Anda di halaman 1dari 40

PENGARUH SENAM KAKI TERHADAP PENURUNAN

KADAR GULA DARAH PADA LANSIA DENGAN


DIABETES MELITUS DI PANTI BHAKTI KASIH
SITI ANNA PANGKALPINANG

Oleh :

Intan Permatasari
Nim : 191440115

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


PANGKALPINANG PRODI DIII KEPERAWATAN
PANGKALPINANG 2021
KATA PENGANTAR

Segala rasa puji dan syukur kami ucapkan atas segala rahmat dan karunia
yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat izinNya-lah kami
dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang berjudul “Pengaruh Senam
Kaki Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Lansia Dengan Diabetes
Meltus Di Panti Bhakti Kasih Siti Anna Pangkalpinang”.
Proposal ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah
metodologi penelitian yang telah menjadi salah satu syarat kelulusan dari
Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
penyelesaian proposal ini ini tidak dapat kami selesaikan tanpa adanya bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, terutama dosen penanggung jawab mata
kuliah metodologi penelitian.
Oleh karena itu, patutlah kiranya kami sampaikan rasa syukur dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Demikian kata
pengantar ini kami buat, semoga proposal ini dapat digunakan untuk kepentingan
di dunia perkuliahan khususnya di mata kuliah metodologi penelitian.

Pangkalpinang, 25 september 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………….i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………ii
BAB I pendahuluan
A. Latar Belakang………………………………………...……………………………..1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...2
C. Tujuan…………………………………………………………………………………3
D. Manfaat...........................................................................................................3
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Konsep Teoritis Medis……………………………………………………………....4
1. Diabetes Melitus………………………………………………………………….4
a. Definisi…………………………………………………………………………4
b. Anatomi dan fisiologi…………………………………………………………4
c. Etiologi…………………………………………………………………………8
d. Manifestasi klinis……………………………………………………………..9
e. Klasifikasi……………………………………………………………………..11
f. Patofisiologi…………………………………………………………………..11
g. Pathway……………………………………………………………………….1
3
h. Komplikasi…………………………………………………………………….1
3
i. Pemeriksaan penunjang……………………………………………………15
j. Penatalaksanaan ……………………………………………………………15
2. Senam Kaki………………………………………………………………………
18
a. Definisi………………………………………………………………………..18
b. Indikasi dan Kontra indikasi………………………………………………..19
c. Manfaat……………………………………………………………………….19
d. Tujuan…………………………………………………………………………19
e. Langkah-langkah…………………………………………………………….19
B. Konsep Keperawatan………………………………………………………………22
1. Keperawatan gerontik…………………………………………………………..22
a. Definisi……………………………………………………………………...…
22
b. Fokus keperawatan…………………………………………………………22
c. Batasan-batasan lanjut usia……………………………………………….23
d. Tipe usia lansia………………………………………………………………24
e. Teori-teori proses menua…………………………………………………..24

ii
2. Konsep asuhan keperawatan gerontik……………………………………….25
BAB III Metodologi Penelitian
A. Rancangan penelitian………………………………………………………………33
B. Subyek penelitian…………………………………………………………………..33
C. Fokus penelitian…………………………………………………………………….33
D. Definisi operasional………………………………………………………………,..33
E. Lokasi dan waktu…………………………………………………………………...33
F. Pengumpulan data…………………………………………………………………33
G. Penyajian data……………………………………………………………………...34
H. Etika penelitian……………………………………………………………………...34
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..35

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor. Pada diabetes mellitus didapatkan defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Menurut WHO (2016)
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa),
atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM
tipe lain, dan DM pada kehamilan. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat yang penting, menjadi salah satu dari empat penyakit tidak
menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa
dekade terakhir.
Diabetes bukan hanya menyebabkan kematian premature di seluruh
dunia, tetapi penyakit ini juga adalah penyebab utama kebutaan, penyakit
jantung dan gagal ginjal. Organisasi Internasional Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan sedikitnya terdapat 436 juta orang pada usia 20-70 tahun di
dunia menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka
prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Jika
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan prevalensi
diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-laki.
Prevalensi diabetes diperkirakan akan meningkat seiring penambahan umr
penduduk menjadi 19,9% atay 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun.
Angka diprediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan
700 juta di tahun 2045.
Jika prevalensi diabetes di dunia diperingkatkan, Negara di wilayah Arab-
Afrika Utara dan Pasifik Barat menempati peringkat pertama dan kedua
dengan prevalensi diabetes pada penduduk umur 20-79 tahun sebesar 12,2%
dan 11,4%. Peringkat ketiga ditempati oleh wilayah Asia Tenggara dimana
Indonesia berada dengan prevalensi sebesar 11,3%. IDF juga
memproyeksikan jumlah penderita diabetes pada penduduk umur 20-79 tahun
pada beberapa negara di dunia yang telah teridentifikasi sebagai 10 negara
dengan jumlah penderita tertinggi. Negara Cina, India, dan Amerika Serikat

1
menempati urutan ketiga teratas dengan jumlah penderita 116,4 juta, 77 juta,
dan 31 juta orang. Indonesia berada di peringkat ketujuh diantara 10 negara
dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 10,7 juta orang. Indonesia
merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang ada pada daftar 10
negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia, sehingga dapat
diperkirakan besarnya kontribusi Indonesia terhadap prevalensi kasis diabetes
di Asia Tenggara.
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan pada
tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia
berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun sebesar 2%. Angka
tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan prevalensi
diabetes melitus pada penduduk ≥ 15 tahun pada hasil Riskesdas 2013
sebesar 1,5%. Berbeda dengan prevalensi diabetes menurut hasil
pemeriksaan gula darah, pada tahun 2013 Riskesdas menyatakan prevalensi
diabetes menurut hasil pemeriksaan gula darah sebesar 6,9% kemudian naik
pada tahun 2018 menjadi 8,5%. Sedangkan menurut Rikesdas tahun 2018
penderita Diabetes Melitus di Bangka Belitung mencapai 2,13% (12.567)
dengan jumlah tertinggi penderita Diabetes Melitus terdapat di kota
pangkalpinang yang mencapai 3,47%.
Dalam proses perjalanan penyakit diabetes mellitus dapat timbul
angiopati kardiovaskuler dan peripheral vaskuler (Brunner & Suddarth, 2008).
Perawatan secara umum untuk penderita diabetes mellitus diit, olah
kemampuan kondisi penyakit penyerta(Brunner & Suddarth, 2008). Perawat
memiliki peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Salah satu peran penting seorang perawat adalah sebagai
Educator, dimana pembelajaran merupakan dasar dari Health Education yang
berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat dapat
menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya
promotif dan preventif. Maka dari itu, peranan perawat dalam penanggulangan
Diabetes Melitus yaitu perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada
klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit, pemulihan dari penyakit,
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan seperti diet untuk
penderita Diabetes Melitus. Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga
antara lain meningkatkan pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada
akhirnya akan meningkatkan kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh senam kaki terhadap penurunan kadar gula darah pada
lansia dengan diabetes melitus?

2
C. Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai penerapan
senam kaki pada lansia dengan diabetes melitus di panti Bhakti Kasih Siti
Anna Pangkalpinang.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi bahan masukan dalam proses belajar mengajar dalam teori
yang benar-benar dipelajari secara spesifik dan dilaksanakannya praktik di
bidang keperawatan gerontik dan bisa digunakan menjadi salah satu nilai
lebih bagi institusi pendidikan khususnya di Jurusan Keperawatan
Poltekkes Pangkalpinang.
2. Bagi Panti Sosial Lansia
Hasil kasus studi ini dapat menjadi masukan dan perencanaan program
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang profesional khususnya
mengenai penerapan senam kaki pada lansia dengan diabetes melitus
sehingga menjadi salah satu asuhan keperawatan yang dapat diterapkan di
Panti Sosial Lansia Bhakti Kasih Siti Anna Kota Pangkalpinang.
3. Bagi penulis
Diharapkan dapat menambahkan ilmu dan penulis dapat menerapkan
senam kaki dalam asuhan keperawatan yang khususnya dalam Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada pasien diabetes melitus.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis Medis


1. Diabetes melitus
a. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Pada diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurun. Selain itu pada DM juga pankreas dapat berhenti
untuk memproduksi insulin (Bunner and Suddarth, 2001).
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolisme
kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemi).
Peningkatan kadar glukosa dalam darah disebabkan karena
ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam
tubuh dibutuhkan memfasilitasi masuknya glukosa tertahan di dalam
darah dan menimbulkan peningkatan gula darah, sedangkan sel
menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam
kelangsungan dan fungsi sel (Tarwoto, 2012)
Diabetes Mellitus adalah kondisi ketika tubuh tidak dapat
mengendalikan
kadar gula dalam darah (glukosa), yang normalnya pada gula darah
puasa 80-130 mg/dL, kadar gula darah sewaktu 100-200mg/dL, serta
kadar gula darah 2 jam PP 120-200. Glukosa merupakan hasil
penyerapan makanan oleh tubuh, yang kemudian menjadi sumber
energi. Pada umumnya, penderita Diabetes Mellitus, kadar glukosa ini
terus meningkat sehingga terjadi penumpukan (Pudiastuti, 2013).
b. Anatomi dan fisiologi
Anatomi dan fisiologi yang terjadi pada pasien diabetes mellitus Menurut
(Riyadi & Sukarmin, 2008), yaitu :
1) Anatomi pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang
gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas
mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm,
arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian
kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

4
a) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
b) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk
mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan
glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans,
setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun
mengelilingi pembuluh darah kapiler.Pulau langerhans mengandung
tiga jenis sel utama, yakni selalfa, beta dan delta. Sel beta yang
mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah
setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi
antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan
dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam
ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di
dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran.
Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang
tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan
eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai
aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel
mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari
seluruh sel mensekresikan somatostatin.
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
a) Kepala (kaput) yang paling lebar terletak di kanan rongga
abdomen, masuk lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis
melingkarinya.
b) Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang
lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
c) Ekor (kauda) adalah bagian runcing di sebelah kiri sampai
menyentuh pada limpa (lien)
2) Fisiologi Pankreas
Pankreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar
eksokrin menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat
menghidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat; sedangkan endokrin
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan
penting pada metabolisme karbohidrat. Kelenjar pankreas dalam

5
mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon
yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-hormon
ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan
glukosa darah yaitu glukagon.Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat
antara berbagai jenis sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya
pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis hormone lainnya,
contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Pankreas menghasilkan :
1) Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2) Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltose
3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
5) Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
6) lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah
pepton → asam amino.
Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin yang
menyekresikan insulin, yaitu sebuah homron antidiabetika, yang
diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah protein
yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan
karena itu tidak diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan
subkutan.Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan
sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan
menggunakan glukosa dan lemak.Pada pankreas paling sedikit
terdapat empat peptida dengan aktivitas hormonal yang disekresikan
oleh pulau-pulau (islets) Langerhans. Dua dari hormon-hormon
tersebut, insulin dan glukagon memiliki fungsi penting dalam
pengaturan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Hormon
ketiga, somatostatin berperan dalam pengaturan sekresi sel pulau,
dan yang keempat polipeptida pankreas berperan pada fungsi
saluran cerna.
Hormon Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai
asam amino yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan
disulfida. Bila kedua rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas
fungsional dari insulin akan hilang. Insulin dalam darah beredar
dalam bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit.

6
Dalam waktu 10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi.
Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor yang ada
pada sel target, sisa insulin didegradasi oleh enzim insulinase dalam
hati, ginjal, otot, dan dalam jaringan yang lain.
Reseptor insulin merupakan kombinasi dari empat sub unit yang
saling berikatan bersama oleh ikatan disulfide, 2 subunit alfa (terletak
seluruhnya di luar membrane sel) dan 2 subunit beta (menembus
membrane, menonjol ke dalam sitoplasma. Insulin bersifat anabolik,
meningkatkan simpanan glukosa, asam-asam lemak, dan asam-
asam amino. Glukagon bersifat katabolik, memobilisasi glukosa,
asam-asam lemak, dan asam-asam amino dari penyimpanan ke
dalam aliran darah. Kedua hormon ini bersifat berlawanan dalam efek
keseluruhannya dan pada sebagian besar keadaan disekresikan
secara timbal balik. Insulin yang berlebihan menyebabkan
hipoglikemia, yang menimbulkan kejang dan koma. Defisiensi insulin
baik absolut maupun relatif, menyebabkan diabetes melitus, suatu
penyakit kompleks yang bila tidak diobati dapat mematikan.
Defisiensi glukagon dapat menimbulkan hipoglikemia, dan
kelebihan glukagon menyebabkan diabetes memburuk. Produksi
somatostatin yang berlebihan oleh pankreas menyebabkan
hiperglikemia dan manifestasi diabetes lainnya.
(1)Sintesis Insulin
Insulin disintesis oleh sel-sel beta, terutama ditranslasikan ribosom
yang melekat pada retikulum endoplasma (mirip sintesis protein)
dan menghasilkan praprohormon insulin dengan berat molekul
sekitar 11.500. Kemudian praprohormon diarahkan oleh rangkaian
"pemandu" yang bersifat hidrofibik dan mengandung 23 asam
amino ke dalam sisterna reticulum endoplasma. Struktur kovalen
insulin manusia: Di retikulum endoplasma, praprohormon ini
dirubah menjadi proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000
dan dikeluarkan dari retikulum endoplasma.
(2)Sekresi Insulin
Sekresi insulin merupakan proses yang memerlukan energi
dengan melibatkan sistem mikrotubulus-mikrofilamen dalam sel B
pada pulau Lengerhans. Sejumlah kondisi intermediet turut
membantu pelepasan insulin : Glukosa apabila kadar glukosa
darah melewati ambang batas normal yaitu 80-100 mg/dL maka
insulin akan dikeluarkan dan akan mencapai kerja maksimal pada
kadar glukosa 300-500 mg/dL. Dalam waktu 3 sampai 5 menit

7
sesudah terjadi peningkatan segera kadar glukosa darah, insulin
meningkat sampai hampir 10 kali lipat. Keadaan ini disebabkan
oleh pengeluaran insulin yang sudah terbentuk lebih dahulu oleh
sel beta pulau langerhans pancreas. Akan tetapi, kecepatan
sekresi awal yang tinggi ini tidak dapat dipertahankan, sebaliknya,
dalam waktu 5 sampai 10 menit kemudian kecepatan sekresi
insulin akan berkurang sampai kira-kira setengah dari kadar
normal. Kira-kira 15 menit kemudian, sekresi insulin meningkat
untuk kedua kalinya, sehingga dalam waktu 2 sampai 3 jam akan
mencapai gambaran seperti dataran yang baru, biasanya pada
saat ini kecepatan sekresinya bahkan lebih besar daripada
kecepatan sekresi pada tahap awal. Sekresi ini disebabkan oleh
adanya tambahan pelepasan insulin yang sudah lebih dahulu
terbentuk dan oleh adanya aktivasi system enzim yang
mensintesis dan melepaskan insulin baru dari sel. Naiknya sekresi
insulin akibat stimulus glukosa menyebabkan meningkatnya
kecepatan dan sekresi secara dramatis. Selanjutnya, penghentian
sekresi insulin hampir sama cepatnya, terjadi dalam waktu 3
sampai 5 menit setelah pengurangan konsentrasi glukosa kembali
ke kadar puasa.Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi
insulin dan insulin selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke
dalam hati, otot, dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi
glukosa darah kembali ke nilai normal. Insulin dilepaskan pada
suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa
dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan
cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan,
insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera
digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan
didalam hati.
c. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), etiologi diabetes mellitus adalah :
1) Diabetes Mellitus tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-
sel beta pankreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik

8
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I.
b) Faktor imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal
dimana antibodi terarah padaaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autonium yang
menimbulkan ekstruksi sel beta.
2) Diabetes Mellitus tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin.
Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
mellitus tipe II antara lain :
a) Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun,
tetapi pada usia remaja pun diabetes mellitus dapat terjadi juga
pada umur 11 sampai 13 tahun karena sejak awal pankreas tidak
menghasilkan insulin.
b) Obesitas
Karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh akan membuat
hormon insulin tidak dapat bekerja secara maksimal dalam
menghantar glukosa yang ada dalam darah. Pengurangan berat
badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas
insulin dan pemulihan toleransi glukosa. Obesitas terjadi karena
tubuh kelebihan lemak minimal 20% dari berat badan ideal.
Menurut Adriani (2012).
c) Riwayat dalam keluarga
Pada riwayat keluarga yang salah satunya memiliki riwayat
diabetes mellitus bisa diturunkan sejak remaja pada anaknya.
Kaum pria sebagai penderita sesungguhnya dan perempuan
sebagai pihak pembawa gen atau keturunan. Gen yang
mempengaruhi pada diabetes tipe II adalah gen TC7L2. Gen ini
sangat berpengaruh pada pengeluaran insulin dan produksi
glukosa.
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada pasien dengan Diabetes Mellitus
yaitu:

