Disusun oleh:
Pendamping
Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Menurut hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas),
diperoleh bahwa prevalensi diabetes melitus pada Riskesdas 2018 meningkat 2,6%
dibandingkan tahun 2013 dan mencapai angka 14 juta jiwa.1,2
Diabetes melitus pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1
(tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam
kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-
anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). 3
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum ditemukan pada pasien
dibandingkan dengan diabetes melitus tipe 1, diabetes gestasional dan, diabetes tipe lain.
Penyebab utama Diabetes melitus di era globalisasi ini diantaranya adalah adanya
perubahan gaya hidup (pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas fisik) yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kegemukan. Penurunan sekresi insulin dari sel-sel pulau
langerhans, reaksi imunologik terhadap insulin dengan perkembangan anti-insulin, aktivitas
insulin berkurang karena suatu antagonis dan beberapa faktor lain sebagai penyebab
timbulnya Diabetes melitus, diantaranya stress, ras dan hereditas, dimana riwayat keluarga
Ditemukan pada 35 persen dari anak-anak Diabetik.4,5
Tujuan Umum penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor risiko diabetes
mellitus pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak
Kabupaten Padang Lawas Utara
b. Untuk mengetahui faktor risiko diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak
Kabupaten Padang Lawas Utara.
a. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan masukan kepada puskesmas
agar dapat merancang kegiatan untuk upaya preventif dan promotif khususnya dalam
pengendalian penyakit diabetes mellitus.
c. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
b. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
c. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi
organ).
d. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
2.3 Patofisiologi
Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi
genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan
kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress),
progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon.
Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas
sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga
meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes
karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin.6
Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang dapat berupa:6,7
2.5 Diagnosis
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus. Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi metabolik akut
dan komplikasi jangka panjang.4,7
Tanda dehidrasi:
a) Takikardia dengan pulsasi lemah
b) Kulit dan lidah kering
c) Hipotensi
d) Peningkatan capillary refill time
Tanda asidosis:
a) Pernafasan dalam dan cepat (Kussmaul)
b) Nyeri perut
c) Gangguan kesadaran
d) Mual dan muntah
Tanda hiperglikemia:
a) Poliuria
b) Polidipsia
c) Rasa haus
d) Nokturia
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi akibat pemberian insulin yang melebihi dosis atau pemberian
agen hipoglikemik tanpa disertai asupan makanan yang cukup. Hipoglikemia dapat
memberikan gejala dalam kadar yang berbeda-beda pada setiap orang, namun rata-
rata dapat muncul dalam kadar glukosa darah < 50 mg/dL. Gejala yang dapat
ditemukan pada pasien dengan hipoglikemia adalah:4,7
a) Berkeringat
b) Tremor
c) Takikardia
d) Kecemasan
e) Sensasi lapar
f) Kelemahan
g) Sakit kepala seperti berputar
h) Gangguan kesadaran
i) Koma
2. Lesi Makrovaskular
Lesi makrovaskular pada penderita DM tipe 2 disebabkan oleh lesi aterosklerotik
yang dihubungkan dengan hiperglikemia yang kronis. Lesi aterosklerotik ini
menyebabkan pasien dengan DM tipe 2 mengalami kecenderungan tinggi mengalami
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan ulkus diabetikum. Ulkus
diabetikum, dimana paling sering berada pada telapak kaki, disebabkan oleh
berkurangnya asupan darah pada luka sehingga agen proinflamasi dan sel-sel imun
tidak dapat menjangkau lokasi luka sehingga proses penyembuhan luka tidak dapat
terjadi atau melambat. Kurangnya sistem imun dapat menjangkau lokasi luka juga
membuat infeksi lebih mudah terjadi, seiring dengan trauma berulang yang tidak
disadari karena komplikasi neuropati pada pasien DM tipe 2.4,7
3. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi DM tipe 2 yang biasanya paling awal didapat,
dimana dalam beberapa tahun setelah didiagnosis DM tipe 2, pasien sudah dapat
mulai mengalami sensasi polineuropati distal.4,7
4. Katarak Diabetik
Katarak diabetika terjadi akibat penumpukan sorbitol pada lensa sehingga kelenturan
lensa berkurang dan kemampuan refraksi menurun. Disamping itu, kristal sorbitol
menyebabkan halangan cahaya untuk mencapai retina, sehingga akan terdapat gejala
seperti pandangan kabur, penurunan visus progresif, dan apabila penumpukan sorbitol
semakin bertambah, maka akan terjadi kebutaan. Katarak diabetik sering terjadi
bersamaan dengan proses penuaan lensa (katarak senilis), sehingga kadang
mekanismenya bersamaan dengan katarak senilis.4,7
5. Kerentanan Infeksi
Secara umum, penyakit infeksi lebih sering atau lebih parah terjadi pada pasien
dengan DM, yang dengan signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penyakit ini. Tingginya frekuensi infeksi pada DM disebabkan oleh kondisi
hiperglikemik yang menyebabkan disfungsi imun (kerusakan fungsi neutrofil,
penekanan sistem antioksidan, dan gangguan fungsi imunitas humoral), mikro dan
makroangiopati, neuropati, penurunan fungsi antibakterial pada urin, dismotilitas
sistem gastrointestinal dan urinaria, dan banyaknya intervensi medis pada pasien DM.
Karena rentannya pasien dengan DM untuk mengalami infeksi, American Diabetes
Association (ADA) merekomendasikan agar pasien DM mendapatkan imunisasi anti-
pneumokokus dan vaksin influenza.4,7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17-29 Mei 2021 di Poliklinik umum dan lansia
Puskesmas Gunung Tua.
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang tercatat di rekam
medik Puskesmas Gunung Tua pada bulan Maret tahun 2021.
3.3.2 Sampel
Variabel dalam penelitian ini gambaran diabetes mellitus. Sub variabel dalam
penelitian ini adalah obesitas dan keturunan.
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder melalui
studi dokumentasi catatan rekam medik pasien diabetes mellitus di Puskesmas Gunung Tua
bulan Maret 2021.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, yaitu
analisis yang digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diteliti. Data
kemudian disajikan dalam bentuk tabel
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Data sekunder dari rekam medis didapatkan 142 pasien dengan karakteristik sebagai
berikut:
Tabel 4.1 menjelaskan kelompok usia terbesar yang mengalami diabetes mellitus
adalah kelompok usia >56 tahun (53.5%) dan terkecil yaitu 46-55 tahun (46.5%).
Tabel 4.2 menjelaskan berdasarkan jenis kelamin didapatkan 77 pasien (54,2%) jenis
kelamin laki-laki dan 65 pasien (45,8%) jenis kelamin perempuan.
Tabel 4.3 menjelaskan kelompok terkecil yang mengalami diabetes mellitus adalah
kelompok overweight dengan 17 pasien (11,9%) dan yang terbesar yaitu obesitas dengan 67
pasien (47,3%).
BAB V
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa usia termuda
penderita diabetes mellitus yaitu usia 46 tahun dan tertua yaitu 71 tahun. Kelompok usia
terkecil penderita diabetes mellitus yaitu 46-55 tahun sebesar 66 (46,5%) dan terbesar >56
tahun (53,5%). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal
(2007) terhadap 152 responden yang menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan
kejadian DM Tipe 2 pada pasien yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
bermakna secara statistik, dimana orang yang berumur ≥45 tahun memiliki risiko 6 kali lebih
besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur kurang dari 45
tahun.8
Jumlah perbandingan antara komposisi berupa estradiol akan membuat gen Estrogen
Reseptor (ER) dan Estradiol Reseptor (ER) teraktivasi, hal tersebut menyebabkan proses
metabolisme akan bekerja dan kedua gen tersebut akan berkoordinasi dalam sensitivitas
insulin dan peningkatan ambilan glukosa dalam darah. Sejalan dengan meningkatnya usia
manusia maka hormon estrogen akan mengalami penurunan dalam tubuh perempuan.
Aktivasi dari ekspresi gen ER dan ER yang kondisi ini menyebabkan sensitivitas insulin dan
pengambilan gula juga akan turun, sehingga gula akan menumpuk dalam bentuk lemak dalam
tubuh yang dapat mengakibatkan obesitas.4,5
Hasil penelitian pasien diabetes mellitus berdasarkan kelompok obesitas didapatkan
kelompok terkecil yang mengalami diabetes mellitus adalah overweight dengan 17 pasien
(11,9%) dan yang terbesar yaitu obesitas dengan 67 pasien (47,3%). Hasil serupa juga
diperoleh oleh Trisnawati (2012) pada penelitian yang berjudul “Faktor Risiko kejadian
Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat” didapatkan ada
hubungan yang signifikan antara Indeks massa Tubuh dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe
II. Hasil perhitungan didapatkan responden yang obesitas menderita DM lebih banyak ( 76,5
%) daripada tidak obesitas menderita DM, sesorang yang obesitas berisiko 7,14 kali lebih
besar untuk menderita DM daripada yang tidak obesitas.13
Pengaruh Indeks Massa Tubuh terhadap Diabetes Mellitus ini disebabkan karean
kurangnya aktifitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak yang
merupakan faktor risiko obesitas. Hal ini menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free
Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi tranporter
glukosa ke membrane plasma dan menyebabkan terjadinya retensi insulin pada jaringan otot
dan adipose.14
Kesimpulan
1. Penelitian ini berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa usia termuda penderita
diabetes mellitus yaitu usia 46 tahun dan tertua yaitu 71 tahun. Kelompok usia terkecil
penderita diabetes mellitus yaitu 46-55 tahun sebesar 66 (46,5%) dan terbesar >56 tahun
(53,5%)
2. Penelitian berdasarkan jenis kelamin didapatkan 77 pasien (54,2%) jenis kelamin laki-
laki dan 65 pasien (45,8%) jenis kelamin perempuan.
Saran
1. Cek kesehatan secara teratur untuk megendalikan berat badan agar tetap idealdantidak
berisiko mudah sakit, periksa tensi darah, gula darah, dan kolesterol secara teratur.
2. Diet seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, hindari
makanan/minuman yang memiliki kadar gula tinggi
3. Istirahat yang cukup
4. Hindari alkohol, rokok dan zat karsinogenik lainnya
5. Bentuk kelompok untuk melakukan aktivitas fisik
6. Jangan stress
DAFTAR PUSTAKA
4. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine 19th ed. New York: McGraw-Hill. 2015
5. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
6. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: IPD FKUI. 2006.
9. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., and King, H. 2004. Global Prevalence of
Diabetes. Diabetes Care. 27:1047-1053.
10. Arisman. 2011. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus, dan
lispidemia (Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikasi). Jakarta:EGC
12. Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe dua Di Daerah Urban Indonesia. Tesis dipublikasikan. Jakarta:
Univesitas Indonesia.
13. Trisnawati, Kurnia. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2012. FKM. Stikes MH.
Thamrin.
14. Taixeira-Lemos, Edile, dkk. 2011. Regular physical exercise training assists
in preventing type 2 diabetes development : focus on its antioxi inflamantory
properties. Biomed Central Cardiovascular Diabetology 10 : 10-15
15. CDC. (2011). Family History as a Tool for Detecting Children at Risk for
Diabetes and Cardiovascular Disease
17. Diabates UK. (2010). Diabetes in the UK 2010: Key Statistics on Diabetes