Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

DIABETES MELITUS TIPE 2

Oleh:
Rika Emira Noci
1740312124

Preseptor:
dr. Djunianto, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD LUBUK BASUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin pada otot dan

hati serta kegagalan dari sel beta pankreas. Penyakit DM ini telah banyak

menimbulkan permasalahan di masyarakat dan berpengaruh terhadap kualitas

sumber daya manusia serta berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang

cukup besar.

Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus merupakan salah satu

penyakit tidak menular yang diperkirakan jumlahnya akan meningkat di masa

mendatang. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kemakmuran di negara

berkembang, peningkatan pendapatan perkaita dan perubahan gaya hidup terutama

di kota-kota besar. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan pada tahun 2025

jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang.

Menurut data RISKESDAS 2007, prevalensi nasional DM di Indonesia untuk

usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Berdasarkan data IDF 2014, tahun 2015

diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis DM. Dengan angka tersebut,

Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia.

Untuk dapat mengurangi angka penderita diabetes melitus, maka diperlukan

adanya tatalaksana yang komprehensif yang mencakup preventif, promotif, kuratif

dan rehabilitatif. Bagi dokter pelayanan primer, diabetes melitus tipe 2 merupakan
kompetensi 4A artinya dokter dapat mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan

secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu penting untuk membahas tentang

penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 pada makalah ini.

1.2 Tujuan Penulisan

Case Report Session ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,

patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis

diabetes melitus tipe 2.

1.3 Metode penulisan

Penulisan Case Report Session ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Penyakit DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duamya.1

2.2 Epidemiologi

Secara global, pada tahun 2011, diperkirakan 366 juta orang menderita DM,

dengan jumlah tipe 2 yang sekitar 90% kasus.2,3 Jumlah penderita DM tipe 2

meningkat di setiap negara dengan 80% penderita DM tinggal di negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Prevalensi diabetes mellitus di Afrika adalah

3,2%, dan 40.895 orang (2,0%) berada di Ethiopia.4 Meskipun Tipe 2 DM

didiagnosis secara luas pada orang dewasa, frekuensinya meningkat tajam pada

kelompok usia anak-anak selama dua dekade terakhir. Diabetes mellitus tipe 2

sekarang mewakili 8-45% dari semua kasus diabetes baru yang dilaporkan di antara

anak-anak.5 Prevalensi DM tipe 2 pada populasi anak-anak lebih tinggi pada anak

perempuan daripada anak laki-laki, sama seperti di kalangan perempuan daripada

laki-laki.4 Usia rata-rata onset DM tipe 2 adalah 12-16 tahun. Periode ini bertepatan

dengan masa pubertas, ketika keadaan fisiologis resistensi insulin berkembang.

Dalam keadaan fisiologis ini, DM tipe 2 berkembang hanya jika fungsi sel beta

yang tidak adekuat dikaitkan dengan faktor risiko lainnya (misalnya obesitas).6

Setelah usia pubertas, tingkat kejadian secara signifikan turun pada wanita muda,

namun tetap relatif tinggi pada pria dewasa muda hingga usia 29-35 tahun.7 Saat ini

sebanyak 50% penderita diabetes tidak terdiagnosis. Risiko terkena diabetes tipe 2
meningkat seiring bertambahnya usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.

Kejadiannya meningkat dengan cepat, dan pada tahun 2030 jumlah ini diperkirakan

hampir sekitar 552 juta.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes mellitus dapat dikelompokkan menjadi faktor risiko

yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak

dapat dimodifikasi diantaranya ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga

dengan diabetes mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000

gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari

2500 gram. Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya berat

badan lebih, obesitas sentral, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, hipertensi, diet

yang tidak sehat/ tidak seimbang, riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau

gula darah puasa terganggu, dan merokok.

2.4 Patogenesis

Ada hubungan langsung antara hiperglikemia dan respon fisiologis dan.

Setiap terjadi hiperglikemia, otak mengenali dan mengirim pesan melalui impuls

saraf ke pankreas dan organ lainnya untuk mengurangi pengaruhnya. Pada diabetes

tipe 2 terjadi gangguan sekresi insulin melalui disfungsi sel β pankreas, dan kerja

insulin yang terganggu melalui resistensi insulin. Dalam situasi di mana resistensi

terhadap insulin mendominasi, massa sel β mengalami transformasi yang mampu

meningkatkan suplai insulin dan mengkompensasi permintaan berlebihan dan

anomali. Secara absolut, konsentrasi insulin plasma (baik puasa dan sewaktu)

biasanya meningkat, walaupun "relatif" terhadap tingkat keparahan resistansi

insulin. Pada DM tipe 2 konsentrasi insulin plasma tidak cukup untuk


mempertahankan homeostasis glukosa normal. Resistensi insulin dan

hiperinsulinemia akhirnya menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Kecuali

untuk diabetes onset dewasa muda (MODY), cara pewarisan diabetes melitus tipe

2 tidak jelas. MODY, yang diwarisi sebagai sifat dominan autosomal, dapat

dihasilkan dari mutasi pada gen glukokinase pada kromosom 7p. MODY

didefinisikan sebagai hiperglikemia yang didiagnosis sebelum usia dua puluh lima

tahun dan dapat diobati selama lebih dari lima tahun tanpa insulin dalam kasus di

mana sel beta antibodi (ICA) negatif.