9
1) Poliuri (banyak kencing)
Merupakan gejala umum pada penderita Diabetes Mellitus.
Banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam darah (glukosa)
yang berlebih, sehingga merangsang tubuh untuk mengeluarkan
kelebihan gula tersebut melalui ginjal bersama urine. Gejala ini
terutama muncul pada malam hari, yaitu saat kadar gula dalam darah
relative lebih tinggi dari pada malam hari
2) Polidipsi (banyak minum)
Merupakan akibat reaksi tubuh karena banyak mengeluarkan urine.
Gejala ini sebenarnya merupakan usaha tubuh untuk menghindari
kekurangan cairan (dehidrasi). Oleh karena tubuh banyak
mengeluarkan air, secara otomatis menimbulkan rasa haus untuk
mengganti cairan keluar. Selama kadar gula dalam darah belum
terkontrol baik, akan timbul terus keinginan untuk terus-menerus
minum. Sebaliknya minum banyak akan terus menimbulkan
keinginan untuk selalu kencing. Dua hal ini merupakan serangkaian
sebab akibat yang akan terus terjadi selagi tubuh belum dapat
mengendalikan kadar gula dalam darahnya
3) Polipaghi (banyak makan)
Merupakan gejala lain yang dapat diamati. Terjadi gejala ini,
disebabkan oleh berkurangnya cadangan gula dalam tubuh meskipun
kadar gula dalam darah tinggi. Oleh karena ketidakmampuan insulin
dalam menyalurkan gula sebagai sumber tenaga dalam tubuh,
membuat tubuh merasa lemas seperti kurang tenaga sehingga timbul
rasa lapar
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat dari gangguan aliran darah
pada klien diabetes lama, ketabolisme protein diotot dan ketidak
mampuan sebagian besar sel dalam menggunakan glukosa sebagai
energi
5) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik
6) Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di daerah ginjal.
Lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur (Sukarmin & Riyadi, 2013).
7) Kelainan genekologis keputihan dengan penyebab tersering yaitu
jamur terutama candidia (Sukarmin & Riyadi, 2013).

10
8) Kesemutan rasa kebas akibat terjadinya neuropati karena regenerasi
sel persyarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan
dasar utama yang berasal dari unsur protein akibatnya perifer
mengalami kerusakan (Sukarmin & Riyadi, 2013).
9) Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikogenesis tidak dapat
berlangsung secara optimal (Sukarmin & Riyadi, 2013).
10) Mata kabur yang disebabkan oleh gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemi (Sukarmin & Riyadi, 2013).
e. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus menurut Riyadi &Sukarmin (2008) :
1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) yaitu defisiensi insulin
karena kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian
merusak sel-sel pulau langerhans di pankreas. Kelainan ini
berdampak pada penurunan produksi insulin.
2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yaitu diabetes
resisten sering terjadi pada dewasa, tapi dapat terjadi pada semua
umur. Kebanyakan penderita mengalami kelebihan berat badan, ada
kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat
hiperglikemik selama stres.
3) Diabetes type lain adalah DM yang terjadi karena penyakit lain,
penyakit pankreas, hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati,
kelainan reseptor insulin, sindroma genetik tertentu.
4) Impaired Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa) yaitu kadar
glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau
menjadi normal atau tetap tidak berubah.
5) Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) yaitu intoleransi yang terjadi
selama kehamilan
f. Patofisiologi
Menurut Bunner & Sudarth (2005), patofisiologi dari diabetes mellitus
adalah :
1) Diabetes Melitus Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang
berasal dari makanan yang tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap ada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa

11
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine
(Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan dalam urine,
eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus berlebih
(Polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (Polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut
menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda
dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi,
nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahan kematian.
2) Diabetes Melitus Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat kepada reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan interaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
tanpa mencakup kelelahan, iritabilitas, polyuria, polydipsia, luka yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi). Penyakit diabetes membuat gangguan
atau komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah diseluruh
tubuh yang disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

12
(makrovaskular) yang disebut makroangiopati, dan pada pembuluh
darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.

g. Pathway
Diabetes Melitus (Corwin, EJ. 2009)

h. Komplikasi
1) Komplikasi Diabetes Mellitus akut
a) Diabetes Ketoasidosis
Adalah komplikasi akut dan berbahaya dengan tingkat insulin
rendah menyebabkan hati menggunakan lemak sebagai sumber
energi. Hal tersebut normal jika terjadi secara periodik namun
akan menjadi masalah serius jika dipertahankan. Penderita DKA
biasanya mengalami dehidrasi serta pernapasan cepat dan dalam
(Hasdianah, 2012).
b) Hiperglikemia
Adalah air dalam cairan sel ditarik keluar dari sel-sel masuk
kedalam darah dan ginjal, kemudian membantu membuang
glukosa ke dalam urine. Jika cairan dalam sel yang keluar tidak
diganti maka akan muncul efek osmotic karena kadar glukosa
tinggi dan hilangnya air yang kemudian akan mengarak kepada

13
dehidrasi. Kondisi elektrolit yang tidak seimbang juga mengganggu
dan berbahaya (Hasdianah, 2012).
c) Hipoglikemia
Atau kondisi tidak normal akibat glukosa darah yang rendah.
Penderita akan mengalami perasaan gelisah, berkeringat, lemah,
dan mengalami semacam rasa takut dan bergerak panik. Hal ini
disebabkan oleh faktor-faktor, seperti terlalu banyak atau salah
penggunaan insulin, terlalu banyak atau salah waktu olahraga, dan
tidak cukup asupan makanan (Hasdianah, 2012).
2) Komplikasi Kronik
a) Makroangiopati
Peningkatan kadar glukosa secara kronis dalam darah
menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Sel endotel yang
melapisi pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari biasanya
karena sel-sel tersebut tidak tergantung pada insulin. Sel-sel
tersebut kemudian membentuk permukaan glikoprotein lebih dari
biasanya sehingga menyebabkan membran basal tumbuh lebih
tebal dan lebih lemah.
b) Mikroangiopati
Perubahan – perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan
pembuluh darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang
terjadi neuropati, nefropati, dan retinopati. Nefropati terjadi karena
perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Retinopati yaitu
perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina.
Hal ini mengakibatkan gangguan dalam penglihatan. Retinopati
dibagi menjadi 2 tipe yaitu :
(1) Retinopati back ground yaitu mikroneuronisma di dalam
pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.
(2) Retinopati proliferatif yaitu perkembangan lanjut dari
retinopati back ground yang terjadi pembentukan pembuluh
darah baru pada retina akan menyebabkan pembuluh darah
menciut dan tarikan pada retina serta pendarahan di rongga
vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak yang
disebabkan hiperglikemia berkepanjangan.
c) Neuropati diabetika yaitu akumulasi orbital dalam jaringan dan
perubahan metabolik mengakibatkan penurunan fungsi sensorik
dan motorik saraf yang menyebabkan penurunan persepsi nyeri.

14
d) Kaki diabetik perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,
gangrene, penurunan sensasi, dan hilangnya fungsi saraf
sensorik.
(Sukarmin &Riyadi, 2013)
i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk Penentuan diagnosa DM adalah dengan
pemeriksaan gula darah ,
menurut Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
1) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk DM
> 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl
disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk skrining
atau evaluasi pengobatan bukan diagnostic
3) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
4) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
5) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO
merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal
yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
6) Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak bermakna.
Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa abnormal dan
menurunkan penggunaan gula darah perifer pada orang yang
berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada
akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
7) Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari 3
bulan.
8) C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
9) Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam
penelitian diabetes.
j. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi
Menurut Riyadi & Sukarmin (2008), antara lain:
a) Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
(1) Golongan sulfoniluria

15
Cara kerjanya merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin. Jadi golongan sulfoniluria hanya
bekerja bila sel-sel beta utuh, mengalangi pengikatan insulin,
mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan
menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat
golongan sulfoniluria adalah bila berat badan sekitar ideal
kurang lebih 10% dari berat badan ideal, bila kebutuhan
insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stres akut, seperti
infeksi berat.
(2) Golongan biguanid
Cara kerjanya tidak merangsang sekresi insulin. Golongan
biguanid dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal
dan istimewanya tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Efek samping obat ini (metformin) menyebabkan anoreksia,
nausea, nyeri abdomen dan diare.
(3) Alfa glukosidase inhibitor
Cara kerjanya menghambat kerja insulin alfa glukosidase di
dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini
bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hiperglikemia
dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
(4) Insulin sensitizing agent
Mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia. rantai karbonnya, lemak
dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan
bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid
tidak normal yang sering dijumpai pada diabitis.
b) Insulin
Insulin terdiri atas 3 jenis menurut cara kerjanya, antara lain :
(1) Cara kerjanya cepat : RI (regular insulin) dengan masa kerja
2-4 jam. Contoh obatnya: Actrapid
(2) Cara kerjanya sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam
(3) Cara kerjanya lambat: PZI (Protamne Zinc Insulin) dengan
masa kerjanya 18-24 jam

16
2) Terapi non farmakologi
a) Jenis makanan
(1) Karbohidrat
Sebagai sumber energi yang diberikan pada dibetisi tidak
boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari
atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal. Pada setiap
hari karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4
kilokalori.
(2) Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-
15% dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan
ginjal dimana diperlukan pembatasan asuhan protein sampai
40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian
suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 4 kilokalori/ gram.
(3) Lemak
Lemak mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori/
gram. Bahkan makanan ini sangat penting untuk membawa
vitamin larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K.
Berdasarkan ikatan
b) Jadwal makan
Jadwal makan pengidap diabetes mellitus dianjurkan lebih sering
dengan porsi sedang. Disamping jadwal makan utama pagi, siang,
dan malam dianjurkan juga porsi makanan ringan di sela- sela
waktu tersebut.
c) Jumlah kalori
Jumlah kalori perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi,
umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Penentuan
status gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.
Tabel 2.3 Klasifikasi gizi berdasarkan IMT menurut Riyadi &
Sukarmin (2008)
No Indeks Masa Tubuh Klasifikasi
1 <18,5 Berat badan kurang
2 18,5-22,9 Berat badan normal
3 3 >23,0 Berat badan rendah
23-24,9 Berat badan lebih beresiko
25-29,9 Obesitas I
>30 Obesitas II

17
Pertama-tama lakukan perhitungan berat badan ideal berdasarkan
rumus berat badan ideal (BBI kg)= (TB cm-100)- 10%. Untuk laki-
laki <160 cm dan wanita <150 cm, perhitungan bb ideal tidak
dikurangi 10%.
d) Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama
kurang lebih setengah jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous
Rythmiccal Intensity Progressive Endurance). Latihan dilakukan
terus- menerus tanpa henti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi
secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari
dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan
untuk melakukan oahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot
yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan
penarikan glukosa kedalam sel. Olahraga lebih dianjurkan pada
pagi hari (sebelum jam 06.00) karena selain udara yang masih
bersih juga suasana yang belum ramai sehingga membantu
penderita lebih nyaman dan tidak mengalami stress yang tinggi.
Olahraga yang teratur akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan
cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah sehingga
membantu masuknya glukosa ke dalam sel (Riyadi & Sukarmin,
2008).
2. Senam kaki
a. Definisi
Latihan fisik merupakan salah satu dari prinsip penatalaksanaan
penyakit DM. Latihan fisik setiap hari secara teratur (3-4 kali seminggu
selama 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM.
Latihan fisik yang dimaksud adalah berjalan, bersepeda santai, jogging,
senam dan berenang. Latihan fisik ini sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani, salah satu jenis latihan fisik bagi
penderita DM adalah senam kaki (Perkeni,2011).
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
DM untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
peredaran darah bagian kaki(Sumosardjuno,2006). Senam kaki dapat
membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil
kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat
meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi
keterbatasan pergerakan sendi (Wibisono,2009).
b. Indikasi dan kontraindikasi senam kaki diabetes

18
1) Indikasi dari senam kaki diabetes dapat diberikan pada semua
penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Namun sebaiknya diberikan sejak
awal pasien didiagnosa menderita DM, yaitu memperlancar sirkulasi
darah pada kaki sebagai upaya pencegahan dini terjadinya
komplikasi foot diabetic.
2) Kontraindikasi senam kaki diabetes yaitu pada klien yang mengalami
perubahan fungsi fungsi fisiologis seperti dispnea/sesak nafas dan
nyeri dada. Kaji keadan umum pasien, cek tanda-tanda vital dan
status emosi pasien (Perkeni,2011).
c. Manfaat
Senam kaki dapat memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-
otot kecil kaki serta mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, selain itu
senam kaki juga dapat meningkatkan kekuatan pada otot betis, otot
paha dan juga mengatasi keterbatasan dalam pergerakan sendi
(Wibisono,2009).
d. Tujuan senam kaki diabetes (Wibisono,2009):
1) Memperbaiki sirkulasi darah
2) Memperkuat otot kecil
3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5) Mengatasi keterbatasan gerak
e. Langkah-langkah senam kaki (Perkeni,2012) :
1) Pasien duduk tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai

2) Dengan tumit yang diletakkan diatas lantai, jari-jari kedua belah kaki
diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti cakar
ayam, gerakan ini dilakukan 10 kali.

19
3) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki
keatas. Kemudian sebaliknya pada kaki yang lainnya, jari-jari kaki
diletakkan dilantai dan tumit kaki diangkat keatas. Gerakan ini
dilakukan secara bersamaan pada kaki kanan dan kiri dilakukan
secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali.

4) Tumit kaki diletaakkan dilantai, kemudian bagian ujung jari diangkat


keatas dan buat gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak
10 kali

5) Jari-jari diletakkan dilantai, kemudian tumit diangkat dan buat


gerakan dengan pergerakkan pada pergelangan kaki, gerakan ini
dilakukan sebanyak 10 kali.

20
6) Kemudian angkat salah atu lutut kaki, dan luruskan lalu gerakkan jari-
jari kaki kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian kekiri
dan kekanan. Ulangi gerakkan ini sebanyak 10 kali.
7) Luruskan salah satu satu kaki diatas lantai kemudian angkat angkat
kaki tersebut dan gerakkan ujung jari-jari kaki kearah wajah lalu
turunkan kembali kelantai. Gunakkan kedua kaki secara bersamaan.
Ulangi gerakkan ini sebanyak 10 kali.
8) Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut,
kemudian gerakkan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.
9) Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada
pergelangan kaki, lakukan gerakan seperti menulis diudara dengan
kaki, dari angka 0 sampai 10. Lakukan gerakan ini secara bergantian.

10) Letakkan selembar koran dilantai,kemudian dengan kedua kaki


bentuk kertas tersebut menjadi seperti bola.lalu buka kembali bola
tersebut menjadi lembaran seperti semula. Gerakkan ini dilakukan
sekali saja.
11) Dengan kedua kaki robek koran menjadi dua bagian, lalu pisahkan
kedua koran tersebut. Sebagian koran disobek kecil-kecil dengan
kedua kaki, lalu kumpulkan sobekan-sobekan tersebut letakkan pada
bagian koran yang utuh.
12) Lalu bungkus semua sobekan-sobekan tadi menjadi bentuk bola
dengan menggunakan kedua kaki.

21
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Keperawatan Gerontik
a. Definisi
Gerontology is study of all aspect of aging including the physical,
psychological, sosial, and economical problems of older people (cabang
ilmu yang membahas atau menangani proses penuaan dan masalah-
masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut, yang meliputi
aspek fisik, mental, sosial, dan ekonomi) (Sunaryo, dkk 2016).
Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan profesional
yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang bersifat
komprehensif terdiri dari bio-psikososio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada
tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (UU RI No.38
tahun 2014). Pengertian lain dari keperawatan gerontik adalah praktek
keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua
(Kozier, 1987). Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
Proses Menua (Aging process) adalah suatu keadaan yang terjadi di
dalam kehidupan manusia.proses menua merupakan proses sepanjang
hidup yang tidak hanya dimulau dari suatu waktu tertentu (Padila, 2013).
Menua (menjadi tua) adalah proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan (Nasrullah, 2016).
b. Fokus keperawatan gerontik
1) Peningkatan kesehatan (health promotion)
Upaya yang dilakukan adalah memelihara kesehatan dan
mengoptimalkan kondisi lansia dengan menjaga perilaku yang sehat.
Contohnya adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang gizi

22
seimbang pada lansia, perilaku hidup bersih dan sehat serta manfaat
olah raga.
2) Pencegahan penyakit (preventif)
Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit karena proses penuaan
dengan melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mendeteksi
sedini mungkin terjadinya penyakit, contohnya adalah pemeriksaan
tekanan darah, gula darah, kolesterol secara berkala, menjaga pola
makan, contohnya makan 3 kali sehari dengan jarak 6 jam, jumlah
porsi makanan tidak terlalu banyak mengandung karbohidrat (nasi,
jagung, ubi) dan mengatur aktifitas dan istirahat, misalnya tidur
selama 6-8 jam/24 jam.
3) Mengoptimalkan fungsi mental.
Upaya yang dilakukan dengan bimbingan rohani, diberikan ceramah
agama, sholat berjamaah, senam GLO (Gerak Latih Otak) (GLO) dan
melakukan terapi aktivitas kelompok, misalnya mendengarkan musik
bersama lansia lain dan menebak judul lagunya.
4) Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.
Melakukan upaya kerjasama dengan tim medis untuk pengobatan
pada penyakit yang diderita lansia, terutama lansia yang memiliki
resiko tinggi terhadap penyakit, misalnya pada saat kegiatan
Posyandu Lansia.
c. Batasan-batasan lanjut usia
Maryam, dkk (2010) mengatakan yang mencakup batasan umur lansia
adalah sebagai berikut :
1) Pra Usia Lanjut
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Usia lanjut
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah tahap
masa tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun ke atas).
Sedangkan lanjut usia adalah sudah berumur atau tua.
3) Usia lanjut resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
4) Usia lanjut potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau
kegiatan yang daapt menghasilkan barang/jasa.
5) Usia lanjut tidak potensial
Usia lanjut yang tidak berbahaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.

23
d. Tipe usia lansia
Maryam, dkk (2010) mengatakan, beberapa tipe pada usia lanjut
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
ekonomi. Tipe tersebut antara lain :
1) Tipe Arif Bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
2) Tipe Mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi undangan.
3) Tipe Tidak Puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
4) Tipe Pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe Bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh
e. Teori-teori proses menua
Sunaryo, dkk (2016) mengatakan, ada beberapa teori-teori yang
mendukung yang menjelaskan tentang proses penuaan :
1) Teori biologis
Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang
dari lahir sampai meninggal.
(a) Teori Imunitas
Penuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi
sistem imun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada
limposit-T, di samping perubahan juga terjadi pada limposit-B.
(b) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas yang relatif mampu merusak sel, termasuk
mitrokodria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya
kematian sel dan menghambat proses reproduksi sel.
(c) Teori Ikatan Silang
Teori ini menyebutkan bahwa secara normal, struktur molecular
dari sel berikatan secara bersama-sama membentuk reaksi kimia.

24
(d) Teori Stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
2) Teori psikologi
Seseorang merespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya
perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang lain
telah tua.
3) Teori Kultural
Bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang
dianut oleh seseorang. Dipercayai bahwa kaum tua tidak dapat
mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status
tua dalam perbedaan sosial dapat di jelaskan oleh sejarah
kepercayaan dan tradisi.
4) Teori pembebasan
Menerangkan bahwa dengan berubahnya usia seseorang, secara
berangsur-angsur orang tersebut mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya.
5) Teori Genetika
Proses penuaan kelihatannya mempunyai komponen genetik. Hal ini
dapat dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang sama
cenderung hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai
umur yang rata-rata sama, tanpa mengikut sertakan meninggal akibat
kecelakaan dan penyakit.
2. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik
a. Pengkajian
1) Identitas klien, meliputi :
Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis kelamin, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2) Keluhan utama
a) Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan
banyak kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b) Kondisi hipoglikemi : Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi,
gelisah, rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo,
perubahan emosional, penurunan kesadaran.
3) Riwayat kesehatan sekarang

25
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poliurea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kram otot,
gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme
pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4) Riwayat kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan
seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi
yang mengandung estrogen.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM
6) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas dan Istirahat
(1) Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot,
tonus otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
(2) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b) Sirkulasi
(1) Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard
akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki, penyembuhan yang lama.
(2) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun,
disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola
mata cekung.
c) Integritas ego
(1) Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial
yang berhubungan dengan kondisi.
(2) Tanda : ansietas, peka rangsang.
d) Eliminasi
(1) Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen,
diare.
(2) Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus
lemah, hiperaktif pada diare.
e) Makanan dan cairan

26
(1) Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat,
penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
(2) Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f) Neurosensori
(1) Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan.
(2) Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma,
gangguan memori, refleks tendon menurun, kejang.
g) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
h) Pernapasan
(1) Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
(2) Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
i) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita
j) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
k) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak),
kulit rusak, lesi/ulserasi/ulku
b. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3) Defisit Volume Cairan berhubungan dengan Kehilangan volume
cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan
4) Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan

c. Intervensi

27
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Defisit Volume Setelah dilakukan  Fluid
Cairan tindakan management
berhubungan keperawatan 1. Pertahankan
dengan selama 3x24jam catatan intake
Kehilangan volume diharapkan klien dan output
cairan secara aktif, dengan diagnosa yang akurat
Kegagalan kelebihan volume Pasang urin
mekanisme cairan dapat kateter jika
pengaturan teratasi dengan diperlukan
kriteria hasil : 2. Monitor hasil
 Fluid balance lab yang
1. Terbebas dari sesuai dengan
edema, efusi, retensi cairan
anaskara (BUN, Hmt,
2. Memelihara osmolalitas
tekanan vena urin )
sentral, 3. Monitor
tekanan indikasi retensi
kapiler paru, / kelebihan
output jantung cairan
dan vital sign (cracles,
dalam batas CVP , edema,
normal distensi vena
3. Terbebas dari leher, asites)
kelelahan, 4. Kaji lokasi dan
kecemasan luas edema
atau Monitor status
kebingungan nutrisi
4. Menjelaskan 5. Berikan
indikator diuretik sesuai
kelebihan interuksi
cairan 6. Batasi
masukan
cairan pada
keadaan
hiponatrermi
dilusi dengan

28
serum Na <
130 mEq/l
7. Kolaborasi
dokter jika
tanda cairan
berlebih
muncul
memburuk
2 Nyeri akut  Pain Level  Pain
1. Mampu Management
mengontrol 1. Lakukan
nyeri (tahu pengkajian
penyebab nyeri secara
nyeri, mampu komprehensif
menggunakan termasuk
tehnik lokasi,
nonfarmakolo karakteristik,
gi untuk durasi,
mengurangi frekuensi,
nyeri, mencari kualitas dan
bantuan) faktor
2. Melaporkan presipitasi
bahwa nyeri 2. Observasi
berkurang reaksi
dengan nonverbal dari
menggunakan ketidaknyama
manajemen nan
nyeri 3. Kaji kultur
3. Mampu yang
mengenali mempengaruh
nyeri (skala, i respon nyeri
intensitas, 4. Kontrol
frekuensi dan lingkungan
tanda nyeri) yang dapat
4. Menyatakan mempengaruh
rasa nyaman i nyeri seperti
setelah nyeri suhu ruangan,
berkurang pencahayaan
5. Tanda vital dan

29
dalam rentang kebisingan
normal 5. Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi
6. Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri
7. Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
3 Ketidakseimbangan  Nutritional Status :  Nutrition
nutrisi kurang dari food and Fluid Monitoring
kebutuuhan tubuh Intake 1. Monitor
Adanya adanya
peningkatan berat penurunan
badan sesuai berat badan
dengan usia Berat 2. Monitor
badan ideal sesuai lingkungan
dengan tinggi selama makan
badan Mampu 3. Monitor mual
mengidentifikasi dan muntah
kebutuhan nutrisi 4. Monitor
makanan
kesukaan
5. Monitor pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
6. Monitor kalori
dan intake
nuntrisi

