dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi,kumpulkan data subyektif dan
klien,keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu,evaluasi juga dapat meninjau
ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi,terapi,sumber daya pemulihan,dan
hasil yang diharapkan.
Evaluasi dari tindakan mobilisasi dni baik ROM aktif maupun ROM pasif antara
lain meningkatnya mobilitas klien sehingga klien mampu melakukan peregrakan dan
perpindahan ,klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara mandiri,mengerti tujuan
dari peningkatan mobilitas,dapat memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi,
dan mempertahankan mobilitas secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGCGloria M.
Bulechek, et al. 2013.

Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam

.Missouri: Mosby Elsevier.Morhedd, dkk. 2013.

Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima

.Missouri: Mosby Elsevier.Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
GangguanSistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika NANDA. 2015.

Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai