Oleh:
Rika Emira Noci
1740312124
Preseptor:
dr. Djunianto, Sp. PD
PENDAHULUAN
insulin atau kedua-duanya. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin pada otot dan
hati serta kegagalan dari sel beta pankreas. Penyakit DM ini telah banyak
sumber daya manusia serta berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang
cukup besar.
di kota-kota besar. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan pada tahun 2025
usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Berdasarkan data IDF 2014, tahun 2015
diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis DM. Dengan angka tersebut,
dan rehabilitatif. Bagi dokter pelayanan primer, diabetes melitus tipe 2 merupakan
kompetensi 4A artinya dokter dapat mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas. Oleh karena itu penting untuk membahas tentang
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Secara global, pada tahun 2011, diperkirakan 366 juta orang menderita DM,
dengan jumlah tipe 2 yang sekitar 90% kasus.2,3 Jumlah penderita DM tipe 2
didiagnosis secara luas pada orang dewasa, frekuensinya meningkat tajam pada
kelompok usia anak-anak selama dua dekade terakhir. Diabetes mellitus tipe 2
sekarang mewakili 8-45% dari semua kasus diabetes baru yang dilaporkan di antara
anak-anak.5 Prevalensi DM tipe 2 pada populasi anak-anak lebih tinggi pada anak
laki-laki.4 Usia rata-rata onset DM tipe 2 adalah 12-16 tahun. Periode ini bertepatan
Dalam keadaan fisiologis ini, DM tipe 2 berkembang hanya jika fungsi sel beta
yang tidak adekuat dikaitkan dengan faktor risiko lainnya (misalnya obesitas).6
Setelah usia pubertas, tingkat kejadian secara signifikan turun pada wanita muda,
namun tetap relatif tinggi pada pria dewasa muda hingga usia 29-35 tahun.7 Saat ini
sebanyak 50% penderita diabetes tidak terdiagnosis. Risiko terkena diabetes tipe 2
meningkat seiring bertambahnya usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.
Kejadiannya meningkat dengan cepat, dan pada tahun 2030 jumlah ini diperkirakan
yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi diantaranya ras, etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga
dengan diabetes mellitus, riwayat melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4000
gram, dan riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari
2500 gram. Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi diantaranya berat
badan lebih, obesitas sentral, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, hipertensi, diet
yang tidak sehat/ tidak seimbang, riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
2.4 Patogenesis
Setiap terjadi hiperglikemia, otak mengenali dan mengirim pesan melalui impuls
saraf ke pankreas dan organ lainnya untuk mengurangi pengaruhnya. Pada diabetes
tipe 2 terjadi gangguan sekresi insulin melalui disfungsi sel β pankreas, dan kerja
insulin yang terganggu melalui resistensi insulin. Dalam situasi di mana resistensi
anomali. Secara absolut, konsentrasi insulin plasma (baik puasa dan sewaktu)
untuk diabetes onset dewasa muda (MODY), cara pewarisan diabetes melitus tipe
2 tidak jelas. MODY, yang diwarisi sebagai sifat dominan autosomal, dapat
dihasilkan dari mutasi pada gen glukokinase pada kromosom 7p. MODY
didefinisikan sebagai hiperglikemia yang didiagnosis sebelum usia dua puluh lima
tahun dan dapat diobati selama lebih dari lima tahun tanpa insulin dalam kasus di
glukosa insulin (oleh otot dan lemak), penekanan glukosa hepatik yang tidak
glukosa endogen dipercepat pada pasien diabetes tipe 2 atau glukosa puasa yang
terganggu. Karena kenaikan ini terjadi dengan adanya hiper insulinemia, setidaknya
pada tahap awal dan menengah, resistensi insulin hati adalah kekuatan pendorong
polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu
Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman
diagnosis DM. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa
darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu GDP ≥ 126 mg/dl, GDS ≥ 200 mg/dl pada
hari yang lain atau hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl. Alur
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
Kriteria Diagnosis DM
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau
umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri dari materi edukasi
a. Karbohidrat
b. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
c. Protein
yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa
d. Natrium
e. Serat
penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan,
dan lain-lain.
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Tiazolidindion (TZD).
a. Insulin
Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
1. Risiko Kardiovaskular7
yaitu: 4
a. Komplikasi akut
1. Hipoglikemia
2. Hiperglikemia
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi makrovaskuler
2. Komplikasi mikrovaskuler
2.8 Pencegahan
1. Pencegahan Premordial
2. Pencegahan Primer
termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM,
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal
penyakit.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
Identitas Pasien
Nama : Ny. EG
No MR : 171860
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 48 tahun
Nama Ibu Kandung : Nursali
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Lubuk Basung
Tanggal Masuk : 24 April 2018
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Badan terasa lemas dan letih sejak 3 jam sebelum masuk
rumah sakit
Riwayat DM dikeluarga ada, pada kedua orang tua pasien dan dua adik laki-
laki pasien.
Riwayat hipertensi dan penyakit jantung lain dikeluarga tidak diketahui.
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : apatis
Tekanan darah : 200/110 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,1oC
BB : 54 kg
TB : 160 cm
IMT : Normoweight
Keadaan gizi : baik
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : ada
Anemis : ada
Kulit : teraba dingin, turgor kulit normal
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Tenggorok : tidak ada kelainan
Gigi dan mulut : tidak ada kelainan
Leher : JVP 5+0 cm H2O
Toraks :
Paru : Inspeksi : bentuk normochest, simetris kiri = kanan secara
statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung kiri iktus kordis
batas jantung kanan LSD
batas jantung atas RIC II
Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, S3
Gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : nyeri ketok CVA (-)
Genitalia : tidak diperiksa
Anus : tidak diperiksa
Ekstremitas : akral dingin
Udem tungkai : +/+
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Hb 8,3 gr/dL (N: 13-16 gr/dL)
Leukosit 6400/mm3 (N: 5000-10.000/mm3)
Hematokrit 27% (N: 40-50%)
Trombosit 242.000/mm3 (N: 150.000-450.000/mm3)
Eritrosit 3,050 juta/mm3 (N: 4,5-5 juta/mm3)
LED (2 jam) 45 (N: 5-18 mm)
Hitung jenis:
Basofil 0 (N: 0-1%)
Eosinofil 1 (N: 1-3%)
Net. Bat 2 (N: 2-6%)
Net. Seg 68 (N: 50-70%)
Limfosit 24 (N: 20-40%)
Monosit 5 (N: 2-8%)
Kesan : Anemia ringan, LED ↑
DIAGNOSIS
Anemia ringan ec penyakit kronik + HHD + DM tipe II terkontrol + CKD
stg III ec Nefropati DM old MCI anteroseptal
PENATALAKSANAAN
Istirahat/ diet ML DJ 2 DD 1700 kkal
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/ kolf
Inj. Omeprazol 1x1 amp (IV)
Transfusi PRC 2 unit, 1 unit per hari
Candesartan 1x8 mg p.o
Lasix 1x20mg (IV)
Asam folat 1x1 tab
RENCANA
USG ginjal
BAB IV
DISKUSI
Diagnosis Anemia ringan ec penyakit kronik + HHD + DM tipe II terkontrol +
CKD stg III ec Nefropati DM old MCI anteroseptal ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengeluh badan terasa lemas dan letih sejak 3 jam
sebelum masuk rumah sakit setelah minum obat yang menurut pengakuan pasien
adalah obat Metformin, keluhan tersebut disertai dengan kepala pusing, dada
berdebar-debar, serta keringat dingin sampai membasahi seluruh badan dan pakaian
pasien. Keluhan pucat pada pasien disangkal. Keluhan polifagia, polidipsi dan
poliuri pada pasien disangkal. Pasien telah dikenal menderita DM sejak 1 tahun
yang lalu. Dari anamnesis ada beberapa kemungkinan diagnosis pada pasien ini
yaitu bisa karena pasien mengalami anemia atau mungkin karena efek samping obat
gula yang diminum pasien karena pasien mengeluhkan badan letih dan lemas
setelah mengonsumsi obat gula (Metformin), atau karena telah terjadi penurunan
fungsi ginjal (Chronic Kidney Disease/CKD) yang salah satu gejalanya adalah
terjadi sindrom uremia yang ditandai dengan lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah). Menurut teori Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan perifer. Metformin
merupakan obat pilihan pertama pada kasus DM tipe 2. Efek samping dari obat ini
adalah gangguan saluran pencernaan seperti gejala dyspepsia.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis, peningkatan tekanan
darah, kulit teraba dingin, konjungtiva anemis, iktus kordis teraba 1 jari lateral
LMCS RIC V, akral dingin, udem tungkai (+). Dari pemeriksaan fisik didapatkan
bahwa pasien mengalami hipertensi, dan kemungkinan terjadi pembesaran jantung
serta udem tungkai bisa disebabkan oleh adanya gangguan fungsi ginjal seperti pada
CKD atau karena adanya gagal jantung.
Hasil labaratorium menunjukkan adanya anemia ringan, hiperkolesterolemia,
peningkatan ureum kreatinin, proteinuria, hematuria. Hasil pemeriksaan EKG
didapatkan Q patologis di V1-V4 serta hasil rontgen menunjukkan susp.
Kardiomegali (RVH), susp infiltrate di parakardial kanan. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan hiperkolesterolemia yang bisa diakibatkan oleh
lipotoxicity akibat penyakit DM, peningkatan ureum dan kreatinin menandakan
telah terjadi penurunan fungsi ginjal. Pada hasil EKG ditemukan adanya Q
patologis yang menandakan adanya infark lama pada jantung.
Penyakit DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia menyebabkan gangguan tidak hanya di
otot, liver dan sel beta pankreas tapi juga di organ-organ lain seperti peningkatan
reabsorpsi glukosa oleh ginjal dan peningkatan lipolysis. Nefropati diabetic
merupakan penyebab paling utama dari gagal ginjal stadium akhir, selain itu
hipertensi juga berperan dalam pathogenesis terjadinya gagal ginjal.1
Anemia dapat muncul pada stadium awal gagal ginjal dan akan semakin
memburuk seiring dengan perkembangan penyakit, hal ini disebut dengan anemia
akibat penyakit kronis. Anemia akibat penyakit kronis muncul karena penurunan
fungsi ginjal, sehingga ginjal tidak dapat memproduksi hormon eritropoetin yang
cukup untuk merangsang sumsum tulang membentuk sel darah merah, semakin
buruk fungsi ginjal maka akan semakin sedikit jumlah hormon eritropoetin
sehingga terjadi penurunan sel darah merah sehingga menyebabkan anemia pada
pasien.1
Pada pasien ini diberikan terapi IVFD NaCl 0,9% 8 jam/ kolf, inj. Omeprazol
1x1 amp (IV), transfusi PRC 2 unit sebagai terapi dari anemia, candesartan 1x8 mg
merupakan obat penghambat reseptor angiotensin II (ARB) yang bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah, lasix 1x20mg merupakan obat yang berfungsi sebagai
diuretic yang digunakan untuk mengurangi cairan dari tubuh dan membuangnya
melalui saluran kemih, asam folat 1x1 tab.
DAFTAR PUSTAKA