Resistensi terhadap kerja insulin akan mengakibatkan gangguan pengambilan

glukosa insulin (oleh otot dan lemak), penekanan glukosa hepatik yang tidak

sempurna dan penurunan trigliserida akibat lemak. Untuk mengatasi resistensi

insulin, sel β akan meningkatkan jumlah insulin yang disekresikan. Produksi

glukosa endogen dipercepat pada pasien diabetes tipe 2 atau glukosa puasa yang

terganggu. Karena kenaikan ini terjadi dengan adanya hiper insulinemia, setidaknya

pada tahap awal dan menengah, resistensi insulin hati adalah kekuatan pendorong

hiperglikemia diabetes tipe 2.

2.5 Diagnosis 1,4,6

Diagnosis klinis DM ditegakkan bila adagejala khas DM berupa poliuria,

polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu

(GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan

Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman

diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa

darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl pada

hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl. Alur

penegakkan diagnosis DM dapat dilihat pada skema di gambar.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara

enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Kriteria Diagnosis DM

 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam. Atau

 Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa

Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. Atau

 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau

 Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi

oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard

NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil

pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati,


riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhi

umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai

alat diagnosis maupun evaluasi.

2.6 Tatalaksana 1,4,6

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas

hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Berikut adalah algoritma pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia:

2.6.1 Tatalaksana secara Non- Farmakologi

1. Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai

bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri dari materi edukasi

tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Komposisi Makanan yang dianjurkan terdiri dari:

a. Karbohidrat

 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

b. Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

c. Protein

 Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein

yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa

kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.

d. Natrium

 Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat

yaitu <2300 mg perhari

e. Serat

 Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari

berbagai sumber bahan makanan.

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan

penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi

bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,

dan lain-lain.

2.6.2 Tatalaksana Farmakologi

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan

jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk

suntikan.

1. Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

 Sulfonilurea

 Glinid

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

 Metformin

 Tiazolidindion (TZD).

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

 Penghambat Alfa Glukosidase.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)

2. Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

a. Insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)

 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

 Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)

 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

 Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)

 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat

dengan menengah (Premixed insulin)


2.7 Komplikasi

Komplikasi diabetes melitus biasanya melibatkan mikrovaskular,

makrocaskular dan neuropati.

1. Risiko Kardiovaskular7

2. Penurunan Fungsi Kognitif

Selain pembagian diatas, komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu: 4

a. Komplikasi akut

1. Hipoglikemia

2. Hiperglikemia

b. Komplikasi Kronis

1. Komplikasi makrovaskuler

2. Komplikasi mikrovaskuler

2.8 Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu: 17

1. Pencegahan Premordial

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari

kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang

termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,

tetapi berpotensi untuk menderita DM.

3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal

penyakit.

4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan

merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.


BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Ny. EG
No MR : 171860
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
Nama Ibu Kandung : Nursali
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Lubuk Basung
Tanggal Masuk : 24 April 2018

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Badan terasa lemas dan letih sejak 3 jam sebelum masuk
rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang:


 Badan terasa lemas dan letih sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit setelah
minum obat yang menurut pengakuan pasien adalah obat Metformin. Keluhan
ini disertai dengan kepala pusing, dada berdebar-debar, serta keringat dingin
sampai membasahi seluruh badan dan pakaian pasien. Keluhan ini dirasakan
terjadi hampir setiap kali pasien minum obat dan ini merupakan keluhan yang
paling berat yang pernah dirasakan pasien. Pasien telah dikenal menderita DM
sejak 1 tahun yang lalu, kontrol rutin ke poli penyakit dalam RSUD Lubuk
Basung namun tidak teratur minum obat karena keluhan yang sering dialami
pasien setiap kali minum obat sehingga jika pasien mengalami keluhan saat
minum obat, pasien menghentikan sendiri pengobatannya selama 1-2 hari lalu
baru minum obat lagi.
 Keluhan pucat pada pasien disangkal
 Riwayat sering BAK saat malam hari tidak ada
 Riwayat sering haus dan banyak minum tidak ada
 Riwayat penurunan BB tidak ada
 Sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak ada
 Demam tidak ada, batuk pilek tidak ada
 Mual dan muntah tidak ada
 Nafsu makan biasa
 BAK jumlah dan warna biasa
 BAB warna dan konsistensi biasa

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat hipertensi ada sejak 1 tahun yang lalu, tekanan darah tertinggi 210,
rutin kontrol ke poli penyakit dalam RSUD Lubuk basung, dan teratur minum
obat.
 Riwayat DM ada sejak 1 tahun yang lalu, rutin kontrol ke poli penyakit dalam
RSUD Lubuk basung, namun tidak teratur minum obat.

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Riwayat DM dikeluarga ada, pada kedua orang tua pasien dan dua adik laki-
laki pasien.
 Riwayat hipertensi dan penyakit jantung lain dikeluarga tidak diketahui.

Riwayat Kebiasaan, Sosial, dan Ekonomi:


 Pasien seorang ibu rumah tangga
 Pasien tidak pernah merokok dan mengkonsumsi alkohol
 Riwayat suka makan dan minum makanan/minuman yang manis disangkal

PEMERIKSAAN FISIK (pemeriksaan dilakukan tanggal 24 April 2018)

Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : sakit sedang
 Kesadaran : apatis
 Tekanan darah : 200/110 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Pernapasan : 20x/menit
 Suhu : 36,1oC
 BB : 54 kg
 TB : 160 cm
 IMT : Normoweight
 Keadaan gizi : baik
 Sianosis : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Edema : ada
 Anemis : ada
Kulit : teraba dingin, turgor kulit normal
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorok : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5+0 cm H2O
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara
statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kiri iktus kordis
batas jantung kanan LSD
batas jantung atas RIC II
Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, S3
Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketok CVA (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral dingin
Udem tungkai : +/+
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hb 8,3 gr/dL (N: 13-16 gr/dL)
Leukosit 6400/mm3 (N: 5000-10.000/mm3)
Hematokrit 27% (N: 40-50%)
Trombosit 242.000/mm3 (N: 150.000-450.000/mm3)
Eritrosit 3,050 juta/mm3 (N: 4,5-5 juta/mm3)
LED (2 jam) 45 (N: 5-18 mm)
Hitung jenis:
 Basofil 0 (N: 0-1%)
 Eosinofil 1 (N: 1-3%)
 Net. Bat 2 (N: 2-6%)
 Net. Seg 68 (N: 50-70%)
 Limfosit 24 (N: 20-40%)
 Monosit 5 (N: 2-8%)
Kesan : Anemia ringan, LED ↑

Kimia Klinik : GDS 161 mg/dL (N: 180 mg/dL)


GDP 42 (N:75-115 mg/dl)
G2PP 53 (N: 110 mg/dl)
Total kolesterol 278 (N: 150-250 mg/dl)
Trigliserida 125 (N: 60-150 mg/dl)
HDL kolesterol 55 (N: >55 mg/dl)
LDL kolesterol 198 (N: <150 mg/dl)
Ureum 52 mg/dL (N: 10-50 mg/dL)
Kreatinin 2,2 mg/dL (N: 0,7-1,1 mg/dL)

Kesan : Hiperkolesterolemia, peningkatan ureum kreatinin

Urinalisis : Warna kuning muda


pH 5,5
Protein (+++)
Reduksi (-)
Bilirubin (-)
Urobilin normal
Eritrosit (5-10/lpb)
Leukosit (1-2/lpb)
Silinder (-)
Kristal (-)
Sel epitel (-)
Kesan : Proteinuria, hematuria
Pemeriksaan EKG

Kesan : sinus rithm, normal axis, old infark miokard di V1-V4


Pemeriksaan Rontgen

Kesan: Susp. Kardiomegali (RVH), susp infiltrate di parakardial kanan

DIAGNOSIS
 Anemia ringan ec penyakit kronik + HHD + DM tipe II terkontrol + CKD
stg III ec Nefropati DM old MCI anteroseptal
PENATALAKSANAAN
 Istirahat/ diet ML DJ 2 DD 1700 kkal
 IVFD NaCl 0,9% 8 jam/ kolf
 Inj. Omeprazol 1x1 amp (IV)
 Transfusi PRC 2 unit, 1 unit per hari
 Candesartan 1x8 mg p.o
 Lasix 1x20mg (IV)
 Asam folat 1x1 tab
RENCANA
 USG ginjal
BAB IV

DISKUSI
Diagnosis Anemia ringan ec penyakit kronik + HHD + DM tipe II terkontrol +
CKD stg III ec Nefropati DM old MCI anteroseptal ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengeluh badan terasa lemas dan letih sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit setelah minum obat yang menurut pengakuan pasien
adalah obat Metformin, keluhan tersebut disertai dengan kepala pusing, dada
berdebar-debar, serta keringat dingin sampai membasahi seluruh badan dan pakaian
pasien. Keluhan pucat pada pasien disangkal. Keluhan polifagia, polidipsi dan
poliuri pada pasien disangkal. Pasien telah dikenal menderita DM sejak 1 tahun
yang lalu. Dari anamnesis ada beberapa kemungkinan diagnosis pada pasien ini
yaitu bisa karena pasien mengalami anemia atau mungkin karena efek samping obat
gula yang diminum pasien karena pasien mengeluhkan badan letih dan lemas
setelah mengonsumsi obat gula (Metformin), atau karena telah terjadi penurunan
fungsi ginjal (Chronic Kidney Disease/CKD) yang salah satu gejalanya adalah
terjadi sindrom uremia yang ditandai dengan lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah). Menurut teori Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan perifer. Metformin
merupakan obat pilihan pertama pada kasus DM tipe 2. Efek samping dari obat ini
adalah gangguan saluran pencernaan seperti gejala dyspepsia.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis, peningkatan tekanan
darah, kulit teraba dingin, konjungtiva anemis, iktus kordis teraba 1 jari lateral
LMCS RIC V, akral dingin, udem tungkai (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa pasien mengalami hipertensi, dan kemungkinan terjadi pembesaran jantung
serta udem tungkai bisa disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal seperti pada
CKD atau karena adanya gagal jantung.
Hasil labaratorium menunjukkan adanya anemia ringan, hiperkolesterolemia,
peningkatan ureum kreatinin, proteinuria, hematuria. Hasil pemeriksaan EKG
didapatkan Q patologis di V1-V4 serta hasil rontgen menunjukkan susp.
Kardiomegali (RVH), susp infiltrate di parakardial kanan. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan hiperkolesterolemia yang bisa diakibatkan oleh
lipotoxicity akibat penyakit DM, peningkatan ureum dan kreatinin menandakan
telah terjadi penurunan fungsi ginjal. Pada hasil EKG ditemukan adanya Q
patologis yang menandakan adanya infark lama pada jantung.
Penyakit DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia menyebabkan gangguan tidak hanya di
otot, liver dan sel beta pankreas tapi juga di organ-organ lain seperti peningkatan
reabsorpsi glukosa oleh ginjal dan peningkatan lipolysis. Nefropati diabetic
merupakan penyebab paling utama dari gagal ginjal stadium akhir, selain itu
hipertensi juga berperan dalam pathogenesis terjadinya gagal ginjal.1
Anemia dapat muncul pada stadium awal gagal ginjal dan akan semakin
memburuk seiring dengan perkembangan penyakit, hal ini disebut dengan anemia
akibat penyakit kronis. Anemia akibat penyakit kronis muncul karena penurunan
fungsi ginjal, sehingga ginjal tidak dapat memproduksi hormon eritropoetin yang
cukup untuk merangsang sumsum tulang membentuk sel darah merah, semakin
buruk fungsi ginjal maka akan semakin sedikit jumlah hormon eritropoetin
sehingga terjadi penurunan sel darah merah sehingga menyebabkan anemia pada
pasien.1
Pada pasien ini diberikan terapi IVFD NaCl 0,9% 8 jam/ kolf, inj. Omeprazol
1x1 amp (IV), transfusi PRC 2 unit sebagai terapi dari anemia, candesartan 1x8 mg
merupakan obat penghambat reseptor angiotensin II (ARB) yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah, lasix 1x20mg merupakan obat yang berfungsi sebagai
diuretic yang digunakan untuk mengurangi cairan dari tubuh dan membuangnya
melalui saluran kemih, asam folat 1x1 tab.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkeni (2015). Konsensus: Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia. PB: Perkeni.
2. Soltesz G, Patterson CC, Dahlquist G; EURODIAB Study Group (2007)
Worldwide childhood type 1 diabetes incidence--what can we learn from
epidemiology? Pediatr Diabetes 8 Suppl 6: 6-14.
3. Global burden of diabetes. International Diabetes federation. Diabetic atlas
fifth edition 201, Brussels. Yach D, Hawkes C, Gould CL, Hofman KJ (2004)
The global burden of chronic diseases: overcoming impediments to
prevention and control. JAMA 291: 2616-2622.
4. Ndraha, S (2014). Diabetes Melitus tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. J
Medicinus Vol 27 No 2.
5. Kumar PJ, Clark M (2002) Textbook of Clinical Medicine. Pub: Saunders,
London, UK. 1099-1121.
6. Khardori R. 2018. Type 2 Diabetes melitus. Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#a1
7. Fatimah, RN (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority Vol 4 No 5.

Anda mungkin juga menyukai