Anda di halaman 1dari 35

EFEKTIVITAS PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG

POLA DIIT 3J TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PADA


PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH
DESA KRETEK KECAMATAN ROWOKELE

PROPOSAL PENELITIAN
Sebagai Syarat Tugas Penelitian Dalam Kebidanan

Dosen Pengampu : Dr. Fitriani Nur Damayanti S.ST,M.H.Kes

Disusun Oleh :
Hasna Try Aryani G2E021011

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
2023/2034
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................

A. LATAR BELAKANG ...............................................................................

B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................................

C. TUJUAN PENELITIAN ...........................................................................

1. Tujuan Umum ........................................................................................


2. Tujuan Khusus .......................................................................................
D. MANFAAT PENELITIAN .......................................................................

1. Bagi Peneliti ..........................................................................................


2. Bagi Tempat Penelitian ..........................................................................
3. Bagi Pasien ............................................................................................
E. KEASLIAN PENELITIAN .......................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

A. TINJAUAN TEORI ................................................................................

1. Diabetes Melitus ..................................................................................


2. Tingkat Pendidikan Penderita Diabetes Melitus Tipe II ........................
3. Penatalaksanaan Diit 3J ......................................................................
B. KERANGKA TEORI ..............................................................................

C. KERANGKA KONSEP ..........................................................................


D. HIPTOTESA ...........................................................................................

BAB III..............................................................................................................

A. Rancangan Penelitian ..............................................................................

B. Populasi dan Sampel ...............................................................................


BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus yang dikenal dengan DM merupakan salah satu masalah
kesehatan yang menjadi perhatian dunia. Diabetes Melitus adalah golongan penyakit
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat
dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. (Ningrum et al., 2022).
Diabetes Melitus (DM) itu sendiri dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe I dan tipe
II. Seseorang jika menderita diabetes melitus tipe I ini sangat sekali membutuhkan
suplai dari insulin yang berasal dari luar (eksogeninsulin), contohnya pun dengan
melakukan injeksi untuk tetap memberikan pertahanan hidup. Tidak adanya insulin
ini, pasien dapat terkena diabetik ketoasidosis, pada kondisi ini sangat menurunkan
kualitas hidup yang diproduksi dari metabolik asidosis tersebut. Sedangkan
seseorang penderita diabetes melitus tipe II mengalami penolakan pada tubuh
kepada insulin, keadaan ini dimana tubuh ataupun jaringan tubuh tidak merespon
terjadinya kerja dari insulin, sehingga pada seseorang tersebut hanya bisa menjaga
pola makannya, serta pencegahan yang dilakukan hipoglikemi atau hiperglikemi
serta kondisi tersebut akan dapat berkepanjangan secara terus menerus hingga
sepanjang hidupnya (Ikhwan et al., 2018).
Faktor risko DM akan sering muncul setelah usia >45 tahun. Sampai saat ini
memang belum ada mekanisme yang jelas tentang kaitan jenis kelamin dengan DM,
tetapi di Amerika Serikat banyak penderita DM berjenis kelamin perempuan. DM
bukan penyakit yang dapat ditularkan, tetapi penyakit ini dapat diturunkan pada
generasi berikutnya. (Guanabara et al., 2021).
Menurut yang di ambil dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2023,
terdapat kasus Diabetes Melitus Pada tahun 2014, 8,5% orang dewasa berusia 18
tahun ke atas menderita diabetes. Pada tahun 2019, diabetes menjadi penyebab
langsung 1,5 juta kematian dan 48% dari seluruh kematian akibat diabetes terjadi
sebelum usia 70 tahun. 460.000 kematian akibat penyakit ginjal lainnya disebabkan
oleh diabetes, dan peningkatan glukosa darah menyebabkan sekitar 20% kematian
kardiovaskular. Antara tahun 2000 dan 2019, ada peningkatan 3% dalam angka
kematian standar usia akibat diabetes. Di negara yang mayoritas memeiliki
penghasilan menengah ke bawah, angka kematian akibat diabetes meningkat 13%.
Sebaliknya, kemungkinan kematian akibat salah satu dari empat penyakit tidak
menular utama (penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan kronis, atau
diabetes) antara usia 30 dan 70 menurun sebesar 22% secara global antara tahun
2000 dan 2019., International Diabetes Federation (IDF) Diabetes Atlas edisi ke-8
memprediksi ada 425juta kasus Diabetes Melitus di dunia per tahun 2017 dan
diprediksi akan mengalami kenaikan hingga 45% pada tahun 2045 menjadi 629juta
kasus. (International Diabetes Federation, 2021)
Rata-rata pada seseorang yang menderita diabetes melitus di Indonesia
menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar ke-5 di dunia. Ini
merupakan berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF),
terdapat 19,5 juta warga Indonesia yang berkisaran usia 20-79 tahun yang menderita
penyakit diabetes melitus yaitu pada tahun 2021. (international Diabetes Federation,
2021).
Prevalensi yang terdapat di Provinsi Jawa Tengah bertotal (1,9%) pada jumlah
kasus Penderita diabetes melitus di Provinsi Jawa Tengah setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Provinsi Jawa Tengah menyandang kasus DM mencapai
496,181 kasus tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 652,822 kasus di tahun
2019. (Riskesdas, 2018).
Penderita Diabetes Melitus (DM) tipe II ini bisa dikatakan penyakit yang
termasuk kedalam kategori penyakit kronis karena pada penyakit ini dan
membutuhkan terapi yang dilakukan semasa hidupnya. Namun kasus Diabetes
Melitus ini dapat dicegah dengan mengengatur atau mengendalikan kadar dari gula
darah agar tetap di batasan normal.
Walaupun penyakit ini akan tetap menyertai penderita sampai seumur hidup
sehingga akan berpengaruh sekali pada kecemasan penderita DM baik dari keadaan
kesehatan fisik, psikologis, social dan lingkungan, kecemasan yang terjadi pada
penderita diabetes melitus diakibatkan karena penyakit diabetes dianggap suatu
penyakit yang dirasa menakutkan, karena memiliki dampak yang negatif yang
sangat kompleks terhadap keberlangsungan kecemasan individu. Kecemasan ini
dapat terjadi karena seseorang dapat merasakan ancaman baik secara fisik maupun
psikologis, pada aspek sosial penderita diabetes melitus tipe II sangat amat penting
diperhatikan karena pada kenyataannya diabetes melitus tipe II adalah penyakit yang
dikatakan kronis dan memiliki masalah psikologis, sosial dan perilaku yang besar.
Adapaun aspek sosial tersebut adalah dukungan sosial, pada pendukung sosial
merupakan bentuk interaksi yang terjadi antar individu dan dapat memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis merujuk pada terpenuhinya kebutuhan akan
keamanan. Dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap kondisi kecemasan pada
pasien penderita diabetes melitus tipe II dengan meregulasi proses psikologis dan
memfasilitasi perubahan biologis.
(Soelistijo, 2021)
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita Diabetes Melitus Tipe II yaitu
memiliki 4 pilar berikut beberapa penatalaksanaan diabetes, yaitu ada Edukasi, Pola
makan/Diit, Olahraga, dan Pengobatan. Pada penderita diabetes melitus tipe II
sangat sekali penting dengan adanya edukasi karena dalam edukasi pasien diabetes
memiliki hidup yang lebih lama dan juga memiliki kebahagiaan semasa hidupnya,
kebutuhan seseorang yaitu dari kualitis hidup penderita diabetes melitus, sehingga
penderita diabetes melitus bisa merawat dirinya sendiri dengan baik dan benar, maka
dari pada itu dapat mengurangi komplikasi yang diderita pada penderita diabetes,
penekanan penderita tentang komplikasinya akan berkurang, peningkatan pada
progresifitas penderita diabetes sehingga bisa memiliki fungsi dan memiliki peran
yang baik di antara masyarakat, adapun pola makan/ diit, perencanaan makan yang
baik merupakan bagian penting dari penatalaksanaan diabetes secara total. Diit yang
seimbang akan dapat mengurangi beban kerja pada insulin dengan meniadakan
sistem kerja insulin mengubah gula menjadi glikogen. Keberhasilan terapi ini
melibatkan dokter, perawat, ahli gizi, pasien itu sendiri dan keluarganya,
selanjutnya melakukan olahraga, pada kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan
jasmani secara berkala (3-4 kali dalam satu minggu kurang lebih dilakukan selama
30 menit), ini juga adalah bagian pilar didalam pengolahan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti contoh berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan
berkebun. Hal ini dapat dilakukan dengan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah, yang terakhir adalah pengobatan itu
sendiri atau biasnya disebut dengan terapi farmakologi/obat-obatan, pada tahap ini
diberikan bersama dengan pola konsumsi makanan sehari-hari dan pelatihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis adapun yang dilakukan dengan obat oral
dan bentuk injeksi. Obat hipoglikemik oral, adapun cara kerjanya, Obat
Hipoglikemik Oral (OHO) dapat dibagii terdapat 5 golongan: Pemicu sekresi insulin
sulfonylurea dan glinid. Peningkat sensitivitas terhadap insulin metformin dan
tiazolidindion yaitu Penghambat pada glukoneogenesis. (Simamora et al., 2021)
Pada pasien Diabetes Melitus Tipe II perlu diberikan beberapa perawatan agar
tidak semakin parah dan tidak mengalami komplikasi yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan baik makroangiopati maupun mikroangiopati, (Darmawan et al.,
2019). Salah satu cara melakukan perawatan pada penderita Diabetes Melitus Tipe II
adalah dengan cara melakukan pola diit, diit merupakan salah satu pilar utama pada
penanganan diit pada pengaturan pola diit sama dengan mengatur kadar gula darah
dalam tubuh agar tetap normal. (Ardiani et al., 2021).
Salah satunya yaitu dilakukannya diit 3J (Jumlah, jenis, dan jadwal) (Darmawan et
al., 2019). Untuk yang pertama harus sesuai dengan tepat jumlah makanan
merupakan kebutuhan kalori dengan jumlah yang bisa dikatakan sesuai dan dapat
mencapai serta mempertahankan berat badan yang ideal sesuai dengan tinggi badan
yang dapat dihitung dengan Indeks Masa Tubuh (IMT), yang dapat dilakukan
dengan membagi berat badan dan tinggi, sedangkan untuk jenis makanan yang
dikonsumsi harus memenuhi prinsip gizi yang seimbang yang merupakan bahan
makanan yang di anjurkan yaitu meliputi karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, susu (diabetasol), buah, dan gula pengganti, yang terakhir merupakan tepat
jadwal makan Tepat jadwal makan adalah selang waktu makan yang baik yaitu 3
jam antara makanan utama dan makanan selingan. Pukul 06.00, 12.00, 18.00 adalah
makanan utama, sedangkan pukul 09.00, 15.00 dan 21.00 diisi dengan makanan
selingan. Pengaturan jadwal makan ini sangat penting bagi penderita DM karena
dengan membagi waktu makan menjadi porsi kecil tetapi sering, karbohidrat dicerna
dan diserap secara lebih lambat dan stabil (Soelistijo, 2021).
Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar untuk
menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar memperbaiki
kesadaran (literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya (life
skills) demi kepentingan kesehatan. Menurut (Carolina, 2018), Secara umum tujuan
pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang
kesehatan. Peran pendidikan kesehatan disini sangatlah penting khusususnya untuk
pasien penderita diabetes melitus tipe II supaya dapat memiliki kemampuan untuk
sebisa mungkin dapat diberlakukan secara mandiri dalam melakukan perawatan
dirinya sendiri, maka daripada itu pasien dan keluarga penderita diabetes harus bisa
menguasai alih tanggung jawab tersebut yaitu dengan cara harus dapat melakukan
perawatan secara mandiri (self care) sehingga pada pasien dan keluarga harus dapat
dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mencegah kemungkinan
rawat ulang (rehospita-lisasi) pada kondisi yang lebih buruk, dan tingkat pendidikan
pada seseorang merupakan pengetahuan serta penghasilan yang rendah akan
berdampak kepada penggunaan fasilitas kesehatan bagi masyarakat. (Agnes & Putri,
2019).
Tingkat pengetahuan yang baik ditandai dengan responden yang mampu
mengetahui faktor-faktor yang dapat menambah memperburuk Diabetes Melitus
menurut (Azis et al., 2020). Faktor tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi
pemberian pendidikan kesehatan seberapa jauh responden dapat menerima
pendidikan kesehatan yang diberikan kepada peneliti. (Simbolon et al., 2021)
Jumlah penderita Diabetes Melitus di Wilayah Desa Kretek Kecamatan
Rowokele pada tahun 2023 mencapai 65 penderita diabetes melitus tipe II.
Berdasarkan studi pendahuluan yang diambil yaitu ada 5 sampel orang penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di wilayah desa Kretek Kecamatan Rowokele, 2 dari orang
tersebut tamatan SD dan 1 tamatan SMP serta 2 tamatan SMA. Didapatkan bahwa 3
dari 5 orang belum mengetahui tantang apa itu pola diit menggunakan metode 3J
(Jadwal, jumlah, dan jenis), penderita Diabetes Melitus Tipe II ini hanya
menerapkan makan yang menurutnya tidak mengandung gula, dan menghindari
berbagai macam minuman yang menurutnya manis.
Berdasarkan masalah yang telah disebutkan maka peneliti melakukan
penelitian untuk mengetahui efektivitas pemberian pendidikan kesehatan tentang
pola diit 3j terhadap tingkat kadar gula darah dalam tubuh pada penderita diabetes
melitus tipe II di wilayah desa kretek kecamatan rowokele, dan seberapa efektif
pemberian pendidikan kesehatan tentang pola diit 3J terhadap tingkat pengetahuan
pada penderita diabetes melitus tipe 2.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan dapat diperoleh rumusan
masalahan yaitu, “ Efektivitas pemberian pendidikan kesehatan tentang pola diit 3J
terhadap tingkat pengetahuan pada penderita diabetes melitus tipe II di wilayah
Desa Kretek Kecamatan Rowokele “.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas pemberian pendidikan kesehatan tentang pola diit 3J
terhadap tingkat pengetahuan pada penderita diabetes melitus tipe II di Desa
Kretek.
2 . Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien penderita diabetes melitus tipe II
sebelum dilakukan pendidikan kesehatan.
b) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita Diabetes Melitus Tipe 2
setelah dilakukannya pendidikan kesehatan.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Peneliti menerapkan secara langsung ilmu yang didapat mengenai penyakit
diabetes melitus tipe II serta mampu memberikan informasi dari efektivitas
pemberian pendidikan kesehatan tentang pola diit 3J terhadap tingkat pengetahuan
pada penderita diabetes melitus tipe II di wilayah Desa Kretek, Kecamatan
Rowokele.
2. Bagi Tempat Penelitian
Menjadi salah satu rujukan untuk memberikan tindakan khusus terhadap
penderita diabetes melitus tipe II khususnya pada tingkat pengetahuan yang dimiliki
para penderita.

3. Bagi Pasien
Bagi pasien pengidap diabetes melitus tipe II menambah pengetahuan dengan
melakukan pendidikan kesehatan tentang pola diit dengan metode
3J.
E. KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1 Keaslian Penelitan


sangat berpengaruh dalam
memberikan tingkat
pengetahuan yang pada
akhirnya penderita mem punyai
keinginan untuk merubah
perilaku dirinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI
1. Diabetes Melitus
a. Pengertian Tentang Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu golongan dari suatu gangguan metabolik
heterogen yang bisa terjadinya hiperglikemia berkepanjangan, pengaruh dari
ketidakseimbangan pada kinerja insulin, ketidakseimbangan pada sekresi insulin,
atau kolaborasi keduannya. Pada diagnosa diabetes melitus sangat mementingkan
perawatan yang berkala dan edukasi pada pengelolaan diri pada penderita yang
disaat itu melakukan keberlangsungan dan dukungan untuk dapat mencegah
komplikasi yang akut dan sedikit mengurangi risiko komplikasi jangka panjang.
Diabetes itu sendiri diklasifikasikan menjadi diabetes tipe I
Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II disebut
NonDependen Insulin Diabetes Mellitus. (Ikhwan et al., 2018)

b. Klasifikasi Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis dan ada II tipe diabetes, yaitu :
1) Diabetes Melitus (DM) tipe 1
Pada penderita Diabetes Melitus (DM) tipe I yaitu hasil dari hancurnya sel β
yang terdapat pada pankreas, namun biasanya juga dapat menyebabkan
defisiensi pada insulin yang tidak ada batasanya, merupakan kelainan yang
terjadi pada sistemik akibatanya terjadi pada gangguan metabolisme gula
darah yang biasanya dapat ditandai denga hiperglikemia kronis. Keadaan
yang biasanya dapat disebabkan oleh beberapa proses yang terjadi pada
autoimun yang dapat membuat merusak sel β pada organ pankreas dan
produktifitas insulin dari dalam tubuh dapat berkurang secara signifikan
bahkan bisa mengakibatkan terhenti, pada penderitanya pun itu sendiri akan
memerlukan banyak asupan insulin eksogen yang diarasanya cukup. Pada
penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang
kronik sehingga sangat memerlukan pengobatan yang continue serta edukasi
pada pasien serta keluarganya. Penyakit yang tidak dapat terkontrol akan
banyak menimbulkan berbagai komplikasi metabolisme, gangguan
makrovaskular dan mikrovaskular yang menyebabkan penurunan kualitas
dan harapan hidup penderita. (Ikhwan et al., 2018)
2) Diabetes Melitus (DM) tipe II
Diabetes Melitus (DM) adalah pengaruh terhadap gangguan sekresi
insulin yang bersifat progresif serta dapat jadi latar belakang terhadap
penolakan pada insulin, diabetes tipe II ini sangat spesifik, misal terjadi pada
gangguan genetik pada fungsi sel β yang terdapat di pankreas, pada
gangguan yang genetik pada kinerja insulin, penyakit pada eksokrin pankreas
(seperti cystic fibrosis), dan yang dapat dipicu oleh obat ataupun bisa pada
bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AID atau setelah transplantasi
organ), dan gestational Diabetes Mellitus.
(Rahmasari & Wahyuni, 2019).
c. Etiologi Diabetes Melitus
Hal yang menyebabkan Diabetes Melitus (DM) itu sendiri bisa terjadi dari
faktor genetik ataupun bisa terjadi akibat dari faktor keturunan, yang bisa terjadi
pada penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih dari 50% berasal dari
family yang memiliki riwayat besar penderita Diabetes Melitus dengan adanya
begitu bisa ditafsirkan bahwa penderita Diabetes Melitus cenderung besar
penyakit yang berasal dari faktor keturunan, dan bukan terjadi karena proses
penularan. Umumnya pada penderita Diabetes Melitus (DM) itu sendiri memiliki
berat badan yang sangat berlebih ataupun bisa dikatakan obesitass maka dari itu
kerja insulin itu sendiri tidak bisa secara optimal dan sebagai pengantinya
diproduksinya insulin jadi banyak. Kelainan fungsi sel β yang terjadi pada organ
pankreas pada Diabetes Melitus (DM) terjadi pada masyarakat Asia lebih banyak
dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Diabetes Melitus (DM) terkadang tidak
bisa terdeteksi akibat hiperglikemia yang tidak cukup parah untuk menunjukkan
gejala diabetes. (Hardianto, 2021).
d. Manifiestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe II
Penurunan pada berat tubuh pasien penderita diabetes melitus merupakan
gambaran awal pada penderita diabetes melitus terutama diabetes melitus tipe 2,
sehingga pada penurunan berat badan yang terlihat tidak terlalu signifikan dan
biasanya tidak terlalu terlihat dan dirasakan pada penderita. Sebagian besar pada
penderita DM tipe II
yang baru terkena diabetes cenderung memiliki berat badan yang sangat
berlebih. Gejala yang lain yang dapat muncul pada penderita Diabetes Melitus
(DM) yaitu. (Rahmasari & Wahyuni, 2019).
1) Polyuria (peningkatan pengeluaran urine)
Pada hal ini bisa terjadi menyebabkan peningkatan kadar gula darah
dalam tubuh diatas nilai ambang yang ditentukan pada fungsi ginjal untuk me
reabsorpsi kadar glukosa, maka pada itu akan terjadi glukossuria. Serta pada
hal ini menyebabkan diuresis osmotic hal ini pun ber manifiestasi poliuria.
(Widiasari et al., 2021)
2) Polydipsia (peningkatan rasa haus)
Hal ini bisa sekali berpotensi peningkatan pada kadar gula darah dalam
tubuh serta dapat menderita kehausan yang berat pada sel di seluruh tubuh.
Kemudian ini juga dapat terjadi karena glukosa tidak dapat dengan mudah
berdifusi menembus pori pori pada membran sel. Rasa sangat lelah dan
kelemahan pada otot mengakibatkankatabolisme protein kandungan pada
otot dan ketidakmampuan terhadap sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi. (Widiasari et al., 2021)
3) Polyfagia (peningkatan rasa lapar)
Hal yang terjadi pada fase Ini adalah bisa terjadi akibat penurunan rasa
kenyang pada hipotalamus, gula darah dalam tubuh itu sendiri tidak bisa
masuk masuk kedalam sel sehingga bisa menyebabkan rasa kelaparan yang
terjadi terus menerus.(Widiasari et al., 2021)
4) Penurunan berat badan dan rasa lapar
Pada berat badan yang turun yang diderita Penderita Diabetes melitus tipe
II ini bisa menyebabkan kehilangan dari cadangan yang terdapat pada lemak
dan otot karena dipergunakan pada sebagaian sumber dari energi dalam
tubuh berfungsi menciptakan tenaga akibat dari proses tersebut kekuurangan
gula yang masuk kedalam sel, selain itu juga ada komplikasi lain yaitu gagal
ginjal kronik pada DM tipe II berupa gangguan, saraf tepi, berupa
kesemutan, gangguan pengelihatan, gatal, bisul, dan gangguan ereksi.
(Soelistijo, 2021)
e. Patofisiologis
Pada patofisiologis penderita Diabetes Melitus Tipe II biasanaya terjadi
karena beberapa kondisi yang sangat berfungsi penting seperti resistensi insulin
dan disfunsi sel β pada fungsi organ pankreas. Hal ini terjadi pada dasaranya
normal yang terjadi pada insulin adalah dengan reseptor khusus yang terjadi pada
permukaan sel, yang terjadi hasil pada insulin dengan resptor tersebut merupakan
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa pada dalam sel. (Anisa
& Indarjo, 2021)
Yang terjadi dihormon insulin ini yaitu terdapat tiga lokasi kerja yaitu hepar,
jaringan adiposa, dan otot. Namun tiga lokasi tersebut memiliki beberapa aktifitas
kerja insulin dari kebutuhan zat gizi. Namun apabila terdapat kekurangan yang
terdapat pada hormon isnulin dapat mengganggu insulin tetapi juga mengganggu
metabolisme protein dan lemak. (Dhiyanti et al., 2020).
f. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes Melitus Tipe II apabila di atasi dengan tidak benar maka akan bisa
mengakibatkan terjadinya komplikasi pada penyakit yang bisa menjadi penyakit
kronis seperti serebral vaskuler, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh
darah tungkai, penyulit pada mata, ginjal, dan syaraf. Tujuan dari adanya
pembenaran Diabetes Melitus Tipe II yaitu meningkatkan dari kualitas hidup
penyandang Diabetes Melitus
Tipe II. (Ikhwan et al., 2018)
Ada juga terapi farmakologis dan non farmakologis, tujuannya dari terapi
Diabetes Melitus Tipe II dapat mengurangi gejala dari beberapa penyakit dalam
jangka yang pendek ataaupun bisa jangka yang panjang kedepannya. Namun ada
pula terapi dari obat yang memberikan efek samping yang menguntungkan pada
risiko terjadinya komplikasi. Adapun indikasi yang bisa dibagikan oleh pedoman
terbaru tentang pengelolaan pada penderita penyakit diabetes yang membutuhkan
perhatian khusus untuk menerapkan life style yang benar dan perlunya
keefektifan individu pada terapi, adapun adaptasi secara farmakologis dan non-
farmakologis (terapi pada nutrisi, dan latihan fisik berkala) berhubungan dengan
profil metabolik dan klinis pasien individu. Pencegahan pada cara non
farmakologis yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis, serta latihan fisik
berkala. Pemberian edukasi ini bertujuan sebagai terapi edisi kedua dalam
pengobatan pada penderita DM tipe II dan bisa dikatakan kelebihan pada berat
badan atau obesitas, sel yang langsung bekerja untuk menutup saluran pada K+
yang sangat sensitif terhadap ATP (Seumber energi) yang merangsang sekresi
pada insulin. (Widiasari et al., 2021).
Apabila dengan langkah tersebut belum maksimal pada kondisi tahap
mencapai tujuan pengelolaan, maka dari itu dapat melanjutkan dengan
mengintervensi faramakologis. Berikut ada penjelasan dari 4 pilar
penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe II :
1) Penatalaksaan Diit
Penatalaksanaan pada diit merupakan penatalaksanaan pada diabetes
melitus secara menyeluruh. Pada prinsip ini hampir sama dengan
penatalaksaaan kepada seluruh penderita DM ataupun bukan penderita
konsumsi makanan yang seimbang gizinya dan yang sesuai dengan kebutuhan
tubuh akan kalori, serta zat gizi masingmasing individu, namun pada penderita
diabetes melitus tipe II perlu diketahui keteraturan makanan dalam hal jenis
makanan, jumlah makanan, dan jadwal makanan. (Simamora et al., 2021)
2) Aktifitas fisik
Pada saat melakukan latihan aktivitas fisik harus menyesuaikan dengan
rekomendasi latihan yang sesuai untuk pasien dengan DM tipe II baik jenis
dan waktu pelaksanaannya. Pada hal ini sangat bertujuan senagai pengontrol
kadar gula darah dalam tubuh, penderita penyakit Diabetes Melitus Tipe II
adalah penyakit yang tidak bergantung pada kadar insulin dalam tubuh
sehingga untuk bisa mengontrol kadar gula darah di dalam tubuh yaitu dengan
melakukan latihan aktivitas. Hal yang perlu dilakukan pada latihan fisik pada
penderita Diabetes Melitus Tipe II seperti kegiatan seharihari seperti naik
tangga, berjalan kaki, berkebun, dan melakukan latihan jasmani untuk menjaga
kebugaran tubuh serta tetap menjaga keseimbangan berat badan, edukasi
seperti tersebut yang haru dilakukan kepada pengidap penyakit Diabetes
Melitus Tipe II untuk tetap menjaga kadar gula darah tetap normal. (Istiqomah
& Yuliyani, 2022).
3) Edukasi
Pemberian edukasi ini memiliki tujuan memberikan peendidikan pada
pengidap Diabetes Melitus (DM) cara pada mengontrol gula darah, untuk cara
pada pemgurangan komplikasi dan kemampuan merawat diri demikian juga
cara mengatur makan pada penderita diabetes yang sangat diperhatikan yaitu
dengan teknik 3J (Jenis, Jadwal, dan Jumlah). Teknik pemberian edukasi bisa
juga dilakukan secara langsung ataupun mengikuti perkembangan pada
teknologi jaman sekarang bisa melalui jaringan internet maupun smartphone.
Teknik penggunaan internet dan smartphone telah sejak dulu diteliti yang
pada penelitiannya itu sendiri terbukti sangat efektif yaitu memiliki sisi
meningkatkan status dari kesehatan pada penggunanya. Pada pemggunaan
internet sangat memberikan kemudahan keapada pengguna untuk mengulik
informasi serta dapat melaukan pembelajaran secara spesifik. Mencari
informasi mendominasi pada pemanfatan internet yang menggunakan media
smartphone. Pada posisi jaman saat ini menjadikan peluang untuk menjadi
praktisi kesehatan dengan mudah menyampaikan informasi kesehatan dengan
mudahnya. WhatsApp yaitu aplikasi yang mendominasi paling sering
digunakan dan dengan durasi yang sering di pergunakan oleh pengguna
smartphone. Pada pengguna aplikasi WhatsApp bisa memanfaatkan fasilitas
mengirim pesan, gambar, video dan video call hingga membuat kelompok
diskusi. (Simamora et al., 2021)
Berdasarkan penelitian meta-analisis International Diabetes Federation
(2012). Dari penelitian tersebut mendapatkan hasil dari delapan bukti dari
studi penelitian, randomized controlled trial dan studi controlled clinical trial
menunjukan keefektifan pada edukasi pasien pasien penderita Diabetes
Melitus Tipe II.
4) Intervensi farmaklogi
Pada terapi farmakologis DM tipe II diberikan secara beriringan dengan
menggunakan pengaturan pola makan, latihan fisik, dan gaya hidup sehat.
Pada terapi farmakologis terdiri dari beberapa obat oral dan bentuk suntikan.
(Widiasari et al., 2021)
g. Diagnosis
Menurut Perkumpulan Endokrigin Indonesia (2021), Diabetes Melitus
menjadi diagnosa yang di terbitkan atas dasar pemeriksaan kadar gula darah
dalam tubuh dan HbA1c. Pada glukosa darah didapatkan hasil pemeriksaan yang
kemungkinan besar sangat dianjurkan yaitu pada pengecekan glukosa yang
dilakukan dengan enzimatik yaitu menggunakan bahan plasma darah pada
pembuluh vena. Pada pemantauan hasil dari pengobatan dapat dilakukan juga
menggunakan alat glukometer. Namun juga pada diagnosis tidak bisa ditegakkan
hanya menggunakan alat glukosuria. Beberapa keluhan juga dapat di temukan
pada penderita Diabetes Melitus (DM). Keluhan pada Diabetes melitus yang
perlu di curigai yaitu seperti, Keluhan klasik Diabetes Melitus seperti poliuria,
polidipsia, polifagia dan berat badan mengalami penurunan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya, serta keluhan lain seperti lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita .
(Soelistijo, 2021)

Tabel 2. 1 Kriteria Diagnosis DM

No Diagnosa DM
Gejala dengan tipe klasik Diabetes Melitus + Gula 1.

Darah dalam tubuh plasma sewaktu ≥ 200 mg/ dL (11,1 mmol/L),


(Glukosa plasma sewaktu adalah hasil deteksi sesaat pada satu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir).
Gejala dengan tipe klasik Diabetes Melitus + Kadar gula 2.

darah plasma puasa ≥ 126 mg/ dL (7,0 mmol/L), (Puasa yaitu


pasien tidak mendapatkan zat kalori tambahan sedikitnya 8 jam).

3. Kadar gula darah yang terdapat pada plasma 2 jam pada


TTGO ≥ 200 mg/ dL (11,1 mmol/L), (TTGO yang dilakukan
dengan standar WHO, mempergunakan beban gula darah yang
sama saja dengan 75 g glukosa anhidrus yang terlarut ke dalam
air).

Sumber : (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021)


Apabila pada seseorang tersebut tidak adanya menunjukan gejala DM maka
akan dilakukan pemeriksaan penyaringan yaitu dengan pemriksaan kadar gula
darah sewaktu atau kadar gula darah puasa yang bisa dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2. 2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa

No Jenis pemeriksaan Bukan Belum pasti DM


DM DM
Kadar Gula Darah Sewaktu <100 100-199 ≥200 1.
(mg / dl) <90 90-199 ≥200
(plasmagula darah puasa
Kadar darah
<100 100-125 ≥126 kapiler)
2.
Plasma darah kapiler <90 90-99 ≥100
Sumber : (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021)

2. Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian
Menurut (Notoadmojo, 2018) pendidikan kesehatan merupakan suatu upaya
atau kegiatan yang menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk
menuju kepada kesehatan. Pendidikan kesehatan pada penderita Diabetes
Melitus merupakan salah satu langkah pencegahan Diabetes Melitus melalui
pemberian informasi berupa pengetahuan tentang emosional, intelektual,
maupun spiritual dan pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan, fisik, dan
sosial. Pendidikan kesehatan yang diberikan untuk mengasah pengetahuan,
sikap individu maupun tindakan dan diarahkan pada pencegahan diabetes yang
lebih baik. (Simbolon et al., 2021)
b. Metode
Menurut dari metodologi pendidikan edukasi kesehatan ini ialah beberapa
faktor yang berperan dalam suatu proses pendidikan disamping masuknya
sendiri metode, materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau peraga pendidikan. (Novalia et al.,
2022).
Menurut penelitian yang dilakukan (Hannan et al., 2018), menyatakan
bahwa pemberian edukasi menggunakan media leaflet dapat menambah
pengetahuan responden terhadap perilaku kepatuhan diet dengan mengatur pola
makan. Edukasi pada manajemen Diabetes Melitus sangat teramat penting,
dimana tujuan utama edukasi adalah memberikan pengetahuan kepada pasien
maupun keluarga tentang perubahan perilaku hidup sehat dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan perawatan mandiri.
(Previarsi et al., 2020)
Berdasarkan sumber dari (Nurmala et al., 2019), terdapat 2 metode pada
pemberian pendidikan kesehatan yaitu ada individual dan kelompok. 1)
Penyuluhan Individual
Pada metode ini sendiri merupakan langkah untuk mengubah perilaku
individu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan individu
tersebut.
2) Penyuluhan Kelompok
a) Kelompok besar Sebuah kelompok dikatakan besar ketika
jumlah pesertanya melebihi 15 orang. Untuk kelompok besar
ini, metode yang dapat digunakan misalnya adalah ceramah, seminar dan
demonstrasi.
1. Ceramah, dapat dilakukan kepada sasaran dengan memberikan
informasi secara lisan dari narasumber disertai tanya jawab
setelahnya. Ciri dari metode ceramah ini adalah adanya kelompok
sasaran yang telah ditentukan, ada pesan yang akan disampaikan,
adanya pertanyaan yang bisa diajukan walaupun dibatasi setelah
ceramah, dan adanya alat peraga jika kelompok sasarannya
jumlahnya sangat banyak.
2. Metode seminar, dilakukan untuk membahas sebuah isu dengan
dipandu oleh ahli di bidang tersebut.
3. Metode demonstrasi lebih mengutamakan pada peningkatan
kemampuan (skill) yang dilakukan dengan menggunakan alat
peraga.
b) Kelompok kecil
1. Metode diskusi kelompok kecil merupakan diskusi 5–15 peserta
yang dipimpin oleh satu orang membahas tentang suatu topik.
2. Metode curah, pendapat digunakan untuk mencari solusi dari semua
peserta diskusi dan sekaligus mengevaluasi bersama pendapat
tersebut.
3. Metode panel, melibatkan minimal 3 orang panelis yang dihadirkan
di depan khalayak sasaran menyangkut topik yang sudah ditentukan.
4. Metode bermain, digunakan untuk menggambarkan perilaku dari
pihak-pihak yang terkait dengan isu tertentu dan digunakan sebagai
bahan pemikiran kelompok sasaran.

3. Pola Diit 3J (Jumlah, jenis, dan jadwal)


Diit adalah pengaturan pada pola makan agar pola makan tetap terjaga dan
terporsir untuk diit 3J khususnya yaitu Jadwal makan, jumlah makan, dan jenis
makan. Dalam mengikuti diit ini pasien harus memiliki sifat yang positif, dari itu
salah satu upaya yang penting dalam meningkatkan kepatuhan pada pasien untuk
tetap menjaga diit adalah dengan edukasi, dan pemberian konseling yang lengkap,
akurat, serta terstruktur. (Khasanah et al., 2021).
Pada komposisi makanan yang bisa dikatakan tepat bagi penderita Diabetes
Melitus tipe II yaitu dengan menu makanan yang memperhatikan 3J: jumlah, jenis,
dan jadwal. Adapaun jenis makanan yang digunakan untuk penderita Diabetes
Melitus tipe II yang tepat yaitu memiliki serat yang tinggi, memilik glikemik yang
cukup rendah, tidak mengandung banyak lemak, dan yang terutama juga rendah
kalori. Pada perhitungan jumlah kalori bagi penderita Diabetes melitus bisa
ditentukan dari berat badan penderita. (Darmawan et al., 2019) a. Jumlah
Pada jumlah porsi yang diasarankan untuk satu hari penyajian makanan
dianjurkan tidak berlebihan, melainkan sedikit namun sering. Kandungan yang
seharusnya normal terdapat di dalam makanan adalah karbohidrat, protein dan
lemak. Dengan jumlah porsi dalam satu hari penyajian pada pasien diabetes
melitus yang normal didasarkan pada kebutuhan kalori penderita, agar
makanan dapat diserap oleh tubuh secara maksimal. Jumlah kalori yang
diperhitungkan yaitu dengan perhitungan yang berlandasan kebutuhan kaIori
basal yang besarnya 25 kalori/kg BB untuk wanita dan 30 kalori/kg BB untuk
pria, bertambahnya atau berkurangnya itu semua tergantung dari beberapa
faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan / laktasi, adanya
komplikasi dan berat badan. Kalori yang dibutuhkan yaitu tergantung pada
aktivitasnya. (Khasanah et al., 2021)
Adapun yang ditambah dan dikurangi itu semua tergantung pada
penyebabnya yaitu dari jenis kelamin, umur, aktifitas, dan status gizi. Selain
itu juga komposisi karbohidrat 45-65% dari energi total, protein 10-20% dari
energi total, serta lemak 20-25% dari
energi total. (Widiany, 2017)
1) Kebutuhan Energi
Perhitungan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh seseorang yang
menderita diabetes, menurut penelitian dari (Dhiyanti et al., 2020) dapat di
pengaruhi faktor sebagai berikut :
a) Jenis kelamin
Kalori yang dibutuhkan perempuan lebih sedikit dibandingkan pria.
Kebutuhan kalori pada perempuan sebesar 25kal/kg BB sedangkan laki
laki 30 kal/kg BB.
b)Umur
Umur yang mengalami penurunan pada usia >40 lebih tepatnya di
usia 40-59 tahun, energi yang dibutuhkan juga berkurang 5%.
Sedangkan pada usia 6O-69 tahun, energinya yang di butuhkan
dikurangi 10%, dan jika pada usia >70 tahun, kebutuhan energinya
dikurangi 20%.

c)Aktifitas Fisik ataupun Pekerjaan


Untuk energi yang di butuhkan dapat ditambahkan juga sesuai
dengan intensitas kategor aktifitas fisik ataupun pekerjaan pada pasien
sebagai berikut :
1.Pada saat aktivitas ringan, ditambah 20% dari kalori basal.
2.Pada saat aktivitas sedang, ditambah 30%dari kalori basal.
3.Ketika melakukan aktivitas berat, ditambah 40% dari kalori basal.
4.Jika dirasa berat yang berlebihan, ditambah 50% dari kalori basal.
5.Namun jika pada ibu yang mengandung. Pada permulaan kehamilan
diperlukan tambahan 150 kalori/hari saat ketika trimester II dan III 350
kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan sebanyak 550
kalori/hari.
d)Status Gizi
Apabila pada pasien dnegan Diabetes Melitus tipe II jika penderita
mengalami obesitas maka energi harus dikurangi 20-30% itu semua
juga tergantung berat badannya. Jika pada penderita diabetes melitus
tipe II ini bisa dikatakan kurus makan 20-30% sesuai dengan
kebutuhan peningkatan Berat Badan. Pada penurunan berat badan,
jumlah kalori dapat diberikan sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk
wanita, sedangkan pria 1200-1600 perhari.
2) Kebutuhan Karbohidrat dan Pemanis
Kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan adalah 45-65%, harus adanya
pembatasan makanan yang nilai indeks gilkemik yang tinggi makanan
dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah selama dua jam setelah
makan, tetapi makanan yang nilai indeks glikemiknya lebih rendah
memberikan tidak hanya pada glimek postrapandial tetapi juga untuk profil
lipid. Contohnya seperti sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah, dan
gandum untuk memenuhi sumber karbohdirat dan serat. Pada kandungan
karbohidrat dibawah standar diet yaitu 1700gram. Yang terdapat kandungan
karbohidrat pada jenis diet alergi, biasa, maupun cincang memang dibawah
kandungan karbohidrat pada standar diet, namun jumlah karbohidrat pada
setiap menu tidak kurang dari 130gram. (Dhiyanti et al., 2020).
Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi respon glikemik yang
terkandung dalam makanan antara lain bisa dari sifat pati (amilosa,
amilopektin, dan pati), jumlah jenis serat makanan dan jenis gula Salah satu
jenis gula yang tidak boleh diberikan lebih dari 5% total asupan energi
adalah sukrosa (gula murni) (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021).
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian. (Soelistijo, 2021).
c) Kebutuhan Lemak
Asupan lemak yang disarankan sekitar 20-25% dari kalori yang
dibutuhkan, fungsi utama dari lemak itu sendiri adalah energi yang menjadi
sumbernya yang memiliki kandungan kalori cukup tinggi diantara dengan
kandungan gizi-gizi yang lain yaitu memiliki kandungan kalori setiap
9kalori/1gram lemak. Pada metabolisme lemak itu sendiri sebagian besar
sebagai trigliserida yang dipecah menjadi gliserol dan asam lemak sebelum
dilakukan proses absorsi yang melalui emulsifikasi. Pencernaan pada lemak
memiliki hasil berupa bentuk lipida yang diabsorsi ke dalam bentuk
membran mukosa usus halus dengan cara difusi pasif. Namun apabila
memeiliki asupan lemak yang berlebih akan menimbulkan suplai lemak
yang menumpuk dalam hati. Pada proses lipogenesis dibantu oleh Very Low
Density Lipoprotein (VLDL) pada tahap ini dapat menciptakan lemak yang
dapat disimpan ke jaringan adiposa sedangkan gliserol diubah mejadi
glukosa melalui proses glikoneogenesis. Namun apda penyandang diabetes
melitus memiliki kelainan berupa rendahnya pada reseptor insulin sehingga
dapat menimbulkan kadar glukosa yang rendah dalam sel-sel tubuh.
Sehingga pada kejadian ini menjadikan terjadinya pendorongan proses
glikoneogenesis untuk memobilisasi cadangan lemak tubuh agar
menghasilkan glukosa yang dibutuhkan sel-sel tersebut. (Giajati &
Kusumaningrum, 2020).
d) Kebutuhan Serat
Anjurkan penderita diabetes melitus tipe II untuk mengonsumsi serat
sebanyak 25 gram/hari, pada penyandang diabetes melitus tipe II di
sarankan untuk menambah asupan yang cukup serat dari kacang, buah, dan
sayur serta yang mengandung tinggi karbohidrat. (Dhiyanti et al., 2020)
e) Kebutuhan Protein
Protein yang dibutuhkan pada penderita diabetes melitus tipe II
dianjurkan 10-20% kebutuhan kalori untuk yang disarank pada total jumlah
karbohidrat pada penyandang Diabetes Melitus sebegai berikut, 45%-65%
dari asupan energi total, protein 10%15%, dan lemak 20%-25%. Salah satu
nutrient sering kali ditemukan lebih dominan daripada nutrient lainnya pada
setiap individu. Sumber dari protein yang baik antara lain adalah seafood
(udang, kepiting, udang, Cumi, dll), daging yang rendah lemak, daging
ayam tanpa kulit, produk susu yang rendah lemak, kacang-kacangan, tahu,
dan tempe. (Giajati & Kusumaningrum, 2020).
b. Jenis
Pada pengidap Diabetes Melitus Tipe II di tuntut supaya bisa mengetahui
dan memahami jenis makanan yang akan dikonsumsi, dan tidak boleh
sembarang makan secara bebas serta makan mana yang harus diabatasi dan
dihindari. Teori yang ada, kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pasien
DM tipe II yang konsumsi karbohidratnya over dari yang diperlukan tubuh
penyebabnya dari pembentukan gula yang tinggi dan bersumber dari
karbohidrat terjadi rendahnya reseptor insulin, bahwa pada pasien DM tipe II,
jumlah insulin bisa normal atau lebih, tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat dalam permukaan sel yang kurang. (Idris et al., 2018)
Hasil dari penelitian (Khasanah et al., 2021), berdasarkan jenis
makanan sudah banyak melakukan diit dengan tepat jenis yaitu sebanyak 36
atau 70,6%. Yaitu yang diperoleh nilai frekuensi pasien diit banyak yang
tidak tepat jenis yaitu 35 atau 58,3% dan tidak tepat jenis sebanyak 25 atau
41,7%, dari banyaknya pasien yang melakukan diit tepat jenis bisa diakibatkan
oleh beberapa faktor seperti halnya tingkat pengetahuan, kurang sadarnya akan
hidup sehat seperti buah apa saja yang mengandung banyak gula atau kalori
dan lain sebagainya. Jenis makanan yang biasanya dikonsumsi sebagian besar
sampel sudah memenuhi prinsip gizi seimbang yang juga merupakan bahan
makanan yang dianjurkan meliputi karbohidrat (nasi, roti, dan kentang), lauk
hewani (ikan, ayam, dan telur ayam), lauk nabati (tahu dan tempe) sayuran
(wortel, buncis, kangkung, kacang panjang, tauge), buah (pepaya, pisang,
jeruk, apel dan pir), susu diabetasol (susu khusus DM), untuk gula
pengganti seperti tropicana slim serta membatasi atau juga bisa
mengurangi makanan yang tidak dianjurkan seperti makanan yang terlalu
manis, berlemak dan bersantan. (Khasanah et al., 2021).
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2021) memberikan petunjuk
bahwa penderita Diabetes Melitus Tipe II menghindari makanan yang
mengandung gula pasir, gula jawa, sirup, es krim, susu kental manis, selai dan
lain-lain. Minyak tinggi natrium (garam) seperti ikan asin, telur asin, dan
makanan yang diawetkan.
(Soelistijo, 2021).
c. Jadwal
Tepat jadwal makan adalah selang waktu makan yang baik yaitu 3 jam
antara makanan utama dan makanan pengganti. Pada makan awal atau makan
utama yaitu dipagi hari yaitu pukul 08.00, selanjutnya makan siang pukul
14.00 dan terakhir yaitu makan malam pukul 18.00. Adapula untuk Makanan
ringan dilakukan pertama pukul 10.00, kedua pukul 16.00 dan ketiga pukul
20.00. konsisten yang dilakukan pada jadwal makan sangat diperlukan
mengingat sebagai pengendali dari kestabilan kadar gula darah penderita
Diabetes Melitus. Ketepatan pada jadwal makan merupakan selang waktu
makan yang baik yaitu 3 jam antara makanan utama dan makanan selingan.
Pukul 08.00, 14.00, 18.00 adalah makanan utama, sedangkan pukul 10.00,
16.00 dan 20.00 diisi dengan makanan selingan. (Khasanah et al., 2021)
Berikut adapun jadwal makan yang digunakan oleh pasien DM

Tabel 2. 3 Jadwal Makanan Pasien DM Tipe II


Waktu Total Kalori
Makan pagi 07.00 20%
Makan ringan 10.00 10%
Makan siang 13.00 30%
Makan ringan 16.00 10%
Makan sore/malam 19.00 20%
Makan ringan 21.00 10%
Sumber : (Mardianingsih et al., 2020)

4. Tingkat Pengetahuan
Teori menurut (Hardianto, 2021), pengetahuan merupakan sebagai hasil
pemahaman yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan pasien Diabetes Melitus dapat diartikan sebagai hasil
pemahaman dari pasien mengenai penyakitnya, memahami penyakitnya, dan
memahami pencegahan, pengobatan termasuk gaya hidup maupun komplikasinya.
Pengetahuan diabetes sangat penting dalam mengembangkan sikap sehat terkait
diabetes yang meningkatkan keterampilan perawatan diri. Selain itu, peran
pengetahuan diabetes adalah untuk meningkatkan hasil klinis dan mencegah
komplikasi.
Menurut (Notoadmojo, 2018), pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang
terhadap sesuatu objek melalui indera yang dimilikinya yakni indra pendengaran,
indra penciuman, indra penglihatan, indra penciuman, dan indera peraba. Menurut
(Notoadmojo, 2018), tingkat pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu :
a. Tahu (know)
Pengetahuan yang didapatkan pada seseorang sebatas hanya mengingat
kembali apa dapat di artikan pengetahuan pada tahap ini adalah tingkatan
paling rendah.
b. Memahami (comperhension)

Pengetahuan yang menjelaskan sebagai suatu kemampuan menjelaskan objek


atau sesuatu dengan benar.
c. Aplikasi (application)

Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini adalah dapat mengaplikasikan atau
menerapkan materi yang telah dipelajari.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam sebuah
komponen-komponen yang ada kaitan satu sama lain.
e. Sintesis (syntesis)
Adalah sebuah pengetahuan yang dimiliki kemampuan seseorang dalam
mengaitkan berbagai fungsi elemen atau unsur pengetahuan yang ada menjadi
suatu pola baru yang lebih menyeluruh.
f. Evaluasi (evaluation)

Pengetahuan ini dimiliki pada tahap berupa kemampuan untuk melakukan


justifikasi atau penilaian suatu materi atau objek.
Berikut adapula definisi tingkat pengetahuan meliputi 6 macam komponen
menurut (Darsini et al., 2019). Yaitu masalah (problem), sikap (attitude),
metode (method), aktivitas (activity), kesimpulan
(conclusion), dan pengaruh (effects). a. Masalah (problem)
Ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi untuk menunjukkan bahwa suatu
masalah bersifat ilmiah, yaitu bahwa masalah adalah sesuatu untuk
dikomunikasikan, memiliki sikap ilmiah, dan harus dapat diuji.
b. Sikap (attitude)

Karakteristik yang harus dipenuhi antara lain adanya rasa ingin tahu tentang
sesuatu; ilmuwan harus mempunyai usaha untuk memecahkan masalah;
bersikap dan bertindak objektif, dan sabar dalam melakukan observasi
c. Metode (method)
Metode ini berkaitan dengan hipotesis yang kemudian diuji. Esensi science
terletak pada metodenya. Sains merupakan sesuatu yang selalu berubah,
demikian juga metode, bukan merupakan sesuatu yang absolut atau mutlak

5. Kepatuhan Diit
a. Definisi Kepatuhan Diit
Kepatuhan merupakan perubahan pada sikap seseorang dan perilaku
individu yang dilakukan dan diberikan terapi baik diet, maupun aktivitas fisik
maupun meminum obat. (Nursihhah &
Wijaya septian, 2021)
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diit
Diit merupakan komponen utama untuk mengontrol kadar gula darah
pasien, karena dianggap paling aman untuk dilakukan. Namun dalam
pelaksanaannya, diit merupakan sesuatu hal yang sulit untuk dilakukan.
Ada 3 faktor menurut (Alvinasyrah, 2021) yaitu :
1) Faktor Kepribadian
Untuk faktor kepribadian ini mencakup kondisi pada individu dan cara-
cara yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh mereka. Misalnya, cara
seseorang mengikuti diet untuk mencegah Diabetes Melitus Tipe II, yang
berkontribusi pada adaptasi, motivasi, dan harga diri, adalah contohnya.
Seseorang dengan Diabetes Melitus Tipe II harus mengikuti diit
berdasarkan prinsip 3J (tepat jadwal, jenis, dan jumlah) agar bisa
menyesuaikan. Hal ini karena penderita Diabetes Melitus Tipe II harus
mengikuti pola makan berdasarkan prinsi ini untuk menghindari sakit.
2) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi dapat membantu seseorang karena dapat
mempermudah mereka untuk menjalankan diit yang sesuai untuk
mereka. Faktor ekonomi yang baik juga dapat membantu seseorang
menjalankan diit yang berhasil untuk mereka, tetapi faktor ekonomi yang
baik juga dapat membantu seseorang mempertahankan diit yang berhasil
untuk mereka karena dapat membantu mereka mempertahankan diet yang
berhasil untuk mereka.
3) Faktor Keluarga
Faktor keluarga penting untuk memotivasi dan mendidik penderita
diabetes, serta membantu mereka mengatasi hambatan terkait diabetes.
Oleh karena itu, penderita Diabetes Melitus Tipe II yang mengikuti diit
dapat mempertahankan kadar gula darah yang stabil dan mudah diikuti.
Menurut Penelitan (Hestiani, 2017), terdapat keterkaitan antara respon diit
dengan kenaikan berat badan karena kenaikan berat badan disertai dengan
peningkatan jumlah makanan yang dikonsumsi sepanjang hari.

Diabetes Melitus
B. KERANGKA TEORI
Gambar 2.1 Kerangka Teori Diabetes Melitus Tipe II

1. Pengertian DM

2. Klasifikasi DM

3. Etiologi DM

4. Manifestasi klinis

5. Pengelolaan DM Tipe II

6. Diagnosis

Diabetes Melitus Tipe II

Tingkat
Pola Diit 3J Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Diit Pengetahuan

Terapi diit dengan Faktor Tingkat


prinsip 3J (Jumlah, Pemberian
mempengaruhi diit pengetahuan
jadwal, dan jenis) edukasi, leaflet, diabagi 6 :
dan PPT
1. Tahu
2. Memahami
Pengertian diabetes Peningkatan 1. Faktor Kepribadian 3. Aplikasi
melitus tipe II dan pola pengetahuan tentang
diit yang digunakan 2. Faktor Keluarga 4. Analisis
DM tipe II
3. Faktor Ekonomi 5. Sintesis
6. Evaluasi
Sumber : (Agnes & Putri, 2019), (Khasanah et al., 2021), (Notoadmojo, 2018), &
(Alvinasyrah, 2021)

C. KERANGKA KONSEP
Pada kerangka konsep penelitian memiliki peran sebagai bentuk deskripsi atau
validasi yang keterkaitan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain, atau
diantara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang diteliti.
(Sugiyono, 2019).
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep Diabetes Melitus Tipe II

Tingkat pengetahuan Pendidikan Tingkat Pengetahuan


Kesehatan sesudah

D. HIPTOTESA
Menurut (Sugiyono, 2019), Hipotesa merupakan asumsi atau suatu dugaan dalam
suatu hal yang bisa dibuat senagai penjelasan hal itu yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya.

HO : Tidak ada hubungannya sebelum/sesudah pemberian pendidikan kesehatan


tentang pola diit 3j terhadap tingkat pengetahuan pada penderita diabetes melitus tipe
II di wilayah Desa Kretek Kecamatan Rowokele.

HA : Adanya hubungannya sebelum/sesudah pemberian pendidikan kesehatan tentang pola


diit 3j terhadap tingkat pengetahuan pada penderita diabetes melitus tipe II di wilayah Desa
Kretek Kecamatan Rowokele.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakuakan oleh peneliti yaitu penelitian kuantitatif


menggunakan desain penelitian Pre-Experimental Design untuk pendekatan
menggunakan Cross Sectional teknik sampel menggunakan total sampling.
Menurut (Sugiyono, 2019) desain penelitian Pre-Experimental Design
adalah rancangan yang meliputi hanya satu kelompok yang diberikan pre
test dan post test.

Pada saat melakukan peneilitian ini, peneliti sebelum memberikan


edukasi yaitu memberikan pre-test dan setelah melakukan edukasi
memberikan post-test. Tema edukasi pada penelitian ini adalah tentang Diit
3J pada penderita Diabetes Melitus Tipe II.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Menurut (Sugiyono, 2019), populasi merupakan wilayah yang
bersifat generalisasi yang terdiri atas, objek / subjek serta memiliki
kuantitas dan karakteristik tertentu yang dapat ditetapkan oleh sebagian
peneliti untuk mempelajari serta kemudian menarik kesimpulannya.
Pada populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pengidap diabetes
melitus tipe 2 di wilayah Desa Kretek Kec. Rowokele Kab. Kebumen.
2. Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2019), sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Berdasarkan jumlah populasi yang ada di
Puskesmas Rowokele adalah 479 penderita Diabetes Melitus Tipe 2 namun untuk
di Desa Kretek sendiri terdapat 65 penderita Diabetes Melitus Tipe II. Pada metode
pengambilan sample adalah menggunakan total sampling dengan menggunakan
teknik sampling.

Menurut Sugiyono (2019), sampel yang diambil dari peneliti ini


yaitu total sampling. Total sampling merupakan teknik yang
pengambilannya yaitu dimana jumlah sampel sama dengan populasi.
Alasan mengapa menggunakan total sampling yaitu pada jumlah
populasi yang dibawah 100 orang. Jadi jumlah sampel dalam penelitian
ini adalah sebanyak 65 orang data yang terdapat di puskesmas
Rowokele.

Dalam penelitian ini, untuk menentukan sampel diambil kriteria sampel


sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi
1) Pasien menderita Diabetes Mellitus tipe II.
2) Pasien bisa melakukan komunikasi dengan jelas.
3) Pasien yang menderita diabetes < 5 tahun
4) Pasien yang masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan olahraga.
5) Pasien yang bersedia dengan lapang hati menajdi responden.
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien dengan gangguan kejiwaan.
2) Pasien dengan penurunan kesadaran.
3) Pasien yang mengalami gangguan daya ingat.
4) Pasien yang mengalami gangguan pendengaran.
C. Tempat dan Waktu
Pada penelitian kali ini bertempat di Desa Kretek, Kecamatan
Rowokele, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, dinaungan
Puskesmas Rowokele, penelitian ini dilakukan pada bulan Mei- Juni 2023.
D. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2019), pada variabel penelitian ini yang pada
dasarnya adalah segala sesuatu yang ditentukan oleh peneliti untuk diteliti
sehingga diperoleh informasi tentangnya, setelah itu ditarik kesimpulan:
1. Variabel Bebas (independent variable) merupakan variabel risiko atau
variabel penyebab atau variabel yang mempengaruhi. Dalam hal ini
variabel bebasnya adalah Pola Diit 3J.

Daftar Pustaka

Agnes, & Putri, A. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Tentang
Penatalaksanaan Diet Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poli
Penyakit Dalam Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Medika Drg. Suherman, 1(2).
https://jurnal.medikasuherman.ac.id/imds/index.php/kesehatan/article/view/1 43

Alvinasyrah. (2021). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. Jurnal Penelitian Perawat


Profesional, 3(1), 153–158.

Anisa, N. A., & Indarjo, S. (2021). Indonesian Journal of Public Health and Nutrition
Perilaku Sehat Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 yang Mengalami Gangren di Puskesmas
Halmahera Kota Semarang. Ijphn, 1(1), 72–68.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/IJPHN

Ardiani, H. E., Permatasari, T. A. E., & Sugiatmi, S. (2021). Obesitas, Pola Diet, dan
Aktifitas Fisik dalam Penanganan Diabetes Melitus pada Masa Pandemi Covid-19.
Muhammadiyah Journal of Nutrition and Food Science (MJNF), 2(1), 1.
https://doi.org/10.24853/mjnf.2.1.1-12
Asaad, G., Sadegian, M., Lau, R., Xu, Y., Soria-Contreras, D. C., Bell, R. C., & Chan, C. B.
(2015). The reliability and validity of the perceived dietary adherence questionnaire for
people with type 2 diabetes. Nutrients, 7(7), 5484–
5496. https://doi.org/10.3390/nu7075231

Azis, W. A., Muriman, L. Y., & Burhan, S. R. (2020). Hubungan Tingkat


Pengetahuan dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 2(1), 105–114.
https://doi.org/10.37287/jppp.v2i1.52

Carolina, P. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan tentang


Diabetes Melitus pada Masyarakat di Kelurahan Pahandut Palangka Raya. Jurnal
Surya Medika, 4(1), 21–27. https://doi.org/10.33084/jsm.v4i1.347

Darmawan, S., Nani Hasanuddin Makassar, S., & Kemerdekaan, J. P. (2019). Kota Makassar,
Indonesia, 90245 2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Jl. P.
Kemerdekaan VIII, 1(24), 90245.

Darsini, Fahrurrozi, & Cahyono, E. A. (2019). Pengetahuan ; Artikel Review. Jurnal


Keperawatan, 12(1), 97.

Dhiyanti, A. Y., Tanuwijaya, L. K., & Arfiani, E. P. (2020). Analisis Kesesuaian Kandungan
Energi dan Zat Gizi Makro Rencana Menu dengan Standar Diet untuk Pasien Diabetes
Mellitus. Amerta Nutrition, 4(1), 1.
https://doi.org/10.20473/amnt.v4i1.2020.1-7

Giajati, S. A., & Kusumaningrum, N. S. D. (2020). Konsumsi Gizi Pada


Penyandang Diabetes Mellitus Di Masyarakat. Journal of Nutrition College, 9(1), 38–
43. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.26424

Guanabara, E., Ltda, K., Guanabara, E., & Ltda, K. (2021). faktor risiko kejadian diabetes
melitus. 9(2), 94–102.

Hannan, M., Muhith, A., Aliftitah, S., & Rochim, N. L. (2018). Promosi Kesehatan Dengan
Model Sesama Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Makan Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, 6(3), 294.
https://doi.org/10.33366/cr.v6i3.1041

Hardianto, D. (2021). Telaah Komprehensif Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala,


Diagnosis, Pencegahan, Dan Pengobatan. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia
(JBBI), 7(2), 304–317. https://doi.org/10.29122/jbbi.v7i2.4209

Hestiani, D. W. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan dalam


Pengelolaan Diet pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kora
Semarang. Journal of Health Education, 2(2), 137–145.
https://doi.org/10.15294/jhe.v2i2.14448

Anda mungkin juga menyukai