Anda di halaman 1dari 14

Skrining Diabetes Melitus Tipe 2

Abstrak
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan
umat manusia abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Diabetes
mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
dibandingkan Diabetes Mellitus tipe I. Penderita diabetes mellitus tipe II mencapai 90-95 % dari
keseluruhan populasi penderita DM. Oleh karenanya semua pihak, baik masyarakat maupun
pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan glukosa DM,
khususnya dalam upaya pencegahan. Peran dokter umum sebagai ujung tombak di pelayanan
kesehatan primer menjadi sangat penting. Untuk itu penting dilakukan skrining DM tipe 2 pada
masyarakat serta kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan deteksi dini penyakit tersebut.
Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe 2, skrining, pencegahan
Abstract
Diabetes is one of the non-communicable diseases that will increase in number in the future.
Diabetes is one of the major threats to human health of the 21st century. WHO estimates that in
2000 the number of people with diabetes over the age of 20 reaches 150 million people and
within 25 years later, by 2025 that number will swell to 300 million people . Diabetes mellitus
type II is a more common type of diabetes, more sufferers than type I Diabetes Mellitus. Type II
diabetes mellitus patients reach 90-95% of the overall population of DM patients. Therefore, all
parties, both communities and governments, should participate actively in DM glucose
prevention efforts, especially in prevention efforts. The role of general practitioners as the
spearhead in primary health care becomes very important. Therefore, it is important to screen 2
type of diabetes mellitus in the community as well as extension activities related to early
detection of the disease.
Keywords: Type 2 Diabetes Mellitus, screening, prevention
Pendahuluan
Penyakit Diabetes Melitus (DM) sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh karenanya

1
semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam
usaha penanggulangan glukosa DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
Peran dokter umum sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer menjadi sangat
penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di
pelayanan kesehatan primer. Penyandang DM dengan kadar glukosa darah yang sulit
dikendalikan atau yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan
kepada dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin
metabolik dan diabetes di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi di rumah sakit rujukan.
Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter pelayanan primer setelah penanganan di rumah sakit
rujukan selesai.
Penderita penyakit diabetes mellitus dapat meninggal karena penyakit yang dideritanya
atau karena komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit ini, misalnya penyakit ginjal,
gangguan jantung dan gangguan saraf. Penyebab diabetes mellitus dapat disebabkan oleh
berbagai hal dan juga terdapat berbagai macam tipe diabetes mellitus. Ada beberapa gejala yang
ditimbulkan bagi penderita diabetes mellitus, untuk itu penting dilakukan skrining DM tipe 2
pada masyarakat serta kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan deteksi dini penyakit tersebut.
Semuanya akan dibahas di dalam makalah ini.

Kasus
Penyakit tidak khususnya Diabetes Melitus tipe2 cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dokter A di Puskemas Warnasari ingin melakukan skrining DM tipe2 pada penduduk yang
berusia >15 tahun. Selama setahun dari 850 orang yang diperiksa kadar glukosa sewaktu,
didapatkan 100 orang dinyatakan menderita DM tipe2 dan diobati. Namun berdasarkan
pemeriksaan kadar HbA1c didapatkan hanya 65 orang menunjukan kadar >6,5%.

Definisi
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-duanya.1
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari

2
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin
oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin.1

Epidemiologi
Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insidensi dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman
kesehatan global. Pada buku pedoman ini, hiperglikemia yang dibahas adalah yang terkait
dengan DM tipe-2. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.2
Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2035. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035.2
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk
yang berusia diatas 20 tahun. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia
di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan
terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai
21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%.1,2

Gejala Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: • Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. • Keluhan lain: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.3

3
Etiologi dan Faktor resiko
Penegakan diagnosa diabetes melitus dapat dilakukan dengan uji diagnostik dan skrining.
Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan skrining bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak
bergejala, yang mempunyai risiko diabetes melitus. Skrining dikerjakan pada kelompok dengan
salah satu risiko diabetes melitus Tipe 2 sebagai berikut:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23 kg/m2 ) yang
disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut: a. Aktivitas fisik yang
kurang. b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga). c.
Kelompok ras/etnis tertentu. d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi
dengan BBL >4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG). e.
Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi). f. HDL 250
mg/dL. g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium. h. Riwayat prediabetes. i. Obesitas
berat, akantosis nigrikans. j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas.1,3

Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya
diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun.
Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan
untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil
pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah kapiler.4

Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis Diabetes Melitus

4
(PERKENI, 2006)

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa


Sumber: Konsesus Pengelolaan dan Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011

Pemeriksaan HbA1c

5
Sampai saat ini pemeriksaan glukosa darah merupakan satu-satunya pemeriksaan yang
dikenal untuk skrining dan diagnosis DM. Namun, beberapa studi terbaru menemukan adanya
pemeriksaan yang lebih efektif untuk deteksi dini dan mencegah komplikasi, yakni pemeriksaan
HbA1c (Hemoglobin A1c).5

Ketika diabetes tidak terkontrol, maka gula akan menumpuk dalam darah dan
menggabungkan diri dengan hemoglobin sehingga menjadi "terglikasi". Pemeriksaan HbA1c
akan menggambarkan jumlah rata-rata gula darah selama 2 sampai 3 bulan terakhir dan
digunakan bersama dengan pemeriksaan gula darah biasa untuk membuat penyesuaian dalam
pengendalian diabetes melitus.4,5

Kelebihan dan Kelemahan HbA1c

HbA1c memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat memperkirakan kondisi glukosa


darah dalam jangka waktu panjang, serta tidak dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup jangka
pendek maupun gangguan akut seperti stress atau penyakit terkait. Oleh karena itu, untuk
melakukan pemeriksaan HbA1c tidak perlu puasa dan dapat diperiksa kapan saja. Kelebihan
lainnya yaitu memiliki keterulangan pemeriksaan yang jauh lebih baik dibanding pemeriksaan
glukosa darah.1,2

Biaya pemeriksaan Hb1Ac memang relatif lebih mahal dibanding pemeriksaan glukosa
darah, namun dinilai secara keseluruhan efisiensinya jauh lebih baik bila digunakan sejak awal
dalam skrining DM yang selanjutnya dapat memfasilitasi diagnosis dini serta dapat mengurangi
beban biaya kesehatan terkait komplikasi DM.1,4

Tes Skrining
Skrining adalah suatu penerapan uji/tes terhadap orang yang tidak menunjukkan gejala
dengan tujuan mengelompokkan mereka ke dalam kelompok yang mungkin menderita penyakit
tertentu. Skrining merupakan deteksi dini penyakit, bukan merupakan alat diagnostik. bila hasil
skrining positif, akan diikuti uji diagnostik atau prosedur untuk memastikan adanya penyakit.5

Tujuan dan Manfaat Skrining

6
Skrining mempunyai tujuan diantaranya.5

1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin sehingga
dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat penyakit
dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti.
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang dikeluarkan relatif
murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu melalui tes skrining dapat lebih
cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan situasi penyakit dalam masyarakat untuk
usaha penanggulangan penyakit yang akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi
medis pada tahap awal sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika
penyakit tersebut sudah terdeteksi keberadaannya.

Tahap-tahap skrining

Langkah-langkah yang ditempuh pada penyaringan secara garis besarnya dapat


dibedakan atas lima tahap, yakni :
 Tahap menetapkan macam masalah kesehatan yang ingin diketahui.
Berbeda dengan survai khusus penyakit yang tidak perlu menentukan macam masalah
kesehatan yang akan dikumpulkan datanya, maka pada penyaringan kasus, langkah pertama
yang harus dilakukan ialah menetapkan macam masalah kesehatan yang ingin diketahui.
Agar pengumpulan data tentang masalah kesehatan tersebut tepat dan lengkap, perlu
dikumpulkan dahulu berbagai keterangan yang ada hubungannya dengan masalah kesehatan
tersebut. Keterangan-keterangan yang diperoleh harus diseleksii dan setelah itu harus disusun
sedemikian rupa sehingga menjadi jelas kriteria penyakit yang akan dicari.
 Tahap menetapkan cara pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penemuan
masalah kesehatan.

7
Langkah selanjutnya yang ditempuh ialah menetapkan cara pengumpulan data (jenis
pemeriksaan = test) yang akan dipergunakan. Sebagaimana telah dikemukan, baik atau
tidaknya hasil penyaringan ini tergantung dari validitas cara pengumpulan data yang dipilih.
Cara pengumpulan data yang baik ialah yang sensitivitas dan sensifisitasnya tinggi.
 Tahap menetapkan kelompok masyarakat yang akan dikumpulkan datanya.
Hal lainnya yang dilakukan pada penyaringan ialah menetapkan kelompok masyarakat yang
akan dikumpulkan datanya yakni yang menyangkut sumber data, kriteria responden, jumlah
sampel, dan cara pengambilan sampel, sebagaimana yang dilakukan pada survai penyakit.
Apabila yang ingin diketahui adalah masalah kesehatan, berupa penyakit Diabetes Melitus
tentu kelompok masyarakat yang dipilih adalah usia diatas 15 tahun.
Apabila kelompok masyarakat telah ditentukan, dilanjutkan dengan melakukan penyaringan
(screening) terhadap masalah kesehatan yang ingin dicari. Pekerjaan yang dilakukan disini
identik dengan melakukan pengumpulan data sebagaimana pada survai penyakit.Tidak sulit
dipahami bahwa penyaringan (screening) tersebut dilakukan dengan memanfaatkan kriteria
masalah kesehatan serta cara pengumpulan data yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari
pekerjaan penyaringan ini ialah ditemukannya kelompok masyarakat yang diduga menderita
masalah kesehatan yang harus dipisahkan dari kelompok masyarakat yang tidak mempunyai
masalah kesehatan.
 Tahap mempertajam penyaringan
Terhadap kelompok masyarakat yang dicurigai menderita masalah kesehatan yang sedang
dicari, dilakukan penyaringan lagi, maksudnya ialah untuk mempertajam hasil penyaringan,
sehingga diperoleh kelompok masyarakat yang benar-benar menderita masalah kesehatan
yang ingin diketahui.
 Tahap penyusunan laporan dan tindak lanjut
Setelah dipastikan tidak ada jenis masalah kesehatan lain yang tercampur dalam kelompok
masyarakat yang disaring, pekerjaan selanjutnya ialah mengolah data yang diperoleh untuk
kemudian disusun laporan seperlunya. Patut disampaikan disini, bahwa kepada anggota
masyarakat yang terbukti menderita masalah kesehatan yang dicari, perlu ditindak lanjuti
berupa pemberian pengobatan untuk mengatasi masalah kesehatan yang diderita.5

8
Syarat-syarat skrining
Jika ingin melakukan skrining terhadap suatu penyakit atau masalah, maka ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, diantara nya :
o Penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan atau kesakitan
o Tes harus cukup sensitif dan spesifik
o Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-
individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasikan
o Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mecegah penyakit atau akibat penyakit

Tes Validitas
Suatu alat (test) scereening yang baik adalah yang mempunyai tingkat validitas dan
reliabilitas yang tinggi yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut, dalam memilih tes
untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive Values).Validitas adalah kemampuan
dari tes atau suatu pemeriksaan untuk mengidentifikasi individu mana yang mempunyai penyakit
dan individu mana yang sehat. Validitas suatu tes skrining dipengaruhi oleh sensitivitas dan
spesitifitas.
Sensitivitas adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka yang
mengidap penyakit. Spesitifitas adalah jumlah frekuensi orang tidak atau negatif menderita sakit
atau persentase orang yang tidak menderita penyakit yang deteksi oleh tes skrining. Nilai
prediksi dari tes skrining adalah frekuensi orang atau individu yang telah dinyatakan menderita
sakit atau tidak sakit.5

Tabel 2. Metode skrining DM tipe2

9
Nilai prediksi terdiri dari :

a. Positif palsu (false positive)


Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yang dinyatakan positif tetapi
tidak menderita sakit
b. Negatif palsu (false negatif)
Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yang dinyatakan negatif dan
sebenarnya menderita sakit.5

Tabel 3. Distribusi Ppulasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining.5

Sakit Tidak Sakit Total


Positif A B a+b
Negatif C D c+d
a+c b+d a+b+c+d

Rumus :

I. Sensitifitas dan Spesitifitas


𝑎
Sensitivitas = x 100%
𝑎+𝑐
𝑑
Spesitifitas = 𝑏+𝑑 x 100%
𝑐
Negatif Palsu = 𝑎+𝑐 x 100%
𝑏
Positif Palsu = 𝑏+𝑑 x 100%

II. Nilai Prediksi


𝑎
Nilai prediksi tes (+)=𝑎+𝑏 x 100%
𝑑
Nilai prediksi tes (-)= x 100%
𝑐+𝑑

Keterangan :
a = jumlah orang sakit dari hasil tes
b = jumlah positif palsu pada hasil tes
c = jumlah negatif palsu pada hasil tes

10
d = jumlah orang tidak sakit dari hasil tes

Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

Pencegahan Primer

Sasaran pencegahan primer Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat
DM dan kelompok intoleransi glukosa. Faktor Risiko Diabetes Melitus Faktor risiko diabetes
sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :

 Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi :


Ras dan etnik, Riwayat keluarga dengan DM, Umur: Risiko untuk menderita intolerasi
glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan
pemeriksaan DM. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau
riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir dengan berat badan
rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang
lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
 Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi : Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ). Kurangnya
aktivitas fisik, Hipertensi (>140/90 mmHg), Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau
trigliserida >250 mg/dl), Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan
DMT2.6

Materi Pencegahan Primer Diabetes Melitus Tipe 2

Pencegahan primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditujukan
untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa.1,2,6

Materi penyuluhan meliputi antara lain :

11
 Program penurunan berat badan : Diet sehat, Jumlah asupan kalori ditujukan untuk
mencapai berat badan ideal, Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan
secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah
yang tinggi setelah makan , Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan
tinggi serat larut.
 Latihan jasmani yang dianjurkan : Latihan dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung
maksimal) (A), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut
jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu
 Menghentikan kebiasaan merokok
 Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis.7

Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan
pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang
lain dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit
merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan
berikutnya.1,6,7

Pengendalian Diabetes Melitus

Program Pengendalian diabetes mellitus dilaksanakan secara terintegrasi dalam program


pengendalian penyakit tidak menular terintegrasi yaitu antara lain:2

1. Pendekatan faktor risiko penyakit tidak menular terintegrasi di fasilitas layanan primer
(Pandu PTM)

12
 Untuk peningkatan tatalaksana faktor risiko utama (konseling berhenti merokok, hipertensi,
dyslipidemia, obesitas dan lainnya) difasilitas pelayanan dasar (puskesmas, dokter keluarga,
praktik swasta)
 Tata laksana terintegrasi hipertensi dan diabetes melalui faktor risiko
 Prediksi risiko penyakit jantung dan stroke dengan chart WHO
2. Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular)
Pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kewaspadaan dini dalam memonitoring
faktor risiko menjadi salah satu tujuan dalam program pengendalian penyakit tidak menular
berbasis masyarakat terhadapt faktor risiko baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat
lingkungan sekitarnya.
3. CERDIK dan PATUH di Posbindu PTM dan Balai Gaya Hidup Sehat
Program PATUH, yaitu:
 P : Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
 A : Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
 T : Tetap diet sehat dan gizi seimbang
 U : Upayakan beraktivitas fisik dengan aman
 H : Hindari rokok, alcohol dan zat karsinogenik lainnya
Program CERDIK, pesan peningkatan gaya hidup sehat yang disampaikan dilingkungan
sekolah, yaitu:

 C : Cek kondisi kesehatan secara berskala


 E : Enyahkan asap rokok
 R: Rajin aktivitas fisik
 D : Diet sehat dengan kalori seimbang
 I : Istirahat yang cukup
 K : Kendalikan stress

Kesimpulan
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang dapat menimbulkan berbagai
komplikasi. Keadaan ini sangat memengaruhi kualitas hidup penyandang DM sehingga perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Sampai saat ini memang belum ditemukan cara

13
atau pengobatan yang dapat menyembuhkannya diabetes secara menyeluruh. Akan tetapi DM
dapat dikendalikan dengan baik, dengan cara : diet, olahraga dan dengan menggunakan obat
antidiabetik. Pada setiap penanganan penyandang DM, harus selalu ditetapkan target yang akan
dicapai sebelum memulai pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program
pengobatan dan penyesuaian regimen terapi sesuai kebutuhan serta menghindari hasil
pengobatan yang tidak diinginkan. Pengobatan DM sangat spesifik dan individual untuk masing-
masing pasien. Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk
mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum, diharapkan dapat
mencegah dan menurunkan prevalensi DM, baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang
akan datang.

Daftar pustaka
1. konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 – 2015.
2. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013.
3. American Diabetes Association, Standards of medical care in diabetes 2014, Diabetes
Care. 2014, 37 (Suppl 1), S14-80.Timmreck TC. Epidemiologi: suatu pengantar. Edisi 2.
Jakarta: EGC;2004.h. 337-345.
4. Soewondo, P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in Indonesia:
Results from the International Diabetes Management Practices Study (IDMPS), J
Indonesia Med Assoc. 2011, 61.
5. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung
Seto;2011.h.228-30.
6. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2013, Diabetes Care. 2013,
36 Suppl 1, S4-10.
7. Defining and reporting hypoglycemia in diabetes: a report from the American Diabetes
Association Workgroup on Hypoglycemia, Diabetes Care. 2005, 28, 1245–1249.

14

Anda mungkin juga menyukai