30
7. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
8. Catat jika lidah
berwarna
magenta,
scarlet
4 Ketidakefektifan  Circulation status  Peripheral
perfusi jaringan 1. TD normal Sensation
perifer (120/80 mmHg) Management
2. Tingkat 1. Monitor
kesadaran adanya
membaik daerah
3. Tidak ada tertentu yang
gerakan hanya peka
involunter terhadap
4. Fungsi sensorik rangsangan
dan motorik panas atau
tidak ada dingin
gangguan 2. Periksa
penyebab
perubahan
sensasi
3. Ajarkan klien
untuk
mengobservas
i kulit pada
daerah perifer
4. Kolaborasi
dengan dokter
dalam
pemberian
obat analgetik

31
d. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan
antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan,
penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan
klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta
mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan
untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

32
Rancangan penelitian ini adalah deskriptif untuk menggambarkan
bagaimana Pengaruh Senam Kaki Terhadap Lansia Dengan Diabetes Melitus
di Panti Bhakti Kasih Anna Pangkalpinang. Pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan, dan evaluasi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitiankeperawatan
adalahindividu dengan kasus yang rinci dan mendalam. Adapun subyek
penelitian yaitu minimal berjumlah dua pasien dengan usia minimal 60 tahun
dan dengan masalah keperawatan yang sama yaitu Diabetes Melitus..
C. Fokus studi kasus
Fokus penelitian pada penelitian ini adalah pengaruh senam kaki tehadap
lansia dengan diabetes melitus.
D. Definisi operasional
Adapun definisi operasional pada studi kasus ini adalah :
1. Diabetes melitus adalah kondisi tingginya kadar gula darah pada pasien di
Panti Bhakti Kasih Siti Anna Pangkalpinang.
2. Lansia adalah seseorang yang sudah mencapai usia di atas 60 tahun di
Panti Bhakti Kasih Siti Anna Pangkalpinang.
3. Senam kaki adalah latihan yang diberikan kepada penderita diabetes
melitus di Panti Bhakti Kasih Siti Anna Pangkalpinang.
E. Lokasi dan waktu
Lokasi pada penelitian ini yaitu diPanti Bhakti Kasih Siti Anna
Pangkalpinang, lama waktunya adalah 3 hari. Jika dalam 3 hari pasien
mengalami komplikasi lain, misalnya kematian, maka perlu penggantian
dengan pasien diabetes melitus yang lain.
F. Pengumpulan Data
1. Teknik pengumpulan data
Pada sub bab ini dijelaskan terkait metoode pengumpulan data yang
digunakan :
a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga, dll. Sumber data
dari pasien, perawat lainnya).
b. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi) pada sistem tubuh pasien.
c. Studi dokumentasi (hasil pemeriksaan diagnostic)
2. Instrument pengumpulan data
Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format pengkajian
asuhan keperawatan sesuai yang berlaku.

33
G. Penyajian Data
Teknik penyajian data merupakan cara bagaimana untuk menyajikan dan
bagaimana sebaik-baiknya agar mudah dipahami oleh pembaca. Untuk studi
kasus ini, data disajikan secara terstular/narasi, berupa table dan dapat
disertai dengan ungkapan verbal dari pasien diabetes melitus.
H. Etika Penelitian
Berdasarkan Afiyanti, Y dan Racmawati, N. (2014) menyatakan bahwa
pemenuhan hak-hak untuk mencapai kesepakatan sesuai kaidah penelitian
antara peneliti dan subjek penelitian minimal harus memiliki prinsip-prinsip
sebagai berikut :
1. Prinsip menghargai harkat dan martabat partisipan
Penerapan prinsip ini dapat dilakukan peneliti untuk memenuhi hak-hak
partisipan dengan cara menjaga kerahasiaan identitas partisipan,
kerahasiaan data, menghargai privacy dan dignity, dan menghormati
otonomi (respect for autonomy).
2. Prinsip keadilan (justice) untuk semua partisipan
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap patisipan peneliti memiliki hak untuk
diperlakukan adil dan tidak dibeda-bedakan diantara mereka selama
kegiatan riset dilakukan. Peneliti memberi perlakuan dan pengarahan
yang sama dalam hal apapun selama kegiatan riset dilakukan tanpa
memandang suku, agama, etnis dan kelas social.
3. Persetujuan setelah penjelasan (informed counsent)
Pernyataan persetujuan diberikan pada partisipan setelah memperoleh
berbagai informasi berupa tujuan peneliti, prosedur peneliti, durasi
keterlibatan partisipan, hak-hak partisipan dan bentuk partisipasinya
dalam penelitian yang dilakukan peneliti. Bentuk pernyataan persetujuan
partisipan dengan memberikan tanda tangan atau bentuk lainnya, seperti
cap jari pada lembar persetujuan.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. (2012). Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Prenada Media Grup.


Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

34
Brunner & suddarth. (2005). Buku Ajar Keperawatan sistem pencernaan. Vol. 3.
Terjemah; Agung Wahyu. Buku kedokteran. Edisi. 8. EGC. Jakarta.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-
Anak Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI
PERKENI (2012). Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Indonesia.
Jakarta : PERKENI
Pudiastuti, Dewi Ratna. 2013. Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogjakarta: Nuha
Medika
Riyadi, S., & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sujono Riyadi; Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
H. 69 – 90.
Sumosardjuno, 2006. Manfaat dan Macam Olahraga Bagi Penderita Diabetes
Melitus
Tarwoto, dkk. (2012). Keperawatan Medikal Bedah – Gangguan Sistem
Endokrin. CV Trans Info Media
Wibisono. (2009). Senam Khusus Untuk Penderita Diabetes. Diakses dari
http://senamkaki.com 5 februari 2015

35

Anda mungkin juga menyukai