Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus Tipe 2

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu ganguan penyakit metabolism

kronis yang disebabkan oleh pancreas tidak memproduksi cukup insulin atau

ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang dibuatnya secara efektif.

Insulin adalah hormone yang mengatur keseimbangan gula darah.(Ayu & Made,

2018)

Diabetes merupakan salah satu penyakit tidak menular yang juga salah satu

dari penyakit kronis yang kompleks membutuhkan perawatan medis berkelanjutan

dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik. Diabetes

ialah penyakit kronis yang membutuhkan pergantian gaya hidup serta kebutuhan diet

yang signifikan, dukungan social ialah factor kunci dalam meningkatkan kepercayaan

penderita dalam perawatan. Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang tinggi

resiko komplikasi. Komplikasi penyakit diabetes yang sering terjadi terbagi menjadi

dua kategori; komplikasi mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi

makrovaskuler

Diabetes tipe 2 yang umumnya terlihat pada orang dewasa dan terjadi ketika

tubuh menjadi resisten atau tidak menghasilkan cukup insulin. Selama tiga dekade
terakhir, prevalensi diabetes tipe 2 telah meningkat secara dramatis di banyak negara

dari semua kelompok pendapatan. Akses ke obat-obatan yang terjangkau, termasuk

insulin, sangat penting bagi penderita diabetes. Ada tujuan yang disepakati secara

global untuk menghentikan peningkatan diabetes dan obesitas pada tahun 2025

(WHO, 2022)

2. Tanda dan Gejala

Menurut penelitian dari kemenkes (2022) berdasarkan gejalanya Diabetes

Melitus di bagi menjadi 2, yaitu gejala utama dan gejala tambahan. Diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Gejala Utama

 Intensitas buang air kecil yang cukup sering

 Cepat merasa lapar

 Sering merasa haus

b. Gejala tambahan

 Berat badan menurun cepat tanpa ada penyebab yang jelas

 Kesemutan

 Gatal di area kemaluan pada wanita

 Keputihan pada wanita

 Luka yang sulit sembuh

 Impotensi pasa pria

 Bisul yang hilang timbul


 Penglihatan yang kabur

 Cepat lelah

 Mudah mengantuk

3. Faktor resiko

Menurut Kemenkes (2020), faktor diabetes dibagi menjadi:

1. Faktor yang tidak dapat di ubah

a. Usia

Di negara berkembang, penderita diabetes berusia lebih tua 45 sampai

64, masih usia yang sangat produktif. Usia merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kesehatan.(Egan & Dinneen, 2019)

b. Riwayat Keluarga dengan DM

Riwayat keluarga atau hereditas adalah satuan informasi yang

membawa suatu sifat berada dalam kromoson dan dengan demikian

mempengaruhi perilaku. Ada kesamaan diabetes dalam keluarga dan

dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu contoh pengaruh

genetic (Egan & Dinneen, 2019)

c. Riwayat melahirkan bayi > 4000 gram atau pernah menderita diabetes saat

hamil (diabetes gestasional)

Pengaruh tidak langsung di mana pengaruh emosional dipertimbangkan

penting karena dapat mempengaruhi hasil ujian dan perlakuan. Aturan

diet, pengobatan, dan tes dalam rangka kesulitan mengontrol tingkat


gelembung dalam darah dapat mempengaruhi emosi pasien. (Egan &

Dinneen, 2019)

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

i) Overweight/berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)

Salah satu cara untuk mengetahui kriteria berat badan adalah dengan

menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT). Berdasarkan dari BMI atau kita

kenal dengan Body Mass Index diatas, maka jika berada diantara 25-30, maka

sudah kelebihan berat badan dan jika berada diatas 30 sudah termasuk

obesitas.

ii) Aktifitas fisik kurang

Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur sangat bermanfaat

bagi setiap orang karena dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan

berat badan, meningkatkan fungsi jantung, paru dan otot serta memperlambat

proses penuaan. Olahraga harus dilakkan secara teratur. Macam dan takaran

olahraga berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi

kesehatan. Jika pekerjaan sehari-hari seseorang kurang memungkinkan gerak

fisik, upayakan berolahraga secara teratur atau melakukan kegiatan lain yang

setara. Kurang gerakatau hidup santai merupakan faktor pencetus diabetes

(Nabil, 2012).

iii) Merokok

Penyakit dan tingginya angka kematian. Hasil uji statistik

menunjukkan ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe (p =


0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Houston yang juga

mendapatkan bahwa perokok aktif memiliki risiko 76% lebih tinggi terserang

DM Tipe 2 dibanding dengan yang tidak Dalam asap rokok terdapat 4.000

zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang

bersifat adiktif dan yang bersifat karsinogenik.

iv) Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)

Jika tekanan darah tinggi, maka jantung akan bekerja lebih keras dan

resiko untuk penyakit jantung dan diabetes pun lebih tinggi. Seseorang

dikatakan memiliki tekanan darah tinggi apabila berada dalam kisaran >

140/90 mmHg. Karena tekanan darah tinggi sering kali tidak disadari,

sebaiknya selalu memeriksakan tekanan darah setiap kali melakukan

pemeriksaan rutin

4. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Dalam mempertahankan gula darah membutuhkan manajemen diri agar

konsisten dalam berperilaku hidup sehat. Manajemen diri adalah usaha

individu dengan menggunakan teknik terapeutik (teknik yang secara otomatis

dapat menyembuhkan) yang akan diberikan sebagai intervensi dan

pengelolaan mengendalikan dan mengarahkan diri, selain itu untuk

mendukung perubahan perilaku menuju polahidup sehat setelah terdiagnosa

diabetes mellitus (Hugeng dan Santos, 2017) Pengelolaan diabetes mellitus

sering dikenal dengan 4 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM).


Menurut Perkeni(2015), 4 Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus (DM)

terdiri dari:

1.Edukasi DM

Edukasi yang dilakukan kepada diabetesi dibutuhkan untuk pengelolaan

penyakit diabetes yang optimal yang membutuhkan perubahan perilaku dari

diabetes. Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan

sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat

penting dari pengelolaan holistik secara penting.Materi edukasi terdiri dari

materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

(a) Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan

Primer, yang meliputi:

(i) Materi tentang perjalanan penyakit diabetes melitus

(ii) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara

berkelanjutan.

(iii) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

(iv)Pentingnya latihan jasmani yang teratur.

(b) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan

Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan

Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:

(i) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.

(ii) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.


(iii) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).

(iv)Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit)

(v) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir

tentang DM.

2. Terapi Gizi Medis

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pengaturan jadwal

makan jenis dan jumlahnya secara teratur, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin.

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan

jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

1. Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <

7% kebutuhan kalori.

a. Lemak Tidak Jenuh Ganda. Lemak tidak jenuh ganda < 10%. Selebihnya,

dari lemak tidak jenuh tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah

yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging

berlemak dan susu fullcream. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200

mg/hari.
b. Protein. Kebutuhan protein sebesar 10 - 20% total asupan energi. Sumber

protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam

tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacangkacangan, tahu dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein

menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65%

diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang

sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1 - 1,2 g/kg BB

perhari.

c. Natrium.Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan

orang sehat yaitu 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.

Kegiatan sehari-hari atau aktivitas seharihari bukan termasuk dalam

latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan

jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat

badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki

kendali glukosa darah.

2. Latihan Jasmani

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat

aerobik dengan intensitas sedang (50 - 70% denyut jantung maksimal).

Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220

dengan usia pasien. Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh:

osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati)

dianjurkan juga melakukan resistance trainning (latihan beban) 2-3


kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan

jasmani pada penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan,

sedangkan pada penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan

perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu.

3. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan. Obat Antihiperglikemia Oral berdasarkan cara kerjanya,

obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi :

i) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) dan Sulfonilurea. Obat

golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan

berat badan.

ii) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin dan Metformin. Metformin

mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.

Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.

Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal


(GFR 30 - 60 ml/menit/1,73 m2 ). Metformin tidak boleh diberikan pada

beberapa keadaan, seperti: GFR.

B. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku

seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan

gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan.

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau

petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik

diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Asdar

et al., 2022)

2. Aspek-aspek kepatuhan diet

Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan

jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang

menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu

sendiri sebagai berikut yaitu (Bangun et al., 2020)

A. Jadwal Makan

Penyandang diabetes sangat dianjurkan makan secara teratur dengan porsi

(jumlah kalori) yang tepat. Selang waktu makan pada penyandang diabetes

militus sekitar 3 jam. Karena itu dalam sehari penyandang diabetes mellitus
bisa makan sebanyak 6 kali: yakni 3 kali makan utama dan 3 kali makan

selingan.

B. Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang boleh dikonsumsi dalam sehari ditentukan oleh

seberapa besar kebutuhan energi tubuh. Kebutuhan energi setiap orang

berbeda, tergantung pada usia, jenis kelamin, aktifitas sehari – hari, serta

kondisi atau kebutuhan khusus.

Pada dasarnya penyandang diabetes boleh menyantap semua jenis

bahan makanan penghasil energi, asalkan jumlahnya seimbang sesuai

dengan kebutuhan tubuh. Dari keseluruhan kalori sehari, untuk setiap kali

makan penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi.

C. Jenis Makanan

Ada baiknya memilih jenis makanan dengan mempertimbangkan

factor Indeks Glikemik (IG). Sebabnya setiap jenis makanan memiliki

kecepatan ( efek lansung ) terhadap kadar gula darah. Makanan dengan

indeks glikemik tinggi sangat mudah dan cepat terurai menjadi gula lalu

masuk ke dalam darah. Berikut bahan makanan yang cocok untuk

penyandang diabetes yaitu:


3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ario, Yesi, Bayhakki ada

beberapa faktor yang mempengarhui kepatuhan diet pada pasien diabetes

melitus yaitu:

(1) Pengetahuan

Pada pasien diabetes melitus yang memiliki pengetahuan yang baik

memungkinkan pasien dapat mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah

yang dihadapi dan mematuhi segala apa yang telah dianjurkan oleh petugas

kesehatan seperti diet yang telah ditentukan untuk pasien diabetes melitus

tersebut.

(2) Sikap

Sikap merupakan salah satu factor yang mempengaruhi kepatuhan. Pasien

dengan sikap positif cenderung mematuhi program diet yang dianjurkan.

Mereka yakin dengan patuh terhadap diet dapat mencegah dan menghambat

terjadinya komplikasi.

(3) Motivasi

Motivasi dilator belakangi oleh adanya kesadaran dari individu tentang

pentingnya menjalankan program diet. Semakin tinggi motivasi yang dimiliki

responden maka semakin tinggi pula kesadaran untuk patuh dalam

menjalankan diet DM
(4) Dukungan keluarga

Dukungan yang diberikan oleh keluarga, akan membuat responden merasa

diperdulikan dan dicintai, hal ini akan membuat responden memiliki 9

keinginan yang kuat untuk menjalankan program diet yang sudah dianjurkan

(Sugandi dkk., 2018)

4. Cara Mengatasi Ketidakpatuhan

Salah satu upaya untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap

pengobatannya saat ini adalah dengan melakukan konseling pasien. Dasar

pemaham yang baik adalah komunikasi, komunikasi yang baik antar ahli gizi

dengan pasien akan meningkat pemahaman pasien terhadap pengobatan atau

terapi yang sedang dijalani. (Saibi et al., 2020)

Upaya yang dilakukan oleh petugas kesehatan dalam meningkatkan

kepatuhan penderita diabetes melitus untuk melaksanakan program diet di

antaranya membimbing penderita diabetes mellitus dalam menerapkan

program diet (Siregar et al., 2019) Terdapat cara untuk meningkatkan

kepatuhan yaitu menjaga komunikasi dengan tenaga kesehatan, mendapatkan

informasi yang jelas mengenai penyakit diabetes mellitus sehingga pasien

memahami instruksi dari tenaga kesehatan, serta memberikan dukungan sosial

dalam bentuk perhatian dan nasehat yang bermanfaat untuk pasien diabetes

mellitus (Sukmaning Ayu & Lestari, 2018) Penyandang DM perlu diberikan

penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah


kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri (Bangun et al.,

2020)

C. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Keluarga adalah sekelompok dua orang atau lebih yang tinggal bersama

dengan aturan dan ketertarikan emosional dan individu dengan perannya masing-

masing sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010)

Menurut undang-undang no. 10 tahun 1992 tentang perkembangan

kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau suami isteri dan anaknya atau, ayah

dan anaknya atau ibu dan anaknya (Siregar et al., 2019)

Menurut Friedman dukungan Sosial berfokus pada sifat interaksi yang

berlangsung dalam hubungan social yang saat ini di evaluasi oleh individu.

Friedman memasukkan dua komponen dukungan social ini dalam empat tipe

dukungan mereka: Instrumental, informasional, penilaian, dan emosional.

Dukungan social keluarga merujuk pada dukungan social yang dirasakan oleh

anggota keluarga ada/dapat di akses (dukungan social dapat atau tidak digunakan,

tetapi anggota keluarga menerima bahwa orang pendukung siap memberikan bantuan

dan pertolongan jika dibutuhkan). Dukungan social keluarga dapat datang dari dalam

dukungan social keluarga, seperti dukungan pasangan atau dukungan sibling; atau
dari luar dukungan social keluarga-dukungan social berada di luar keluarga nuklir

(dalam jaringan social keluarga). (Friedman, 1985; Kane, C.E)

Kane mendefinisikan dukungan social keluarga sebagai suatu proses

hubungan antara keluarga dan lingkungan socialnya. Tiga dimensi interaksional

dukungan social keluarga bersifat timbal balik (sifat dan frekuensi dari hubungan

timbal balik); anjuran/umpan balik (kualitas/kuantitas komunitas) dan keterlibatan

emosional (derajat keakraban dan rasa percaya) dalam hubungan social.

Dukungan social keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup,

dengan sifat dan tipe dukungan social bervariasi pada masing-masing tahap siklus

kehidupan keluarga. Misalnya, tipe dan kuantitas dukungan social selama tahap

pernikahan (sebelum pasangan muda memiliki anak) sangat drastic berbeda di

bandingkan tipe dan jumlah dukungan social yang dibutuhkan saat keluarga tersebut

di tahap akhir siklus kehidupan. Walaupun demikian, dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan social keluarga memungkinkan keluarga berfungsi dengan

penuh kompetensi dan sumber. Hal ini meningkatkan adaptasi dan kesehatan keluarga

2. Sumber Dukungan Sosial

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran

individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga,

kelompok, dan masyarakat (Friedman, 2010)


Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasi menjadi dua

kategori, yaitu peran formal dan peran informal. Peran formal adalah peran eksplisit

yang terkadung dalam struktur peran keluarga. Peran informal bersifat tidak tampak

dan diharapkan memenuhi kebutuhan emosional keluarga dan memelihara

keseimbangan keluarga. Berbagai peranan yang terdapat dalam keluaraga adalah :

1. Peran formal

Peran parental dan pernikahan, diidetifikasi menjadi delapan peran yaitu peran

sebagai provider (penyedia), peran sebagai pengatur rumah tangga, peran

perawatan anak, peran sosialisasi anak, peran rekreasi, peran persaudaraan

(kindship), peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif), dan peran seksual.

2. Peran informal

Terdapat berbagai peran informal yaitu peran pendorong, pengharmonis, insiator-

kontributor, pendamai, pioner keluarga, penghibur, pengasuh keluarga, dan

perantara keluarga.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Keluarga

Aspek dukungan sosial keluarga dalam penelitian ini menggunakan konteks

dukungan sosial dari Sarafino, (1990) yaitu:

a. Dukungan Emosional; Jenis dukungan ini dapat berupa memberikan

perhatian, adanya kepedulian dan dapat menjadi pendengar yang baik

bagi pasien hipertensi.


b. Dukungan Instrumental; Jenis dukungan ini dapat berupa seperti

memberikan dukungan melalui biaya, transportasi ataupun fasilitas-

fasilitas lain yang bertujuan agar penderita hipertensi dapat langsung

menyelesaikan permasalahannya.

c. Dukungan Informasi; Banyak keluarga masih kurang mengerti

mengenai penyakit hipertensi dan manfaat pengobatan hipertensi

sehingga pasien secara tidak langsung kurang mendapat dukungan

informasional. Adanya jenis dukungan ini bertujuan agar keluarga dari

penderita dapat memberikan nasehat-nasehat medis yang terkait,

d. Dukungan penghargaan Jenis dukungan ini bertujuan untuk

membangun rasa harga diri pada setiap individu dan individu tersebut

menjadi lebih dihargai oleh orang lain. Dukungan yang dapat diberikan

dapat berupa dengan memberikan penilaian positif atas usaha–usaha

yang dilakukan oleh pasien selama melakukan pengobatan dan atau

dengan memberikan pujian.


DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes. 2020. “Mengenal Gejala Diabetes”.

https://upk.kemkes.go.id/new/mengenal-gejala-diabetes-melitus 10/03/2023

Asdar, F., I, I., & A, A. (2022). Pemberdayaan Dukungan Psikologis Keluarga

Dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Mellitus Di Desa Bontolempangan

Kecamatan Bontoa. Idea Pengabdian Masyarakat, 2(05), 224–230.

https://doi.org/10.53690/ipm.v2i05.164

Ayu, D. U. S., & Made, L. D. (2018). Peran Dukungan Sosial dan Penerimaan Diri

pada Status Diabetes Melitus Tipe II Terhadap Kepatuhan Menjalani Diet pada

PAsien Diabetes Melitus Tipe II Berusia Dewasa Madya di Rumah Sakit Umum

Daerah Wangaya Kota Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 410–423.

Bangun, A. V., Jatnika, G., & Herlina, H. (2020). Hubungan antara Dukungan

Keluarga dengan Kepatuhan Diet pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.

Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah, 3(1), 66.

https://doi.org/10.32584/jikmb.v3i1.368

Egan, A. M., & Dinneen, S. F. (2019). What is diabetes? Medicine (United Kingdom),
47(1), 1–4. https://doi.org/10.1016/j.mpmed.2018.10.002

Saibi, Y., Romadhon, R., & Nasir, N. M. (2020). Kepatuhan Terhadap Pengobatan

Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Jakarta Timur. Jurnal Farmasi

Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal), 6(1), 94–103.

https://doi.org/10.22487/j24428744.2020.v6.i1.15002

Siregar, I., Siagian, P., & Effendy, E. (2019). Dukungan Keluarga meningkatkan

Kepatuhan Minum Obat pada Penderita Tuberkulosis Paru di Kabupaten

Tapanuli Utara. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(4), 309–312.

https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.04.14

Anda mungkin juga menyukai