Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI
DIABETES MELITUS

DOSEN: Nurhasnah, M.Farm, Apt

KELAS : M1

Kelompok : 2

Dinda Bestari NIM: 1404015095

Helfa Rahmadyana NIM: 1604019007

Ismi Faqihiyah NIM :1404015176

Lucy Meyrintan NIM: 1604019015

Siti Nurhidayah NIM: 1404015342

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR.HAMKA

JAKARTA

2017

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Meskipun sudah sedemikian majunya riset dibidang pengobatan diabetes


dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir, diet
masih tetap merupakan pengobatan yang utama pada penatalaksanaan diabetes,
terutama pada DM tipe 2. Peran diet jelas sekali terutama pada pasien gemuk yang
toleransi glukosanya jelas menjadi normal dengan menurunnya berat badan.

Keunggulan diet tinggi karbohidrat telah lama diketahui bukan saja dinegara
kita, dinegara barat pun demikian. Diet ini sudah menjadi standar di Indonesia.
Sedangkan di negara barat, mereka sudah meningkatkan jumlah karbohidratnya
dari 40-50% menjadi sekitar 55-60%, sedangkan lemak dan protein
masing-masing 35% dan 15%. Dengan diet semacam ini ternyata kadar glukosa
darah lebih mudah terkendali dan bagi mereka masih cukup palatable.

Bertambahnya sekresi insulin atau meningkatnya sensitivitas insulin dijaringan


perifer pada diet tinggi karbohidrat merupakan sebab mengapa kadar glukosa
darah menjadi lebih mudah terkendali. Hal ini terjadi pada DM tipe 2 yang relatif
tidak terlalu berat. Tetapi pada pasien yang kadar glukosa darahnya sangat tinggi
tidaklah demikian. Pada keadaan demikian diet tinggi karbohidrat ternyata
meningkatkan kadar glukosa darah lebih tinggi dibandingkan dengan yang
mendapat karbohidrat rendah.

Disamping itu ternyata kadar trigliserid meningkat pada pasien yang diberikan
diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dan rendah serat. Hal ini tentu saja menjadi
persoalan yang hangat dibicarakan saat ini, berhubung adanya kenyataan bahwa
pada diabetes, resiko PJK 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan non diabetes.
Seperti diketahui pada beberapa faktor resiko PJK, yaitu rokok, hipertensi,
hiperkolesterol, kegemukan dan diabetes. Pada diabetes, resiko ini berkembang
melalui suatu mekanisme yang disebut sindrom X atau sindrom resistensi insulin,
yang terdiri dari resistensi insulin, hipertrigliseridemia, rendahnya kolesterol HDL
dan hipertensi. Peningkatan kadar trigliserid yang timbul pada diet tinggi

2
karbohidrat, akan membentuk sindrom X dan akan meningkatkan penyakit
jantung koroner ( PJK). Para ahli diabetes menjadi bimbangdengan kenyataan ini.
Apakah daya tinggi karbohidrat ini bisa dipertahankan atau tidak. Ada penelitian
yang mendapatkan bahwa daya tinggi karbohidrat tetap baik, artinya kadar
glukosa darah tetap terkendali dan kadar trigliserid tidak meningkat, bila diet itu
disertai dengan tinggi serat.

Penelitian lain mendapatkan bahwa diet tinggi karbohidrat juga berisi tinggi
lemak tidak jenuh berikatan tunggal. Dengan penemua-penemuan itu para ahli
diabetes sekarang mulai menunjau kembali rekomendasi diet mereka untuk
diabetes. Berbagai penelitian bermunculan yang berusaha membuat standart diet
itu. Pada dasarnya mereka masih memberikan 2 alternatif yaitu :

- Tinggi karbohidrat, rendah lemak, tinggi serat

- Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak tak jenuh berikatan tunggal

Diet standart untuk diabetes di Indonesia juga menganut diet tinggi


karbohidrat dan sudah berjalan selama 25 tahun. Diet standar kita tetap sama
dengan diet barat. Diet standart mereka mengandung 55-60% karbohidrat,
sedangkan kita 60-70% dan lemaknya hanya 20-25% saja. Dengan diet standart
kita ternyata tidak ditemukan adanya hipergliseridemia artinya diet kita masih
relevan untuk saat ini. Tetapi harus diakui juga memang bahwa pada saat
penelitian itu dilakukan data tentang lemak secara terperinci tidak dimasukkan
dan juga tidak mengklasifikassikan pasien kedalam kelompok ringan atau yang
berat.

Dengan adanya perkembangan di negara barat yang mulai memperhatikan


hubungan antara diabetes dengan PJK, ada baiknya apa yang ditemukan di negara
barat kita perhatikan dan diwaspadai, karena harus westernisasi yang melanda
negara-negara berkembang termasuk indonesia sangat sukar dibendung. Hal ini
akan merupakan lahan penelitian yang sangat menarik.

3
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti dan memahami definisi (pengertian) dari
Diabetes Melitus
2. Mahasiswa mengerti dan memahami etiologi, factor resiko dan
epidemiologi Diabetes Melitus
3. Mahasiswa mengerti dan memahami patofisiologi dari Diabetes
Melitus
4. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi klinis dari Diabetes
Melitus
5. Mahasiswa mengerti dan memahami pemeriksaan penunjang
(diagnosa) dari Diabetes Melitus
6. Mahasiswa mengerti dan memahami penatalaksanaan dari Diabetes
Melitus.
7. Mahasiswa mengerti dan memahami komplikasi dari Diabetes Melitus

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.
(Handbook, 2015. Hal. 161)

B. Epidemologi dan Etiologi


Epidemologi
Tipe khas DM 1 adalah kelainan autoimun yang berkembang di masa
kanak-kanak atau awal masa dewasa, meskipun beberapa bentuk laten
memang terjadi. Tipe 1 DM hingga 10% dari semua kasus DM dan
kemungkinan diprakarsai oleh paparan individu yang rentan secara genetis
terhadap lingkungan agen. Gen kandidat dan faktor lingkungan dilaporkan
lazim pada populasi umum, namun pengembangan autoimunitas sel terjadi
kurang dari 10% populasi dan berlanjut untuk diabetes melitus di kurang dari
1% dari populasi
Prevalensi autoimunitas -sel tampak sebanding dengan kejadian DM
tipe 1 di berbagai populasi. Misalnya, negara-negara Swedia, Sardinia, dan
Finlandia memiliki prevalensi tertinggi dari antibodi sel islet (3% sampai
4,5%) dan dikaitkan dengan kejadian DM tipe 1 tertinggi, 22 sampai 35 per
100.000.
Penanda autoimmunity telah terdeteksi pada 14% sampai 33% orang
dengan tipe 2 DM pada beberapa populasi dan bermanifestasi dengan
kegagalan awal agen oral dan ketergantungan insulin. Jenis DM ini juga telah
disebut sebagai diabetes autoimun laten pada orang dewasa (LADA).
Tipe idiopatik DM tipe 1 adalah bentuk diabetes yang tidak umum terlihat
pada kelompok minoritas dengan kebutuhan insulin intermiten. Prevalensi
DM tipe 1 telah meningkat. Maturity onset diabetes masa muda (MODY),

5
yang memiliki cacat genetik yang dapat diidentifikasi pada gen glukokinase,
dan endokrin Kelainan seperti akromegali dan sindrom Cushing, bisa sebagai
penyebab sekunder DM. Namun etiologi yang tidak biasa ini terhitung 1%
sampai 2% dari total kasus tipe 2 DM.
(Dipiro. 2015. Hal. 1334)

Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah
terganggu , insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam
darah bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat
seluruh sistem energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui
ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan didalam air kemih ketika makan
makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan kadar gula dalam darah
sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi jika ini terjadi maka
terjadilah diabetes mellitus.
(Tjokroprawiro, 2006 ).

C. Patofisiologi
- DM tipe 1 (5% -10% dari kasus) biasanya berkembang di masa
kanak-kanak atau dewasa awal dan merupakan hasil dari kerusakan
autoimun yang dimediasi sel- pankreas yang menyebabkan kekurangan
sekresi insulin absolut. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibodi untuk sel beta antigen (misalnya, antibodi
sel islet, antibodi insulin).
- DM tipe 2 (90% kasus) ditandai dengan kombinasi beberapa tingkat
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif atau gabungan keduanya.
Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan
penurunan serapan glukosa ke otot rangka.
- Uncommon causes DM (1% -2% dari kasus)termasuk gangguan endokrin
(misalnya, acromegaly, Cushing syndrome), diabetes mellitus gestasional

6
(GDM), penyakit pankreas eksokrin (misalnya, pankreatitis), dan
obat-obatan (misalnya, glukokortikoid, pentamidin, niasin, -interferon).
- Komplikasi mikrovaskular termasuk retinopati, neuropati, dan nefropati.
Komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke,
dan perifer penyakit pembuluh darah.
( Handbook. 2015 hal. 161)

D. Gejala
Diabetes Melitus Tipe 1
Gejala awal yang paling umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan,dan kelesuan disertai dengan hiperglikemia.
Individu dengan DM tipe 1 dapat membuat penderita kurus dan cenderung
terjadi ketoasidosis diabetes jika insulin ditahan atau dalam kondisi stres
berat.
Antara 20% dan 40% pasien mengalami ketoasidosis diabetikum setelah
beberapa hari mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan.
Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien sering tanpa gejala dan dapat didiagnosis sekunder darah tidak
berhubungan pengujian.
Lesu, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat hadir. Penurunan berat badan
yang signifikan; lebih sering pada pasien kelebihan berat badan atau
obesitas.
(Handbook, 2015. Hal.161)

E. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM termasuk salah satu dari berikut ini:
1. A1C 6,5% atau lebih
2. Puasa (tidak ada asupan kalori minimal 8 jam) glukosa plasma 126 mg / dL
(7,0 mmol /
atau lebih

7
3. Glukosa plasma dua jam 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih selama
oral. Uji toleransi glukosa (OGTT) menggunakan beban glukosa yang
mengandung ekuivalen 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih
dengan gejala klasik hiperglikemia atau hiperglikemik dengan tidak adanya
hiperglikemia yang tidak pasti, kriteria 1 sampai 3 harus dikonfirmasi dengan
mengulangi pengujian

(Handbook, 2015. Hal. 161-162)

F. Pemeriksaan Penunjang
(Kosensus, 2015. Hal. 11-14)

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa


plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;

8
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100 mg/dl
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

Pemeriksaan Penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes


Melitus Tipe-2
(DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan gejala

9
klasik DM yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] 23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg
atau mempunyai riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas. Pada keadaan yang tidak
memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus
diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena
dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-6 di bawah ini.

10
G. Penatalaksanaan Penyakit
(Konsensus, 2015. Hal. 14-30)
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara komprehensif.

Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum


Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang
meliputi:
1. Riwayat Penyakit
- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan berat
badan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh
tentang perawatan DM secara mandiri.
- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihan jasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia, hipoglikemia).
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus
urogenital.

11
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas,dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

2. Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
- Pemeriksaan kadar HbA1c
3. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang
baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida.
- Tes fungsi hati
- Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
- Tes urin rutin
- Albumin urin kuantitatif
- Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung
kongestif).
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif.

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus:


Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi
nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis
dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti

12
hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.
Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya:
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau
adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier.

Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan
ginjal).

13
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


- Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
Dosis Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(GFR 30- 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada
beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati
berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK,gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan
seperti halnya gejala dispepsia.
- Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara
lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat
edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone.

14
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
- Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose
- Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

15
(Dipiro, 2015. Hal. 1356)

16
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tanggal dan Waktu


Praktikum dilaksanakan pada Hari Jumat, Tanggal 13 Oktober 2017, dari
jam 13.00 15.30 wib.

B. Judul Praktikum
DIABETES MELITUS

C. Resep dan Pertanyaan


KASUS :
1. DM merupakan factor risiko terjadinya sindrom metabolic. Jelaskan apa yang
anda ketahui tentang sindrom metabolic?
2. Jelaskan komplikasi mikro dan makrovaskuler penyakit DM
3. Apa yang anda ketahui tentang DM ketoasidosis; pathogenesis, tanda / gejala,
diagnosa, dan tatalaksana DM ketoasidosis
4. Apa yang anda ketahui tentang HbA1c, Target HbA1c pada pasein DM?
5. Hal-hal berikut adalah tentang insulin, jelaskan :
a. Jenis-jenis insulin beserta contoh
b. Dosis insulin /kg BB, dan penyimpanan
c. Jelaskan penggunaan insulin pada ibu hamil beserta dosis
d. Jelaskan rute dan cara pemberian insulin (media visual)!
e. Bagaimana cara mengatasi hipoglikemi karena penggunaan insulin!
6. Jelaskan pilihan terapi pasien DM dengan komplikasi :
a. Ganggren / ulcer kaki
b. Hipertensi
7. Studi Kasus
Ny Yulia 60 tahun, BB 65 kg menderita DM sejak 5 tahun yang lalu,
datang ke rumah sakit dengan keluhan luka yang sukar sembuh di kakinya.
Hasil pemeriksaan data lab : GDP 250 mg/dl, GD 2 jam PP 490 mg/dl, HbA1c
11%, LDL 210 mg/dl. TG 220 mg/dl. TD 160/95.

17
Obat yang diterima pasien selama perawatan adalah sbb:

R/ Lantus No S 0-0-0-22 unit

R/ Novorapid S 3 dd 10 unit

R/ Metformin 500mg S 3dd1

R/ Glimepirid 4mg S 1-0-0

R/ Captopril 25 mg , 3 dd1

R/ Simvastatin 20 mg, 1 dd 1

R/ Ciprofloxacin 2 dd 1

Dari kasus diatas diketahui pasien mengalami DM tipe II, hipertensi dan
ulkus / ganggren di kaki

Pertanyaan soal no 7 (studi kasus):

a. Jelaskan kenapa pengobatan diabetes pada pasien di atas ditambahkan terapi


insulin?

b. Jelaskan kenapa pasien diatas diberikan dua jenis insulin? Apa perbedaan
kedua jenis insulin tersebut?

c. Jelaskan ketepatan obat dan kombinasi obat pada kasus diatas!

d. Berikan pendapat saudara tentang penggunaan ciprofloxacin untuk ganggren


pasien diatas? (tambahkan jurnal-jurnal yang mendukung)

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN DISKUSI

A. Hasil dan Pembahasan


1. Sindrom metabolik adalah kondisi resistensi insulin yang berhubungan
dengan faktor resiko kardiovaskular termasuk hiperinsulinemia, hiperternsi,
obesitas abnormal, dyslipidemia, dan abnormal koagulan. Sindrom metabolik
terjadi ketika memiliki setidaknya 3 dari 5 kriteria yang ada. (sumber:
Dipiro 2015 hlm 1340)

2. Komplikasi Microvaskular termasuk :retinopati, neuropati, dan nefropati,


sedangkan makrovaskular meliputi : coronary heart disease, stroke, gangguan
pembuluh periferal.

Untuk gangguan makrovaskuler : ada hubungannya karena pasien


mengalami hiperlipidemia dan hiperglikemia. Untuk gangguan
mikrovaskuler : pasien mengalami kesemutan dan gangren di
kaki,pegal-pegal ,badan lemah,gejala tersebut termasuk gangguan
mikrovaskuler.

(Sumber : pharmaceutical care untuk DM, depkes RI 2005)

19
3. a. Pengertian DM Ketoasidosis : Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan
dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi.

b. Gejala Ketoasidosis DM :

1) Riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan, berat badan,


muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya
koma.

2) Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi


Kussmaul, takikardia, hipotensi, perubahan status mental, syok

3) Abdominal pain

c. Phatogenesis :

20
d. Diagnosa : pemeriksaan fisik, tes darah , urin, elektrolit darah, x-ray dada
( bila perlu )

21
e.Tata laksana DM : terapi cairan, insulin, koreksi gangguan elektrolit,
penanganan infeksi, monitoring.

Sumber : Wira Gotera, Dewa Gde Agung Budiyasa. PENATALAKSANAAN


KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD). Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK
Unud/RSUP Sanglah Denpasar . Jurnal Peny Dalam, Volume 11 Nomor 2 Mei
2010.

