Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

HOMECARE
DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA

OLEH :
KELOMPOK 2 (B2)

RAHMATIA (NH0222049)
RAHMIATI (NH0222051)
SRI SULASTRI PUTRI (NH0222055)
TAJRIANI (NH0222057)
TIARA RAMADANI (NH0222058)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN KONVERSI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah menolong kelompok dalam
menyelesaikan makalah Home Care “Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa”, tanpa
pertolongan-Nya mungkin kelompok tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini di susun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri kelompok maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan kerja
keras akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Tak lupa juga kelompok mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
selama pengerjaan makalah ini. Selain itu, teman-teman yang telah mendukung dan semoga
dengan dukungannya dapat menambah kemampuan kami di masa yang akan datang.

Kelompok berharap makalah ini dapat mendatangkan inspirasi bagi kami di masa
yang akan datang dan juga memberi manfaat bagi pembaca agar lebih meningkatkan
kesadaran untuk membaca.

Makassar, 26 Mei 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian …... ................................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………………….7
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. 8
A. Konsep Dasar Medis .................................................................................................. 8
A. Definisi ................................................................................................................. 8
B. Klasifikasi............................................................................................................. 10
C. Etiologi ................................................................................................................. 10
D.Patofisiologi .......................................................................................................... 12
E. Manifestasi Klinis.................................................................................................14
F.Komplikasi ............................................................................................................ 15
G. Pemeriksaan Penunjang. ...................................................................................... 16
H. Penatalaksanaan ................................................................................................... 18
I.Pendidikan Kesehatan..……………………………………………………………18
J. Musturance Balacing Luka DM………………………………...............................22
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 24
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 24
B. Saran ............................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh
gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara memadai.
Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara
menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes melitus di golongkan menjadi tiga
jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes melitus gestasional
(Kemenkes RI, 2020). Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun
yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel betapada pankreas
sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang manasel-sel
dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes gestasional
disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yangbisa
menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019). Makadari
itu, untuk mengetahui bahwa seseorang mengidap penyakit diabetes melitusdapat
ditegakkan melalui pemeriksan klinis berupa pemeriksaan kadar gula darah.
Pemeriksaan klinis merupakan data penunjang yang dapat digunakan untuk
menegakan diagnosa terhadap suatu penyakit. Salah satunya pada penderita
diabetes melitus yang dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan
glukometer. Menurut PERKENI (2015) ada empat kriteria dalam menegakkan
diagnosis DM, diantaranya melakukan pemeriksaan kadar gula darah anteprandial,
kadar gula darah post prandial, kadar gula darah acak dan

1
pemeriksaan HbA1c. Namun, pemeriksaan kadar gula darah dengan HbA1c saat ini
tidak digunakan lagi sebagai alat diagnosis ataupun evaluasi dikarenakan tidak
semua laboratorium di Indoesia memenuhi standar. Menurut WHO (2019),
seseorang didiagnosis diabetes melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula darah
ditemukan nilai pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl, dua
jam setelah makan ≥ 200 mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.
Menurut International Diabetes Federation (2019) jumlah penderita diabetes
melitus diseluruh dunia mengalami peningkatan menjadi 463 juta jiwa pada tahun
2019 dan jumlah kematian pada kasus ini yaitu 4,2 juta jiwa yang mana Indonesia
menjadi urutan ke 7 dengan jumlah penderita 10,7 juta. IDIABETIC FOOT juga
memperkirakan bahwa pada tahun 2045 kasus diabetes akan meningkat menjadi
700 juta. Selain itu, Menurut RISKESDAS (2018) menyebutkan bahwa jumlah
prevelensi kasus diabetes melitus di Indonesia menurut diagnosis dokter pada
penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 2%. Angka tersebut menunjukan peningkatan
jika dibandingkan pada tahun 2013 dengan prevelensi 1.5% . Selain itu, jumlah
kasus tertinggi terjadi di provinsi Jakarta ( 3,4
%) dan terendah dimiliki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur (0,9%).

Pada tahun 2018, jumlah kasus diabetes melitus di provinsi Bali menduduki
urutan ke 14 dari 34 provinsi di Indonesia, yang mana hal tersebut mengalami
peningkatan pada tahun 2013 dengan prevelensi 1,3 % menjadi 1,7 % pada tahun
2018 (RISKESDAS, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh dari jumlah kasus
diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 67.172 kasus diabetes melitus di Bali
(Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Khususnya Kabupaten Tabanan, tahun
2018 jumlah penderita diabetes melitus yang tercatat yaitu 2.744

2
jiwa (Dinkes Tabanan, 2018). Menurut data yang diperoleh dari catatan medik
BRSU Tabanan bahwa jumlah kunjungan diabetes melitus di ruang rawat inap
terus meningkat dari tahun 2018-2020. Pada tahun 2018 kasus DM sebanyak 143
orang, tahun 2019 sebanyak 281 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 298 orang
(BRSU Tabanan, 2020).

Menurut penelitian dari Trisnadewi et al., (2018) di Tabanan mengenai manajemen


DM dengan jumlah sampel 80 orang, mendapatkan hasil bahwa sebanyak 49 orang
(61,3%) berpengetahuan kurang tentang pengobatan DM, dikarenakan kurangnya
informasi dari petugas kesehatan. Selain itu, menurut responden hanya obat yang
dapat mengendalikan kadar gula darah, diet dan melakukan aktivitas fisik dianggap
tidak terlalu berperan, hal inilah yang mempengaruhi naiknya kasus DM di
Kabupaten Tabanan. Dalam menegakkan diagnosa pada kasus diabetes melitus
perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula darah di dalam tubuh. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Puskesmas Tabanan II dengan jumlah sampel 80
orang, status Kadar Gula Darah Anteprandial pada penderita diabetes melitus
menunjukan nilai rata-rata dalam katagori buruk ( ni wayan Trisnadewi &
Pramesti, 2020). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ari
Rasdini yang tertuang dalam jurnal Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Denpasar (2017) dengan jumlah sampel 79 orang pasien diabetes melitus yang
dirawat di RSUP Sanglah, Rata- rata nilai kadar gula darah anteprandial dan nilai
kadar gula darah 2 jam pp juga dalam kategori buruk.
Keadaan kadar gula darah yang meningkat pada pasien diabetes melitus akan
berdampak pada tingginya resiko ulkus kaki yang sulit disembuhkan. Hal ini

3
dikarenakan kemampuan pembuluh darah dalam berkontraksi maupun relaksasi
sehingga mengakibatkan gangguan perfusi jaringan pada bagian distal (D.
Wahyuni et al., 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni (2016) bahwa adanya hubungan kadar gula darah dengan derajat ulkus
diabetik. Hasil penelitian tersebut memperoleh 10,0% derajat 1 ulkus kaki diabetik
dengan kadar gula darah <200 mg/dl; 40,0% derajat 2 ulkus kaki dengan kadar
glukosa darah ≥200 mg/dl; 50,0% derajat 3 ulkus kaki diabetik dengan kadar
glukosa darah ≥200 mg/dl. Hal ini dapat disimpulkan bahwa, apabila kadar gula
darah dalam kategori buruk menyebabkan penderita diabetes melitus sangat rentan
terkena ulkus diabetikum yang mengakibatkan gangguan integritas kulit/ jaringan
pada bagian ekstremitas bawah. Jika hal tersebut tidak segera ditangani maka ulkus
pada kaki semakin sulit disembuhkan sehingga sangat beresiko mengalami
amputasi. Menurut Supriyadi (2017) sekitar 85% pasien diabetes melitus yang
memiliki ulkus diabetikum khususnya pada ekstremitas bawah akan mengalami
resiko tinggi terhadap amputasi. Maka dari itu, pentingnya untuk selalu mengontrol
kadar gula darah sehingga dapat mengurangi resiko komplikasi dari kasus diabetes
melitus.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan kasus diabetes
melitus di Indonesia, salah satunya dengan cara mengedukasi. Namun, menurut
pusat data dan informasi kementerian kesehatan RI tingkat ketidakpatuhan
penderita diabetes melitus masih memiliki angka yang cukup tinggi untuk tahun
2018. Hal ini dibuktikan pada data prevelensi konsumsi makanan dan minuman
manis, yang mana 47,8 % responden mengonsumsi makanan manis 1-6
kali/minggu dan hanya 12% responden mengonsumi nya < 3

4
kali perbulan. Selain itu, prevelensi aktivitas fisik di Indonesia pada tahun 2018
yaitu 66,5 % yang mana mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2013
dengan jumlah 73,9%(Kemenkes RI, 2020). Selain itu, adapun upaya yang
dilakukan BRSU Tabanan untuk menekan kasus DM yaitu dengan cara
memberikan penyuluhan serta latihan senam kaki untuk pasien dan keluarga
pasien yang dirawat di ruang dahlia garing (BRSU Tabanan, 2019)
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk kasus diabetes melitus dengan mentaati
4 pilar, yang diantaranya mengatur pola makan, melakukan aktivitas fisik, terapi
farmakologi dan edukasi. Pengaturan pola makan dapat dilakukan dengan prinsip
3J ( jenis, jumlah, jadwal). Hal ini dilakukan untuk mengurangi makanan atau
minuman manis yang dapat berkontribusi terhadap tingginya kadar gula darah.
Tidak hanya mengatur asupan nutrisi, melakukan aktivitas fisik juga dapat
mengontrol kadar gula dan berat badan. Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan
durasi 30 menit/hari. Penderita DM sangat diwajibkan untuk melakukan terapi
insulin secara teratur untuk mencegah tingginya kadar gula darah yang berujung
komplikasi. Selain itu, pentingnya edukasi juga dapat membantu mengendalikan
kasus diabetes melitus di Indonesia (Kemenkes RI, 2020).
Selain mentaati empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, pasien DM juga
diwajibkan melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM berada pada kategori
normal, sedang atau buruk sehingga membantu memutuskan pencegahan atau
penatalaksanaan yang sesuai dengan status kadar gula darah dalam tubuhnya.
Menurut penelitian dari Masfufah (2014) terdapat 16,7% responden yang
melakukan pemeriksaan terkontrol dan mengetahui status kadar gula darahnya

berada dalam kategori normal sedangkan 77,8% responden yang jarang kontrol dan
tidak mengetahui status kadar gula darah didalam tubuhnya berada dalam kategori
buruk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden dengan kualitas hidup baik
dimiliki oleh responden yang mengetahui status kadar gula darahnya melalui
pemeriksaan kadar gula darah yang terkontrol. Maka dari itu, pentingnya
mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM, karena dapat membantu
tenaga kesehatan dalam menentukan penatalaksaanaan yang sesuai dengan riwayat
kesehatan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib memahami status kadar
gula darah pada pasien DM saat dilakukan pemeriksaan pertama kali, karena

5
dengan hal itu dapat mengetahui status kesehatan pasien berada dalam kategori
normal, sedang atau buruk sehingga tenaga kesehatan dapat meningkatkan
perannya didalam pemberian intervensi, motivasi dan edukasi dalam menekan
kasus DM (Masfufah, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, pentingnya memahami macam-macam kategori kadar
gula darah pada penderita DM. Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan studi
tentang “Gambaran Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus di BRSU
Tabanan Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan


masalah dalam penelitian ini ialah “Bagaimanakah gambaran kadar gula darah
pada pasien diabetes melitus di BRSU Tabanan Tahun 2021?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kadar gula darah
pada pasien diabetes melitus di BRSU Tabanan Tahun 2021.

2. Tujuan khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mendeskripsikan gambaran karakteristik responden pada pasien diabetes
melitus di BRSU Tabanan Tahun 2021
b. Mendeskripsikan kadar gula darah anteprandial pada pasien diabetes melitus di
BRSU Tabanan Tahun 2021
c. Mendeskripsikan kadar gula darah post prandial pada pasien diabetes melitus
di BRSU Tabanan Tahun 2021
d. Mendeskripsikan kadar gula darah acak pada pasien diabetes melitus di BRSU
Tabanan Tahun 2021
e. Mendeskripsikan kadar gula darah berdasarkan karakteristik responden pada
pasien diabetes melitus di BRSU Tabanan Tahun 2021

6
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang akan diperoleh, peneliti berharap hal tersebut dapat
memberikan manfaat. Adapun manfaat dari penelitian yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis.

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu bentuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan medikal beda khususnya
yang berkaitan pada kadar gula darah pada penderita diabetes melitus, menguatkan
penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya, serta dapat dimanfaatkan sebagai
data untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis
Manfaat praktis yang peneliti harapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bagi tenaga kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bentuk pertimbangan bagi
tenaga kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan terutama dalam
pemeriksaan kadar gula darah pasien diabetes melitus.

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti "mengalirkan atau mengalihkan"
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2019).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes merupakan
suatu kelompok panyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa (Rab, 2018).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, S.C., 2015).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2017)
Diabetes adalah penyakit kronis yang kompleks yang membutuhkan perawatan medis
yang berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kotrol glikemik.
Pasien yang sedang mendapatkan dukungan edukasi manajemen mandiri sangat penting
untuk mencegah komplikasi akut. Diabetes adalah salah satu penyakit darurat kesehatan
global pada abad ini. Setiap tahun semakin banyak orang yang menderita diabetes, yang dapat
mengakibatkan komplikasi sehingga mengubah hidup. Saat diperkirakan 415 juta orang
dewasa yang menderita diabetes, selain itu ada 318 juta orang dewasa dengan gangguan

8
toleransi glukosa yag menempatkan mereka pada resiko tinggi yang akan berkembang
menjadi penyakit di masa depan.
WHO memperkirakan bahwa, secara global, 422 juta orang dewasa yang berusia di
atas 18 tahun hidup dengan diabetes pada tahun 2014. Jumlah penderita diabetes terbesar
diperkirakan mencapai Wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat untuk sekitar setengah
kasus diabetes di dunia. Di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes telah meningkat secara
substansial antara tahun 1980 dan 2014, meningkat dari 108 juta menjadi jumlah saat ini yang
sekitar empat kali lebih tinggi . Indonesia menempati peringkat tujuh dunia untuk prevalensi
diabetes dengan jumlah estimasi 10 juta orang dewasa. Indonesia mempunyai peringkat di
bawah negara China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko.
Indonesia mengalami peningkatan prevalensi diabetes pada tahun 2007 sebesar 5,7%
menjadi 6,9% pada tahun 2013. 4,5 Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah tertinggi
prevalensi diabetes melitus terdiagnosis dokter di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar
2,6% prevalensi dibawahnya ada DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4% dan Kalimantan
Timur 2,3%. Berdasarkan Laporan Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di DIY
pada tahun 2012 diabetes militus (7.434 kasus) masuk dalam urutan ketiga dan kelima dari
distribusi 10 besar penyakit berbasis STP Puskesmas.
Perawatan diabetes melitus bertujuan membuat orang merasa sehat dan bertenaga
kembali, mencegah timbulnya komplikasi dan mengobati komplikasi yang sudah terjadi.
Perawatan diabetes yang biasa disebut dengan pengendalian diabetes mempunyai empat pilar
pengendalian yaitu edukasi, pengaturan makan, olahraga, dan obat. Langkah pertama yang
harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis berupa edukasi, perencanaan makan
dan kegiatan jasmani. Apabila langkah tersebut belum tercapai makan dilanjutkan
penggunaan obat/ pengelolaan farmakologis.
Keberhasilan dalam melaksanakan pengendalian diabetes dapat dilihat dari kepatuhan
penderita dalam melaksanakan empat pilar pengendalian. Kepatuhan penderita diabetes
adalah perilaku individu dalam merawat diri sehingga dapat mencapai kontrol metabolik dan
menghindari komplikasi jangka panjang dengan cara melakukan pemantauan glukosa,
melakukan diet, pengobatan, melakukan aktivitas fisik, dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala.

9
B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association's Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Menjabarkan 4 kategori
utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019):
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I Sel-sel beta dari
pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun
Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak
biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Diabetes Mellitus tak tergantung
insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah
raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik
(suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia).
Terjadi paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang yang
obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik. penyakit pankreas (trauma pankreatik). Obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitustergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik:
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu
10
presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada Individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel ẞ pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel ẞ pankreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dan DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekrest Insulin maupun dalam kerja Insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja Insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif Insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin
yang beredar tidak lagi memadal untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit
Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpa

11
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga

D. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan Insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autolmun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembail semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama

12
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertal
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan Insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan resptor tersebut. terjadi suatu rangkalan reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel Resistensi Insulin pada diabetes tipe II disertal dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel- sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe
11. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah
akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketolk (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi
(corwin,2011).

13
E. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Smeltzer. (2011), berikut beberapa tanda dan gejala pada penyaki diabetes
melikut adalah:
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, polluria, polidipsia, polifagia
c. Kelemahan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi. nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkall ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vascular perifer)

Menurut Khasanah (2012), berikut penjelasan bagi munculnya beberapa gejala


tersebut.
a. Gula Keluar Bersama Urine (Glukosuria): Glukosa akan turut terbawa aliran urine
ketika kadar glukosa dalam darah meningkat, Peningkatan kadar glukosa darah
menyebabkan jumlah yang disaring melalui ginjal melebihi kemampuan ginjal untuk
menyerapnya kembali ke dalam tubuh. Karena glukosa rasanya manis, maka
kandungan glukosa dalam air kencing dapat mengundang semut untuk mengerumuni
urine tersebut. Inilah yang kemudian membuat penyakit diabetes mellitus disebut
juga penyaking kencing manis.
b. Banyak Kencing (Poliuria): Sehubungan dengan sifat glukosa yang menyerap air,
maka jumlah air yang dikeluarkan tubuh juga akan turut meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah glukosa yang dikeluarkan melalui urine. Jika kadamya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih daam jumlah berlebihan,

14
maka penderita diabetes mellitus sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(polluria).
c. Banyak Minum (Polidipsi): Dampak dari banyak kencing adalah tubuh akan
mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Kondisi ini akan menimbulkan rasa
haus yang terus-menerus, sehingga penderita diabetes mellitus menjadi banyak
minum.
d. Penurunan Berat Badan Pada penderita diabetes mellitus, proses penyerapan
glukosa ke dalam jaringan tubuh akan terganggu. Tubuh tidak dapat memenuhi
kebutuhan energinya, sehingga memecah jaringan lemak tubuh untuk diubah
menjadi energi. Jika hal ini terus terjadi dalam jangka waktu lama, maka penderita
akan mengalami penurunan berat badan.
e. Banyak Makan (Polifagi): Seperti telah dijelaskan sebelumnya, tubuh penderita
diabetes mellitus tetap kekurangan energi meskipun kadar glukosa dalam darah
tinggi. Hal ini karena tubuh tidak mampu menyerap kadar gula dalam darah,
sehingga tidak dapat digunakan tubuh. Karena tubuh kekurangan energi, tubuh akan
memberika sinyal ke otak untuk merangsang rasa lapar, sehingga menimbulkan
banyak makan.

F. KOMPLIKASI
Diabetes melitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada
berbagal organ tubuh seperti mata,ginjal jantung, pembuluh darah, kaki, saraf dan lain-lain
(cowin.2011). Kadar gula darah yang tinggi juga dapat menimbulkan komplikasi jika tidak
dikendalikan. Peningkatan kadar gula darah dalam waktu yang lama bisa merusak pembuluh
darah, jantung, otak, mata, ginjal, saraf, kult, dan Jaringan tubuh lainnya. Menurut Khasanah
(2012), beberapa komplikasi diabetes mellitus tersebut sebagai berikut.
a. Hipertensi dan Penyakit Jantung Gula yang terlalu tinggi dalam darah dapat menempel
pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal. Kadar gula darah
yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kadar lemak dalam darah
meningkat. Hal ini akan memepercapat terjadinya penyempitan pembuluh darah.
Akibatnya, tekanan darah meningkat dan terjadilah hipertensi. b. Katarak: Katarak
dalah penyalit atau kerusakan pada mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan
15
rabun. Lensa mata menjadi keruh, sehingga cahaya tidak dapat menembusnya.
Kalannya dengan penyakit diabetes mellitus, katarak merupakan efek sekunder yang
timbul dari penyakit ini.
c. Gagal Ginjal: terjadi ketika kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan tidak
dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yaitu untuk menyaring darah.
Kaitannya dengan penyakit diabetes mellitus, kadar gula darah yang tinggi akan
memperberat kerja ginjal dalam menyaring darah. Jika keadaan ini terus berlanjut,
maka dapat menyebakan gagal ginjal. Salah satunya adalah penyakit Pielonefritis
kronik merupakan penyakit infeksi kronik pada ginjal yang disebabkan oleh infeksi
berulang pada ginjal yang memicu terjadinya perubahan struktur ginjal berupa fibrosis
pembentukan jaringan parut pada korteks dan perubahan bentuk kaliks ginjal dan atrofi
ginjal.
d. Gangguan pada Saraf: Jika saraf yang terhubung ke tangan, tngkal, dan kaki mengalami
kerusakan, maka penderita akan sering mengalami sensasi kesemutan atau nyeri, seperti
terbakar, dan terasa lemah pada lengan dan tungkai. Kerusakan saraf juga dapat
menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera, karena penderita dapat merasakan
perubahan tekanan maupun suhu.
e. Luka yang Susah Sembuh dan Gangren: Berkurangnya aliran darah ke sel-sel kulit juga
bisa menyebabkan penderita mudah luka dan proses penyembuhan luka berjalan
lambat. Luka di kaki bisa sangat dalam dan rentan mengalami infeksi, karena masa
penyembuhannya agak lama. Dalam beberapa kasus, sebagian tungkai si penderita
harus diamputasi untuk menyelamatkan jiwanya

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mubin, (2010) berikut data dari hasil pemeriksaan penunjang pada
diabetes melitus adalah:
1.Kadar glukosa darah
2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu>200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L.) c. Glukosa plasma dari sampel
16
yang diambil 2 jam kemusian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial (oo)>200 mg/dl).
3.Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes saring pada DM adalah
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urin
5. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostic pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 jam post
prandial), glukosa jam ke-2 TTGO.
6. Tes monitoring terapi
a. GDP plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP: vena plasma
c. A1c darah vena, darah kapiler
7. Tes mendeteksi komplikasi
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total: plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL: plasma vena (puasa)
f. Trigliserida: plasma vena (puasa).
Cara pemeriksaan TTGO: (Mansjoer, A, 2007)Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien
makan biasa.
a. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
b. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.
c. Periksa glukosa darah puasa.
d. Berikan glukosa 75 gr yang dilarutkan dalam 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
17
menit.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut Smelltzer (2011), Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada empat komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
Dalam laksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya 3) Jenis makanan yang manis harus
dihindari
b. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.
c. Obat: Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
d. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identic.
I. PENDIDIKAN KESEHATAN
METODE PELAKSANAAN
Adapun tema pelaksanaan kegiatan ini adalah "Penyuluahan Kesehatan
Tentang Tingkat Pada Penderita Diabetes Mellitus.". Kegaiatan ini dilaksanakan di Gampong
Pidie, kenapa ke Gampong Pidie? Hasil dari obesrvasi lapangan penulis bersama dengan
mahasiswa menemukan banyak penderita penyakit diabetes depresi, karena memang kebanyakan
penderita belum memahami penyakit tersebut. Penyuluhan Kesehatan bagi masyarakat Gampong
Pidie sangat penting, apalagi tentang penyakit diabetes dan solusinya. Dengan penyuluhan
kesehatan ini, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat Gampong
18
Pidie tentang pemahaman penyakit diabetes.
Tahapan pelaksanaan penyuluhan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Peserta penyuluhan kesehatan pesertanya adalah masyarakat Gampong Pidie penderita
peyakit diabetes
2. Perserta ditargetkan berjumlah 25 orang
Langkah-langkah pencapaian tujuan penulis bersama dengan mahasiswa melakukan
koordinasi untuk menentukan waktu pelaksanaan, menyusun proposal, dan
pelaksanaan dilapangan. Penulis beserta dengan mahasiswa melakukan koordinasi dan
komunikasi dengan perangkat gampong untuk membantuk menyebarkan informasi ke
masyarakat melalui surat undangan yang sudah disepakati dan ditentukan bersama.
Selanjutnya pelaksanaan penyuluhan yang dilaksanakan di Meunasah Gampong Pidie.
Adapun tujuan penyuluhan ini adalah agar masyarakat sadar sepenuhnya terhadap
pentingnya menghindari depresi pada pasien dengan diabetes mellitus, memberikan
pengetahuan tentang diabetes mellitus.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kegiatan ini dilakukan dengan memberikan edukasi terkait penyakit diabetes
melitus. Sebelum penyuluhan dilakukan terlebih dahulu diawali dengan pengecekan
kadar glukosa darah yang bertujuan untuk mengetahui adanya diabetes dan factor
resiko dan pengukuran nilai IMT. Factor resiko terjadinya diabetes melitus meliputi
Riwayat keluarga, obesitas (IMT > 25kg), pernah terjadi tekanan fisik misalnya
pembedahan atau karena penyakit kadar koleterol yang tinggi. Penyuluhan pada
kegiatan ini dilakukan juga pada masyarakat yang masih sehat yang belum terkena
diabetes, tetapi berisiko tinggi untuk terkena diabetes.

19
Gabar 1. Foto Penyampaian Penyuluhan

Kegiatan selanjutnya yaitu melakukan pengecekan yang bertujuan untuk


memberikan pelayanan kepada masyarakat agar mengetahui kesehatannya melalui
hasil dari pengujian tersebut, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan
terhadap penyakit yang mungkin ditimbulkan berdasarkan hasil cek. Pengecekan ini
perlu dilakukan apabila terdiagnosa diabetes, kelompok pasien tersbut dapat di
berikan penyuluhan mengenai pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka
dapat mengendalikan penyakitnya, mengontrol gula darah, mengatur makanan dan
melakukan aktivitas, olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya
pasien akan merasa nyaman, karena bisa mengendalikan gula darah. Pengecekan
kesehatan ini dapat melihat faktor resiko terjadinya penyakit DM pada peserta. Cek
kesehatan ini mendapat respon yang baik dari masyarakat sehingga banyak yang
memanfaatkan cek kesehatan gratis ini.

20
Gabar 2. Peserta Lagi Mendengarkan Penyuluhan

Komplikasi yang dapat tejadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan rusaknya saraf,
pembuluh darah, dan struktur interna lainnya. Peningkatan kadar kreatinin dapat
mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi ginjal. Penyakit DM yang tidak
terkontrol juga meningkatkan resiko Obstructive Sleep Apnea (OSA) karena
terjadinya penurunan massa otot pada nasofaring dan osofaring sehingga terjadi
kolaps saat tidur. Untuk mencegah terjadinya komplikasi adalah dengan menerapak
program Diabetes Self Management Education (DSME). Diabetes Self Management
Education (DSME) merupakan proses edukasi kesehatan bagi individu maupun
keluarga yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan penderita diabetes melitus untuk melakukan perawatan mandiri yang
dapat menunjang penyembuhan dari penyakit DM.

21
Gambar 3. Foto Peserta

Pada saat pelaksanaan kegiatan dilakukan banyak masyarakat yang antusias


untuk hadir. Hal ini di karenakan penyakit diabetes khususnya di gampong pidie
sangat banyak terdapat kasus yang dialami oleh masyarakat, bahkan akhir-akhir ini
masyarakat sangat depresi karena menganggap penyakit diabetes melitus akan
berdampak kematian dan tidak dapat di sembuhkan bahkan penyebab terjadinya
penyakit ini juga masih banyak yang belum diketahui. Sehingga pada saat
pelaksanaan kegiatan panitia membuat suatu program pengabdian kepada masyarakat
dengan bekerjasama dengan tenaga Kesehatan bahwa masyarakat tidak hanya di
berikan penyuluhan akan tetapi masyarakat di lakukan pengecekan terlebih dahulu
sehingga penyuluhan ataupun edukasi yang di berikan bida di bedakan sebagai
penyuluhan untuk pencegahan primer, penyuluhan untuk pencegahan sekunder dan
yang terakhir adalah penyuluhan untuk pencegahan primer. Terbukti pada saat sesi
tanya jawab masyarakat aktif mendengarkan dan bertanya terkait penyakit diabetes
melitus.

J. TEKNIK MOIST BALANCE PADA ASUHAN LUKA DIABETES


Penderita diabetes mellitus dapat mengalami gangguan pada syaraf (neuropati),
memiliki resiko luka pada kaki, hingga mengalami amputasi disebabkan karena luka
diabetik. Mengatasi masalah tersebut diperlukan perawatan luka modern dengan moist
balance yang lebih efektif dibanding perawatan luka konvensional. Tujuan:
melakukan penerapan teknik moist balance pada asuhan keperawatan luka kaki
diabetes. Metode: Desain penelitian ini adalah studi kasus pada 2 orang klien dengan
22
luka kaki diabetes. Asuhan keperawatan diberikan berfokus pada penerapan teknik
Moist Balance dengan konsep TIME selama 3 kali kunjungan. Data disajikan dalam
bentuk transkip dengan urutan proses keperawatan. Hasil pengkajian menggunakan
skor winners memudahkan perawat karena sudah terukur dan aspek yang di ukur telah
memenuhi keseluruhan pengkajian luka. Diagnosis yang muncul diagnosis yang sama
pada kedua kasus. Intervensi menggunakan prinsip TIME yang sangat efektif dalam
merencanakan setiap langkah dalam perawatan luka. Manajemen biofilm ditekankan
pada langkah Infection controle. Dalam memilih balutan yang tepat penulis
menggunakan prinsip WEI (Wound helling, Epitelisasi, dan infection controle) pada
pemilihan balutan walaupun dengan memperhatikan kondisi klien membeli dressing
balutan yang dipilih. Penilaian efektivitas perawatan luka didapatkan kondisi luka
sebelum dilakukan perawatan luka Moist Balance dan setelah dilakukan perawatan
luka Moist Balance, sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan
sesudah perawatan luka dengan metode Moist Balance pada klien luka kaki diabetes.
Saran : Perawatan luka Moist Balance dijadikan standar perawatan luka khususnya
luka kaki diabetes untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan luka diabetes.

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyuluhan merupakan dasar utama untuk pengobatan diabetes bagi pasien dan
juga pencegahan diabetes bagi keluarga pasien serta masyarakat didalam
komunitas tertentu. Pada dasarnya tujuan penyuluhan diabetes melitus adalah
perawatan mandiri, dengan harapan pasien mengetahui kapan dia harus
memeriksakan dirinya ke dokter. Penyuluhan ini dilaksanakan untuk memberikan
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien mengenai penyakit diabetes melitus
yang diharapkan dapat merawat diri sendiri, mengatasi krisis, serta mengubah gaya
hidupnya. Penyuluhan dilakukan secara primer, sekunder dan tersier sesuai dengan
kebutuhannya. Dalam melakukan penyuluhan diabetes metode penyuluhan dan
materi yang diberikan harus ssuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien, sehingga
dalam hal ini kelompok yang diberikan penyuluhan juga harus di bedakan menjadi
kelompok primer, sekunder dan tersier. Dalam pelaksanaan kegiatan ini
masyarakat antusias dalam mendengarkan penyuluhan dan aktif bertanya
mengenai diabetes melitus

B. SARAN

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat harus rutin dilaksanakan agar dapat


meminimalisir masyarakat yang mengindap penyakit diabetes melitus. Penyuluhan yang
dilakukan melibatkan semua kalangan atau lapisan masyarakat dan bekerjasama antar
akadmeisi, pemerintah, kelompok masyarakat hingga tokoh masyarakat sangat di
perlukan agar tingkat kesadaran untuk mencegah penyakit diabetes melitus sehingga
dapat menurunkan depresi di kalangan masyarakt mengenai penyakit diabetes melitus.

24
DAFTAR PUSTAKA

Atyani, 2010. Kadar Gula Dalam Darah. Jakarta. Rineka


Cipta BPS Aceh 2021. Jumlah Pendeita Diabetes Setiap
Tahunnya Diah, 2009. Penderita Diabetel Melitus. Jakarta.
Graha Ilmu.
Eko. 2021. Depresi Bagi Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Vol. 1(5)
Handayani, Sri. 2019. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka
Kumalawati, 2018. Gaya Hidup yang Bersih. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Corwin, EJ. 2011. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Mubin, Halim 2010. Panduan praktis ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi.
Jakarta:EGC
Price & Wilson, 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta
Rab, T. 2010. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Smelltzer, suzanne. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Anik,Muryani, 2015. Perawatan Luka modern ( Modern Woundcare tekini dan
Terlengkap, In Medika Edukasi, Indonesia

25
134
135

Anda mungkin juga menyukai