Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan kemampuannya yang
sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan keseimbangan, biasanya dengan
proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang mengakibatkan adanya lingkungan sel yang
relatif konstan tapi dinamis.1
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh
total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya.
Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam masa
perioperatif maupun intraoperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering dibutuhkan untuk
mengkoreksi kekurangan cairan dan elektrolit serta mengkompensasi hilangnya darah selama
operasi. Oleh karena itu, ahli anestesi harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi
normal cairan dan elektrolit serta gangguannya. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi kardiovaskular,
neurologis, dan neuromuskular.4
Dari refrat ini, diharapkan dapat memberi informasi mengenai fisiologi normal cairan dan
elektrolit, gangguan cairan elektrolit, terapinya, serta implikasi-implikasi anestesinya.

BAB II
FISIOLOGI CAIRAN DAN ELEKTROLIT
2.1 Definisi Cairan Tubuh
Tubuh manusia sebagian besar terdiri atas cairan, persentasenya dapat berubah tergantung
pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh
adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 7075%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita
dewasa 50 % berat badan, tabel dibawah menunjukan estimasi total cairan tubuh manusia
berdasarkan usia.5
Usia

Total Cairan per kilogram BB (%)

Bayi premature

80

3 Bulan

70

6 Bulan

60

1-2 tahun

59

11-16 tahun

58

Dewasa

58-60

Dewasa dengan obesitas

40-50

Dewasa kurus

70-75

Tabel 2.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia.5


Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka
bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan

gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum
tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.5

Manusia

Jaringan
(40%)
Intraselular
(40%)

Cairan
(60%)

Ekstraselular
(20%)

Interstitial (15%)

Intravaskular (5%)

Diagram 2.1 Persentase Cairan Tubuh.5


2.1.1 Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa,
sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata
untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.5
2.1.2 Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan
tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun
sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa
muda dengan berat rata-rata 70 kg.5

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :


-

Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada

orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh,
volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
-

Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).

Hingga saat ini belum ada alat yang tepat/pasti untuk mengukur jumlah darah seseorang, tetapi
jumlah darah tersebut dapat diperkirakan sesuai dengsan jenis kelamin dan usia, komposisi darah
terdiri dari kurang lebih 55% plasma, dan 45% sisanya terdiri dari komponen darah seperti sel
darah merah, sel darah putih dan platelet.
-

Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,

perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan
sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat
masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka
bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan
gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum
tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar.1,4
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan
kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan
intravaskular dan intersisial.

2.2 Definisi Elektrolit

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.
Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan
anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).5
2.2.1 Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel
tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135 -155 mEq/liter. Kadar natrium dalam
plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH
- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam plasma 135-145mEq/liter dimana kurang lebih 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, feces
35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).5

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam
dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan asupan
terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan
natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila
kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.5
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53
mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel.5
Kadar kalium plasma 3,5-5,5 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium
lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.5
Adapun kation lain yang tidak kurang penting yaitu kalsium dan magnesium.
2.2.2 Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl -) dan bikarbonat, sedangkan
anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat. Karena kandungan elektrolit dalam
plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan
komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.7,8
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa.

Klorida
Kadar ion klorida berlebih di ruang ekstrasel, dan merupakan komponen utama dari
sekresi kelenjar gaster. Berfungsi dalam membantu proses keseimbangan natrium. Sumber ion
klorida banyak terdapat dalam garam dapur.
Fosfat
Fosfat merupakan bagian dari fosfat buffer system. Berfungsi untuk menjadi energi pad
metabolisme sel dan bersama dengan ion kalsium meningkatkan kekuatan dan kekerasan tulang.
Fosfat juga masuk dalam struktur genetik yaitu: DNA dan RNA.
2.3 Definisi Non Elektrolit
Non elektrolit merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5

Gambar 1. Susunan Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler. 4

2.4 Proses Pergerakan Cairan Tubuh 4


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan
mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor
pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan
ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan
berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5
mOsm/L. Larutan dengan tekananosmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%,
Dekstrosa 5%, Ringer laktat).Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik
(akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah
juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada
perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.4
Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium
keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam.
Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.4

BAB III
GANGGUAN HOMEOSTASIS CAIRAN DAN ELEKTROLIT
3.1 Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit
atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per
hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml dari
feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per
jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata
6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada
keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di
atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis
aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.7

Input Cairan (dalam ml)

Output Cairan (dalam ml)

Minum

1100 1400

Air Kemih

1200

Makan

800 1000

Tinja

100 -200

Hasil Oksidasi

300

Paru

400

Keringat

500 600

Total 2200 2700 ml

Total 2200 2700 ml

Tabel 2. Keseimbangan Cairan Harian Dewasa Sehat.5


3.2 Perubahan Volume
3.2.1 Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling
umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di
gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.
Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,
inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan
yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada
kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular
yang berat terjadi.7
3.2.2 Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150
mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi
hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.7
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam
kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.7
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium
10

serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,


sehingga menyebabkan penurunan volume intravascular.7
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium
tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga
meminimalkan penurunan volume intravascular.7
3.2.3 Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap
atau berkurang
3.3 Perubahan Konsentrasi
3.3.1 Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,
iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul
gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika),
hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125
mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (145-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi
hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan, sedangkan untuk
hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat
menggunakan rumus.7

Na= (Na1 Na0) x TBW


11

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)


Na1 = 145 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
3.3.2 Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air
sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140
3.3.3 Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3.5 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari
cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda
dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar,
ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obatobatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung
defisit kalium.7

K = (K1 K0) x 0,25 x BB


K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)


12

3.3.4 Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5.5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat
yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena
kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau
diuretik, hemodialisis.7
3.3.5 Hipokalsemia
Hipokalsemia harus didiagnosis berdasarkan konsentrasi ion kalsium plasma. Bila
pemeriksaan [Ca] plasma secara langsung tidak dapat dilakukan, konsentrasi kalsium total tetap
harus dikoreksi untuk menurunkan konsentrasi albumin plasma.
Hipokalsemia yang berhubungan dengan keadaan hipoparatiroid relatif sering
menyebabkan hipokalsemia simptomatik. Hipoparatiroid dapat terjadi karena surgical, idiopatik,
bagian dari kelainan endokrin multipel (paling sering insufisiensi adrenal), atau berhubungan
dengan hipomagnesemia. Defisiensi magnesium dikatakan dapat menggagalkan sekresi PTH dan
mengantagonis efeknya pada tulang. Hipokalsemia yang terjadi pada saat sepsis berhubungan
dengan supresi pelepasan hormone paratiroid. Hiperfosfatemia juga merupakan penyebab yang
relatif sering dari hipokalsemia terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Hipokalsemia
yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D kemungkinan terutama disebabkan karena
reduksi intake (nutrisional), malabsorbsi vitamain D, atau abnormalitas metabolisme vitamin D.7

3.3.6 Hiperkalsemia
Hiperkalsemia dapat timbul akibat berbagai kelainan. Terutama adalah hiperparatioid
dimana sekresi paratiroid hormon akan meningkat dan hal ini tidak dipengaruhi oleh [Ca].
Sebaliknya pada keadaan hiperparatiroid skunder (gagal ginjal kronik atau malabsorbsi)
peningkatan jumlah hormon paratiroid adalah merupakan respon dari keadaan hipokalsemia
kronik. Hiperparatiroid skunder yang berlarut kadang-kadang akan menyebabkan sekresi PTH

13

secara otonom yang mengakibatkan [Ca]

berada dalam kadar normal atau meningkat

(hiperparatiroid tersier).
Pasien dengan kanker dapat memberikan gambaran hiperkalsemia baik apakah itu dengan
metastase pada tulang ataupun tidak. Destruksi tulang yang terjadi secara langsung atau sekresi
mediator humoral pada hiperkalsemia (PTH like substance, sitokin,, atau prostaglandin)
kemungkinan bertanggung jawab pada sebagian besar pasien. Hiperkalsemia yang berhubungan
dengan peningkatan pengeluaran kalsium dari tulang dapat pula terjadi pada pasien dengan
penyakit yang tidak ganas seperti Paget`s disease dan imobilisasi yang kronis. Peningkatan
absorbsi kalsium oleh intestinal dapat menimbulkan hiperkalsemia pada pasien dengan milkalkali syndrome (ditandai dengan peningkatan intake kalsium), hipervitaminosis D, atau penyakit
granulomatosa (memperkuat sensitivitas terhadap vitamin D). Mekanisme lain terjadinya
hiperkalsemia belum banyak diketahui.7
3.3.7 Hipofosfatemia
Hipofosfatemia merupakan akibat dari keseimbangan fosfor yang negatif atau ambilan
selular tehadap fosfor ekstraselular (pergeseran interkompartemen). Pergeseran fosfor
interkompartemen dapat terjadi pada keadaan alkalosis, dan setelah memakan sejumlah
karbohidrat atau pemberian insulin. Pemberian dosis besar antasid yang mengandung alumunium
atau magnesium, luka bakar berat, suplementasi fosfor yang tidak adekuat selama
hiperalimentasi, ketoasidosis diabetic, alkohol withdrawal, dan alkalosis respiratorik yang
memanjang dapat menyebabkan keseimbangan fosfor yang negative dan dapat menjadi
hipophosfetemia berat (<0,3 mmol/dL atau <1.0 mg/dL). Sebaliknya pada alkalosis metabolik
jarang menyebabkan terjadinya hipofosfatemia.

3.3.8 Hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia dapat terjadi pada intake fosfor yang meningkat (penyalahgunaan
laksatif fosfor atau pemberian potassium fosfat yang berlebihan ), penurunan ekskresi fosfor
(pada insufisiensi renal), atau lisis sel yang massif (setelah kemoterapi pada limfoma atau
leukemia).7
14

3.4 Perubahan Komposisi


3.4.1 Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan
ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak
adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi
abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya
melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi
mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah
sangat penting.5
3.4.2 Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu.
Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan
koreksi defisit potasium yang terjadi.5
3.4.3 Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik
ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan
depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin
yang berlebihan dan keracunan metanol.
Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat
hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis
respirasi digunakan.5
3.4.4 Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
15

hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.9

BAB IV
PENATALAKSANAAN CAIRAN
4.1 Terapi Cairan Intravena
Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian sejumlah cairan ke
dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1) Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah); 2) Trauma
abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) ; 3) Fraktur (patah tulang),
khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponendarah);
4) Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena Heat stroke, demam dan diare); 5) Semua
trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).2
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation): 1) Pemberian cairan intravena (intravenous fluids); 2) Pemberian nutrisi parenteral
16

(langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas; 3) Pemberian kantong darah dan
produk darah; 4) Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu); 5) Upaya profilaksis (tindakan
pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang
jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat);
6) Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan
cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga
tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah
Vena: 1) Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus; 2) Daerah
lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan
fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah); 3) Obat-obatan yang
berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh
vena di tungkai dan kaki).2
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus: 1) Hematoma, yakni
darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau
kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau tusukan
berulang pada pembuluh darah; 2) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan
sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah; 3)
Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang
tidak dipantau secara ketat dan benar; 4) Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi
darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah; 5)
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus; 6) Rasa perih/sakit;
7)Reaksi alergi.2
4.1.1 Jenis Cairan Infus 2
Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas
serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
17

yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci
darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan
Dekstrosa 2,5%.
Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan
tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya
kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
4.1.2 Pembagian Cairan
Kristaloid
Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume
expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat (relatif sebentar di
intravaskuler), dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat
dan NaCl 0,9%.3,6
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan
dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak
18

perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.3
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat
terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1
liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat
penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat
mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan
juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi
bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

Larutan Tonisitas

Na+

Cl-

K+

Ca2+

Glukosa

Laktat

(mosml/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)


D5

Hipotonis

50

154

154

(253)
Normal Isotonis

19

Saline
D5

(308)

Isotonis

38,5

50

77

50

154

50

130

109

28

Laktat

(273)

D5 RL

Hipertonis 130

109

50

28

NS
D5

38,5

(330)
Hipertonis 77

NS

(407)

D5 NS

Hipertonis 154
(561)

Ringers Isotonis

(525)

Tabel 3. Daftar Cairan Kristaloid 3


Koloid
Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar
dari membran kapiler, dan tetap berada lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,
dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul
tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama
(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk
resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Larutan

Produksi

Tipe

BM

Waktu

rata-rata

paruh

Indikasi

Plasma

Human

Serum consered 50.000

4-5

a. Pengganti

protein

plasma

human albumin

hari

volume
b.Hiponatremia

20

Dextran

Leuconostoc D 60/70

60.000 6 jam

c. Hemodilusi
a. Hemodilusi

mesenteroid

70.000

b. Gangguan

B 512
Gelatin

mikrosirkulasi

Hidrolisis
dari kolagen
binatang

- Modifien

35.000

gelatin

2-3

(stroke)
Substitusi volume

jam

- Urea linked
- Oxylopigelatin

Starch

Hidrolisis
asam

hydroxy ethyl
Hydroxy ethyl

450.000

6 jam

dan

a. Substitusi
volume

ethylen

b. Hemodilusi

oxyde
treatment
dari kedelai
dan jagung
Polyvinyl

Sintetik

- Subtosan

pyrrolidone polimer

- Periston

vinyl

50.000

Substitusi volume

25.000

pyrrolidone

Tabel 4. Daftar Cairan Koloid


Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik
(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.

4.2 Terapi Cairan Perioperatif


Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
21

Faktor-faktor preoperatif: 3,6


1.

Kondisi yang telah ada


Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.

2.

Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.

3.

Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit

4.

Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari traktus
gastrointestinal.

5.

Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6.

Restriksi cairan preoperatif


Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar
300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanya
kehilangan abnormal cairan.

7.

Defisit cairan yang telah ada sebelumnya


Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif: 3,6


1.

Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
22

2.

Kehilangan darah yang abnormal

3.

Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan


ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4.

Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan.

Faktor postoperatif: 3,6


1.

Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2.

Peningkatan katabolisme jaringan

3.

Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4.

Risiko atau adanya ileus postoperatif


Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
-

Hiperkalemia

Asidosis metabolic

Alkalosis metabolic

Asidosis respiratorik

Alkalosis repiratorik

4.2.1 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif


Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian
cairan perioperatif, yaitu :
Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 40ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+=1-2 mmol/kgBB/hari dan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti
cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan pengeluaran
lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya
bersifat hipotonis (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
23

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah
elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit
bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita
dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam
dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
Kehilangan cairan saat pembedahan
a. Perdarahan2
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : 1) Botol penampung darah yang disambung
dengan pipa penghisap darah (suction pump); 2)Kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung 10 ml darah, sedangkan
tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah 10-100 ml.
Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bias ditentukan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma
terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada
luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain
penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.
b. Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi
sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen
24

usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran
cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan
secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional
cairan dalam ruang ekstraseluler.
Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: Laju Filtrasi Glomerular (GFR
= Glomerular Filtration Rate) menurun, reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian
disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron, meningkatnya kadar hormon anti diuretik
(ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting
tubules) meningkat, Ginjal tidak mampu mengekskresikan free water atau untuk menghasilkan
urin hipotonis.
4.2.2 Pengganti defisit Pra bedah
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.2,6
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam
fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat
nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.
Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus
mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang
seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan
atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.6
4.2.3 Terapi cairan selama pembedahan
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
25

penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

Jenis Operasi

Kebutuhan

Cairan

(sampai dengan)
Minor

(Tendon

repair, 3 mL/KgBB/Jam

Tympanoplasty
Moderate

(Histrektomi, 6 mL/KgBB/Jam

Inguinal Hernia
Major

(Total

hips 9 mL/KgBB/Jam

replacement, peritonitis)

Tabel 5. Perkiraan Jumlah Cairan Berdasarkan Jenis Operasi.


4.2.4 Terapi Penggantian Darah
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran
volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena
sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan
(anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi
komponen vasoaktif.
Usia

Volume Darah

Prematur Neonatus

90 Kg/BB

Fullterm Neonatus

85 Kg/BB

Bayi

80 Kg/BB

Laki-laki

70-75 Kg/BB

Wanita

60-65 Kg/BB
26

Tabel 6. Perkiraan Volume Darah

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid,


pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan: 1) Keadaan
umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan; 2) Jumlah/penaksiran
perdarahan yang terjadi; 3) Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum; 4) Keadaan
hemodinamik (tensi dan nadi); 5) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan; 6)
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit; 7) Usia penderita.
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin sebesar
1gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr% Monitor
organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga diuresis 1 ml/kgBB/jam
4.2.5 Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah. Ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1.

Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karenaadanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan
protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2.

Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:


27

- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1C suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
3.

Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah
untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4.

Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.


Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan
warna kulit.

28

BAB V
KESIMPULAN
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut).
Cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama yang dipisahkan oleh membran
sel menjadi: cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler (cairan intravaskuler dan interstisial).
Sedangkan elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan. Elektrolit yang terdapat di dalam tubuh mencakup natrium,
kalium, kalsium, magnesium, Klorida, bikarbonat, fosfat, dan sulfat. Keseimbangan Cairan dan
elektrolit tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: usia, jenis kelamin, sel-sel lemak, stres,
kondisi sakit, diet, temperatur lingkungan, pengobatan, tindakan medis, dan pembedahan.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh
total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya. Masing-masing gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda sehingga menyebabkan penatalaksanaannya pun berbeda. Selain
itu, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit juga berpengaruh terhadap pertimbangan
anestetik.
Penggantian cairan tubuh baik kristaloid, koloid maupun darah sangat vital dalam
keadaan tertentu, penggantian darah dapat optimal apabila pemilihan jenis darah yang digantikan
tepat dan sesuai kondisi pasien pada saat itu, dengan mempertimbangkan komplikasi yang dapat
terjadi dalam reaksi transfusi darah penggantian darah ataupun komponen-komponen darah
merupakan suatu tindakan yang sangat berarti bagi pasien sesuai dengan tujuan utama transfusi
yaitu memelihara dan mempertahankan kesehatan donor, memelihara keadaan biologis darah
29

atau komponen agar lebih bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang
normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah). mengganti kekurangan komponen
seluler atau kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Intravenous Fluids. Clinical Practice Guidelines. Royal Childrens Hospital Melbourne.
http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm
2. C Waitt, P Waitt, M Pirmohamed. Intravenous Therapy. Postgrad. Med. J. 2004; 80; 1-6.
3. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Edisi
Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
4. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.
saunders company; 1997: 375-393
5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed. Missouri:
Elsevier-mosby; 2005.p3-227
6. Morgan G.E, et al. Clinical Anesthesiology. Fourth edition. New York: Lange Medical
Books McGraw Hill Companies. 2006: 662-689
7. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar
URL:http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

30

31

Anda mungkin juga menyukai