4. Kadar HbA1C memberikan gambaran pengendalian diabetes yang lebih baik


dibandingkan gula darah.HbA1C dapat mengidentifikasi rata-rata konsentrasi
glukosa plasma dalam periode 3 bulan. Pada seseorang yang memiliki
pengendalian diabetes yang buruk maka terjadi peningkatan kadar HbA1C.
HbA1C adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan
hemoglobin. HbA1C menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata

22
selama periode 3 bulan dengan satuan persen (%). Kadar HbA1C dibagi
menjadi baik (<6,5%), sedang (6,5-8%), dan buruk (>8%).

Sumber :Chako KZ, Phillipo H, Mafuratidze E, Zhou DT. Significant


Differences in the Prevalence of Elevated HbA1C Levels for type I and Type II
Diabetics Attending The Parirenyatwa Diabetic Clinic in Harare, Zimbabwe.
Chin J Biology. 2014: 1-5.

5. Hal-hal berikut adalah tentang insulin:

Jenis Insulin:

23
Rapid-acting Insulins: Lispro, insulin aspart, dan glulisine adalah analog yang
lebih cepat diserap, puncak lebih cepat, dan memiliki jangka waktu yang lebih
pendek dari tindakan dari insulin reguler. izin ini dosis lebih nyaman dalam waktu
10 menit dari makanan (bukan 30 menit sebelumnya), menghasilkan khasiat yang
lebih baik dalam menurunkan glukosa darah postprandial dibandingkan insulin
reguler di
DM 1, dan meminimalkan tertunda pasca makan hipoglikemia.

Intermediet-acting Insulins: protamine netral Hagedorn (NPH) adalah


menengah-akting. Variabilitas dalam penyerapan, persiapan yang tidak konsisten
oleh pasien, dan farmakokinetik yang melekat perbedaan dapat berkontribusi
respon glukosa labil, hipoglikemia nokturnal, dan puasa hiperglikemia.

Long-acting Insulins: Glargine dan detemir adalah "peakless" analog insulin


manusia long-acting yang menghasilkan kurang hipoglikemia nokturnal dari
insulin NPH bila diberikan pada waktu tidur

(sumber: dipiro 2015)

Dosis insulin /kg BB, dan penyimpanan

24
Tipe 1 DM, persyaratan insulin rata-rata harian 0.5to 0,6 unit / kg.Requirements
bisa jatuh ke 0,1-0,4 unit / kg pada fase bulan madu. Dosis yang lebih tinggi
(0,5-1 satuan / kg) dijamin selama penyakit akut atau ketosis.

Dalam DM tipe 2, berbagai dosis 0,7-2,5 unit / kg sering diperlukan untuk pasien
dengan resistensi insulin yang signifikan.

(sumber: Dipiro 2015)

Jelaskan penggunaan insulin pada ibu hamil beserta dosis?

Pemberian obat-obatan pada wanita hamil selalu menjadi perhatian para dokter
karena harus mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Penggunaan insulin manusia pada wanita hamil sudah teruji keamanannya,
sedangkan penggunaan insulin analog masih relatif baru. Walaupun telah ada uji
coba penggunaan insulin analog untuk wanita hamil, namun karena jumlah
penelitian belum banyak dan sampai saat ini belum ada satupun organisasi profesi
atau badan (seperti Balai POM atau FDA) yang telah menyatakan aman, maka
sebaiknya dihindari penggunaannya sampai keamanan ditetapkan.

Menurut Kemenkes Pemberian insulin dilakukan di rumah sakit dan


dipertimbangkan bila pengaturan diet selama 2 minggu tidak mencapai target
kadar glukosa darah. Pemberian insulin dimulai dengan dosis kecil yaitu 0,5-1,5
unit/kgBB/hari. Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan pemeriksaan tinggi
fundus uteri, USG, dan kardiotokografi.

( sumber: kemenkes)

Jelaskan rute dan cara pemberian insulin (media visual)!

25
Sumber :
http://www.diabeticlivingonline.com/medication/insulin/how-to-inject-insulin

Bagaimana cara mengatasi hipoglikemi karena penggunaan insulin!

Hipoglikemia dan berat badan adalah efek samping yang paling umum dari
insulin. Pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut:

Glukosa (10-15 g) diberikan secara oral untuk pasien sadar.

Dextrose IV mungkin diperlukan untuk pasien tidak sadar.

Glukagon, 1 intramuskular, lebih disukai pada pasien tidak sadar.

26
( sumber: dipiro 2015)

6. Jelaskan pilihan terapi pasien DM dengan komplikasi :


Ganggren / ulcer kaki & Hipertensi

a) Ganggren /ulcer kaki

Klaudikasio dan kaki non penyembuhan borok yang umum di DM tipe 2. Berhenti
merokok, koreksi dislipidemia, dan terapi antiplatelet yang penting pengobatan
strategi.

Cilostazol (Pletal) mungkin berguna pada pasien tertentu. Revaskularisasi berhasil


dengan beberapa pasien.

debridement lokal dan alas kaki dan kaki perawatan yang tepat adalah penting
dalam awal pengobatan lesi kaki. Perawatan topikal dan langkah-langkah lain
mungkin bermanfaat pada lesi yang lebih maju.

(sumber: Dipiro 2015)

b) Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang


dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat
hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal,
atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila
penderita diabetes juga terkena hipertensi.

Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita


diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat
penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan
lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak
lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya
hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang,
berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya

27
7. Kasus

a. Jelaskan kenapa pengobatan diabetes pada pasien di atas ditambahkan terapi


insulin?

Menurut Gklinis (2004), Pasien DM Tipe 2 yang memiliki control glukosa darah
yang tidak baik (Hbac1>8) dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu
dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat
oral atau insulin tunggal. Karena pasien telah menjadi penderita DM selama 5
tahun insulin pada DM tipe 2 diberikan bila antidiabetik oral tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.

b. Jelaskan kenapa pasien diatas diberikan dua jenis insulin? Apa perbedaan
kedua jenis insulin tersebut?

Insulin yang diberikan lebih dini dan dan lebih agresif menunjukkan hasil
klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas

Lantus merupakan jenis long acting insulin, digunakan untuk mencukupi


insulin seharian. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau
short-actingmenurunkan GDPP

28
Novorapid merupakan jenis rapid acting insulin, digunakan bersamaan
makan. Jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting
menurunkan GDP

c. Jelaskan ketepatan obat dan kombinasi obat pada kasus diatas!

Nama Obat Ketepatan Obat Ketepatan Dosis Ketepatan Keterangan


Kombinasi
Lantus Insulin tipe kerja Tepat Dosis: Insulin Jenis Long
lama. Digunakan Kerena diberikan acting tepat
untuk mencukupi 22 unit dalam dikombinasi
insulin seharian. sehari, dan dipakai dengan jenis
Jenis ini biasa pada malam hari rapid-acting atau
dikombinasi dan meurpakan short-acting
dengan jenis Insulin long-acting
rapid-acting atau (masa kerja
short-acting panjang)
(Pharmacotherapy (Pharmacotherapy
Hanbook 9th, Hanbook 9tu,
2015) 2015)
Novorapid Merupakan terapi Tepat Dosis: Idem
Insulin Jangka Karena diberikan
pendek (Rapid setiap 8 Jam sekali
acting insuline) 10 unit yang sesuai
tepat digunakan dengan literatur
untuk pasien bahwa pemberian
terapi Diabetes insulin jangka
Melitus pendek harus
(Pharmacotherapy diberikan
Hanbook 9th, berdasarkan durasi
2015) kerja obatnya
(Pharmacotherapy
Handbook 9th,

29
2015)
Metformin Tepat Obat karena Tepat dosis, karena Tepat kombinasi,
merupakan obat menurut literatur bila HbA1C sejak
ang digunakan metformin awal 9% maka
pada penyakit diberikan 500 mg bisa langsung
Diabetes Melitus setelah makan diberikan
tipe 2 sebgai monoterapi kombinasi 2
(DIH 17th Edition (DIH 17th Edition macam OAD oral
& AHFS 2011) & AHFS 2011) dengan 2
mekanisme
berbeda

Glimepirid Tepat Obat, Tepat Dosis, Idem


karena menurut karena pada
literatur penggunaan
glimepirid Gimepirid yang
digunakan untuk bersama dengan
terapi tunggal atau terapi Insulin dosis
kombinasi untuk maksimumnya
Diabetes Melitus adalah 8 mg sehari
tipe 2
(DIH 17th Edition (DIH 17th Edition
& AHFS 2011) & AHFS 2011)
Captopril Tepat obat karena Tepat Dosis, Tepat kombinasi
captopril karena penggunaan karena Pasien yang
digunakan untuk captopril untuk diabetes disertai
penderita pasien diabetes hipertensi
hipertensi adlah 25 mg 3 x sebaiknya diterapi
(DIH 17th Edition sehari dengan
& AHFS 2011) (DIH 17th Editon antihipertensi dari
& AHFS 2011) golongan ACEI
seperti captopril

30
karena obat ini
dapat mengurangi
resiko
kardiovaskular dan
memberikan efek
nefroproteksi
Simvastatin Tepat Obat karena Tepat dosis, karena Tepat karena
pada kasus pasien menurut literatur berhubungan
tersebut memiliki penggunaan dengan kenaikan
kada trigliserida simvastatin adlah Triglisedrida
yang yang cukup 20-40 mg per hari pasien 220 mg/dl
tinggi melebihi (DIH 17th Edition yang melebihi nilai
nilai normal & AHFS 2011) normal untuk
(DIH 17th wanita adalah 135
Edition, AHFS mg/dL
2011, Pedoman
Interpretasi data
Klinis 2011)
Ciprofloxacin Tidak obat karena - - Sebaiknya
ciprofloxacin diganti
bukan pilihan dengan obat
antibiotik untuk golongan
pengobatan terapi aminoglikos
pada pasie luka ida seperti
tersebut amikacin
(DIH 17th yang
Edition, AHFS diberikan
2011) secara
injeksi

31
d. Berikan pendapat saudara tentang penggunaan ciprofloxacin untuk ganggren
pasien diatas? (tambahkan jurnal-jurnal yang mendukung)

Berdasarkan penelitian Nanang (2008) baik pada kelompok non recuren


dan pada kelompok recuren adalah adalah sensitip terhadap antibiotik
amikacin
Untuk pemberian antibiotik pada penderita ulkus/gangren diabetik baik
bagi penderita gangren recurrent maupun non recurrent sebaiknya
menggunakan antibiotik Amikacin, karena dari hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa untuk golongan ini mempunyai nilai sensitif yang
masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan golongan antibiotik
golongan lainnya

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada analisa kasus tersebut dpat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita
penyakit Diabetes Melitus Tipe2 yang dpat dilihat dari hasil data lab Glukosa
Dara Puasa 250 mg/dL dan Glukosa Darah 2 jam setelah makan adalah 490
mg/dL. Terapi yang dapat digunakan adalah 2 kombinasi terapi Insulin yaitu
yang Long-acting insulin dan Rapid-acting Insulin ditambah dengan kombinasi

32
obat metformin dan Glimepirid sebagai agen diabetik oral untuk menurunkan
Glukosa Darah. Pada kasus pasien juga mengalami hipertensi yang dilihat dari
data tensi darahnya adalh 160mg/95 maka pada terapi ditambahkan captopril
sebagai antihipertensi. Selain itu, dilihat dari hasil lab kadar trigliserida pasien
tersebut juga mengalami kenaikan yaitu 220 mg/dL yang artinya pasien
mengalami dislipidemia maka diberikan terapi obat simvastatin. Dan untuk
menangain luka pada pasien ciprofloxacin kurang tepat digunakan untuk
infeksi luka tersebut.
B. Saran
Selain terapi farmakologi pasien juga perlu menjalani terapi non farmakologi
terutama dalam menjaga pola makan dan olahraga pada pasien hingga tidak
terjadi keparahan yang serus untuk penyakit diabetes melitus ini. Dan untuk
mengganti ciprofloxacin disarankan untuk menggunakan amikasi antibiotik
golongan aminoglikosida secara iv/im untuk menangani luka yang dialami
pasien pada kasus tersebut.

33
Daftar Pustaka

AHFS. 2011. AHFS Drug Information. Bethesda: American Society of Health


System Pharmacists.
American Phamcist Assosiation. 2015. Drug Information Handbook 24th
Edition. Lexicomp.Inc.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edith., McGraw-Hill Education
Companie : Inggris.

ISO, 2014. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat. Volume 48, PT. ISFI
Penerbitan : Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai