Anda di halaman 1dari 20

MINI PROJECT

GAMBARAN FAKTOR RISIKO DIABETES MELLITUS PADA


MASYARAKAT DI POLIKLINIK PUSKESMAS GUNUNG TUA
KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS
UTARA BULAN MARET 2021
Mini Project ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti program dokter
internship di wilayah kerja puskesmas gunung tua kecamatan padang bolak
kabupaten padang lawas utara tahun 2021

Disusun oleh:

dr. Aziddin Gani Harahap

Pendamping

dr. Hj. Ropiah

KEGIATAN INTERNSHIP PUSKESMAS GUNUNG TUA


KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN
PADANG LAWAS UTARA 2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan
produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Menurut hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas),
diperoleh bahwa prevalensi diabetes melitus pada Riskesdas 2018 meningkat 2,6%
dibandingkan tahun 2013 dan mencapai angka 14 juta jiwa.1,2

Diabetes melitus pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1
(tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Ada pula diabetes dalam
kehamilan, dan diabetes akibat malnutrisi. Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-
anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa pertengahan (40-50 tahun). 3
Diabetes melitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum ditemukan pada pasien
dibandingkan dengan diabetes melitus tipe 1, diabetes gestasional dan, diabetes tipe lain.

Penyebab utama Diabetes melitus di era globalisasi ini diantaranya adalah adanya
perubahan gaya hidup (pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas fisik) yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kegemukan. Penurunan sekresi insulin dari sel-sel pulau
langerhans, reaksi imunologik terhadap insulin dengan perkembangan anti-insulin, aktivitas
insulin berkurang karena suatu antagonis dan beberapa faktor lain sebagai penyebab
timbulnya Diabetes melitus, diantaranya stress, ras dan hereditas, dimana riwayat keluarga
Ditemukan pada 35 persen dari anak-anak Diabetik.4,5

Masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara terutama pada Wilayah Kerja


Puskesmas Gunung Tua banyak yang memiliki kebiasaan kurang memperhatikan pola makan
karena masyarakat menganggap bahwa makanan yang terlalu manis tidak dapat
menyebabkan terjadinya Diabetes Melitus, berdasarkan hasil wawancara dari beberapa orang
masyarakat diperoleh informasi bahwa masyarakat sering mengkonsumsi minuman manis
seperti minum teh, kopi dan sirup.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut dapat disusun rumusan masalah pada penelitian


ini adalah “gambaran faktor risiko diabetes mellitus pada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara”?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan Umum penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor risiko diabetes
mellitus pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak
Kabupaten Padang Lawas Utara

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui jumlah penderita diabetes mellitus pada masyarakat di wilayah


kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas
Utara.

b. Untuk mengetahui faktor risiko diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan pada
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak
Kabupaten Padang Lawas Utara.

1.4 Manfaat Penelitin

a. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan masukan kepada puskesmas
agar dapat merancang kegiatan untuk upaya preventif dan promotif khususnya dalam
pengendalian penyakit diabetes mellitus.

b. Bagi peneliti selanjutnya

sebagai landasan informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

c. Bagi Masyarakat

sebagai informasi mengenai gambaran faktor risiko diabetes mellitus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara
umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.1,4

2.2 Klasifikasi

American Diabetes Association (ADA) memberikan klasifikasi diabetes melitus


menjadi 4 tipe yang disajikan dalam :4,5

a. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya destruksi
sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
b. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
c. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi
organ).
d. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
2.3 Patofisiologi

2.3.1 Diabetes melitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1, (istilah lain: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes,


insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa, namun lebih sering didapat pada anak – anak. Kekurangan insulin absolut
menyebabkan pasien membutuhkan suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi
pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh
infeksi virus. DM tipe I terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3
dan HLA-DR4), hal ini terdapat disposisi genetik.5

2.3.2 Diabetes Melitus tipe 2

Mekanisme utama patofisiologi DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi insulin dan


insufisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin berhubungan erat dengan kondisi obesitas,
dimana obesitas akan menyebabkan peningkatan kadar sitokin proinflamasi sistemik,
menyebabkan sel-sel tidak peka terhadap insulin. Resistensi insulin menyebabkan sel beta
pankreas akan meningkatkan produksi insulin untuk menyesuaikan keadaan glukosa darah
dan kebutuhan relatif sel akan insulin dimana kepekaannya telah berkurang. Oleh karena itu,
pada keadaan prediabetik, akan ditemukan keadaan hiperinsulinemia dengan kadar glukosa
darah yang masih normal. Namun kemampuan pankreas untuk mempertahankan sekresi
insulin yang tinggi tersebut terbatas, dan semakin lama resistensi insulin yang semakin
meningkat akan meningkatkan stres sel beta pankreas memproduksi insulin, sehingga pelan-
pelan sel-sel beta akan mengalami kemunduran produksi insulin, dan terjadilah keadaan
insufisiensi sekresi insulin.5,6

2.3.3 Diabetes tipe lain

Defisiensi insulin relative juga dapat disebabkan oleh kelainan yang sangat jarang
pada biosintesis insulin, reseptor insulin atau transmisi intrasel. Bahkan tanpa ada disposisi
genetic, diabetes dapat terjadi pada perjalanan penyakit lain, seperti pancreatitis dengan
kerusakan sel beta atau karena kerusakan toksik di sel beta. Diabetes mellitus ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormone antagonis, diantaranya, somatotropin (pada
akromegali), glukokortikoid (pada penyakit Cushing atau stress), epinefrin (pada stress),
progestogen dan kariomamotropin (pada kehamilan), ACTH, hormone tiroid dan glucagon.
Infeksi yang berat meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan di atas
sehingga meningkatkan pelepasan beberapa hormone yang telah disebutkan diatas sehingga
meningkatkan manifestasi diabetes mellitus. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes
karena somatostatin yang diekskresikan akan menghambat pelepasan insulin.6

2.4 Faktor risiko

Faktor resiko utama dalam perkembangan DM tipe 2 pada seseorang dapat berupa:6,7

a. Umur lebih dari 45 tahun (walaupun sekarang sudah mulai mengalami


pergeseran, dimana usia lebih muda juga dapat mengalami DM tipe 2)
b. Berat badan lebih dari 120% berat badan ideal
c. Riwayat DM pada keluarga derajat pertama (orangtua atau saudara kandung)
d. Riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
e. Hipertensi (>140/90 mmHg) atau dislipidemia (kolesterol HDL < 40 mg/dL atau
kadar trigliserida > 150 mg/dL)
f. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan anak dengan berat badan lahir lebih
dari 4 kg

2.5 Diagnosis

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya


DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:6,7

a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus. Apa bila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT).

2.6 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus dalam jangka pendek menghilangkan


keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah, sedangkan dalam jangka panjang untuk mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikro angiopati, makro angiopati, dan neuropati. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatanmandiri dan perubahan perilaku.7

2.7 Komplikasi

Komplikasi pada diabetes mellitus terbagi menjadi dua, komplikasi metabolik akut
dan komplikasi jangka panjang.4,7

a. Komplikasi Metabolik Akut


1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Komplikasi ini disebabkan oleh insufisiensi sekresi insulin, sehingga lebih sering dialami
oleh pasien DM tipe 1, namun dapat juga terjadi pada DM tipe 2. Gejala yang didapatkan
pada KAD dapat berupa (Raghavan, 2014):

Tanda dehidrasi:
a) Takikardia dengan pulsasi lemah
b) Kulit dan lidah kering
c) Hipotensi
d) Peningkatan capillary refill time
Tanda asidosis:
a) Pernafasan dalam dan cepat (Kussmaul)
b) Nyeri perut
c) Gangguan kesadaran
d) Mual dan muntah

Tanda hiperglikemia:
a) Poliuria
b) Polidipsia
c) Rasa haus
d) Nokturia

2. Hyperglicemic Hyperosmolar State (HHS)


Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien dengan DM tipe 2. HHS sering
disebabkan karena suatu etiologi yang menyebabkan pasien tidak dapat mendapat
input cairan yang cukup, seperti penyakit infeksi. Keadaan ini ditandai dengan
hiperglikemia, dehidrasi, dengan ketoasidosis minimal. Gangguan kesadaran dapat
terjadi, namun koma hanya didapatkan pada 20% kasus. American Diabetes
Association memberikan panduan diagnosis HHS apabila ditemukan:4,7
a) Glukosa darah sewaktu 600 mg/dL atau lebih
b) Osmolalitas serum efektif 320 mOsm/kg atau lebih
c) Dehidrasi nyata
d) Kadar pH serum lebih dari 7,30
e) Kadar serum bikarbonat lebih dari 15 mEq/L
f) Ketonuria minimal atau ketonemia ringan atau tidak ada ketonemia
g) Gangguan kesadaran

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi akibat pemberian insulin yang melebihi dosis atau pemberian
agen hipoglikemik tanpa disertai asupan makanan yang cukup. Hipoglikemia dapat
memberikan gejala dalam kadar yang berbeda-beda pada setiap orang, namun rata-
rata dapat muncul dalam kadar glukosa darah < 50 mg/dL. Gejala yang dapat
ditemukan pada pasien dengan hipoglikemia adalah:4,7
a) Berkeringat
b) Tremor
c) Takikardia
d) Kecemasan
e) Sensasi lapar
f) Kelemahan
g) Sakit kepala seperti berputar
h) Gangguan kesadaran
i) Koma

b. Komplikasi Jangka Panjang


1. Lesi Mikrovaskular
a) Retinopati Diabetik
Komplikasi ini awalnya tidak memberikan gejala yang berarti. Namun setelah
hiperglikemia kronis yang tidak terkontrol, komplikasi pada penglihatan akan
menjadi simtomatis. Gejala retinopati diabetik adalah floaters, pandangan kabur,
dan penurunan visus progresif. Tanda yang dapat ditemukan pada retinopati
diabetik adalah:4,7
1) Mikroaneurisma
2) Hemoragi dot and blot
3) Hemoragi flame-shaped
4) Edema retina dan hard exudates
5) Cotton-wool spots
6) Lekukan vena dan pembengkakan vena

2. Lesi Makrovaskular
Lesi makrovaskular pada penderita DM tipe 2 disebabkan oleh lesi aterosklerotik
yang dihubungkan dengan hiperglikemia yang kronis. Lesi aterosklerotik ini
menyebabkan pasien dengan DM tipe 2 mengalami kecenderungan tinggi mengalami
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, dan ulkus diabetikum. Ulkus
diabetikum, dimana paling sering berada pada telapak kaki, disebabkan oleh
berkurangnya asupan darah pada luka sehingga agen proinflamasi dan sel-sel imun
tidak dapat menjangkau lokasi luka sehingga proses penyembuhan luka tidak dapat
terjadi atau melambat. Kurangnya sistem imun dapat menjangkau lokasi luka juga
membuat infeksi lebih mudah terjadi, seiring dengan trauma berulang yang tidak
disadari karena komplikasi neuropati pada pasien DM tipe 2.4,7

3. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi DM tipe 2 yang biasanya paling awal didapat,
dimana dalam beberapa tahun setelah didiagnosis DM tipe 2, pasien sudah dapat
mulai mengalami sensasi polineuropati distal.4,7

4. Katarak Diabetik
Katarak diabetika terjadi akibat penumpukan sorbitol pada lensa sehingga kelenturan
lensa berkurang dan kemampuan refraksi menurun. Disamping itu, kristal sorbitol
menyebabkan halangan cahaya untuk mencapai retina, sehingga akan terdapat gejala
seperti pandangan kabur, penurunan visus progresif, dan apabila penumpukan sorbitol
semakin bertambah, maka akan terjadi kebutaan. Katarak diabetik sering terjadi
bersamaan dengan proses penuaan lensa (katarak senilis), sehingga kadang
mekanismenya bersamaan dengan katarak senilis.4,7

5. Kerentanan Infeksi
Secara umum, penyakit infeksi lebih sering atau lebih parah terjadi pada pasien
dengan DM, yang dengan signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
penyakit ini. Tingginya frekuensi infeksi pada DM disebabkan oleh kondisi
hiperglikemik yang menyebabkan disfungsi imun (kerusakan fungsi neutrofil,
penekanan sistem antioksidan, dan gangguan fungsi imunitas humoral), mikro dan
makroangiopati, neuropati, penurunan fungsi antibakterial pada urin, dismotilitas
sistem gastrointestinal dan urinaria, dan banyaknya intervensi medis pada pasien DM.
Karena rentannya pasien dengan DM untuk mengalami infeksi, American Diabetes
Association (ADA) merekomendasikan agar pasien DM mendapatkan imunisasi anti-
pneumokokus dan vaksin influenza.4,7
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan metode cross


sectional dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17-29 Mei 2021 di Poliklinik umum dan lansia
Puskesmas Gunung Tua.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes mellitus yang tercatat di rekam
medik Puskesmas Gunung Tua pada bulan Maret tahun 2021.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, yaitu mengambil


seluruh pasien yang terdiagnosa diabetes mellitus di Poliklinik umum dan lansia Puskesmas
Gunung Tua pada bulan Maret tahun 2021.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini gambaran diabetes mellitus. Sub variabel dalam
penelitian ini adalah obesitas dan keturunan.

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang akan diteliti sebagai berikut:

a. Penderita diabetes mellitus adalah pasien yang berobat di poliklinik puskesmas


Gunung Tua bulan Maret 2021 berdasarkan diagnosa dokter.
b. Karakteristik pasien diabetes mellitus yaitu:
1. Laki-laki
2. Perempuan
3. Usia diatas 18 tahun

3.5 Metode Pengumpulan Data Penelitian

Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari data sekunder melalui
studi dokumentasi catatan rekam medik pasien diabetes mellitus di Puskesmas Gunung Tua
bulan Maret 2021.

3.6 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat, yaitu
analisis yang digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diteliti. Data
kemudian disajikan dalam bentuk tabel
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik responden

Data sekunder dari rekam medis didapatkan 142 pasien dengan karakteristik sebagai
berikut:

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan usia


Kelompok usia Frekuensi Persentase
19-25 tahun 0 0
26-35 tahun 0 0
36-45 tahun 0 0
46-55 tahun 66 46.5
>56 tahun 76 53.5
Total 142 100

Tabel 4.1 menjelaskan kelompok usia terbesar yang mengalami diabetes mellitus
adalah kelompok usia >56 tahun (53.5%) dan terkecil yaitu 46-55 tahun (46.5%).

b. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 77 54.2
Perempuan 65 45.8
Total 142 100

Tabel 4.2 menjelaskan berdasarkan jenis kelamin didapatkan 77 pasien (54,2%) jenis
kelamin laki-laki dan 65 pasien (45,8%) jenis kelamin perempuan.

c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor risiko


d. Tabel 4.3 Karakteristik responden berdasarkan Obesitas
Indeks massa tubuh Frekuensi Persentase
Ideal (IMT 18,6-22,9) 0 0
Overweight (IMT 23-24,9) 17 11.9
Pre obesitas (IMT 25-29,9) 58 40.8
Obesitas(IMT >30) 67 47.3
Total 142 100

Tabel 4.3 menjelaskan kelompok terkecil yang mengalami diabetes mellitus adalah
kelompok overweight dengan 17 pasien (11,9%) dan yang terbesar yaitu obesitas dengan 67
pasien (47,3%).

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan keturunan


Keturunan Frekuensi Persentase
Ya 77 54.2
Tidak 65 45.8
Total 142 100

Tabel 4.4 menjelaskan berdasarkan faktor keturunan didapatkan 77 pasien (54,2%)


memiliki faktor keturunan dan 65 pasien (45,8%) tidak memiliki faktor keturunan.

BAB V

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa usia termuda
penderita diabetes mellitus yaitu usia 46 tahun dan tertua yaitu 71 tahun. Kelompok usia
terkecil penderita diabetes mellitus yaitu 46-55 tahun sebesar 66 (46,5%) dan terbesar >56
tahun (53,5%). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal
(2007) terhadap 152 responden yang menunjukkan bahwa hubungan antara umur dengan
kejadian DM Tipe 2 pada pasien yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
bermakna secara statistik, dimana orang yang berumur ≥45 tahun memiliki risiko 6 kali lebih
besar terkena penyakit DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang berumur kurang dari 45
tahun.8

Prevalensi DM akan semakin meningkat seiring dengan makin meningkatnya umur,


hingga kelompok usia lanjut. Penelitian Wild dkk. tentang prevalensi DM secara global yang
menunjukkan bahwa semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula prevalensi DM yang
ada. Penelitian Waspadji menyatakan dibandingkan usia yang lebih muda, usia lanjut
mengalami peningkatan produksi insulin dari hati (Hepatic glucosa production), cenderung
mengalami retensi insulin, dan gangguan sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosis sel
beta pankreas. Bagi usia lanjut dengan Indek Massa tubuh normal gangguan lebih banyak
pada sekresi insulin di sel beta pankreas, sementara pada usia lanjut dengan obesitas,
gangguan lebih banyak pada resistensi insulin dijaringan perifer seperti otot, sel hati, dan sel
lemak (adiposit). Risiko terjadinya Diabetes mellitus tipe II bertambah sejalan dengan
pertambahan umur karena sel beta yang produktif berkurang seiring pertambahan umur,
terutama pada usia lebih dari 45 tahun.9,10,11

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin didapatkan 77 pasien (54,2%) jenis


kelamin laki-laki dan 65 pasien (45,8%) jenis kelamin perempuan. Hasil tersebut
bertentangan dengan pendapat yang menyebutkan bahwa perempuan lebih berpeluang untuk
terjadi DM dibandingkan laki laki dengan alasan faktor hormonal dan metabolisme, bahwa
perempuan mengalami siklus bulanan dan menopouse yang berkontribusi membuat distribusi
peningkatan jumlah lemak tubuh menjadi sangat mudah terakumulasi akibat proses tersebut
sehingga perempuan lebih berisiko terkena penyakit DM tipe dua.12

Jumlah perbandingan antara komposisi berupa estradiol akan membuat gen Estrogen
Reseptor (ER) dan Estradiol Reseptor (ER) teraktivasi, hal tersebut menyebabkan proses
metabolisme akan bekerja dan kedua gen tersebut akan berkoordinasi dalam sensitivitas
insulin dan peningkatan ambilan glukosa dalam darah. Sejalan dengan meningkatnya usia
manusia maka hormon estrogen akan mengalami penurunan dalam tubuh perempuan.
Aktivasi dari ekspresi gen ER dan ER yang kondisi ini menyebabkan sensitivitas insulin dan
pengambilan gula juga akan turun, sehingga gula akan menumpuk dalam bentuk lemak dalam
tubuh yang dapat mengakibatkan obesitas.4,5
Hasil penelitian pasien diabetes mellitus berdasarkan kelompok obesitas didapatkan
kelompok terkecil yang mengalami diabetes mellitus adalah overweight dengan 17 pasien
(11,9%) dan yang terbesar yaitu obesitas dengan 67 pasien (47,3%). Hasil serupa juga
diperoleh oleh Trisnawati (2012) pada penelitian yang berjudul “Faktor Risiko kejadian
Diabetes Mellitus tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat” didapatkan ada
hubungan yang signifikan antara Indeks massa Tubuh dengan kejadian Diabetes Mellitus tipe
II. Hasil perhitungan didapatkan responden yang obesitas menderita DM lebih banyak ( 76,5
%) daripada tidak obesitas menderita DM, sesorang yang obesitas berisiko 7,14 kali lebih
besar untuk menderita DM daripada yang tidak obesitas.13

Pengaruh Indeks Massa Tubuh terhadap Diabetes Mellitus ini disebabkan karean
kurangnya aktifitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak yang
merupakan faktor risiko obesitas. Hal ini menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free
Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi tranporter
glukosa ke membrane plasma dan menyebabkan terjadinya retensi insulin pada jaringan otot
dan adipose.14

Hasil penelitian pasien diabetes mellitus berdasarkan faktor keturunan didapatkan 77


pasien (54,2%) memiliki faktor keturunan dan 65 pasien (45,8%) tidak memiliki faktor
keturunan. Orang dengan latar belakang keluarga yang memiliki satu atau lebih anggota
keluarga dengan ibu, ayah ataupun keluarga yang terkena DM akan mempunyai peluang
kejadian 2 sampai 6 kali lebih besar berpeluang terjadi diabetes dibandingkan dengan orang
yang tidak memiliki keturunan penyakit DM. Orang dengan keluarga berketurunan DM
berisiko jika akan terkena di usia lanjut, karena para ahli percaya bahwa peluang terkena
penyakit DM akan lebih besar jika orangtuanya juga menderita penyakit Diabetes
Mellitus.15,16
Orang dengan keluarga yang memiliki penyakit DM harus meningkatkan kewaspadaan. Jika
satu orang tua terkena DM maka risiko terkena DM sebanyak 15%, dan jika kedua orang tua
ayah dan ibu keduanya memiliki DM maka risiko memiliki DM sebanyak 75%. Risiko untuk
mendapatkan DM dari ibu lebih besar 10-30% dari pada ayah dengan DM. Hal ini
dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara
kandung menderita DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang
menderita adalah saudara kembar identik.17
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Penelitian ini berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa usia termuda penderita
diabetes mellitus yaitu usia 46 tahun dan tertua yaitu 71 tahun. Kelompok usia terkecil
penderita diabetes mellitus yaitu 46-55 tahun sebesar 66 (46,5%) dan terbesar >56 tahun
(53,5%)

2. Penelitian berdasarkan jenis kelamin didapatkan 77 pasien (54,2%) jenis kelamin laki-
laki dan 65 pasien (45,8%) jenis kelamin perempuan.

3. Penelitian pasien diabetes mellitus berdasarkan kelompok obesitas didapatkan kelompok


terkecil yang mengalami diabetes mellitus adalah overweight dengan 17 pasien (11,9%)
dan yang terbesar yaitu obesitas dengan 67 pasien (47,3%).

4. penelitian pasien diabetes mellitus berdasarkan faktor keturunan didapatkan 77 pasien


(54,2%) memiliki faktor keturunan dan 65 pasien (45,8%) tidak memiliki faktor
keturunan.

Saran

1. Cek kesehatan secara teratur untuk megendalikan berat badan agar tetap idealdantidak
berisiko mudah sakit, periksa tensi darah, gula darah, dan kolesterol secara teratur.
2. Diet seimbang dengan mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang, hindari
makanan/minuman yang memiliki kadar gula tinggi
3. Istirahat yang cukup
4. Hindari alkohol, rokok dan zat karsinogenik lainnya
5. Bentuk kelompok untuk melakukan aktivitas fisik
6. Jangan stress

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO (2010) ‘Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate


hyperglycemia’.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta. 2018
3. Diabetes Atlas Seven Edition, International Diabetes Federation 2017
http//www.diabetesatlas.org/resources/2015

4. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison's
Principles of Internal Medicine 19th ed. New York: McGraw-Hill. 2015

5. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III, Ed.IV. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

6. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: IPD FKUI. 2006.

7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di


Indonesia. 2019. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta.
2019

8. Zahtamal, Chandra, F., Suyanto, dan Restuastuti, T. 2007. Faktor-Faktor Risiko


Pasien Diabetes Melitus. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3. Hal. 142-
147.

9. Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., and King, H. 2004. Global Prevalence of
Diabetes. Diabetes Care. 27:1047-1053.

10. Arisman. 2011. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus, dan
lispidemia (Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikasi). Jakarta:EGC

11. Waspadji, Sarwono. 2011. Diabetes Mellitus : Mekanisme Dasar dan


Pengelolaannya yang rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

12. Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Mellitus Tipe dua Di Daerah Urban Indonesia. Tesis dipublikasikan. Jakarta:
Univesitas Indonesia.

13. Trisnawati, Kurnia. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2012. FKM. Stikes MH.
Thamrin.

14. Taixeira-Lemos, Edile, dkk. 2011. Regular physical exercise training assists
in preventing type 2 diabetes development : focus on its antioxi inflamantory
properties. Biomed Central Cardiovascular Diabetology 10 : 10-15
15. CDC. (2011). Family History as a Tool for Detecting Children at Risk for
Diabetes and Cardiovascular Disease

16. ADA. (2012). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes


Care, 35 (1),(care.diabetesjournals.org)

17. Diabates UK. (2010). Diabetes in the UK 2010: Key Statistics on Diabetes

Anda mungkin juga menyukai