Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM PROLANIS KOTA MALANG

PENCEGAHAN PENYAKIT DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MASYARAKAT

Sri Sunarti

Disampaikan di Ceramah Prolanis di Poliklinik UB Malang

Tgl 7 November 2015

Saat ini Indonesia memiliki beban kesehatan ganda yang berat, yaitu epidemi penyakit tidak menular (PTM)
muncul menjadi penyebab kematian terbanyak, dan penyakit menular (infeksi) juga belum tuntas, selain itu semakin banyak
pula ditemukan penyakit infeksi baru dan timbulnya kembali penyakit infeksi yang sudah lama
menghilang. Berdasarkan studi epidemiologi,Indonesia telah memasuki epidemi diabetes mellitus.
Diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular yang diperkirakan sekitar 50% penyandangnya
yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertigasaja dari yang terdiagnosis yang
menjalani pengobatan, baik non farmakologis dan farmakologis hanya sepertiganya saja yang terkendali
dengan baik. Upaya promosi, pencegahan dan mengenali gejala diabetes mellitus sangat penting agar
dapat dicegah timbulnya komplikasi di kemudian hari

Promosi Kesehatan

Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk
mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan
edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat
terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli diet, perawat, dan
tenaga kesehatan lain. Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani
pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:

1. Mengikuti pola makan sehat

2. Meningkatkan kegiatan jasmani

3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur

4. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada

5. Melakukan perawatan kaki secara berkala

6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat

7. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok
penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.

.Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada .8


Pencegahan primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni
mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor risiko diabetes : Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yaitu : Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

Ras dan etnik

Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

Umur: Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.


Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM
gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;

Berat badan lebih (Indek Massa Tubuh > 23 kg/m2, dihitung dari berat badan dibagi tinggi badan
dalam meter kwadrat).
Kurangnya aktivitas fisik.
Hipertensi (>140/90 mmHg).

Dislipidemia/gangguan lemak dalam darah (HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL)

Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan
risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes : Penderita Polycystic Ovary Syndrome/sindroma
ovarium berkista banyak (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
Penderita sindrom metabolik (Gemuk, hipertensi, dislipidemia)
Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, Penyakit Jantung Koroner, Penyakit
Arteri Perifer.

Intoleransi Glukosa

Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes. Angka kejadian
intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami peningkatan. Istilah ini diperkenalkan pertama kali
pada tahun 2002 oleh Department of Health and Human Services(DHHS) dan The American Diabetes
Association(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa adalah TGT
dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi diabetes. Intoleransi
glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar satu setengah kali lebih tinggi
dibandingkan orang normal. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO
setelah puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini : Glukosa darah puasa antara 100 – 125 mg/dL dan
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa ( TTGO ) antara 140-199 mg/dL.

Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan ditujukan
untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

Penyuluhan ditujukan kepada:

A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa

Materi penyuluhan meliputi antara lain:

1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes dan
mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan
risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat
badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe-2.

2. Diet sehat. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko.

Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat kompleks
merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan
puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan. Mengandung sedikit lemak jenuh, dan
tinggi serat larut.

3. Latihan jasmani.

Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan
berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan:
dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70%
denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut
jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.

4. Menghentikan merokok.

Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak
berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe-2.

B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio -ekonomi penyakit ini dan pentingnya
penyediaan fasilitas yang memadai dalam upaya pencegahan primer

Pengelolaan yang ditujukan untuk: Kelompok intoleransi glukosa dan Kelompok dengan risiko (obesitas,
hipertensi, dislipidemia, dll.)
Pengelolaan Intoleransi glukosa

Intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindrom metabolik, yang ditandai dengan adanya obesitas
sentral, dislipidemia (trigliserida yang tinggi dan atau kolesterol HDL rendah), dan hipertensi. Sebagian
besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki dengan perubahan gaya hidup, menurunkan
berat badan, mengonsumsi diet sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur.

Hasil penelitian Diabetes Prevention Programmenunjukkan bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif
untuk mencegah munculnya DM tipe-2 dibandingkan dengan penggunaan obat obatan. Penurunan
berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani teratur mampu mengurangi risiko timbulnya
DM tipe-2 sebesar 58%. Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin, tiazolidindion, acarbose)
hanya mampu menurunkan risiko sebesar 31% dan penggunaan berbagai obat tersebut untuk
penanganan intoleransi glukosa masih menjadi kontroversi.Bila disertai dengan obesitas, hipertensi
dan dislipidemia, dilakukan pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak sehingga
tercapai sasaran yang ditetapkan

2. Pengelolaan berbagai faktor risiko : a. obesitas, b. hipertensi, c. dislipidemia.

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang
telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini
penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program
penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program
pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.

Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan
sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya.

Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab
utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar glukosa
darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet
dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.

Dislipidemia pada Diabetes

Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskular.
Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien dewasa pemeriksaan
profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering.
Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL;
HDL>50 mg/dL (laki-laki >40 mg/dL, wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil
lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali. Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada
penyandang diabetes adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL,
sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat. Perubahan perilaku yang tertuju pada
pengurangan asupan kolesterol dan penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti
dapat memperbaiki profil lemak dalam darah. Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis
sedini mungkin bagi penyandang diabetes yang disertai dislipidemia Target terapi: Pada pasien DM,
target utamanya adalah penurunan LDL. Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit
kardiovaskular: LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L).Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi
statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40% dari kadar awal. Pasien dengan usia <40 tahun dengan
risiko penyakit kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi
farmakologis

Hipertensi pada 5D5i5a5b5e5t5e5s5

5I5n5d5i5k5a5s5i5 5p5e5n5g5o5b5a5t5a5n5 5:5 5 5B5i5l5a5 5T5D5 5s5i5s5t5o5l5i5k5 5>5153505


5m5m5H5g5 5d5a5n5/5a5t5a5u5 5T5D5 5d5i5a5s5t5o5l5i5k5 5>58505 5m5m5H5g5.5
5S5a5s5a5r5a5n5 5(5t5a5r5g5e5t5 5p5e5n5u5r5u5n5a5n5)5 5t5e5k5a5n5a5n5 5d5a5r5a5h5:5
5T5e5k5a5n5a5n5 5d5a5r5a5h5 5<5153505/58505 5m5m5H5g5.5 5B5i5l5a5 5d5i5s5e5r5t5a5i5
5p5r5o5t5e5i5n5u5r5i5a5 5e" 515g5/52545 5j5a5m5 5:5 5<5 5152555/57555 5m5m5H5g5.5
5P5e5n5g5e5l5o5l5a5a5n5:5 5N5o5n5-5f5a5r5m5a5k5o5l5o5g5i5s5:5 5M5o5d5i5f5i5k5a5si gaya
hidup, antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan
alkohol, serta mengurangi konsumsi garam. Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139
mmHg atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai
3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis

Obesitas pada Diabetes

Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan toleransi glukosa
pada obesitas cukup sering dijumpai. Obesitas, terutama obesitas sentral secara bermakna berhubungan
dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi), yang didasari oleh resistensi
insulin. Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus. Obesitas
dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK. Penurunan 5-10 % dari berat badan dapat
memperbaiki sindrom dismetabolik dan menurunkan risiko PJK secara bermakna .Pengelolaan obesitas
terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila
tidak cukup, maka pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau terapi bedah,
dapat merupakan pilihan.

Gangguan koagulasi pada Diabetes

Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi penyandang
diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan yang mempunyai risiko
kardiovaskular lain. Terapi aspirin 75-160 mg/hari digunakan sebagai strategi pencegahan primer
pada penyandang diabetes tipe-2 yang merupakan faktor risiko kardiovaskular, termasuk pasien dengan
usia >40 tahun yang memiliki riwayat keluarga penyakit kardiovaskular dan kebiasaan merokok,
menderita hipertensi, dislipidemia, atau albuminuria. Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien
dengan usia di bawah 21 tahun, seiring dengan peningkatan kejadian sindrom Reye. Terapi kombinasi
aspirin dengan antiplatelet lain dapat dipertimbangkan pemberiannya pada pasien yang memiliki risiko
yang sangat tinggi. Penggunaan obat antiplatelet selain aspirin dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap
penggunaan aspirin.

Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan
sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari)
dapat diberikaN secara rutin baoi penyand!ng diabetes yang!sudah mempunya) peny5nit
makroangiopatm. Pada upaya pencegahan "tersier tetap* dilakukan penyuluhán p!da pcsien dan
keluarga. Materi renyuluhan termasuk upaya reh`bilita{i"yang dapat dilaoukal untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal. Penc`gahan(tessier memerlukin pmlayanan keseha|ñn holistik dan terintegrasi
antar fisiplin"yang terkaIt, terutama di rumah6sakit rubukan. KOlacoresi yajg baik antar para ahli$di
berbagai disiplin (jantung dan winjal, ma|a, b%dah ortopedi, Bedah v`skular$ radiologi,
rehabilitasi0medis, çizi, podhatrist, dll.) sangat diperhuian0dalam menunjano keberhasilan penceçahan
tersier.

Eiabepes dengan Infeksi

Adanya infåksi pada pasien Sangat berpengac5h terhadap pengendalian gmukora daðah. Infeksi dapat
memperburuk kendali glukos` darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningk!tkan kemudahanatau
memperburuk(infeksi. Infaksi yang banyak terjadi antaza lqin:
infeksi saluran kemij (ISË)

infåksi saluran .afas: rneumïnia/raDang paru-paru, TB Paru


infeks) kulit: furunkel, abses/bisul
infeksi rongga mulut> infgksi gigi da. gusi

infekri telingaM ISK mgrupakan infeksi yang seriNg terjaei dan lebih sulit!dikendalikin. Dapat
mengajibatkan ôerjadiny` pielonefritIs$ dam septikamia. Ku}an ðenyebab yang sering menimbulkal
infeksi adalah: scherichi! coli dan Klebsiella. InFeksi *`mur spesies candida dapat meîyebabkan sisdi<is
Dqn abses renál. Pruritu÷ vagiNa adalal manifestasi yang sering tgrjadi akibat infeksi jamur vagina.
0Pneu}onia "pada diabetes biasanya disebAbkan oleh: str%ptokokus, svafilokokus< tan bakteri batafg
gram negatif. Ynfeksi jamur pada pernapas!n oleh aspergillosis, dan mucormybosis!juga rering terjadi/
Qe.yandanG diabetms lebih re.tan terjangkit"TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada< mem0erlihatkan
pada 70% pEnxandang diabetes terdápat lesi paru-paru`bawah dan kavitasi> Pada pefyandang diabetgs
juga sering disertai dençan adanya rmsistensi obat-obat Tuberkqlosis. Kulit pada daerAh eksTremitas
bawah merutakan tempat yang` sering mengilami infeksi. Kuma~ stafilokokus merupakan kumaj
penyebab uta}a. Ulkus kaki terknfeksi biasanya melibatkan banya{ mikro organicmg, ya~g sering terlibat
adalah stafilojokus> streptokokus, batang gram negatif dan0k}man anaerob. Angka kejadian
periodontitis mmnilgiat pqfa penyandang7diabetes dan sering me.gakibatcan tálggalþya gigi. ]enjaga
kebersihin Rongga mulut dengAn baik mertpakan hal yalg penting untuk mencegah komplikasi rïnçga
mulut."Peda penyandang diabetes
otitis ekstebna maligna seréng kali tida+ terdeteksi sebagci pen=ebab$infekói.

DiabetEs dengan Nefropati Diabetik

Sekitar 20-40% penyAndang diibeteq akan mengalami nefropati diabeUic. Lidapatk`nnya al`uminuria
persisten pada ki3árán 30)299 mg/34 8jAm (albuminuria mikro! merupakan Tanda di.i
nefropati`diabetic. @asien yang disevtai dengan albumifurie mikrO dan berurah `menjadi
albuminubia mqkro ( > 300 mg/24 jAm), pada$akhirnya0sering cerlanjut menjadi gega| ginjaì kronik
stadium akxir.

Punatalaks`naan

Kendalikan0glUkosa darah

Kendalikan tekanan darah

Diet protein 2<8 gbam/kg"BB(per hapi. Jika terjadi penusunan fungsi ginjal yang bertambah besat, diet
protein äiberikan!0,6 0,8 gram/ig BB per$hari.

Terapi dengan obaT penyekat reseptor angiotensin II, penghcmbet ACE, atau kombinasi keduan{a. Jika
terdapat kontraindikasi terhadap $penyeëat0ACE ateu` reseptor angiktensin, äapat diberikan
antagonis kalsium noî dihidbopiridi~.

88888888888 88888888888888888888888888888888888888888888888888888888888888A pa8f8il8a8


8s8e8r8u8m8 €k8r8e8a8t8i8n8i8n8 8e"28,808 Hm8g8/8d8L8 8s8e8b8a8i8k8n8y8a8 8a8hl8i8
8n8e8f8r8o8n o8g8i8 8i8k8u8t8 8d8i8l8kb8a8t8k8a8n8.8(8I8d8e8a8l8n8y8a8 8b8i8l8a8 8k8li8r8e8n€s8
8k8r8e8at8h8n8y8n8 8<8 81858 8í8L8/8m8e€n i8t8 8s858d8a8h8 m8e r8u8p8a8k8a8n8
8m8n8dy8k8a8s i8(8t8a8r8a€p8y8 8`8e8n8g8g8a8n8t8i8 8h8d8i8a8l8i8s i8s8/8c8u8c8i 8d8c@r8a8h8
8a8t a8u8"8$t8r8a8n8s8p8l8a8n8p8a8s8m8/8c8a8n8g8k o8k8 8g8i8n8j8a8l8).8

8D8i8a8b8e8t8e8s8 8d8e8n8g8a8n8 8Di8s8f8u8n8g8s8i 8E8r8e8o8s8i8 (DE)

Prewalensi DE pada0penyandang eiabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan merupakan akibat
ad!nya neuropqti autonoi/ganggqan syirat ktonom, angiopati/gangguan padá pembuluh daRah dan
problel psikis. DE ser)ng menjadi sumber kekgmasan penyandang`diabedes, tetapi jar!ng disimpaikán
kåpada dokter oleh karena mtu perlu ditanyaëan tada sAat konsultasi. DE d!pat didiagnocis dengan
menggunaoan instrumen sdderhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index of Grectile Function5).

uvaya 0engobatan utama adAlah mgmperbaiki kontrol glukosa darah sen/rmal"mungkin dan
memperbaioi faktor riséso DE0lain seperph dislipmdemIa, merokok, kâesiTas din`hipertensi. Perlu
diidentifikasi âerbagai obat yqnw diioNsumsi pasien yang beòpengaruh tErhadap0timbulnya atau
memberatnya DE. Pengobatan lini pertama ia,ah t%rati psikoseksual dan obat"kral9ántara lain silden!nil
lan vaRdenafil.

Diabetes dengaN Kehamilan / Diabmôes MeliTus GeStasional

Di`betes melktus gest`siona, (DMG) $adalah suatu gangguan toldraosi karbohilRat (TGT, GDPT, DM)
yang terjcdi atau diketahui"pertama kali pada saat0kehqoilan sedang berlajgsung. Penilaii~ adanya risiko
DMG perlu dilakukA. sejak`kunjungan pertama untuk pemeriksaan cehamilannya. Fcktor risiko$DMG
antara laIn: obesatas, aôanya riwayat pebnah mengalami DMG, glukosuria, a$anya riwayat keluarga
dengan diabEtes, abortus berulang, adanya riwayet"melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau
melaHirkan fayi dengan besat > 4000 grám, dan adanya riwayat preeklamria.`Pada pa3ien dengan
ri9s9i9k9o9 € 9D@M9G9 9 9y9a9n9g9 9 9j9e9l9a9s9(9 9p9e9r9l9u9 9 9s9e9g9er9a9 9
9$9i9l9a9k9u9k9an9 9p9e€m9e9r9i9k9s9a9a9n9 9g9l9u9k9os9a9 9f9a9r9a9h . 9B9i9l9a
9d9i9d9a9p9a9t9 9h9a9s9i9,9 9g9l9u9{9o9s9a9 9d9a9r9a9h9 9s9e9w9a9k9t9u 9e"290909
9m9g9/9d9l9 9a9t9a9u9 9g9l9u9k9o9s9a9 9d9A9r9a9l9 9p9u9e9s9a9 9e*192969 9m9g9/€d9L9
9y9a€n9g9 9s9e9s9u9a9i9 9d9e9n9e9a9n 9b9a9t9a9s9 9d9i9a9g9no9s9y9s9 9u9n9t9u9{9
9d9ia9b9e9t9e9s9,9 9m9a9k9a9 9p9e9r9l9u9 9d9i9L9á9k9u9k9a9n9 9p9e9m9e9r9i9k9s9a9a9n9
9x9a9d9a9 9w9a9ktu yang lain untuk confirmasi. Pasien$ham)l deogan TGT dan GDPT$dikalola sebagai
DMG. Dyagnosas0 bertasarkan hqsil pemeriksaan TTGO dimakukcn dengcn -emberikqn beban 75 g
g,ukosa setela` beòpuasa – 14 jam. Kmmudiao dilakukan pemeriksaan glukosa darah 0uasa,$3 jam dan r
kam setelah beban. D

G ditegakkan apabhla ditemukan hasil pemeriksaan glu+osa dapah puasA 99


9999999999999999999
€99999999999999999999999999999999@9999999999999999999999€9999€999
@9999999999999999999@9999999999999999999999999999e"999959 9m9g9/9d9L9,9 919 €j9a9m9
9s9e9t9e l9!9h9 9b9e9b9a9f9 9e" 9198909 9m9g9/9d9L9 9d9a9n9 929`9j9a9l9 9s9e9t9e@m9a9h9
9b9e9b9`9n9 9e"195959 9}9g9/9d9L9.9 9A9p9a9b9i9l9a9 9h9a9n9y9a9 9d9a9p9a9t9 d9i9l
a9k9u9k9a9n9 919 9k9a9l9i 9p9e9m9e9r9i9k9s9a9a9n9 9g9l9u9k9o9s9a9 9d9a9r9e9i9 9m9a9k9a9 9l
a9k9U9k@an9 9p9e9m9er9i9k s9a9a9n9 9g9l9u9k9o9s9a9 9f9a9r9a9H9 929 ja9m9 9s9e9t9e9l9q9h9
9p9e9í9b9å9b9a9n9a9n9,9 9b9i9l9a9 d9i9d9a9p9a9t9ka9n9 9h9a s9i9l9 9g9d9u9k9o9s9a9
9d9a9r9a9h9 9e"15959 9m9O9/9d9L9
10 10sudah dapat didiaGnosis sebagai$DMG.

Diabeues delgaj Ibadah Puasa

Penyandang diabetes ya.g terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan mengalami kesulitan
u~tuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, pe2lu dycermati adaîya(perubah!n jadgal,0jumlah dan
komposisi asupao m`kanan. Peîyqndang diabetes usia lanjut mEmpunyai kecenderungan deHidrasi bila
berpuasa, oleh k%reîa Itu dianjurkan minum yang cukuP. Pårlu peningkatan kewaspadaan `asIen
terhadaP gejala-gejama hépoglékemia.0Untuk menghindarkan terjadinya hhp'glikemia pada siang hari,
dianjupkan ja$wa| makan sahur mendekatI wak4u10imsak/subu`, kuraNgi aktivitas fisik pada0ciang hari
dan bila beraktivitas fksik dianj}rkan pada sorE hári. Penyandane diabetes y!ng cwkup terkendali de~gan
OHO dnsis ttmggal, jugi10 tidak mengalama kesulitao! untuk berpuasa. OHO diBerikaî saat berbuka
peasa. Hati-hati terhadap terj dinya hipoolikemia10pada pasken yang mendapat OHO dengan0dosks
maksimal. Bagi yang te2kendali dengan OHO dorhs tepb!gi, pengaturan dosir obat tibåpican sedeíikian
rwpa sehingga $osis sebelum berbuka lmbih busar dari pada dosis saiur. Untuk`penyandang diabetew
DM tipe 2 yanw menggtnakan insul

Anda mungkin juga menyukai