Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau keduanya (Perkeni, 2015). Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa
peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia
merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga
mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. Saat ini penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia (Perkeni, 2015).
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang kompleks dan kronis yang
membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dan pendidikan pengelolaan mandiri
serta dukungan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko
terjadinya komplikasi kronis (ADA, 2017).
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
World Health Organization/ WHO (2016), memperkirakan sebanyak 422 juta orang
dewasa hidup dengan DM. International Diabetic Foundation (IDF), menyatakan
bahwa terdapat 382 juta orangdi dunia yang hidup dengan DM, dari 382 jutaorang
tersebut, diperkirakan 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga
dimungkinkan berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan tanpa
pencegahan. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan naik menjadi 592
juta orang. Sedangkan IDF Atlas (2015), memaparkan bahwa 415 juta orang dewasa
menderita DM dan diperkirakan pada tahun 2040 penderita DM akan naik menjadi
642 juta orang. Indonesia juga menghadapi situasi ancaman diabetes serupa dengan
dunia. International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2017 melaporkan bahwa
epidemi Diabetes di Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat.
Indonesia adalah negara peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India, Amerika
Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes usia 20-79 tahun

1
sekitar 10,3 juta orang (KEMENKES, 2019). Sejalan dengan hal tersebut, Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) memperlihatkan peningkatan angka prevalensi Diabetes
yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018. Di
Jawa Timur sebanyak 605.974 orang pernah di diagnosis Diabetes oleh Dokter
dengan persentase 2,5 % (Riskesdas, 2018).
Pada penderita DM tipe 2 yang memiliki aktivitas yang rendah juga dapat
menjadi salah satu factor tidak terkontrolnya kadar gula darah puasanya. Aktivitas
fisik yang rendah dapat menyebabkan factor resiko independen untuk penyakit kronik
dan diestimasikan dapat menyebabkan kematian secara global. Kadar gula darah
puasa yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa resiko penyakit seperti
hipertensi, penyakit jantung koroner dan gagal ginjal (Nurayati & Adriani, 2017).
Salah satu aktivitas fisik yang bias dilakukan dengan relaksasi merupakan intervensi
yang dapat dilakukan pada pasien DM (Kaviani et al., 2014). Terapi relaksasi dapat
diperoleh melalui applied relaxation (AR) autogenic training (AT), mindfulness-
based therapy (MBT), meditation dan progressive muscle relaxation (Kim & Kim,
2018).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) merupakan teknik mengendurkan otot-
otot dengan ketegangan otot seluruh tubuh. Pada penatalaksanaan PMRmengarahkan
pada perhatian pasien dalam membedakan perasaan yang dialami kelompok otot pada
saat dilemaskan/relaksasi dengan kondisi saat tegang/kontraksi, dengan demikian
diharapkan klien mampu mengelola kondisi tubuh terhadap stresnya. Kemampuan
mengelola stress ini diharapkan klien dapat mengelola stresnya yang akan berdampak
pada kestabilan emosi klien (Najafi Ghezeljeh et al., 2017).
Menurut penelitian Kaviani et al (2014) dengan pengaruh relaksasi terhadap
gula darah dan tekanan darah pada pasien diabetes gestasional didapatkan hasil
bahwa terdapat penurunan gula darah dan tekanan darah setelah dilakukan relaksasi.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiaman konsep dasar dari Diabetes mellitus ?
2. Bagaiaman konsep dasar dari progressive muscle relaxation ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus?
4. Bagaimana menerapkan evidence based nursing pada pasien diabetes mellitus?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis secara umum mengenai asuhan keperawatan dan evidence
based nursing pada pasien diabetes mellitus
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar dari diabetes mellitus
2. Menjelaskan konsep dasar dari progressive muscle relaxation
3. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan diabetes
mellitus
4. Menganalisis penerapan evidence based nursing dalam asuhan keperawatan
diabetes mellitus

1.4 Manfaat
1. Bagi Klien
Diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut dengan menerapkan
evidence based nursing dalam pemberian asuhan keperawatan.
2. Bagi institusi pelayanan keperawatan
Pelayanan keperawatan khususnya para perawat dapat menambah ilmu
mengenai diabetes mellitus serta memberikan intervensi keperawatan kepada
klien sesuai dengan teori dan penelitian yang sudah ada.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak dapat
menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkannya. Diabetes adalah masalah kesehatan
masyarakat dan menjadi salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang
menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi
diabetes terus meningkat selama beberapa decade. (WHO Global Report, 2016).
Diabetes melitus merupakan salah satu jenis keadaan darurat kesehatan terbesar
dan menyebabkan kematian bersama dengan tiga besar penyakit lainnya yaitu
penyakit kardiovaskular, kanker dan penyakit pernapasan (IDF, 2017). Seseorang
dikatakan menderita diabetes melitus apabila orang tersebut memiliki kadar gula
darah puasa >126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl. Tes kadar gula
darah sewaktu adalah dimana meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
waktu 2 jam (PERKENI, 2015).
Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes adalah penyakit
kronis dan kompleks yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan
strategi mengendalikan berbagai risiko demi tercapainya target kontrol kadar glukosa
darah. Edukasi mengenai perawatan diri dan manajemen penyakit sangat penting
untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya
komplikasi jangka panjang (ADA, 2016).

4
2.1.2 Etiologi
Menurut Suyono (2013), prevalensi Diabetes mellitus secara global meningkat
disebabkan oleh peningkatan suatu populasi, maka dari itu dapat diprediksi bila suatu
saat atau lebih tepatnya lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade mendatang, kejadian
Diabtes mellitus tipe 2 di Indonesia akan meningkat dengan drastis yang disebabkan
oleh :
a. Faktor keturunan (genetik)
b. Faktor kegemukan (obesitas)
1. Perubahan gaya hidup dari makanan tradisional kearah makanan siap saji
dan berlemak
2. Makan berlebihan
3. Hidup santai, kurang gerak badan
c. Factor demografi
1. Jumlah penduduk meningkat
2. Banyaknya urbanisasi
3. Penduduk berumur ≥ 40 tahun meningkat
d. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
Menurut ADA (2015) berbagai proses patologis dapat berperan dalam
terjadinya kasus Diabetes mellitus, mulai dari kerusakan autoimun dan sel β pankreas
yang berdampak pada defisiensi insulin hingga kelainan metabolism karbohidrat,
lemak dan protein yang menyebabkan kurangnya kerja insulin pada jaringan raget.
Menurut ADA (2015) beberapa faktor risiko diabetes melitus yang tidak dapat
diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥ 45 tahun,
suku, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan ≥ 4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat badan rendah kurang dari
2,5 kg. Sedangkan faktor risiko yang dapat di ubah meliputi obesitas berdasarkan
IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥ 80 cm pada wanita dan ≥ 90 cm pada laki-laki,
kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia dan diet yang tidak sehat. Faktor
lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovary sindrome
(PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu

5
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya, memiliki riwayat
penyakit kardiovaskular seperti CVA atau stroke, penyakit jantung koroner (PJK),
peripheral arteial disease (PAD), konsumsi alkohol, faktor stres, riwayat merokok,
jenis kelamin, konsumsi kopi atau kafein.
Menurut Suyono (2013), kelompok resiko Diabetes mellitus adalah orang
dengan usia ≥ 45 tahun, atau kelompok usia yang lebih muda yang memiliki IMT >
23 kg/m² dengan disertai factor resiko sebagai berikut :
a. Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 4000 gram atau biasa disebut riwayat
Diabetes mellitus gestasional.
b. Keturunan pertama dari orang tua yang memiliki riwayat Diabetes mellitus.
c. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg
d. Riwayat penyakit kardiovaskuler.
e. Riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.
f. Kelesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl.
g. Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
berhubungan dengan resistensi insulin.
2.1.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Menurut Suyono (2013) tubuh membutuhkan bahan dalam membentuk sel baru
serta mengganti sel yang rusak, selain itu tubuh juga membutuhkan energi agar sel
dapat berfungsi dengan baik. Energi berasal dari makanan yang dikonsumsi sehari-
hari, baik berasal dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino)
dan lemak (asam lemak). Proses pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut lalu
ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran cerna, makanan dipecah
menjadi bahan dasar. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan
lemak menjadi asam lemak. Ketiga bahan makanan tersebut kemudian diserap oleh
usus masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk
digunakan oleh organ-organ tubuh sebagai energi. Zat makanan terlebih dulu akan
masuk menuju ke dalam sel untuk dapat diolah dan dapat berfungsi menjadi bahan
energi. Didalam sel, zat makanan termasuk glukosa akan dibakar melalui proses

6
kimia yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut proses
metabolisme. Dalam proses metabolisme tersebut insulin memiliki peranan yang
besar dalam memasukkan glukosa ke dalam sel sehingga nantinya dapat digunakan
sebagai bahan energi. Insulin ini merupakan hormone yang di produksi oleh sel beta
pancreas.
Pada kondisi normal, kadar insulin cukup dan sensitif, insulin akan ditangkap
oleh reseptor insulin pada permukaan sel otot, lalu membuka pintu masuk sel agar
glukosa dapat masuk yang kemudian akan dibakar menjadi energi atau tenaga.
Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal, sedangkan pada Diabetes mellitus
didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada keadaan kualitas insulinnya tidak
baik (resistensi insulin). Jumlah insulin yang tetap ada meskipun kurang reseptor,
namun karena adanya kelainan di dalam sel dimana pintu masuk sel tidak dapat
membuka sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel untuk di bakar (di
metabolisme). Akibatnya glukosa darah tetap berada diluar sel, sehingga kadar
glukosa dalam darah meningkat.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2018 diabetes dapat di
klasifikasikan sebagai berikut:
a. Diabetes Tipe 1, hal ini disebabkan karena rusaknya sel-β autoimun, yang
biasanya menyebabkan defisiensi atau kekurangan insulin absolut (mutlak).
b. Diabetes Tipe 2, hal ini disebabkan karena hilangnya progresif sekresi insulin
sel pada sel-β sering pada latar belakang resistensi insulin.
c. Diabetes Gestasional (kehamilan dengan diabetes) Diabetes terdiagnosis pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan, yang tidak jelas pada kehamilan
sebelumnya.
d. Jenis diabetes tipe spesifik lain Misalnya sindrom monogenik diabetes, seperti:
1. Cacat genetik fungsi sel beta, diabetes neonatal: MODY (Maturity Onset
Diabetes of the Young)
2. Penyakit pankreas eksokrin (seperti cystic fibrosis dan pankreatitis)

7
3. Diabetes yang di induksi obat atau kimia (seperti penggunaan
glukokortikoid dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi
organ).
2.1.5 Faktor Resiko
Menurut Ria (2017), faktor resiko diabetes militus dapat dikelompokkan
menjadi 2 antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Adapun beberapa faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu:1) ras etnik,
2) umur, 3) jenis kelamin, 4) riwayat keluarga dengan diabetes millitus, 5)
riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram, 6) riwayat lahir
dengan berat badan lahir rendah < 2500 gram.
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi (perilaku hidup yang kurang sehat)
Adapun beberapa faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu: 1) Berat badan
lebih, 2) obesitas abdominal/sentral, 3) kurang aktifitas fisik, 4) diet tidak sehat/
tidak seimbang, 5) merokok.
Menurut Perkeni (2015), pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan
diagnosis diabetes melitus dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan gejala klasik diabetes mellitus :
a. Kelompok dengan berat badan lebih atau Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari
23 kg/m3 yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik yang kurang.
2. First-degree relative diabetes melitus ( terdapat faktor keturunan diabetes
melitus dalam keluarga).
3. Kelompok ras atau etnis tertentu
4. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL lebih dari
4000 gram atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional
5. Hipertensi (lebih dari 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi.
6. HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida >250 mg/dl.
7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.

8
8. Riwayat prediabetes
9. Obesitas berat, akantosis nigrikans
10. Riwayat penyakit kardiovaskular
b. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.
2.1.6 Manifestasi klinis
Seseorang dikatakan menderita Diabetes Mellitus bila menderita dua dari tiga
gejala dibawah ini (ADA, 2015)
a. Keluhan “TRIAS” Diabetes mellitus (polidipsi, poliuri, dan penurunan berat
badan).
b. Kadar glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl (dikatakan puasa artinya
selama 8 jam tidak ada makanan kalori).
d. HbA1C ≥ 6,5%. HbA1C dipakai untuk memberikan informasi yang jelas dan
mengetahui sampai seberapa efektif terapi yang diberikan.
Menurut Perkeni (2015), gejala diabetes melitus dibedakan menjadi 2 yaitu akut
dan kronik :
a. Gejala akut diabetes melitus yaitu:
1. Poliphagia (banyak makan)
2. Polidipsia (banyak minum)
3. Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari)
4. Nafsu makan bertambah namun berat badan turun secara cepat yaitu antara
(5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) dan mudah lelah.
b. Sedangkan gejala kronik diabetes melitus yaitu:
1. Sering kesemutan
2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum
3. Rasa kebas dikulit
4. Sering kram
5. Mudah mengantuk
6. Kelelahan
7. Pandangan mulai kabur

9
8. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
9. Kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi
10. Pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg atau 4000 gram.
2.1.7 Diagnosa
Menurut Perkeni (2015), Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena, agar lebih
valid hasilnya maka sebaiknya pemeriksaan glukosa darah di laboratorium yang
terpercaya, sesuai kondisi juga dipakai bahan darah lengkap, vena ataupun kapiler
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO atau world health organization (Soegondo, Soewondo &
Subekti, 2011).
Menurut ADA (2017), diabetes dapat di diagnosis berdasarkan kriteria glukosa
plasma, baik glukosa plasma puasa (FPG) atau nilai glukosa plasma 2 jam setelah tes
toleransi glukosa oral 75 g (OGTT) atau A1C. Tes yang sama digunakan untuk
menyaring dan mendiagnosa diabetes dan untuk mendeteksi individu dengan
prediabetes. Prediabetes di definisikan sebagai FPG 100-125 mg / dL (5,6-6,9 mmol /
L); OGTT 2-jam 140-199 mg / dL (7,8-11,0 mmol / L); atau A1C 5,7–6,4% (39–47
mmol / mol).
Menurut Perkeni (2015), hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau kriteria diabetes melitus digolongkan kedalam kelompok prediabetes
yang meliputi: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa
Terganggu (GDPT).
a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam
<140 mg/dl.
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl.
c. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.

10
d. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c ysng menunjukkan angka 5,7-6,4 %.
Tabel 1. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes

HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2


puasa (mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥126 mg/dl ≥ 200 mg/dl
Prediabetes 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 < 100 < 140
(PERKENI, 2015)

2.1.8 Pentalaksanaan
Menurut Perkeni (2015) tujuan penatalaksanaan secara umum adalah
meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes melitus. Tujuan penatalakanaan
meliputi :
a. Tujuan jangka pendek: Menghilangkan keluhan diabetes melitus, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
1. Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama.
Menurut ADA (2017) komponen evaluasi medis diabetes komprehensif terbagi
menjadi tiga, yaitu:
a) Riwayat kesehatan atau riwayat penyakit
1) Usia dan karakteristik onset diabetes (misalnya, ketoasidosis diabetik
[DKA], temuan laboratorium tanpa gejala).
2) Pola makan, status gizi, riwayat berat badan, perilaku tidur (pola dan
durasi), dan aktivitas fisik, kebiasaan, pendidikan nutrisi dan sejarah dan
kebutuhan dukungan perilaku

11
3) Penggunaan obat komplementer dan alternatif
4) Adanya komorbid umum dan penyakit gigi
5) Layar untuk depresi, kecemasan, dan gangguan makan dengan
menggunakan pengukuran yang valid dan sesuai
6) Screen untuk diabetes marabahaya menggunakan langkah yang
divalidasi dan sesuai
7) Layar untuk masalah psikososial dan hambatan lain untuk manajemen
diri diabetes seperti keuangan terbatas, logistik, dan sumber daya
pendukung
8) Sejarah penggunaan tembakau, konsumsi alkohol dan penggunaan zat
9) Riwayat dan kebutuhan DSME dan DSMS
10) Peninjauan rejimen pengobatan sebelumnya dan tanggapan terhadap
terapi (catatan A1C)
11) Menilai perilaku pengambilan obat dan hambatan untuk kepatuhan
minum obat
12) Hasil pemantauan glukosa dan penggunaan data pasien
13) Frekuensi, keparahan, dan penyebab DKA
14) Episode hipoglikemia, kesadaran, frekuensi, dan penyebab
15) Riwayat peningkatan tekanan darah dan lipid abnormal
16) Komplikasi mikrovaskular: retinopati, nefropati, dan neuropati
(sensorik, termasuk riwayat kaki lesi: otonom, termasuk disfungsi
seksual dan gastroparesis)
17) Komplikasi makrovaskular: penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular dan penyakit arteri perifer
18) Untuk perempuan dengan kapasitas melahirkan, periksa kontrasepsi dan
perencanaan prakonsepsi.

b) Pemeriksaan fisik
1) Tinggi, berat badan, dan BMI: pertumbuhan dan perkembangan pubertas
pada anak-anak dan remaja

12
2) Penentuan tekanan darah, termasuk pengukuran ortostatik saat
diindikasikan
3) Pemeriksaan funduskopi
4) Palpasi tiroid
5) Pemeriksaan kulit (misalnya, untuk acanthosis nigricans dan injeksi
insulin atau tempat pemasangan infus set)
6) Pemeriksaan kaki komprehensif: a) Inspeksi, b) Palpasi dorsalis pedis
dan denyut nadi tibia posterior, c) Adanya/ tidak adanya refleks patella
dan Achilles, d) Penentuan sensasi proprioception, getaran dan
monofilament
c) Evaluasi Laboratorium
1) Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah
TTGO.
2) Pemeriksaan kadar HbA1c
Menurut Perkeni (2015) penatalaksanaan khusus salah satunya adalah dengan
penapisan komplikasi yaitu penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap
penderita yang baru terdiagnosis diabetes melitus melalui pemeriksaan:
a) Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida.
b) Tes fungsi hati
c) Tes fungsi ginjal kreatinin serum dan estimasi GFR
d) Tes urin rutin
e) Albumin urin kuantitatif
f) Rasio albumin kreatinin sewaktu
g) Elektrokardiogram
h) Foto rontgen thoraks (bila ada indikasi TBC, penyakit jantung kongestif)
i) Pemeriksaan kaki secara komprehensif
2. Penatalaksanaan Khusus
a) Edukasi

13
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
1) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Primer yang meliputi :
(a) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
(b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
(c) Penyulit DM dan risikonya.
(d) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
(e) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
(f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri
tidak tersedia).
(g) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
(h) Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
(i) Pentingnya perawatan kaki.
(j) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
2) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan
Sekunder dan/atau Tersier, yang meliputi:
(a) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
(b) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
(c) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
(d) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
(e) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
(f) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.

14
(g) Pemeliharaan / perawatan kaki.
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah
memenuhi anjuran:
(a) Mengikuti pola makan sehat.
(b) Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur
(c) Menggunakan obat DM dan obat lainyapada keadaan khusus secara
aman dan teratur.
(d) Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan
pengobatan.
(e) Melakukan perawatan kaki secara berkala.
(f) Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan
sakit akut dengan tepat.
(g) Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan
mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta
mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang DM.
(h) Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:
(a) Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari
terjadinya kecemasan.
(b) Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
(c) Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi.
(d) Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan
keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap
tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan
diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium.
(e) Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima.

15
(f) Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
(g) Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
(h) Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya.
(i) Gunakan alat bantu audio visual.
b) Terapi Nutrisi Medis (TNM), yang meliputi:
1) Karbohidrat
2) Lemak
3) Protein
4) Natrium
5) Serat
6) Pemanis alternatif
c) Kebutuhan kalori, faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu:
1) Jenis kelamin
2) Umur
3) Aktivitas fisik atau pekerjaan
4) Stress metabolik
5) Berat badan
d) Jasmani atau olahraga/ latihan
e) Terapi farmakologis
1) Obat antihiperglikemi oral
2) Obat antihiperglikemia suntik
(a) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
(1) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
(2) Penurunan berat badan yang cepat
(3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
(4) Krisis hiperglikemia
(5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

16
(6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
(7) Kehamilan dengan diabetes gestasional yang tidak terkendali
(8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berarti.
(9) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
(10) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis lama kerja insulin. Berdasarkan lama kerja insulin terbagi
menjadi 5 jenis, yakni:
(1) Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
(2) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
(3) Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
(4) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
(5) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
(6) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin).
(b) Agonis GLP-1/ incretin mimetic
Pengobatan dasar dengan peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan diabetes melitus. Agonis GLP-1
dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.
(c) Terapi kombinasi
Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama
dalam penatalaksanaan diabetes melitus, namun bila diperlukan
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat
antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian
kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin dimulai
dengan pemberian insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang). Insulin kerja menengah harus diberikan pada jam 10

17
malam menjelang tidur, sedangkan insulin kerja panjang dapat
diberikan sejak sore sampai sebelum tidur.

2.2 Konsep Progressive Muscle Relaxation (PMR)


2.2.1 Definisi
Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah suatu teknik dengan
mengendurkan otot-otot oleh ketegangan otot untuk mengatur seluruh tubuh
(Ghezeljeh et al., 2017). Lalu PMR menurut Carver & O’Malley (2015) adalah suatu
pilihan atau altenatif dengan melibatkan ketegangan dan relaksasi pada kelompok
otot tubuh dan mudah untuk mengajari, murah, aman dan efektif.
PMR merupakan salah satu intervensi yang bisa berikan untuk pasien DM
karena memiliki efek relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan PMR ini
mampu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas
sehingga kualitas hidup pasien DM meningkat (Smeltzer & Bare, 2008).
Progressive Muscle Relaxation adalah terapi relaksasi dengan gerakan
mengencangkan dan melemaskan otot –otot pada satu bagian tubuh pada satu waktu
untuk memberikan perasaan relaksasi secara fisik. Gerakan mengencangkan dan
melemaskan secara progresif kelompok otot ini dilakukan secara berturut-turut. Pada
saat melakukan PMR perhatian pasien diarahkan untuk membedakan perasaan yang
dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam
kondisi tegang. (Molassiotis et al. 2002; Smeltzer et al. 2013 dalam Nuwa, Kusnanto
& Utami, 2018). Menurut Greenberg (2002) dalam Mashudi (2011) mengatakan
bahwa relaksasi akan memberikan hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan
dengan waktu selama 25-30 menit pada pagi dan sore hari.
2.2.2 Indikasi
Indikasi PMR menurut Nuwa, Kusnanto & Utami (2018) yaitu :
a. Teknik relaksasi otot dilaporkan efektif dalam mengurangi ketegangan otot
ditubuh, perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik, termasuk penurunan denyut
nadi, tekanan darah, dan fungsi neuroendokrin pada orang yang mengalami

18
kecemasan. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa PMR dkapat berfungsi
sebagai metode relaksasi bagi pasien yang menjalani kemoterapi (Helen 2015)
b. Penelitian Molassiotis et al. (2002) merekomendasikan PMR sebagai terapi
pelengkap sebagai antiemetik pada pasien kanker yang mengalami efek
samping kemoterapi. Dalam penelitiannya juga dijeaskan bahwa PMR dapat
mengurangi distress akibat kemoterapi.
c. Penelitian Isa et al. (2013) PMR direkomendasikan sebagai intervensi untuk
perbaikan pada kualitas hidup pasien kanker prostat.
d. Penelitian Dayapo (2015) menunjukan PMR dapat meningkatkan kualitas tidur
dan menurunkan level kelelahan pada pasien penyakit paru obstruktif.
e. Penelitian Zhou et al. (2015) diketahui PMR dapat mengurangi depresi,
kecemaasan dan lama perawatan pada pasien kanker payudara setelah menjalani
radikal mastectomy.
f. Penelitian Tsitsi et al. (2017) diketahui bahwa kombinasi PMR dan Guided
Imagery dapat menurunkan kecemasan dan memperbaiki mood orang tua pada
orang tua yang anaknya dirawat dengan kanker di rumah sakit.
2.2.3 Kontraindikasi
Snyder & Linquist (2002) dalam Nuwa, Kusnanto & Utami (2018) menjelaskan
bahwa selama melakukan latihan PMR terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain : jika pasien mengalami distres emosional selama melakukan PMR maka
dianjurkan untuk menghentikan dan mengkonsultasikannya kepada perawat atau
dokter. Perlu juga menjadi perhatian dalam memberikan terapi pada pasien kanker
terhadap aspek kelelahanya, pasien sebaiknya jangan dipaksakan. Adapun beberapa
hal yang dapat menjadi kontraindikasi PMR antara lain : cedera akut atau
ketidaknyamanan muskuloskeletal, infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung berat
atau akut. Latihan PMR juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit (Program
Magister dan Ners Spesialis Keperawatan Jiwa, 2016).

19
2.2.4 Manfaat
Stuart & Laraia (2005) dalam Nuwa, Kusnanto & Utami (2018) menjelaskan
bahwa seseorang yang mengalami ansietas akan mengalami ketidakseimbangan
secara fisik seperti perubahan pada tanda-tanda vital, gangguan pola makan, pola
tidur dan adanya ketegangan otot. Kecemasan mencetuskan beberapa sensasi dan
perubahan fisik, meliputi peningkatan aliran darah menuju otot, ketegangan otot,
mempercepat atau memperlambat pernapasan, meningkatkan denyut jantung dan
menurunkan fungsi digestif. Ketegangan otot merupakan salah satu tanda yang sering
terjadi pada kondisi stress dan ansietas yang merupakan persiapan tubuh terhadap
potensial kejadian berbahaya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pada kondisi
ansietas, individu akan memerlukan banyak energi untuk mengembalikan
ketidakseimbangan yang terjadi akibat respon ansietas yang dialami (Program
Magister dan Ners Spesialis Keperawatan Jiwa, 2016). Jacobson (1938) dalam Nuwa,
Kusnanto & Utami (2018) mengatakan manfaat PMR adalah untuk mengurangi
komsumsi oksigen tubuh, laju metabolisme tubuh, laju pernapasan, ketegangan otot,
kontraksi ventricular prematur dan tekanan darah sistolik serta gelombang alpha otak
serta dapat meningkatkan beta endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler.
Relaksasi dapat digunakan sebagai keterampilan koping yang aktif jika digunakan
untuk mengatasi kecemasan.
2.2.5 Mekanisme PMR terhadap Gula Darah
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Hidayati (2018) PMR dapat menurukan
gula darah pada pasien DM. Dengan memunculkankondisi rileks. Pada kondisi ini
terjadi perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otakdimana aktivasi menjadi
inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaantenang baik fisik maupun
mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunkankecepatan metabolisme
tubuh dalam hal ini mencegah peningkatangula darah. Hipofisis anterior juga inhibisi
sehingga ACTH yang menyebabkan sekresikortisol menurun sehingga proses
gluconeogenesis, katabolisme protein dan lemak yangberperan meningkatkan gula
darah akan menurun. Hal ini selaras menurut Dafianto (2016) dalam Simamora &
Simanjuntak (2017) setelah melakukan PMR, pasien akan rileks dan ada beberapa

20
efek yang ditimbulkan seperti kecepatan kontraksi jantung menurun dan merangsang
sekresi hormon insulin. Dominasi sistem saraf parasimpatis akan merangsang
hipotalamus untuk menurunkan sekresi corticotropin releasing hormone (CRH).
Penurunan CRH akan mempengaruhi adenohipofisis untuk mengurangi sekresi
hormon adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini dapat menghambat proses
glukoneogenesis dan meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel, sehingga kadar gula
darah yang tinggi akanmenurun dan kembali dalam batas normal.
2.2.6 Prosedur PMR
Prosedur dalam penatalaksanaan PMR menurut Program magister dan Ners
Spesialis Keperawatan Jiwa (2015) yaitu : Minta klien untuk melepaskan kacamata
dan jam tangan serta melonggarkan ikat pinggang (jika klien menggunakan ikat
pinggang) Atur posisi klien pada tempat duduk atau ditempat tidur yang nyaman.
Anjurkan klien menarik nafas dalam hembuskan secara perlahan (3-5 kali) dan
katakan rileks (saat menginstruksikan pertahankan nada suara lembut) Terapis
mendemonstrasikan gerakan 1 sampai dengan 6 yaitu mulai proses kontraksi dan
relaksasi otot diiringi tarik nafas dan hembuskan secara perlahan meliputi :
a. Gerakan 1 : Gerakan pertama ditujukan untuk otot dahi dan mata yang dilakukan
dengan cara mengerutkan dahi dan alis sekeras-kerasnya, memejamkan mata
sekuat-kuatnya hingga kulit terasa mengerut dan dirasakan ketegangan disekitar
dahi, alis dan mata. Lemaskan dahi, alis dan mata secara perlahan hingga 10 detik
lakukan kembali sekali lagi.
b. Gerakan 2 : Gerakan kedua bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang
dialami oleh otot-otot pipi dengan cara mengembungkan pipi sehingga terasa
ketegangan di sekitar otot-otot pipi. Lemaskan dengan cara meniup secara
perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.
c. Gerakan 3: Gerakan ketiga ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar
mulut. Moncongkan bibir ke depan sekeras-kerasnya hingga terasa tegang di
mulut. Lemaskan mulut dan bibir secara perlahan hingga 10 detik lakukan
kembali sekali lagi.

21
d. Gerakan 4: Gerakan keempat bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang
dialami oleh otot-otot rahang dan mulut dengan cara mengatupkan mulut sambil
menggigit gigi sekuat-kuatnya sambil tarik lidah ke belakang sehingga terasa
ketegangan di sekitar otototot rahang. Lemaskan mulut secara perlahan hingga 10
detik lakukan kembali sekali lagi.
e. Gerakan 5: Gerakan kelima ditujukan untuk otot-otot leher belakang. Klien
dipandu untuk menekankan kepala kearah punggung sedemikian rupa sehingga
terasa tegang pada otot leher bagian belakang. Lemaskan leher secara perlahan
hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.
f. Gerakan 6: Gerakan keenam bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan.
Gerakan ini dilakukan dengan cara tekuk atau turunkan dagu hingga menyentuh
dada, kemudian pasien diminta untuk membenamkan dagu ke dadanya sehingga
dapat merasakan ketegangan di daerah leher bagian depan. Lemaskan dan angkat
dagu secara perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.
Demonstrasikan kembali gerakan 1 sampai dengan 6. Ingat gerakan 1 sampai
dengan 6 dalam terapi PMR ini.
Gerakan 7 sampai dengan 13 yaitu mulai proses kontraksi dan relaksasi otot diiringi
tarik nafas dan hembuskan secara perlahan meliputi :
g. Gerakan 7 :Gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi
untuk mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara
mengangkat kedua bahu kearah telinga setinggi. Lemaskan atau turunkan kedua
bahu secara perlahan hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi. Fokus
perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung
atas dan leher
h. Gerakan 8: Gerakan ketujuh ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan
dengan cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
Selanjutnya pasien diminta membuat kepalan ini semakin kuat sambil merasakan
sensasi ketegangan yang terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, pasien dipandu
untuk merasakan rileks selama 10 detik. Gerakan pada tangan kiri dilakukan dua

22
kali sehingga pasien dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan
keadaan rileks yang dialami. Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan
i. Gerakan 9: Gerakan kesembilan adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian
belakang. Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua pergelangan tangan
ke belakang secara perlahan hingga otot-otot tangan bagian belakang dan lengan
bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit. Lemaskan atau turunkan
kedua tangan secara perlahan hingga 10 detik. Lakukan kembali sekali.
j. Gerakan 10: Gerakan kesepuluh adalah untuk melatih otot-otot lengan atau
biseps. Otot biseps adalah otot besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan.
Gerakan ini diawali dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi
kepalan kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot‐otot lengan
bagian dalam menegang. Lemaskan atau turunkan kedua tangan secara perlahan
hingga 10 detik lakukan kembali sekali lagi.
k. Gerakan 11: Gerakan sebelas bertujuan untuk melatih otot-otot punggung.
Gerakan ini dapat dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
lalu busungkan dada dan lengkungkan punggung ke belakang dan dipertahankan
selama 10 detik. Lemaskan punggung hingga 10 detik lakukan kembali sekali
lagi. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-
otot menjadi lemas.
l. Gerakan 12: Gerakan dua belas bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menarik perut kearah dalam atau mengempiskan
sekuat-kuatnya. Tahan selama 10 detik hingga perut terasa kencang dan tegang.
Lemaskan perut secara perlahan hingga 10 detik, lakukan kembali sekali lagi
m. Gerakan 13: Gerakan tiga belas ditujukan untuk otot‐otot betis. Gerakan ini
dilakukan dengan cara menarik kedua telapak kaki kearah dalam sekuat-kuatnya
dan kedua tangan berusaha menggapai ibu jari hingga terasa tegang di kedua betis
selama 10 detik. Lemaskan kedua kaki secara perlahan hingga 10 detik, lakukan
kembali sekali lagi.

23
1.3 Keaslian Penelitian
No Judul Metode Hasil
1 Effect of progressive D : Experimental study There was significant reduction in
muscle relaxation S : 40 sample hipertensive blood pressure to normal value
combined with deep patient coming to department of after giving progressive muscle
breathing technique sharee B.G patel College of relaxation and deep breathing
immediately after Phsycotherapy, Anand technique which is not possible
aerobic exercises on V : Independen : Progressive for hypertensive subjects only
essential muscle relaxation, Deep with medication after
hypertension(Gupta, breathing technique exertion.Significant higher
2014) immediately dan Aerobic reduction in systol BP was found
exercise. Dependen : after Progressive Muscle
Hypertension Relaxation and Deep Breathing
A : Paired t-test pre and post Technique (day2) came to normal
I : Sphigmomanometer used value as compared to that of
for measurement for BP, resting (day 1).
stethoscope and stop watch
2 The effect progressive D : Randomized controlled PMR had no significant impact on
muscle relaxation on S : 70 patients with type 2 DM HbA1c levels andHRQoL in
glycated hemoglobin at Institute of Firoozgar patients with type 2DM. Further
and health-related Hospital, Tehran, Iran studies with larger sample size
quality of life in patient V : Independen : Progressive and longer follow-up are needed
with type 2 diebetes muscle relaxation. Dependen : to improve QoL in patients with
mellitus (Ghezeljeh et Glycated hemoglobin and type 2 DM.The results showed
al, 2017) health-related quality of life that there were no significant
A : Independent t-test differences in terms of HbA1c
I : Progressive muscle levels and HRQoL scores
relaxation, glycated between the PMR and control
hemoglobin and helath-related groups 12 weeks after
quality of life intervention. However, in the
A chronbach’s alpha of 0.77 PMR group, the intervention led
to a significant reduction in
HbA1c levels (P=0.04) and a
significant increase in
totalHRQoL score (P=0.045) and
its psychosocial dimension
(P=0.019).
3 Effectiveness of a D : A randomized non- There was a statistically
relaxation intervention S : 54 eligible parent of significantdifference of the
(progressive muscle children hospitalized was subjects in the intervention group
relaxation and guided conducted between April 2012 in HAM-A scale between the T0
imagery tecniques) to to ovtober 2013 (14,67±9,93) and T1 (11,70
reduce anxiety and V : progressive muscle ±8,15) measurements (p=0,008)
improve mood of parent relaxation, guided imagery compared to the control group in
of hospitalized children techniques, reduce anxiety and which a borderline difference
with malignancies: A improve mood (16,00 ±11,52 vs 13,33±8.38) wa
randomized controlled A : Analysis of convariance found (p=0,066).
trial in Republic of (ANCOVA)
Cyprus and Greece I : Anxiety levels (HAM-A)
(Tsitsi T et al, 2017) and mood changes (POMSb)

24
4 Effect of progressive D : Randomized controlled Progressive muscle relaxation is
muscle relaxation on trialS : Sixty-four out of 88 highly effective in reducing acute
state anxiety and eligible patients with feelings of stress andanxiety in
subjective well-being in schizophrenia.V : Independen : patients with schizophrenia. A
people with Progressive muscle reduction in stress and state
schizophrenia : a relaxationDependen : Anxiety anxiety is associated with
randomized controlled and well-beingA : ANOVA anincrease in subjective well-
trial(Vancampfortet al, significance level 0.05I : being p<0,05 (two tailed) in
2011) Progressive muscle relaxation, anxiety p<-0,47, stres p>-0,51 and
Questionnaires state anxiety well being p<1,00
inventory, subjective exercise
experiences scale and psychosis
evaluation tool for common use
by caregivers
5 Pengaruh progressive D : Quasy eksperimental Latihan PMR yang dilakukan 2
muscle relaxation S : 70 responden yang terpilih kali sehari selama 3 hari berturut-
terhadap dtres dan berdasarkan criteria inklusi dan turut dapat menurunkan stress dan
penurunan gula darah ekslusi kadar gula darah pada pasien DM
pada pasien diabetes V : Variabel independen : PMR tipe 2 secara signifikan.
mellitus tipe 2 (progressive muscle
(Herlambang U, dkk., relaxation). Variabel dependen:
2019) stress dan penurunan gula darah
A : Wilcoxon dan paired t-test
I : koesioner dan pengukuran
kadar glukosa darah pra-
prandial

6 Pengaruh kombinasi D : Quasi eksperimantal Hasil penelitian menunjukkan


PMR (progressive S : 34 responden yang dibagi rata-rata kadar gula kelompok
muscle relaxation) manjadi 17 kelompok intervensi sebelum dilakukan 310
dengan music terhadap intervensi dan 17 kelompok mg/dl dan sesudah latihan 221
kadar gula darah pada control mg/dl. Sedangkan kelompok
pasien diabetes mellitus V : Variabel independen : PMR control sebelum diberikan
tipe 2 di Rumah Sakit (progressive muscle relaxation) tindakan sesuai standar rumah
Jemursari Surabaya dengan music. Variabel sakit didapatkan rata-rata 310
(Farida D, dkk., 2018) dependen : kadar gula darah mg/dl dan sesudah didapatkan
A : Uji paired t-test dan rata-rata 296 mg/dl.
independent t-test Jadi kombinasi PMR dengan
I : lembar observasi kadar gula music yang rutin dilakukan
darah mampu menurunkan kadar gula
darah.

25
BAB 3
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
3.1 Analisa SWOT
Setelah menjalani proses praktik klinis di Ruang Shofa Marwah RSI Ahmad
Yani Surabaya selama 2 minggu didapatkan diagnosa medis sebagai berikut

Tabel 3.1 Daftar Diagnosa Medis tanggal 11-21 November 2019 Ruang Shofa
Marwah

No Tanggal Masuk Nama Pasien Diagnose Medis

1 11-11-19 Tn. B DHF

2 11-11-19 Ny. T DM Hiperglikemia

3 11-11-19 Ny. D DM + Anemia

4 12-11-19 Tn. R Kolik Renal

5 12-11-19 Tn. H Miltiple Limfoma

6 12-11-19 Ny. M Febris

7 13-11-19 Ny. F GEA

8 13-11-19 Tn. S Dispepsia + DM

9 14-11-19 Ny. E Stroke

10 14-11-19 Tn. S DM + Hipertensi

11 18-11-19 Tn. I Congesti Heart Failure

12 18-11-19 Ny. V DM + Dispepsia

13 18-11-19 Tn. E Dispepsia + Vertigo

14 19-11-19 Tn. G DM + Stroke

15 19-11-19 Ny. K DM Hiperglikemia

16 19-11-19 Ny. L Febris + GEA

17 19-11-19 Tn. J DM + Hipertensi

18 19-11-19 Ny. S DHF

26
19 19-11-19 Ny. S DM + CKD

20 19-11-19 Ny. T DM + Dispepsia

21 20-11-19 Tn. T DM Hiperglikemia

22 20-11-19 Tn. S DM + Hipertensi

23 20-11-19 Ny. N DM + Dispepsia

24 21-11-19 Ny. M Dispepsia + Vomiting

25 21-11-19 Ny. R DM + CKD + Anemia

26 21-11-19 Tn. T Demam Thypoid

Sumber : Rekam Medis Ruang Shofa Marwah

Gambar 3.1 Diagram Penyakit Terbanyak 11-21 November 2019


14
14
12
10
8
6 5

4 3
2 2 2 2 2 2
2 1 1 1 1 1 1

Jumlah

Sumber : Rekam Medis Ruang Shofa Marwah

Untuk menganalisis masalah tingginya angka penemuan kasus Diabetes


Mellitus pada pasien Ruang Shofa Marwah Rumah Sakit Islam Ahmad Yani

27
Surabaya, berdasarkan analisis menggunakan sistem SWOT (Strength,
Weakness, Opportunity, dan Threat) dapat dilihat sebagai berikut:
A. Strength
1. Ruang Shofa Marwah memiliki tenaga kesehatan dengan tingkat
pendidikan yang baik.
2. Berjalannya program pemantauan kasus terbanyak sebagai bahan
evaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
3. Ditemukan peningkatan kasus diabetes mellitus selama 2 minggu
terakhir
B. Weakness

1. Penerapan terapi dengan tinjauan evidence based nursing belum


maksimal
2. Metode penyampaian informasi mengenai penenganan diabetes
mellitus secara non farmakologi masih kurang menarik.
C. Oppurtunity
1. Memiliki perawat dengan rata-rata pendidikan sarjana keperawatan.
Hal ini dapat dijadikan kesempatan memberikan edukasi evidence
based nursing agar membantu menjadi perawat yang siaga secara non
farmakologi dan farmakologi.
2. Perawat ruangan dan tim medis lainnya memberi kesempatan dan
dukungan penuh dilaksanakannya jurnal reading.
D. Threat
1. Jumlah diabetes melitus masih banyak bahkan Indonesia menempati
urutan ke 4 didunia, yang sebenarnya faktor terjadinya peningkatan
jumlah tersebut karena gaya hidup yang kurang baik

Tabel 3.2 Kesimpulan Analisis SWOT

28
Strength Weakness

Meningkatkan kerjasama Mengadakan pelatihan


lintas perawat untuk kembali pada tenaga
pengendalian kesehatan mengenai terapi
Oppotunity
penanganan kadar gula non farmakologi secara
darah diabetes melitus continue
secara non farmakologi

Meningkatkan motivasi, Mengadakan penyuluhan


pengetahuan dan tentang penyakit diabetes
pelatihan untuk mellitus dan pentingnya gizi
Threat masyarakat mengenai pada penderita diabetes
pengendalian penyakit mellitus
diabetes mellitus secara
non farmakologi.

3.2 Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka dapat disusun
beberapa alternatif pemecahan masalah yaitu : “Mengadakan jurnal reading
sebagai penanganan non farmakologi penyakit diabetes mellitus”
3.3 Prioritas Pemcahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah metode MCUA. Hal ini
dilakukan setelah identifikasi penyebab-penyebab yang paling mungkin dan
mempunyai daya ungkit yang paling besar terhadap pemecahan masalah bila
berhasil dihilangkan.
Setelah hal tersebut dilakukan maka dibuat beberapa alternatif pemecahan
masalah dengan memperhatikan hal-hal di bawah ini:
a. Pendanaan yang paling kecil
b. Ketersediaan sumber daya
c. Memerlukan waktu yang cepat untuk penerapan
d. Mudah penerapannya
e. Mendapat perhatian dari masyarakat

29
f. Ketersediaan sarana dan prasarana
3.4 Kebijakan Pelaksanaan dan Pokok-Pokok Kegiatan
a. Kegiatan-kegiatan pokok
Pokok kegiatan meliputi:

1. Tahap persiapan meliputi pencarian jurnal (EBN) dan penyusunan


rencana kegiatan dan koordinasi dengan ketua ruangan, pembimbing
akademik dan pembimbing klinik mengenai kegiatan penyuluhan.
2. Tahap pengorganisasian meliputi pembentukan instruktur dan
pembicara.
3. Tahap pelaksanaan. Aplikasi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
terhadap penderita diabetes yang dirawat di ruang Shofa Marwah pada
minggu ke 2 yaitu tanggal 20 – 21 November 2019. Kegiatan jurnal
reading terus berlanjut baik di Ruang Shofa Marwah dihadiri ketua
ruangan, perawat ruangan, pembimbing klink dan pembimbing
akademik.
4. Tahap evaluasi. Penderita diabetes mellitus dapat mengikuti kegiatan
Progressive Muscle Relaxation (PMR) dengan baik. Perawat ruang
Shofa Marwah memberikan apresisasi dan dukungan penuh
dilaksanakannya aplikasi Progressive Muscle Relaxation (PMR).
3.5 Penerapan Terapi Inovasi Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Adapun penerapan hasil penelitian yang akan diuraikan dalam bab ini.
Dalam bab ini akan dibahas alasan diterapkannya hasil dari penelitian ini
adalah dikarenakan setelah menjalani proses praktik klinis di Ruang Shofa-
Marwah di RSI A Yani Surabaya selama 2 minggu banyak ditemukan pada
pasien Diabetes Mellitus Pada pasien kelolaan laporan ini ditemukan dengan
diagnose medis Diabetes Mellitus + Dispepsia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, bahwa pasien diabetes mellitus
dengan gaya hidup yang tidak baik seperti tidak mengontrol diet sesuai
anjuran dokter, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung

30
banyak gula, suka mengkonsumsi makanan berlamak dalam jumlah banyak,
serta jarang melakukan olahraga, hal ini dapat memicu terjadinya peningkatan
pada kadar glukosa dalam darah atau keadaan hiperglikemia. Upaya yang
harus dilakukan oleh penderita dengan diabetes mellitus untuk menjaga agar
gula dalam darah tetap stabil dan mencegah terjadi komplikasi yaitu dengan
menerapkan lima pilar penanganan diabetes mellitus diantaranya : edukasi,
diet nutrisi, farmakologi, pengendalian kadar gula adarah serta latihan
jasmani, (Soelistijo, 2015). Latihan jasmani yang dapat dilakukan diantaranya
Progressive Muscle Relaxation (PMR).
Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah suatu teknik dengan
mengendurkan otot-otot oleh ketegangan otot untuk mengatur seluruh tubuh
(Ghezeljeh et al., 2017). Lalu PMR menurut Carver & O’Malley (2015)
adalah suatu pilihan atau altenatif dengan melibatkan ketegangan dan
relaksasi pada kelompok otot tubuh dan mudah untuk mengajari, murah, aman
dan efektif.
PMR merupakan salah satu intervensi yang bisa berikan untuk pasien DM
karena memiliki efek relaksasi dan kemampuan pengelolaan diri. Latihan
PMR ini mampu mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan
imunitas sehingga kualitas hidup pasien DM meningkat (Smeltzer & Bare,
2013).

31
Tabel 3.3 Daftar pasien diabetes melitus dengan pemberian inovasi
keperawatan

Identitas Diagnosa Waktu Pre Inovasi Post Inovasi Keterangan


Pasien Medis Pelaksanaan
Ny. S DM + 20 November Kadar GDA Kadar GDA = Terapi inovasi
61 Tahun CKD 2019 = 378 205 Progressive
(21 November Muscle
2019 kadar Relaxation
glukosa darah (PMR)
acak diberikan
mengalami selama 2 kali
penurunan) sehari pada
siang dan
malam hari
sebelum tidur
dengan durasi
selama ±20
menit
Ny. T DM + 20 November Kadar GDA Kadar GDA = Terapi inovasi
54 Tahun Dispepsia 2019 = 238 159 Progressive
(21 November Muscle
2019 kadar Relaxation
glukosa darah (PMR)
acak diberikan
mengalami selama 2 kali
penurunan) sehari pada
siang dan
malam hari
sebelum tidur
dengan durasi
selama ±20
menit
Tn. T DM + 20 November Kadar GDA Kadar GDA = Terapi inovasi
64 Tahun Hiperglike 2019 = 291 251 Progressive
mia (21 November Muscle
2019 kadar Relaxation
glukosa darah (PMR)
acak diberikan
mengalami selama 2 kali
penurunan) sehari pada
siang dan

32
malam hari
sebelum tidur
dengan durasi
selama ±20
menit
Tn. S DM + 20 November Kadar GDA Kadar GDA = Terapi inovasi
71 Tahun Hipertensi 2019 = 293 203 Progressive
(21 November Muscle
2019 kadar Relaxation
glukosa darah (PMR)
acak diberikan
mengalami selama 2 kali
penurunan) sehari pada
siang dan
malam hari
sebelum tidur
dengan durasi
selama ±20
menit
Ny. N DM + 20 November Kadar GDA Kadar GDA = Terapi inovasi
58 Tahun Dispepsia 2019 = 262 210 Progressive
(21 November Muscle
2019 kadar Relaxation
glukosa darah (PMR)
acak masih diberikan
diatas batas selama 2 kali
normal) sehari pada
siang dan
malam hari
sebelum tidur
dengan durasi
selama ±20
menit

3.6 Hasil Analisis Penerapan Inovasi Progressive Muscle Relaxation (PMR):


Setelah dilakukan intervensi inovasi selama 2 hari menunjukan adanya
perbedaan dari hasil pretest dan posttest dari masing-masing responden. Dari
hasil novasi ini menunjukan terjadi penurunan kadar glukosa darah pada 4
dari 5 responden atau sebanyak 80%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang

33
dilakukan oleh (Avianti 2016) dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa
melakukan PMR secara rutin dengan durasi waktu ±25 menit terbutki efektif
dalam menstabilkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan gula darah
dalam jaringan atau sel. PMR memberikan respon fisiologis dan perubahan
mental secara bersamaan, relaksasi otot progresif secara fisiologis dapat
menurunkan tekanan darah, mengurangi frekuensi jantung mengurangi
kebutuhan oksigen, otak akan menerima suplai oksigen optimal. Kondisi ini
menyebabkan kelenjar adrenal bekerja stabil dan dan berdampak pada
menurnnya kadar gula darah.
Dalam penerapannnya, terapi ini bisa memiliki berbagai factor yang dapat
mempengaruhi keefektifan inovasi PMR dalam menurunkan kadar glukosa
darah. Menurut Sadikin dan Subekti (2016) bahwa stress dapat meningkatkan
hormon adrenalin yang dapat mengubah cadangan glikogen dalam hati
menjadi glukosa serta meningkatkan pasien kejadian diabetes melitus serta
terjadi komplikasi diabetes mellitus. Stress juga dapat meningkatkan selera
makan dan membuat penderita lapar khususnya pada makanan kaya
karbohidrat dan lemak.
a. Analisa positif inovasi Progressive muscle relaxation (PMR)
Semua pasien Diabetes melitus menikmati pelaksanaan latihan dan
mengikuti semua intruksi yang dicontohkan oleh perawat. Pasien tampak
berantusias melakukan gerakan-gerakan tersebut yang dapat menurunkan
kadar glukosa darah apabila dilakukan dengan benar.
Menurut Kusnanto & Utami (2018) mengatakan manfaat PMR adalah
untuk mengurangi komsumsi oksigen tubuh, laju metabolisme tubuh, laju
pernapasan, ketegangan otot, kontraksi ventricular prematur dan tekanan
darah sistolik serta gelombang alpha otak serta dapat meningkatkan beta
endorphin dan berfungsi meningkatkan imun seluler. Relaksasi dapat
digunakan sebagai keterampilan koping yang aktif jika digunakan untuk
mengatasi kecemasan.

34
Menurut Hidayati (2018) PMR dapat menurukan gula darah pada pasien
DM. Dengan memunculkan kondisi rileks. Pada kondisi ini terjadi
perubahan impuls saraf pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi menjadi
inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik
fisik maupun mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunkan
kecepatan metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan gula
darah.
b. Analisa Negative inovasi Progressive muscle relaxation (PMR)
Terapi progressive muscle relaxation merupakan inovasi baru untuk tujuan
menurunkan kadar glukosa darah dalam tubuh. Gerakan-gerakan dalam
latihan ini terhitung cukup banyak yakni sebanyak 13 jenis gerakan PMR
yang berbeda-beda. Sehingga gerakan ini memerlukan energy yang cukup
dan pemahaman yang baik agar dapat mendapatkan efek terapeutik yang
diinginkan berupa penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes
mellitus. Menurut Kusnanto & Utami (2018) menjelaskan bahwa selama
melakukan latihan PMR terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain : jika pasien mengalami distres emosional selama melakukan PMR
maka dianjurkan untuk menghentikan dan mengkonsultasikannya kepada
perawat atau dokter. Perlu juga menjadi perhatian dalam memberikan
terapi pada pasien kanker terhadap aspek kelelahanya, pasien sebaiknya
jangan dipaksakan.
c. Implikasi
Progressive muscle relaxation (PMR) tidak membahayakan selama
penderita tidak mepunyai penyakit penyerta yang menjadi kontraindikasi
dilakukkannya terapi inovasi PMR. Adapun beberapa hal yang dapat
menjadi kontraindikasi PMR antara lain :
1. Cedera akut atau ketidaknyamanan muskuloskeletal
2. Infeksi atau inflamasi
3. Penyakit jantung berat atau akut.

35
3.7 Critical Review
Jurnal utama dengan judul : The effect of progressive muscle relaxation
on glycated hemoglobin and health-related quality of life in patients with
type 2 diabetes mellitus.
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi efek jakobson relaksasi
otot progresif terhadap kadar hemoglobin terglikasi (Hba1c) dan kualitas
hidup (HRQol) pada pasien diabetes mellitus (DM) tipe 2. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 65 pasien (kelompok control = 35 dan
kelompok intervensi PMR = 30) kelompok intervensi diberikan intervensi
PMR selama 12 minggu mulai dari juni hingga desember 2015.
Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
kadar HbA1c dan skor HRQol antara kelompok intervensi PMR dan
kelompok control setelah intervensi selama 12 minggu.
Kekuatan penelitian ini antara lain: 1). Hasil penelitian dapat menjawab tujuan
penelitian, 2). Hasil analisis data ditampilkan sehingga dapat dianalisa oleh
kelompok intervensi atau kelompok control, Kelemahan penelitian ini antara
lain: 1) kemungkinan terjasinya efek hawthorne pada partisipan saat dilakukan
intervensi. 2) hasil penelitian cenderung terbatas pada pasien rawat jalan,
pasien yang mengalami beberapa komplikasi dari diabetes mellitus dan bagi
pertisipan yang tinggal di kota besar.
Jurnal pendukung dengan judul: Effectiveness of a relaxation intervention
(progressive muscle relaxation and guided imagery techniques) to reduce
anxiety and improve mood of parents of hospitalized children with
malignancies: A randomized controlled trial in Republic of Cyprus and
Greece
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif
dan imajinasi terbimbing untuk mengurangi tingkat kecemasan terhadap
orangtua anak yang didiagnosa dengan segala jenis kanker dan menjalani
perawatan di unit onkologi anak di republic Cyprus dan yunani. Jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 54 orangtua yang dibagi menjadi 2

36
kelompok (kelompok intervensi PMR dan GI = 29 dan kelompok control =
25). Kelompok intervensi diberikan kombinasi PMR dan imajinasi terbimbing
selama 18 bulan mulai dari bulan april 2012 hingga oktober 2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai
mean kelompok intervensi dan kelompok control. Orangtua yang menjadi
partisipan dalam kelompok control terbukti kesedihannya berkurang setelah
medapat intervensi dan merasakan ketegangan dan kecemasannnya berkurang
jika dibandingkan dengan kelompok control.
Kekuatan penelitian ini antara lain: 1). Hasil penelitian dapat menjawab tujuan
penelitian, 2). Hasil analisis data ditampilkan sehingga dapat dianalisa oleh
kelompok intervensi atau kelompok control, Kelemahan dalam penelitian ini,
antara lain: 1) efek hawthorne dapat mempengaruhi hasil dari penelitian RCT
ini. 2) jumlah sampel yang kecil.
Jurnal pendukung dengan judul : Pengaruh kombinasi PMR (progressive
muscle relaxation) dengan music terhadap kadar gula darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2.
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi
PMR (progressive muscle relaxation) dengan music terhadap kadar gula
darah. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 responden yang dibagi
menjadi 17 kelompok intervensi dan 17 kelompok control. Kelompok
intervensi diberikan kombinasi PMR dengan music selama 1 bulan.
Hasil penelitian menunjukan rata-rata kadar gula kelompok intervensi
sebelum latihan 310 mg/dl dan sesudah latihan 221 mg/dl. Kelompok kontrol
sebelum diberikan tindakan sesuai standar rumah sakit didapatkan rata-rata
310 mg/dl dan sesudahnya didapatkan rata-rata 296 mg/dl. Berdasarkan uji
independent t test kadar gula darah di dapatkan ρ 0.000 (α < 0.05). Sehingga
H0 ditolak artinya ada pengaruh kombinasi PMR dengan musik terhadap gula
darah dan ABI.
Kekuatan penelitian ini antara lain: 1). Hasil penelitian dapat menjawab tujuan
penelitian, 2). Hasil analisis data ditampilkan sehingga dapat dianalisa oleh

37
kelompok intervensi atau kelompok control, 3). Penelitian ini menampilkan
metode penelitian dengan jelas, 4). peneliti menggunakan instrument
penelitian dengan lengkap dan menampilkan hasil uji instrument. Kelemahan
penelitian ini antara lain: 1). Tidak dijelaskan waktu atau durasi pemberian
intervensi selama 1 bulan.

38
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang kompleks dan kronis yang
membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dan pendidikan pengelolaan
mandiri serta dukungan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan
mengurangi risiko terjadinya komplikasi kronis (ADA, 2017).
Pada penderita DM tipe 2 yang memiliki aktivitas yang rendah juga dapat
menjadi salah satu factor tidak terkontrolnya kadar gula darah puasanya.
Aktivitas fisik yang rendah dapat menyebabkan factor resiko independen untuk
penyakit kronik dan diestimasikan dapat menyebabkan kematian secara global.
Kadar gula darah puasa yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa
resiko penyakit seperti hipertensi, penyakit jantung koroner dan gagal ginjal
(Nurayati & Adriani, 2017).
Pemberian terapi inovasi PMR dapat menurukan gula darah pada pasien
DM. Dengan memunculkan kondisi rileks. Pada kondisi ini terjadi perubahan
impuls saraf pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi menjadi inhibisi.
Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang baik fisik maupun
mental seperti berkurangnya denyut jantung, menurunkan kecepatan
metabolisme tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan gula darah.
Dari hasil novasi ini menunjukan terjadi penurunan kadar glukosa dara
pada 4 dari 5 responden atau sebanyak 80%. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Avianti 2016) dalam penelitian tersebut menjelaskan
bahwa melakukan PMR secara rutin dengan durasi waktu ±25 menit terbutki
efektif dalam menstabilkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan gula
darah dalam jaringan atau sel.

39
4.2 Saran
a. Bagi Profesi Keperawatan
Penulisan ini bisa menjadi bahan referensi bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus yang mempunyai
kadar gula darah yang tidak terkontrol sebagai terapi komplementer dan
latihan jasmani/ aktivitas fisik yang dapat dilakukan pasien selama dirawat
di rumah sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti keefektifan progressive
muscle relaxation (PMR), kepatuhan diet, dan pemberian insulin untuk
menurunkan kadar gula darah dengan pemberian insulin saja untuk
menurunkan kadar gula darah pasien dengan mempertimbangkan waktu
pelaksanaan latihan dan waktu pemberian insulin.
c. Bagi Rumah Sakit
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak rumah sakit untuk
meningkatkan pemberian asuhan keperawatn pada pasien Diabetes Mellitus
dengan kadar gula darah tidak terkontrol dengan pemberian progressive
muscle relaxation (PMR) sebagai terapi nonfarmakologi dan aktivitas fisik
yang dapat dilakukan pasien pasien selama dirawat di rumah sakit.

40
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2017). Standards of Medical Care in Diabetes 2017”. Vol. 40.


Alligood, & M. R. (2014). Nursing theory & their work (8th ed). he CV Mosby
Company St. Louis. Toronto. Missouri: Mosby Elsevier. Inc.
Bare and Smeltzer (2008) ‘Keperawatan Medikal Bedah’, in Keperawatan Medikal
Bedah.
Carver, M. L. and O’Malley, M. (2015) ‘Progressive muscle relaxation to decrease
anxiety in clinical simulations’, Teaching and Learning in Nursing. Organization
for Associate Degree Nursing, 10(2), pp. 57–62. doi: 10.1016/j.teln.2015.01.002.
IDF. (2015). Diabetes Atlas Seventh Edition
International Diabetes Federation (2017) ‘IDF Diabetes Atlas 8th Edition’, 8th editio,
p. 155. doi: 10.1016/j.diabres.2009.10.007.
JIwa, P. M. dan N. S. K. (2015) ‘Program Studi Ners Spesialis I Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia’, Mental Health Nursing.
Kaviani, M., Bahhosh, N., Azima, S., Asadi, N., Sharif, F., and Sayadi, M .(2014)
‘The Effect of Relaxation on Blood Sugar and Blood Pressure Changes of
Women with Gestational Diabetes: a Randomized Control Trial’, 6(1).
Kemenkes RI. (2019). InfoDATIN Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Direktorat
Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Badan Litbangkes, 1–
8. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/hari-diabetes-
sedunia-2018.pdf
Kim, H. sil and Kim, E. J. (2018) ‘Effects of Relaxation Therapy on Anxiety
Disorders: A Systematic Review and Meta-analysis’, Archives of Psychiatric
Nursing. Elsevier, 32(2), pp. 278–284. doi: 10.1016/j.apnu.2017.11.015.
Mashudi (2011) ‘Pengaruh progressive muscle relaxation terhadap kadar glukosa
darah pasien diabetes miletus tipe 2’, Ui, F I K, pp. 1–120. doi: 10.1007/978-1-
61779-005-8.
Nurayati, L. and Adriani, M. (2017) ‘Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula

41
Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Association Between Physical
Activity andFasting Blood Glucose Among Type 2 Diabetes Mellitus patients’,
pp. 80–87. doi: 10.20473/amnt.v1.i2.2017.80-87.
Nuwa, M. S., Kusnanto and Utami, S. (2018) ‘MODUL KOMBINASI TERAPI
PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DENGAN SPIRITUAL GUIDED
IMAGERY AND MUSIC ( Panduan Buat Perawat )’, Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga, (January).
Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus di
Indonesia. Jakarta.
Riskesdas. (2018).
Simamora, M. and Simanjuntak, G. V. (2017) ‘Ankle Brachial Index (Abi)’, Review
Article International Journal of Basic and Applied Physiology INT. Int. J Basic
Appl. Physiol, 5(1), p. 2016.
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth. Edisi
12. J. Jakarta: EGC.
Suyono, S. (2009). Penalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: FK UI

42

Anda mungkin juga menyukai