Anda di halaman 1dari 27

TEORI KEPERAWATAN BETTY NEUMAN

DENGAN PASIEN DIABETES MILITUS

Di Sususn Oleh :

Risa Riyanti 20211050017

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Kasus
Tn.S usia 61 tahun pensiunan, tinggal bersama istri dan anaknya. Pengkajian
wawancara dilakukan pada tanggal 29 oktober 2021 dengan menanyakan pasien
beserta anggota keluarganya. Pada saat pengkajian didapatkan data bawaha Tn.S
sudah mengidap penyakit diabetes militus pada tahun 2012, mempunyai riwayat
hipertensi juga. Istri Tn.S mengatakan bawa suaminya masih tidak memantangi
makanan atau minuman yang dilarang. Tn.S rajin memeriksakan diri ke
puskesmas dalam 1 bulan sekali, dengan pemeriksaan lengkap. Dari hasil
pemeriksaan Tn.S didapatkan bahwa kadar gula darah puasa : 247 mg/dl,
tekanan darah : 141/80 mmHg, cholesterol : 213 mg/dl, trigliserida : 152 mg/dl,
dan asam urat : 4,9 mg/dl. Tn.S mengatakan ia sering mengkonsumsi kopi walau
untuk gula nya sudah menggunakan gula diet khusus diabetes, suka makan yang
manis-manis, nyemil kue dll. Istri Tn.S mengatakan suaminya sering merasa
lemah, mudah ngantuk, banyak makan dan minum. Tn.S sangat didukung oleh
keluarga beserta anak-anaknya untuk mengingatkan kontrol rutin, mengkonsumsi
obat rutin dan melarang makan-makanan yang manis. Tetapi istrinya sendiri
mengatakan bahwa Tn.S masih ngeyel untuk mengkonsumsi makan-makanan
yang manis, sudah diingatin tapi masih dimakan. Kadang kalau dilarang suaminya
marah, makanan sebanyak ini kok tidak ada yang makan mubajir, saya juga laper
kata Tn.S.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. TEORI
1. Pengertian Diabetes Militus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan
terapi medis secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam
jumlah kasus begitu pula dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat
luas, penyakit ini lebih dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari
berbagai penelitian, terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di
dunia maupun di Indonesia.1 DM dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi yang serius pada organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, dan
pembuluh darah. Untuk mencegah komplikasi yang lebih serius adalah dengan
diagnosis dini DM agar dapat diberikan intervensi lebih awal.

Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang dikarakteristikkan


dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin maupun
keduanya.2 Hiperglikemia kronis pada diabetes melitus akan disertai dengan
kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah. Walaupun pada diabetes melitus ditemukan
gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh kita, kelainan metabolisme
yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidarat. Oleh karena itu
diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan tingginya kadar glukosa dalam
plasma darah.

Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya


berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012
(ADA 2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM.
Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15
tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.3 Pemeriksaan
laboratorium bagi penderita DM diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta
memonitor terapi dan timbulnya komplikasi. Dengan demikian, perkembangan
penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi
2. Klasifikasi Diabetes
Melitus DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan tingginya kadar
glukosa darah. Secara etiologi DM dapat dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2,
DM dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.
a. DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel β pankreas (reaksi
autoimun). Sel β pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang
menghasilkan insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam
tubuh. Bila kerusakan sel β pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala
DM mulai muncul. Perusakan sel ini lebih cepat terjadi pada anak-anak
daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian besar oleh
karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang
tidak diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic, pada
mereka ini ditemukan insulinopenia tanpa adanya petanda imun dan mudah
sekali mengalami ketoasidosis. DM tipe 1 sebagian besar (75% kasus)
terjadi sebelum usia 30 tahun dan DM Tipe ini diperkirakan terjadi sekitar
5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada.

b. Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah gangguan metabolik yang ditandai


dengan hiperglikemia atau tingginya kadar gula dalam darah dan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang diakibatkan
oleh resistensi insulin. DM tipe 2 merupakan diabetes yang tidak
tergantung pada insulin. DM ini terjadi akibat adanya penurunan
sensitivitas terhadap insulin yang disebut dengan resistensi insulin atau
akibat penurunan jumlah produksi insulin (Black & Hawks, 2014).
Kejadian DM tipe 2 mencapai 90-95% dari populasi dunia yang
menderita DM (International Diabetes Federation, 2017). Secara global
sekitar 425 juta (8,8%) orang di seluruh dunia diperkirakan menderita
DM tipe 2. Diperkirakan penderita DM tipe 2 usia 20-79 tahun di
Indonesia sebanyak 10,3 juta jiwa.
DM tipe 2 apabila tidak ditangani dengan baik maka akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 berhubungan
dengan disfungsi makrovaskular akibat gangguan pembuluh darah besar
dan mikrovaskular akibat gangguan pembuluh darah kecil. Komplikasi
makrovaskular diawali oleh aterosklerosis dan manifestasinya, seperti
penyakit pembuluh darah perifer atau peripheral artery disease (PAD),
stroke dan penyakit arteri koroner. Bentuk DM ini bervariasi mulai yang
dominan resistensi insulin, defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi
insulin.
Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di
jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel β. Akibatnya, pankreas
tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi
insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
relatif. Kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini. DM tipe 2
umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Pada DM tipe 2 terjadi gangguan
pengikatan glukosa oleh reseptornya tetapi produksi insulin masih dalam
batas normal sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering
ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler.

c. DM dalam kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah


kehamilan yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil
gagal mempertahankan euglycemia).3 Pada umumnya mulai ditemukan
pada kehamilan trimester kedua atau ketiga.4 Faktor risiko GDM yakni
riwayat keluarga DM, kegemukan dan glikosuria. GDM meningkatkan
morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan
makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin
lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.
Kasus GDM kira-kira 3-5% dari ibu hamil dan para ibu tersebut meningkat
risikonya untuk menjadi DM di kehamilan berikutnya.3 Subkelas DM
lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik
(kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s,
akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin),
penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik) dan infeksi
atau sindroma genetik (Down’s, Klinefelter’s).
3. Jenis pemeriksaan glukosa darah
Adapun jenis pemeriksaan terdiri dari glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post
prandial atau glukosa jam ke-2 pada tes toleransi glukosa oral.
1. Glukosa Darah Puasa (GDP) Pasien dipuasakan 8-12 jam sebelum tes. Semua
obat dihentikan, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada formulir tes.
2. Glukosa 2 jam Post Prandial Dilakukan 2 jam setelah tes glukosa darah puasa
(GDP). Pasien 2 jam sebelum tes dianjurkan makan makanan yang
mengandung 100gram karbohidrat.
3. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Selama 3 hari
sebelum tes, pasien dianjurkan makan makanan yang mengandung
karbohidrat, tidak merokok, tidak minum kopi atau alkohol. Puasa 8-12 jam
sebelum tes dilakukan. Tidak boleh olah raga dan minum obat sebelum dan
selama tes. Selama tes boleh baca buku atau kegiatan yang tidak menimbulkan
emosi. Awasi kemungkinan terjadinya hipoglikemi (lemah, gelisah, keringatan
dingin, haus dan lapar).

4. Manifestasi Klinik
a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau
cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi
sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya
kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih
banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel
maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme,
akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot
mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan
5. Patway

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Model Konsep Keperawatan

BAB III
LITERATUR REVIEW

A. Pembahasan Teori Betty Neuman


Teori Betty Neuman sangat memungkinkan digunakan dalam pengkajian praktik
keperawatan di komunitas dengan agregat lansia dengan DM. pengkajian lansia
hendaknya dilakukan secara holistik meliputi bio- psiko-sosial-kultural dan spiritual.
Dalam penerapan teori Betty Neuman aspek pengkajiannya sudah secara holistik yang
meliputi : aspek perkembangan, aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek social-
kulturas, serta aspek spiritual. Dalam pengelolaannya pun Teori Betty Neuman sudah
membuat tingkatan intervensi dengan melihat garis pertahanan klien (komunitas) yang
terganggu, fleksibel (intervensi primer), normal (intervensi sekunder), dan resisten
(intervensi tertier). Aspek perkembangan lansia. Di Indonesia batasan usia Lansia
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1) Usia 45-55 tahun disebut sebagai pralansia, 2)
Usia 56- 66 tahun disebut sebagai lansia madya, dan 3) Usia > 60 tahun disebut
sebagai lansia akhir. Secara teoritis setelah seseorang berusia 30 tahun maka fungsi
tubuh akan mengalami kemunduran sebanyak 1% tiap tahunnya. Berdasarkan usianya
lansia akan mengalami proses degeneratif yang menyebabkan perubahan dan
penurunan fungsi tubuhnya, sehingga berdampak pada kesehatan fisik, mental, sosial,
ekonomi dan kemampuan produktivitasnya. Dalam menghadapi proses penuaan dan
perawatan terhadap masalah kesehatannya, lansia memerlukan bantuan dan dukungan
dari keluarga (family care giver).
Aspek fisiologis, prosepi lansia tentang kebutuhan dan kepuasan terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan berbeda-beda pada lansia. Persepsi ini mendasari apakah dengan
kondisi DM lansia akan pergi ke Pelayanan kesehatan atau tidak, dan membaiknya
kondisi fisiknya setelah pergi ke Pelayanan kesehatan mendasari tingkat kepuasan
terhadap pelayanan kesehatan.
Aspek sosial-kultural, budaya merupakan kekayaan disuatu daerah yang
diwariskan secara turun temurun, lahir dari adanya hubungan sosialisasi dengan
masyarakat. Budaya mempengaruhi derajat kesehatan lansia dalam hal keyakinan
terhadap praktik kesehatan dan pemilihan pelayanan kesehatan.
Aspek spiritual , dalam menghadapi masalah kesehatan dan kematian, tiap orang
akan menunjukkan respon yang berbeda-beda. Agama merupakan aspek penting yang
dimiliki seseorang, karena agama mampu memberikan ketenangan batin dalam
menghadapi permasalahan yang ada. aspek spiritual yang ada pada lansia harusnya
mengalami peningkatan sebanding dengan peningkatan usia, karena sejalan dengan
teoroi perkembangan manusia usia lansia merupakan tahap
akhir dari kehidupan manusia, dimana m anusia mengalami pertumbuhan,
perkembangan dan akhirnya mati. Semangkin tua seseorang maka masalah kesehatan
akan semangkin kompleks dan lebih dekat dengan kematian.
Kemunduran fungsi tubuh yang lainnya yaitu dalam hal penurunan fungsi
kognitif. Kemunduran fungsi ini nantinya akan berdampak pada pengetahuan, sikap
dan perilaku tentang penyakit DM. Hasil wawancara menunjukkan bahwa Tn.S sudah
pernah mendapatkan informasi kesehatan tentang DM. Aspek Fisiologis, proses
degeneratif pada lansia tidak bisa dihindari dan pasti akan terjadi, namun yang bisa
dilakukan adalah mencegah supaya proses degeneratif tersebut berjalan lambat.
Demikian juga dengan kejadian DM, secara teoritis kejadian DM akan meningkat
sejalan dengan usia, hal ini dikarenakan banyak faktor beberapa diantaranya adalah
karena penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi hormon insulin, faktor
kegemukan, diit yang tinggi glukosa dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk
menurunkan faktor resiko DM pada lansia adalah dengan beraktivitas, bisa dengan
tetap bekerja maupun dengan berolah raga.
Hasil pengkajian menunjukkan aktivitas Tn.S masih bekerja sehari-hari, dalam
hal olahraga Tn.S melakukan oleh raga secara rutin seperti aktiftas fisik berupa
kegiatan berkebun, bercocok tanam dibelakang halaman rumah. Setelah dilakukan
pengkajian tentang resiko DM pada Tn.S dari hasil pengkajian didapatkan Tn.S
menderita DM sejak tahun 2021. Aspek psikologis, persepsi lansia tentang kebutuhan
dan kepuasan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan berbeda-beda pada lansia.
Persepsi ini mendasari apakah dengan kondisi DM lansia akan pergi ke Pelayanan
kesehatan atau tidak, dan membaiknya kondisi fisiknya setelah pergi ke Pelayanan
kesehatan mendasari tingkat kepuasan terhadap pelayanan kesehatan. hasil pengkajian
menunjukkan persepsi Tn.S tentang DM mengatakan DM merupakan penyakit berat
yang harus segera ditangani dan diobati. Dalam hal kondisi psikologis kondisi
psikologis lansia positif. Dalam hal kepuasan terhadap pelayanan kesehatan puas
dengan pelayanan kesehatan yang. Aspek sosial-kultural. budaya merupakan
kekayaan disuatu daerah yang diwariskan secara turun temurun, lahir dari adanya
hubungan sosialisasi dengan masyarakat. Budaya mempengaruhi derajat kesehatan
lansia dalam hal keyakinan terhadap praktik kesehatan dan pemilihan pelayanan
kesehatan.
Dari hasil pengkajian didapatkan Tn.S memiliki budaya sesuai dengan kesehatan
dan tidak bertentangan dengan kesehatannya. Dalam hal pemilihan pelayanan
kesehatan Tn.S masih sedikit mempercaya tentang pengobatan tradisional, seperti
mempercai dengan mengkonsumsi daun kelor, daun sirsak atau daun belimbing wuluh
dapat menurunkan kadar gula darah. Dalam menghadapi masalah kesehatan dan
kematian, tiap orang akan menunjukkan respon yang berbeda-beda. Agama
merupakan aspek penting yang dimiliki seseorang, karena agama mampu memberikan
ketenangan batin dalam menghadapi permasalahan yang ada. Aspek spiritual yang ada
pada lansia harusnya mengalami peningkatan sebanding dengan peningkatan usia,
karena sejalan dengan teori perkembangan manusia usia lansia merupakan tahap akhir
dari kehidupan manusia, dimana manusia mengalami pertumbuhan, perkembangan
dan akhirnya mati. Semakin tua seseorang maka masalah kesehatan akan semakin
kompleks dan lebih dekat dengan kematian. Hal ini sejalan dengan temuan pada hasil
pengkajian yang menunjukkan bahwa Tn.S beserta keluarga besar beragama islam,
rajin melaksanakan ibadah secara rutin, dan masih aktif dalam kegiatan keagamaan
yang ada dilingkungannya .

1. Analisis Konsep Keperawatan


Menurut Neuman Keperawatan memperhatikan semua hal dan stressor-
stressor pontensial kaitannya dengan penggunaan pengaruh dan potensial dampak
stressor lingkungan. Tujuan Keperawatan adalah menjaga stabilitas system klien,
membantu klien untuk mengurus diri yang mana hal – hal sebagai persyaratan
untuk mencapai tahap kesehatan yang optimum. Memfasilitasi kesehatan yang
optimum untuk pasien melalui memperkuat atau memelihara stabilitas system
klien. Sehat Adalah keadaan baik. Sehat adalah suatu titik yang bergerak pada
rentang negentrophy paling besar ke entrophy maksimum. Saat semua bagian
pada klien berada dalam keadaan harmonis atau seimbang ketika semua
dibutuhkan untuk bertemu, kesehatan optimal tercapai. kesehatan adalah juga
energi.
Manusia terdiri dari Fisiologi, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan
spiritual. Diwakili untuk struktur sentral, garis pertahanan dan garis perlawanan.
Klien adalah manusia yang diancam atau diserang oleh stressor lingkungan.
Lingkungan adalah semua faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi klien
dan system klien. Tiga type lingkungan yang telah diidentifikasi ; internal,
eksternal dan , lingkungan yang diciptakan. Stressor adalah bagian dari
lingkungan, lingkungan internal berisi dalam batas system klien. Lingkungan
eksternal berisi kekuatan-kekuatan diluar system klien. Lingkungan yang
diciptakan merupakan mobilisasi yang tidak disadari klien terdiri dari struktur
komponen-komponen sebagai faktor energi, stabilitas dan integritas.

2. Teori betty neuman


Betty Neuman mandefinisikan manusia secara utuh merupakan gabungan
dari konsep holistik danpendekatan sistem terbuka. Bagi Neuman manusia
merupakan makhluk dengan kombinasi kompleks yang dinamis dan
fisiologis,sosiokultural dan variabel perkembangan yang berfungsi sebagai sistem
terbuka. Sebagai sistem terbuka manusia berinteraksi,beradaptasi dengan dan
disesuaikan oleh lingkungan yang digambarkan sebagai stressor.
Lingkungan internal terdiri dari segala sesuatuyang mempengaruhi
(intrapersonal) yang berasal dari dalam diri klien. Lingkungan eksternal terdiri
dari segala sesuatu yang berasal dari luar diri klien (interpersonal). Pembentukan
lingkungan merupakan usaha klien untuk menciptakan lingkungan yang
aman,yang mungkin terbentuk oleh mekanisme yang didasari maupun yang tidak
didasari. Tiap lingkungan memiliki kemungkinan terganggu oleh stressor yang
dapat merusak sistem. Model Neuman mencakup stressor
intrapersonal,interpersonal dan ekstrapersonal.
Neuman meyakini bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh. Tujuan dari keperawatan adalah membanyu individu, keluarga dan
kelompok dalam mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan ang optimal.
Perawat mengkaji, mengatur dan mengevaluasi sistem klien. Perawatan berfokus
pada variabel-variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor.
Tindakan perawat terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer berfokus pada peningkatan pertahanan tubuh melalui
identifikasi faktor-faktor resiko yang potensial dan aktual terjadi akibat stressor
tertentu. Pencegahan sekunder berfokus pada penguatan pertahanan dan sumber
internal melalui penetapan prioritas dan rencana pengobatan pada gejala-gejala
yang tampak. Sedangkan pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi
kembali. Prinsip dari pencegahan tersier adalah untuk memberikan penguatan
pertahanan tubuh terhadap stressor melalui pendidikan kesehatan dan untuk
membantu dalam mencegah terjadinya masalah yang sama.

3. Perkembangan Sistem Model Neuman


Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara pandang
terhadap manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia secara
keseluruhan) meliputi aspek (variable) fisiologis, psikologis, sosiokultural,
perkembangan dan spiritual yang berhubungan secara dinamis seiring dengan
adanya respon-respon sistem terhadap stressor baik dari lingkungan internal
maupun eksternal. Komponen utama dari model ini adalah adanya stress dan
reaksi terhadap stress. Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang
memiliki siklus input, proses, output dan feedback sebagai suatu pola organisasi
yang dinamis.
Dengan menggunakan perspektif sistem ini, maka kliennya bisa meliputi
individu, kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan agregat lainnya dan dapat
diterapkan oleh berbagai disiplin keilmuan. Tujuan ideal dari model ini adalah
untuk mencapai stabilitas sistem secara optimal. Apabila stabilitas tercapai maka
akan terjadi revitalisasi dan sebagai sistem terbuka maka klien selalu berupaya
untuk memperoleh, meningkatkan, dan mempertahankan keseimbangan diantara
berbagai faktor, baik didalam maupun diluar sistem yang berupaya untuk
mengusahakannya. Neuman menyebut gangguan-gangguan tersebut sebagai
stressor yang memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi terhadap stressor bisa
potensial atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat diidentifikasi.

4. Konsep Utama Betty Neuman


1. Tekanan Rangsangan yang timbul diakibatkan kondisi sekitar pandangan
Neuman tentang tekanan yaitu : - Intra Personal : Secara individu atau perorangan.
- Inter Personal : Antara individu yang satu dengan individu yang lain lebih dari
satu. - Ekstra Personal : Di luar individu
2. Struktur Pokok Sumber Energi Merupakan penggerak untuk melakukan
aktivitas.
3. Tingkat Ketahanan Merupakan faktor internal untuk menghadapi tekanan.
4. Garis Normal Pertahanan Tingkatan kemampuan adaptasi individu untuk
menghadapi tekanan di batas normal.
5. Gangguan Pertahanan Kerusakan sistem pertahanan tubuh oleh dan akibat dari
tekanan.
6. Tingkat Reaksi Tindakan yang muncul akibat dari pengaruh tekanan.
7. Intervensi Identifikasi tindakan sebagai akibat dari reaksi yang timbul.
8. Tingkat-Tingkat Pencegahan Dibagi menjadi : - Pencegahan primer Sebelum
terjadi tindakan - Pencegahan sekunder Ketika terjadi tindakan - Pencegahan
tersier Adaptasi atau pengaruh kerusakan
9. Penyesuain Kembali Adaptasi dari tindakan yang berasal dari sekitar baik
interpersonal. Intra personal dan ekstra personal.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Betty Neuman
Hasil penerapan teori Betty Neuman dalam pengelolaan lansia dengan DM,
meliputi 5 aspek : Perkembangan, fisiologis, psikologis, social-budaya dan spiritual.

Tabel 1. Perkembangan Lansia


Krikteria hasil
Jenis kelamin Laki-laki
usia Usia Tn.S 61 Tahun
caregiver Dirawat oleh keluarganya dirumah
Pengetahuan tentang DM Tn.S dan keluarga memiliki pengetahuan yang
baik
Informasi tentang DM Tn.S dan keluarga sudah pernah mendapatkan
informasi terkait dengan DM
Sikap terhadap DM Tn.S memiliki sikap yang negatif, karna masih
belum memantangi makanan-makanan yang
dilarang
Perilaku DM Tn.S mempunya perilaku yang sedikit buruk
terkait diit yang seharusnya dilakukan tapi
masih dilanggar.

Tabel 2. Fisiologis
Kriteria Hasil
kemandirian Tn.S masih memiliki kemampuan mandiri untuk
mengurus kebutuhannya sendiri
Aktivitas Tn.S sekarang sudah pensiunan dan hanya
beraktivitas di rumah dan dibelakang rumah untuk
mengurus kebun tanaman dan kos-kosan.
Olahraga Tn.S masih rutin melakukan olahraga dan aktifitas
lainya seperti berkubun, bercocok tanam
Resiko DM Tn.S sudah menderita Dm dari tahun 2012

Tabel 3. Psikologis
Kriteris Hasil
Persepsi DM Tn.S mengatakan bahwa penyakit DM ini harus
segera ditangani dan harus rutin cek kadar gula
darah, walau Tn.S Tau penyakit DM ini tidak
bisa sembuh dan terus menerus harus
mengkonsumsi obat, apalagi Tn.S menderita
Hipertensi juga
Kepuasan terhadp yankes Tn.S merasa puas dengan pelayanan kesehatan
dan menggunakan jaminan kesehatan berupa
Akses (BPJS), sehingga Tn.S cek rutin kesehatan
secara gratis.
Kondisi psikologis lansia Kondisi psikologis Tn.S positif tidak ada yang
terganggu

Tabel 4. Sosial-Kultural
Kriteria Hasil
Hubungan sosialisasi Tn.S memiliki hubungan yang harmonis dengan
keluarga anak istri dan tetangga. Sangat aktif
dalam kegiatan gotong royong, pengajian, dan
kegiatan lainnya.
Budaya Tn.S memiliki budaya yang sesuai dengan
kesehatan, tidak ada yang melanggar terkaitan
budaya dengan kesehatan Tn.S
Pengobatan tradisional Tn.S masih sedikit percaya tentang
pengobatan tradisional dan masih mengkonsumsi
obat tradisional seperti minum-minuam rempah-
rempah, tau daun-daun yang katanya dipervayai
menurunkan gula darah dan hipertensi

Tabel 5. Spiritual
Kriteria Hasil
Agama Tn.S dan keluarga beragama islam
Pelaksanaan ibadah Tn.S sangat rajin dalam beribadah dan
rutin, selalu menyempatkan diri untuk sholat
berjamaah di masjid
Aktif kegiatan keagamaan Tn.S sangat rajin dan antusias dalam mengikuti
kegiatan-kegiatan k eagamaan.

B. Pembahasan Teori Betty Neuman


sangat memungkinkan digunakan dalam pengkajian praktik keperawatan di
komunitas dengan agregat lansia dengan DM. pengkajian lansia hendaknya dilakukan
secara holistik meliputi bio- psiko-sosial-kultural dan spiritual. Dalam penerapan teori
Betty Newman aspek pengkajiannya sudah secara holistik yang meliputi : aspek
perkembangan, aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek social- kulturas, serta aspek
spiritual. Dalam pengelolaannya pun Teori Betty Newman sudah membuat tingkatan
intervensi dengan melihat garis pertahanan klien (komunitas) yang terganggu,
fleksibel (intervensi primer), normal (intervensi sekunder), dan resisten (intervensi
tertier). Aspek perkembangan lansia.
Di Indonesia batasan usia Lansia dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1) Usia 45-
55 tahun disebut sebagai pralansia, 2) Usia 56- 66 tahun disebut sebagai lansia madya,
dan 3) Usia > 60 tahun disebut sebagai lansia akhir. Secara teoritis setelah seseorang
berusia 30 tahun maka fungsi tubuh akan mengalami kemunduran sebanyak 1% tiap
tahunnya. Berdasarkan usianya lansia akan mengalami proses degeneratif yang
menyebabkan perubahan dan penurunan fungsi tubuhnya, sehingga berdampak pada
kesehatan fisik, mental, sosial, ekonomi dan kemampuan produktivitasnya. Dalam
menghadapi proses penuaan dan perawatan terhadap masalah kesehatannya, lansia
memerlukan bantuan dan dukungan dari keluarga (family care giver). Dari hasil
pengkajian Tn.S yang dirawat oleh keluarganya dan masih bisa mengurus diri sendiri.
Kemunduran fungsi tubuh yang lainnya yaitu dalam hal penurunan fungsi
kognitif. Kemunduran fungsi ini nantinya akan berdampak pada pengetahuan, sikap
dan perilaku tentang penyakit DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tn.S sudah
pernah mendapatkan informasi kesehatan tentang DM. Aspek Fisiologis, proses
degeneratif pada lansia tidak bisa dihindari dan pasti akan terjadi, namun yang bisa
dilakukan adalah mencegah supaya proses degeneratif tersebut berjalan lambat.
Demikian juga dengan kejadian DM, secara teoritis kejadian DM akan meningkat
sejalan dengan usia, hal ini dikarenakan banyak faktor beberapa diantaranya adalah
karena penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi hormon insulin, faktor
kegemukan, diit yang tinggi glukosa dan lain sebagainya. Salah satu cara untuk
menurunkan faktor resiko DM pada lansia adalah dengan beraktivitas, bisa dengan
tetap bekerja maupun dengan berolah raga.
Hasil pengkajian menunjukkan aktivitas Tn.S masih bekerja sehari-hari, dalam
hal olah raga Tn.S melakukan oleh raga secara rutin. Setelah dilakukan pengkajian
tentang resiko DM pada Tn.S dari hasil pengkajian didapatkan Tn.S menderita DM
sejak tahun 2021. Aspek psikologis, persepsi lansia tentang kebutuhan dan kepuasan
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan berbeda-beda pada lansia. Persepsi ini
mendasari apakah dengan kondisi DM lansia akan pergi ke Pelayanan kesehatan atau
tidak, dan membaiknya kondisi fisiknya setelah pergi ke Pelayanan kesehatan
mendasari tingkat kepuasan terhadap pelayanan kesehatan. hasil pengkajian
menunjukkan persepsi Tn.S tentang DM mengatakan DM merupakan penyakit berat
yang harus segera ditangani dan diobati.
Dalam hal kondisi psikologis kondisi psikologis lansia positif. Dalam hal
kepuasan terhadap pelayanan kesehatan puas dengan pelayanan kesehatan yang.
Aspek sosial-kultural. budaya merupakan kekayaan disuatu daerah yang diwariskan
secara turun temurun, lahir dari adanya hubungan sosialisasi dengan masyarakat.
Budaya mempengaruhi derajat kesehatan lansia dalam hal keyakinan terhadap praktik
kesehatan dan pemilihan pelayanan kesehatan.
Dari hasil pengkajian didapatkan Tn.S memiliki budaya sesuai dengan kesehatan.
dalam hal pemilihan pelayanan kesehatan Tn.S masih sedikit mempercaya tentang
pengobatan tradisional. Dalam menghadapi masalah kesehatan dan kematian, tiap
orang akan menunjukkan respon yang berbeda- beda. Agama merupakan aspek
penting yang dimiliki seseorang, karena agama mampu memberikan ketenangan batin
dalam menghadapi permasalahan yang ada.
Aspek spiritual yang ada pada lansia harusnya mengalami peningkatan sebanding
dengan peningkatan usia, karena sejalan dengan teori perkembangan manusia usia
lansia merupakan tahap akhir dari kehidupan manusia, dimana manusia mengalami
pertumbuhan, perkembangan dan akhirnya mati. Semakin tua seseorang maka
masalah kesehatan akan semakin kompleks dan lebih dekat dengan kematian. Hal ini
sejalan dengan temuan pada hasil pengkajian yang menunjukkan bahwa Tn.S beserts
keluarga besr beragama islam, rajin melaksanakan ibadah secara rutin, dan masih aktif
dalam kegiatan keagamaan yang ada dilingkungannya.
5. Analisis Konsep Keperawatan
Menurut Neuman Keperawatan memperhatikan semua hal dan stressor-
stressor pontensial kaitannya dengan penggunaan pengaruh dan potensial dampak
stressor lingkungan. Tujuan Keperawatan adalah menjaga stabilitas system klien,
membantu klien untuk mengurus diri yang mana hal – hal sebagai persyaratan
untuk mencapai tahap kesehatan yang optimum. Memfasilitasi kesehatan yang
optimum untuk pasien melalui memperkuat atau memelihara stabilitas system
klien. Sehat Adalah keadaan baik. Sehat adalah suatu titik yang bergerak pada
rentang negentrophy paling besar ke entrophy maksimum. Saat semua bagian
pada klien berada dalam keadaan harmonis atau seimbang ketika semua
dibutuhkan untuk bertemu, kesehatan optimal tercapai. kesehatan adalah juga
energi.
Manusia terdiri dari Fisiologi, psikologis, sosiokultural, perkembangan dan
spiritual. Diwakili untuk struktur sentral, garis pertahanan dan garis perlawanan.
Klien adalah manusia yang diancam atau diserang oleh stressor lingkungan.
Lingkungan adalah semua faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi klien
dan system klien. Tiga type lingkungan yang telah diidentifikasi ; internal,
eksternal dan , lingkungan yang diciptakan. Stressor adalah bagian dari
lingkungan, lingkungan internal berisi dalam batas system klien. Lingkungan
eksternal berisi kekuatan-kekuatan diluar system klien. Lingkungan yang
diciptakan merupakan mobilisasi yang tidak disadari klien terdiri dari struktur
komponen-komponen sebagai faktor energi, stabilitas dan integritas.

C. Teori betty neuman


Betty Neuman mandefinisikan manusia secara utuh merupakan gabungan dari
konsep holistik danpendekatan sistem terbuka. Bagi Neuman manusia merupakan
makhluk dengan kombinasi kompleks yang dinamis dan fisiologis,sosiokultural dan
variabel perkembangan yang berfungsi sebagai sistem terbuka. Sebagai sistem terbuka
manusia berinteraksi,beradaptasi dengan dan disesuaikan oleh lingkungan yang
digambarkan sebagai stressor.
Lingkungan internal terdiri dari segala sesuatuyang mempengaruhi
(intrapersonal) yang berasal dari dalam diri klien. Lingkungan eksternal terdiri dari
segala sesuatu yang berasal dari luar diri klien (interpersonal). Pembentukan
lingkungan merupakan usaha klien untuk menciptakan lingkungan yang aman,yang
mungkin terbentuk oleh mekanisme yang didasari maupun yang tidak didasari. Tiap
lingkungan memiliki kemungkinan terganggu oleh stressor yang dapat merusak
sistem. Model Neuman mencakup stressor intrapersonal,interpersonal dan
ekstrapersonal.
Neuman meyakini bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh. Tujuan dari keperawatan adalah membanyu individu, keluarga dan kelompok
dalam mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan ang optimal. Perawat
mengkaji, mengatur dan mengevaluasi sistem klien. Perawatan berfokus pada
variabel-variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Tindakan
perawat terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer berfokus pada peningkatan pertahanan tubuh melalui
identifikasi faktor-faktor resiko yang potensial dan aktual terjadi akibat stressor
tertentu. Pencegahan sekunder berfokus pada penguatan pertahanan dan sumber
internal melalui penetapan prioritas dan rencana pengobatan pada gejala-gejala yang
tampak. Sedangkan pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Prinsip
dari pencegahan tersier adalah untuk memberikan penguatan pertahanan tubuh
terhadap stressor melalui pendidikan kesehatan dan untuk membantu dalam mencegah
terjadinya masalah yang sama.

D. Perkembangan Sistem Model Neuman


Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara pandang
terhadap manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia secara
keseluruhan) meliputi aspek (variable) fisiologis, psikologis, sosiokultural,
perkembangan dan spiritual yang berhubungan secara dinamis seiring dengan
adanya respon-respon sistem terhadap stressor baik dari lingkungan internal
maupun eksternal. Komponen utama dari model ini adalah adanya stress dan
reaksi terhadap stress. Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang
memiliki siklus input, proses, output dan feedback sebagai suatu pola organisasi
yang dinamis.
Dengan menggunakan perspektif sistem ini, maka kliennya bisa meliputi
individu, kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan agregat lainnya dan dapat
diterapkan oleh berbagai disiplin keilmuan. Tujuan ideal dari model ini adalah
untuk mencapai stabilitas sistem secara optimal. Apabila stabilitas tercapai maka
akan terjadi revitalisasi dan sebagai sistem terbuka maka klien selalu berupaya
untuk memperoleh, meningkatkan, dan mempertahankan keseimbangan diantara
berbagai faktor, baik didalam maupun diluar sistem yang berupaya untuk
mengusahakannya. Neuman menyebut gangguan-gangguan tersebut sebagai
stressor yang memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi terhadap stressor bisa
potensial atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat diidentifikasi.

E. Konsep Utama Betty Neuman


1. Tekanan Rangsangan yang timbul diakibatkan kondisi sekitar pandangan
Neuman tentang tekanan yaitu : - Intra Personal : Secara individu atau perorangan.
- Inter Personal : Antara individu yang satu dengan individu yang lain lebih dari
satu. - Ekstra Personal : Di luar individu
2. Struktur Pokok Sumber Energi Merupakan penggerak untuk melakukan
aktivitas.
3. Tingkat Ketahanan Merupakan faktor internal untuk menghadapi tekanan.
4. Garis Normal Pertahanan Tingkatan kemampuan adaptasi individu untuk
menghadapi tekanan di batas normal.
5. Gangguan Pertahanan Kerusakan sistem pertahanan tubuh oleh dan akibat dari
tekanan.
6. Tingkat Reaksi Tindakan yang muncul akibat dari pengaruh tekanan.
7. Intervensi Identifikasi tindakan sebagai akibat dari reaksi yang timbul.
8. Tingkat-Tingkat Pencegahan Dibagi menjadi : - Pencegahan primer Sebelum
terjadi tindakan - Pencegahan sekunder Ketika terjadi tindakan - Pencegahan
tersier Adaptasi atau pengaruh kerusakan
9. Penyesuain Kembali Adaptasi dari tindakan yang berasal dari sekitar baik
interpersonal. Intra personal dan ekstra personal

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Tn.S
2) Tempat tanggal lahih : Yogyakarta, 11 April 1961
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : S1
6) Pekerjaan : Pensiunan
7) Status Perkawinan : Kawin
8) Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
9) Alamat : Jln.Godean km 9, Yogyakarta
10) Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus

b. Penanggung Jawab/ Keluarga


1) Nama : Ny.W
2) Umur : 51 tahun
3) Pendidikan : SMA
4) Pekerjaan : Ibu rumah tangga
5) Alamat : Jln.Godean km 9, Yogyakarta
6) Hubungan dengan pasien : Istri
7) Status perkawinan : Nikah
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengeluhkan badan lemas, kadang pusing, sering ngantuk, sering mudah
kelaperan dan sering buang air kecil
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
pasien mengatakan badan terasa lemas, sering pusing, mudah ngantuk, pasien
mempunyai riwayat DM tipe 2 dari tahun 2012, sudah rutin minum obat, dan minum
susu diabetes dan gulanya.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
a) Pasien mengatakan sakit DM sejak tahun 2012, pasien
berobat rutin di Puskesmas, mendapatkan terapi metformin dan glimipirid,
mempunyai riwayat hipertensi dan sudah rutin minum obat
b) Anak pasien mengatakan terkadang pasien lupa meminum obat rutinnya.
Terutama obat yang sebelum makan, sering banget lupa

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki keturunan DM dari kakek nenek
atau yang diatasnya
3. Kesehatan Fungsional
a. Aspek Fisik-Biologis
1) Nutrisi
a) Sebelum sakit
Pasien makan 3x sehari, 1 porsi habis. Makanan yang dikonsumsi pasien berupa nasi
sayur dan lauk. Kemudian pasien minum 8-10 gelas perhari(1500-2000cc). Pasien
selalu minum kopi manis setiap hari.
b) Selama sakit
Pasien mengatakan pasien makan tetap 3x sehari bahkan lebih sama cemil-cemilan, .
Makanan yang dikonsumsi pasien berupa nasi sayur dan lauk. Kemudian pasien
minum 8-10 gelas perhari(1500-2000cc) berupa air putih bahkan lebih kalau sudah
beraktifitas diluar. Pasien masih selalu minum kopi setiap bangun tidur, aktifitas,
malam hari.
2) Pola Eliminasi
a) Sebelum sakit
BAB teratur setiap hari pada pagi hari. Bentuk dan warna feses lunak berwarna
kuning kecoklatan dalam batas normal. Buang air kecil lancar kurang lebih sebanyak
5-6 kali.
b) Selama sakit
pasien buang air besar 1 kali dalam sehari sekali berbentuk padat dan warna dalam
batas normal, bau khas feses. Untuk buang air kecil pasien lancarr sehari 5-6 kali
sehari bahkan lebih . Urine berwarna kuning .
3) Pola Aktivitas
a) Sebelum sakit
(1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Pasien setiap hari bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di kantor polisi
pamong praja. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari meliputi mandi, makan, BAB/
BAK dan berpakaian pasien melakukannya secara mandiri dan tidak menggunakan
alat bantu atau tidak dibantu .
(2) Keadaan pernafasan
Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasan teratur. Tidak ada gangguan pada
pola nafas pasien
(3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit jantung , tidak aga tanda-tanda
gangguan, dalam batas normal.
b) Selama sakit
(1) Keadaan aktivitas sehari-hari
Pasien setiap hari bekerja sebagai pensiunan jadi aktivitasnya hanya ngurusin kos-
kosan, berkebun, bercocok tanam dll. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari
meliputi mandi, makan, BAB/ BAK dan berpakaian pasien melakukannya secara
mandiri dan tidak menggunakan alat bantu atau tidak dibantu .

(2) Keadaan pernafasan


Pasien bernafas menggunakan hidung, pernafasan teratur, tidak ada yang terganggu,
semua dalam batasan normal.
(3) Keadaan kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak berdebar-debar setelah melakukan aktivitas, dalam batasan
normal.
4. Kebutuhan Istirahat-tidur
a) Sebelum sakit
Sebelum sakit kebutuhan istirahat-tidur pasien tercukupi, pasien biasanya dalam
sehari tidur 6-8 jam, dan ada tidur siang juga.
b) Selama sakit
Selama sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam pola tidurnya. pasien
lebih banyak waktunya untuk istirahat, walau kadang untuk tidur siang kadang-
kadang, karna pasien sudah beraktivitas diluar/ dibelakang rumahnya.

A. Aspek Psiko-Sosial-Spiritual
1) Pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Pasien mengatakan apabila sakit pasien dan keluarga berobat di puskesmas terdekat.
Pasien sudah mengerti tentang pengobatan rutin tentang penyakitnya dan sudah
selalu cek rutin setiap bulannya di puskesmas terdekat.
2) Pola hubungan
Pasien menikah satu kali, dan tinggal bersama istri dan anaknya, hubungan keluarga
Tn.S sangat baik, hubungan antara tetangga lainnya juga berjalan dengan baik.
3) Koping atau toleransi stres
Pengambilan keputusan dalam menjalankan tindakan dilakukan oleh pihak keluarga,
terutama Tn.S nya sendiri
4) Kognitif dan persepsi tentang penyakitnya
a) Keadaan mental : Pasien dalam keadaan compos mentis (sadar penuh)
b) Berbicara : Pasien dapat berbicara dengan lancar
c) Bahasa yang dipakai : Bahasa Jawa dan Indonesia
d) Kemampuan bicara : Tidak ada gangguan
e) Pengetahuan pasien terhadap penyakit: Pasien mengatakan paham mengenai
penyakit yang dideritanya.
f) Persepsi tentang penyakit : Pasien menurut pada apa yang disarankan oleh
keluarganya dan mau mengkonsumsi obat rutinnya.
5) Konsep diri
a) Gambaran diri
Pasien mengatakan lemas. Pasien sedikit terganggu dalam menjalankan aktivitas
karena merasa lemas, mudah ngantuk.
b) Harga diri
Pasien menghargai dirinya dan selalu mempunyai harapan terhadap hidupnya
c) Peran diri
Pasien mengakui perannya sebagai kepala keluarga, pasien mengatakan bahwa ingin
segera sembuh dan tidak tinggi kadar gula darah, dan tekanan darahnya.
d) Ideal diri
Pasien lebih menurut pada keluarganya
e) Identitas diri
Pasien mengenali siapa dirinya
6) Seksual
Dalam batasan normal
7) Nilai
Pasien memahami nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, pasien
memahami hal-hal yang baik dan yang benar
c. Aspek Lingkungan Fisik
Rumah pasien berada di pedesaan
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Composmentis
TB = 168 cm
BB = 60 kg
2) Tanda Vital
TD = 141/80 mmHg Nadi = 88 x/menitSuhu = 36,2oC RR = 22 x/menit
3) Skala Nyeri
Pasien mengatakan tidak merasakan nyeri pada tubuhnya.

b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo-Caudal)


1) Kulit
Kulit lembab berwarna sawo matang, tidak terdapat lesi,pertumbuhan rambut
merata. Turgor kulit baik.
2) Kepala
a) Rambut : Rambut lurus, rambut hitam terdapat uban, dan
berambut tebal. Rambut tertata rapi dan pendek.
b) Mata : Konjungtiva tidak anemis, dilatasi pupil normal,
reflek pupil baik, sklera baik dan dalam batas normal
c) Hidung : Normal dan simetris tidak terdapat lesi, tidak ada tanda-tanda infeksi
atau pembengkakan pada area hidung
d) Telinga : Kedua lubang telinga bersih tidak mengeluarkan
cairan, tidak ada tanda-tanda infeksi dan pembengkakan
e) Mulut : Mulut bersih, tidak ada gigi palsu, gigi rapat
berwarna putih kekuningan, mukosa bibir lembab, tidak berbau mulut
3) Leher
Tidak ada benjolan ( tidak terdapat pembesaran vena jugularis)
4) Tengkuk
Pada tengkuk tidak terdapat benjolan yang abnormal.
5) Thorax
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada pertumbuhan rambut, warna
kulit merata
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetris
c) Perkusi : suara sono dan batasan normal
d) Auskultasi : suara trakheal, bronkhial, bronko vesikuler
6) Kardivaskuler
a) Inspeksi : tidak ada lesi, warna kulit merata, persebaran
rambut merata
b) Palpasi : Teraba iktus kordis pada interkostalis ke 5, 2 cm
dari midklavikularis kiri.
c) Perkusi : Suara redup
d) Auskultasi : Suara S1 dan S2
7) Punggung
Bentuk punggung simetris, tidak terdapat luka, kulit berwarna
sawo matang.
8) Abdomen
a) Inspeksi : Warna kulit sawo matang, warna kulit merata,
tidak terdapat bekas luka.
b) Auskultasi : Peristaltik usus 38 kali permenit, terdengar jelas
c) Perkusi : Terdengar hasil ketukan ―tympani‖ di semua
kuadran abdomen
d) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan,, tidak terdapat edema, tidak
terdapat massa dan benjolan yang abnormal
9) Panggul
Bentuk panggul normal, warna kulit panggul merata kecoklatan, tidak terdapat lesi,
pertumbuhan rambut tipis merata
10) Anus dan rectum
Pada anus dan rectum normal, tidak terdapat lesi, tidak tedapat pembengkakan.
Warna merah tua.
11) Genetalia
a) Pada laki-laki
dalam batas normal, tidak ada luka, dan tidak ada pembengkakan.
12) Ekstremitas
a) Atas : Tangan kanan dan kiri bisa digerakkan secara leluasa. Tidak ada
kekurangan satu yang lainnya.
b) Bawah : Kedua telapak kaki kanan dan kiri tidak terjadi kelemahan, anggota
gerak lengkap, tidak terdapat edema,kekuatan otot 5. Kuku pada jari
kaki terlihat bersih
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Patologi Klinik

Tabel 6 Hasil pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa Puasa 247 mg/dl 70-110
Cholesterol 213 mg/dl <220
Trigliserida 152 mg/dl 70-220
Asam urat 4,9 mg/dl L:3,4-7 P:2,5-5,7

2. Analisa Data
Tabel 4.7 Analisa Data
Data Masalah Penyebab
DS : Risiko gangguan Kurang kepatuhan pada
- Pasien mengatakan lemas ketidakseimbangan manajemen diabetik
dan pusing kadar glukosa darah
- Pasien mengatakan nafsu
makan meningkat dan
mudah ngantuk
- Pasien mengatakan
mempunyai riwayat
penyakit DM sejak tahun
2012 yang lalu
- Istri pasien mengatakan
pasien kontrol rutin di
puskesmas, namun pasien
terkadang lupa untuk
meminum obat rutinnya,
yang sebelum makan
DO :
- GDS 247 mg/dL
- Pasien tampak lemas
- Terjadi penurunan BB
sebanyak 3 Kg belakangan
ini
DS: Ketidakefektifan Penurunan sirkulasi darah perifer
- Pasien mengatakan perfusi jaringan
kepalanya sering pusing perifer
- Pasien mengatakan mudah
lemes
DO:
- Pasien tampak lemas
- TTV :
TD= 141/80 mmHg
Nadi = 88 x/menit
Suhu = 36,2oC
RR = 22 x/menit
GDS=247 mg/dl

3. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko gangguan ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan
dengan kurang kepatuhan pada manajemen diabetik
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah perifer.

4. Intervensi Keperawatan
Tabel 4.8
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Monitor tingkat kepatuhan pasien
ketidakseimbangan selama 1 x 24 jam, risiko ketidakstabilan dalam pengobatan
kadar glukosa darah kadar glukosa darah teratasi dengan b. Pendidikan Kesehatan tentang
berhubungan dengan kriteria : pengobatan DM
kurang kepatuhan a. Pasien mengatakan bersedia patuh c. Ajarkan pasien dan keluarga cara
pada manajemen dalam pengobatan penggunaan injeksi novorapid selama
diabetik b. kadar gula darah dalam batas normal dirumah jika dibutuhkan
GDS <200 d.Ajarkan pasien dan keluarga dalam
c. Pasien dapat merubah pola hidup DM menerapkan 5 pilar diabetes
d. Pasien dan keluarga dapat mengelola e. Monitor TTD vital
terapi pengobatan DM selama dirumah f. Monitor kadar gula darah
e. dapat menerapkan 5 pilar yaitu :
edukasi, perencanaan makan/diet (3J:
jadwal, jumlah, jenis), aktivitas
fisik/olahraga, pengobatan, dan
pemantauan/ cek gula darah
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan - Monitor tekanan darah, pernafasan,
perfusi jaringan selama 1 x 24 jam diharapkan pasien nadi dan suhu dengan tepat
perifer berhubungan tidak menunjukkan gangguan perfusi - Monitor pemeriksaan gula darah
dengan penurunan jaringan perifer, dengan kerikteria hasil: rutin
sirkulasi darah perifer. - Obeservasi tanda-tanda vital dalam - Monitor warna kulit, suhu,
l rentang normal : kelembaban
TD: 90/60-140/90 mmHg - Kolaborasi pemberian insulin jika
Nadi: 60-100 x/menit diperluka
RR: 16-24 x/menit - Kolaborasi pemberian terapi
- Observasi gula darah dalam rentang farmakologi dan non farmakologi
normal : 80-145 ml/dl - Kelola diit yang tepat
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Motivasi dan dukung pasien untuk
- menghilangkan stres
- Berikan terapi farmakologi, dan non
farmakologi

5. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi


Tabel.4.9
Implementasi Keperawatan dan Evaluasi
No Hari / Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Jum’at, Risiko gangguan a. Memonitor tingkat S:
29/10/2021 ketidakseimbangan kadar kepatuhan pasien dalam -Pasien mengatakan akan
glukosa darah pengobatan mematuhui dalam pengobatan
berhubungan dengan b. Melakukan pendidikan -pasien sangat antusias dalam
kurang kepatuhan pada Kesehatan tentang mendengarkan penjelasan
manajemen diabetik pengobatan DM terkait dengan DM
c. Mengajarkan pasien dan -pasien dan keluarga bisa
keluarga cara penggunaan menyebutkan makanan
injeksi novorapid selama minuman yang dilarang
dirumah jika dibutuhkan penderita DM
d.Mengajarkan pasien dan -Pasien dan keluarga dapat
keluarga dalam menerapkan 5 menerapkan 5 pilar DM dan
pilar diabetes siap melaksanakannya
e. Memonitor TTD vital O:
f. Memonitor kadar gula -Hasil pengkajian TTD vital
darah didapatkan hasil :
TD; 149/96 mmHg
N: 65 x/menit
RR: 22 x/menit
S: 36,8 oC
- Hasil pemeriksaan yang
dilakukan pasien seminggu
yang lalu kadar gula darah :
268 mg/dl
A: Resiko gangguan
ketidakseimbangan kadar gula
darah belum teratasi
P:
-Pantau TTV
-Pantau gadar gula darah
-Monitor obat rutin
-Monitor diit
-Menjaga pola makan,aktivitas,
olahraga dan BB

2. Jum’at, Ketidakefektifan perfusi - Memonitor tekanan S:


29/10/2021 jaringan perifer darah, pernafasan, nadi -Pasien mengatakan sudah
berhubungan dengan dan suhu dengan tepat mengerti bawha ia menderita
penurunan sirkulasi - Memonitor pemeriksaan DM sejak 2012
darah perifer. gula darah rutin -Pasien mengatakan selalu
- Memonitor warna kulit, rutin untuk pemeriksaan ke
suhu, kelembaban puskesmas terdekat
- Mengkolaborasi -Istri mengatakan akan
pemberian insulin jika membantu suaminya dalam
diperluka menerapkan prinsip 5 pilar, dan
- Mengkolaborasi menegur apabila suaminya
pemberian terapi masih tidak memantangi
farmakologi dan non makanan yang dilarang
farmakologi O: -Pasien dan keluarga terlihat
- Mengkolela diit yang saling mendukung untuk
tepat kesembuhan Tn.S
-Pasien dan keluarga juga
dapat saling mengingatkan
A: Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer Belum teratasi
P:
-Observasi TTV dan Kadar Gula
darah
-Pantau diit yang tepat
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
1. Teori Betty Neuman termasuk Grand Teory Level bisa dikembangkan dan
diaplikasikan dalam pengkajian lansia dengan DM di Komunitas
2. Aspek pengkajian yang terdapat dalam teori Betty Neuman meliputi : aspek
perkembangan, aspek fisiologis, aspek psikologis, aspek sosial-kultural, dan aspek
spiritual.
3. Aspek perkembangan, pengkajian yang bisa dikembangkan dalam aspek ini
meliputi : jenis kelamin, usia, care giver, pengetahuan, sikap dan perilaku.
4. Aspek fisiologis, pengkajian yang bisa dikembangkan dalam aspek ini
meliputi : kemandirian, aktivitas, olah raga, dan resiko DM.
5. Aspek psikologis, pengkajian yang bisa dikembangkan dalam aspek ini meliputi
: persepsi, kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, dan kondisi psikologis lansia.
6. Aspek sosial-kultural, pengkajian yang bisa dikembangkan dalam aspek ini
meliputi : hubungan sosialisasi, budaya, dan pilihan pengobatan.
7. Aspek spiritual, pengkajian yang bisa dikembangkan dalam aspek ini
meliputim: agama, pelaksanaan ibadah dan keaktifan mengikuti kegiatan
keagamaan.
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Betty Neuman
1. Kelebihan
a. Teori betty neuman menggunakan digram yang lebih jelas, diagram ini digunakan
dalam semua penjelasan tentang teori sehingga membuat teori terlihat menarik.
Diagram ini mempertimbangkan kejelasan dan menyediakan perawatan dengan
tantangan-tantangan untuk pertimbangan.
b. Model sistem teori keperawatan Betty Neuman lebih fleksibel bisa digunakan pada
area keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan
2. Kekurangan
a. Model sistem keperawatan Betty Neuman dapat digunakan oleh semua profesi
kesehatan, sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak spesifik.
b. Penjelasan tentang perbedaan stresor interpersonal dan ekstrapersonal masih
dirasakan belum ada perbedaan yang lebih jelas.
c. Model sistem keperawatan betty Neuman tidak membahas detail tentang perawat-
pasien, padahal hubungan perawat pasien merupakan dominan penting dalam asuhan
keperawatan

BAB V
PENUTUP

A. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Konsep


a. Kekuatan
1) Neuman menggunakan diagram yang jelas , diagram ini digunakan dalam
semua penjelasan tentang teori sehingga membuat teori terlihat menarik.
Diagram ini mempertinggi kejelasan dan menyediakan perawat dengan
tantangan–tantangan untuk pertimbangan.
2) Model system Neuman lebih flexible bias digunakan pada area
keperawatan, pendidikan dan pelatihan keperawatan.
b. Kelemahan
1) Model Sistem Neuman dapat digunakan oleh semua profesi kesehatan,
sehingga untuk profesi keperawatan menjadi tidak spesifik
2) Penjelasan tentang perbedaan stressor interpersonal dan ekstrapersonal
masih dirasakan belum ada perbedaan yang jelas
3) Model system Neuman tidak membahas secara detail tentang perawat –
klien, padahal hubungan perawat klien merupakan domain penting dalam
Asuhan Keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai