FARMAKOTERAPI
DIABETES MELITUS
KELAS : M1
Kelompok : 2
JAKARTA
2017
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keunggulan diet tinggi karbohidrat telah lama diketahui bukan saja dinegara
kita, dinegara barat pun demikian. Diet ini sudah menjadi standar di Indonesia.
Sedangkan di negara barat, mereka sudah meningkatkan jumlah karbohidratnya
dari 40-50% menjadi sekitar 55-60%, sedangkan lemak dan protein
masing-masing 35% dan 15%. Dengan diet semacam ini ternyata kadar glukosa
darah lebih mudah terkendali dan bagi mereka masih cukup palatable.
Disamping itu ternyata kadar trigliserid meningkat pada pasien yang diberikan
diet tinggi karbohidrat, rendah lemak dan rendah serat. Hal ini tentu saja menjadi
persoalan yang hangat dibicarakan saat ini, berhubung adanya kenyataan bahwa
pada diabetes, resiko PJK 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan non diabetes.
Seperti diketahui pada beberapa faktor resiko PJK, yaitu rokok, hipertensi,
hiperkolesterol, kegemukan dan diabetes. Pada diabetes, resiko ini berkembang
melalui suatu mekanisme yang disebut sindrom X atau sindrom resistensi insulin,
yang terdiri dari resistensi insulin, hipertrigliseridemia, rendahnya kolesterol HDL
dan hipertensi. Peningkatan kadar trigliserid yang timbul pada diet tinggi
2
karbohidrat, akan membentuk sindrom X dan akan meningkatkan penyakit
jantung koroner ( PJK). Para ahli diabetes menjadi bimbangdengan kenyataan ini.
Apakah daya tinggi karbohidrat ini bisa dipertahankan atau tidak. Ada penelitian
yang mendapatkan bahwa daya tinggi karbohidrat tetap baik, artinya kadar
glukosa darah tetap terkendali dan kadar trigliserid tidak meningkat, bila diet itu
disertai dengan tinggi serat.
Penelitian lain mendapatkan bahwa diet tinggi karbohidrat juga berisi tinggi
lemak tidak jenuh berikatan tunggal. Dengan penemua-penemuan itu para ahli
diabetes sekarang mulai menunjau kembali rekomendasi diet mereka untuk
diabetes. Berbagai penelitian bermunculan yang berusaha membuat standart diet
itu. Pada dasarnya mereka masih memberikan 2 alternatif yaitu :
3
B. Tujuan
1. Mahasiswa mengerti dan memahami definisi (pengertian) dari
Diabetes Melitus
2. Mahasiswa mengerti dan memahami etiologi, factor resiko dan
epidemiologi Diabetes Melitus
3. Mahasiswa mengerti dan memahami patofisiologi dari Diabetes
Melitus
4. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi klinis dari Diabetes
Melitus
5. Mahasiswa mengerti dan memahami pemeriksaan penunjang
(diagnosa) dari Diabetes Melitus
6. Mahasiswa mengerti dan memahami penatalaksanaan dari Diabetes
Melitus.
7. Mahasiswa mengerti dan memahami komplikasi dari Diabetes Melitus
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Penyakit
Diabetes melitus (DM) adalah kelompok gangguan metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia dan kelainan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein.
(Handbook, 2015. Hal. 161)
5
yang memiliki cacat genetik yang dapat diidentifikasi pada gen glukokinase,
dan endokrin Kelainan seperti akromegali dan sindrom Cushing, bisa sebagai
penyebab sekunder DM. Namun etiologi yang tidak biasa ini terhitung 1%
sampai 2% dari total kasus tipe 2 DM.
(Dipiro. 2015. Hal. 1334)
Etiologi
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah
terganggu , insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam
darah bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat
seluruh sistem energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui
ginjal. Kelebihan gula dikeluarkan didalam air kemih ketika makan
makanan yang banyak kadar gulanya. Peningkatan kadar gula dalam darah
sangat cepat pula karena insulin tidak mencukupi jika ini terjadi maka
terjadilah diabetes mellitus.
(Tjokroprawiro, 2006 ).
C. Patofisiologi
- DM tipe 1 (5% -10% dari kasus) biasanya berkembang di masa
kanak-kanak atau dewasa awal dan merupakan hasil dari kerusakan
autoimun yang dimediasi sel- pankreas yang menyebabkan kekurangan
sekresi insulin absolut. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibodi untuk sel beta antigen (misalnya, antibodi
sel islet, antibodi insulin).
- DM tipe 2 (90% kasus) ditandai dengan kombinasi beberapa tingkat
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif atau gabungan keduanya.
Resistensi insulin dimanifestasikan oleh peningkatan lipolisis dan
produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan
penurunan serapan glukosa ke otot rangka.
- Uncommon causes DM (1% -2% dari kasus)termasuk gangguan endokrin
(misalnya, acromegaly, Cushing syndrome), diabetes mellitus gestasional
6
(GDM), penyakit pankreas eksokrin (misalnya, pankreatitis), dan
obat-obatan (misalnya, glukokortikoid, pentamidin, niasin, -interferon).
- Komplikasi mikrovaskular termasuk retinopati, neuropati, dan nefropati.
Komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung koroner, stroke,
dan perifer penyakit pembuluh darah.
( Handbook. 2015 hal. 161)
D. Gejala
Diabetes Melitus Tipe 1
Gejala awal yang paling umum adalah poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan,dan kelesuan disertai dengan hiperglikemia.
Individu dengan DM tipe 1 dapat membuat penderita kurus dan cenderung
terjadi ketoasidosis diabetes jika insulin ditahan atau dalam kondisi stres
berat.
Antara 20% dan 40% pasien mengalami ketoasidosis diabetikum setelah
beberapa hari mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan.
Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien sering tanpa gejala dan dapat didiagnosis sekunder darah tidak
berhubungan pengujian.
Lesu, poliuria, nokturia, dan polidipsia dapat hadir. Penurunan berat badan
yang signifikan; lebih sering pada pasien kelebihan berat badan atau
obesitas.
(Handbook, 2015. Hal.161)
E. Diagnosis
Kriteria diagnosis DM termasuk salah satu dari berikut ini:
1. A1C 6,5% atau lebih
2. Puasa (tidak ada asupan kalori minimal 8 jam) glukosa plasma 126 mg / dL
(7,0 mmol /
atau lebih
7
3. Glukosa plasma dua jam 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih selama
oral. Uji toleransi glukosa (OGTT) menggunakan beban glukosa yang
mengandung ekuivalen 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air
4. Konsentrasi glukosa plasma acak 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih
dengan gejala klasik hiperglikemia atau hiperglikemik dengan tidak adanya
hiperglikemia yang tidak pasti, kriteria 1 sampai 3 harus dikonfirmasi dengan
mengulangi pengujian
F. Pemeriksaan Penunjang
(Kosensus, 2015. Hal. 11-14)
8
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
2 -jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100 mg/dl
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.
9
klasik DM yaitu:
1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] 23
kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang.
b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).
c. Kelompok ras/etnis tertentu.
d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL >4 kg
atau mempunyai riwayat diabetes mellitus gestasional (DMG).
e. Hipertensi (140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk
hipertensi).
f. HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.
g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.
h. Riwayat prediabetes.
i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.
j. Riwayat penyakit kardiovaskular.
2. Usia >45 tahun tanpa faktor risiko di atas. Pada keadaan yang tidak
memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka
pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. Dalam hal ini harus
diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena
dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel-6 di bawah ini.
10
G. Penatalaksanaan Penyakit
(Konsensus, 2015. Hal. 14-30)
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan
pasien secara komprehensif.
11
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata,
jantung dan pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan, dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,
obesitas,dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2. Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO.
- Pemeriksaan kadar HbA1c
3. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang
baru terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan:
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan
trigliserida.
- Tes fungsi hati
- Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR
- Tes urin rutin
- Albumin urin kuantitatif
- Rasio albumin-kreatinin sewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung
kongestif).
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif.
12
hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi.
Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya:
ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau
adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder
atau Tersier.
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.
1. Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5
golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan
ginjal).
13
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan
ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah hipoglikemia.
14
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
- Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan:
GFR30ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel
syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating
(penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil.
Contoh obat golongan ini adalah Acarbose
- Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1.
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
15
(Dipiro, 2015. Hal. 1356)
16
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
B. Judul Praktikum
DIABETES MELITUS
17
Obat yang diterima pasien selama perawatan adalah sbb:
R/ Novorapid S 3 dd 10 unit
R/ Captopril 25 mg , 3 dd1
R/ Simvastatin 20 mg, 1 dd 1
R/ Ciprofloxacin 2 dd 1
Dari kasus diatas diketahui pasien mengalami DM tipe II, hipertensi dan
ulkus / ganggren di kaki
b. Jelaskan kenapa pasien diatas diberikan dua jenis insulin? Apa perbedaan
kedua jenis insulin tersebut?
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN DISKUSI
19
3. a. Pengertian DM Ketoasidosis : Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan
dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi.
b. Gejala Ketoasidosis DM :
3) Abdominal pain
c. Phatogenesis :
20
d. Diagnosa : pemeriksaan fisik, tes darah , urin, elektrolit darah, x-ray dada
( bila perlu )
21
e.Tata laksana DM : terapi cairan, insulin, koreksi gangguan elektrolit,
penanganan infeksi, monitoring.
22
selama periode 3 bulan dengan satuan persen (%). Kadar HbA1C dibagi
menjadi baik (<6,5%), sedang (6,5-8%), dan buruk (>8%).
Jenis Insulin:
23
Rapid-acting Insulins: Lispro, insulin aspart, dan glulisine adalah analog yang
lebih cepat diserap, puncak lebih cepat, dan memiliki jangka waktu yang lebih
pendek dari tindakan dari insulin reguler. izin ini dosis lebih nyaman dalam waktu
10 menit dari makanan (bukan 30 menit sebelumnya), menghasilkan khasiat yang
lebih baik dalam menurunkan glukosa darah postprandial dibandingkan insulin
reguler di
DM 1, dan meminimalkan tertunda pasca makan hipoglikemia.
24
Tipe 1 DM, persyaratan insulin rata-rata harian 0.5to 0,6 unit / kg.Requirements
bisa jatuh ke 0,1-0,4 unit / kg pada fase bulan madu. Dosis yang lebih tinggi
(0,5-1 satuan / kg) dijamin selama penyakit akut atau ketosis.
Dalam DM tipe 2, berbagai dosis 0,7-2,5 unit / kg sering diperlukan untuk pasien
dengan resistensi insulin yang signifikan.
Pemberian obat-obatan pada wanita hamil selalu menjadi perhatian para dokter
karena harus mempertimbangkan keamanan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Penggunaan insulin manusia pada wanita hamil sudah teruji keamanannya,
sedangkan penggunaan insulin analog masih relatif baru. Walaupun telah ada uji
coba penggunaan insulin analog untuk wanita hamil, namun karena jumlah
penelitian belum banyak dan sampai saat ini belum ada satupun organisasi profesi
atau badan (seperti Balai POM atau FDA) yang telah menyatakan aman, maka
sebaiknya dihindari penggunaannya sampai keamanan ditetapkan.
( sumber: kemenkes)
25
Sumber :
http://www.diabeticlivingonline.com/medication/insulin/how-to-inject-insulin
Hipoglikemia dan berat badan adalah efek samping yang paling umum dari
insulin. Pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut:
26
( sumber: dipiro 2015)
Klaudikasio dan kaki non penyembuhan borok yang umum di DM tipe 2. Berhenti
merokok, koreksi dislipidemia, dan terapi antiplatelet yang penting pengobatan
strategi.
debridement lokal dan alas kaki dan kaki perawatan yang tepat adalah penting
dalam awal pengobatan lesi kaki. Perawatan topikal dan langkah-langkah lain
mungkin bermanfaat pada lesi yang lebih maju.
b) Hipertensi
27
7. Kasus
Menurut Gklinis (2004), Pasien DM Tipe 2 yang memiliki control glukosa darah
yang tidak baik (Hbac1>8) dengan penggunaan obat antidiabetik oral perlu
dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi kombinasi dengan obat
oral atau insulin tunggal. Karena pasien telah menjadi penderita DM selama 5
tahun insulin pada DM tipe 2 diberikan bila antidiabetik oral tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.
b. Jelaskan kenapa pasien diatas diberikan dua jenis insulin? Apa perbedaan
kedua jenis insulin tersebut?
Insulin yang diberikan lebih dini dan dan lebih agresif menunjukkan hasil
klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan masalah glukotoksisitas
28
Novorapid merupakan jenis rapid acting insulin, digunakan bersamaan
makan. Jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting
menurunkan GDP
29
2015)
Metformin Tepat Obat karena Tepat dosis, karena Tepat kombinasi,
merupakan obat menurut literatur bila HbA1C sejak
ang digunakan metformin awal 9% maka
pada penyakit diberikan 500 mg bisa langsung
Diabetes Melitus setelah makan diberikan
tipe 2 sebgai monoterapi kombinasi 2
(DIH 17th Edition (DIH 17th Edition macam OAD oral
& AHFS 2011) & AHFS 2011) dengan 2
mekanisme
berbeda
30
karena obat ini
dapat mengurangi
resiko
kardiovaskular dan
memberikan efek
nefroproteksi
Simvastatin Tepat Obat karena Tepat dosis, karena Tepat karena
pada kasus pasien menurut literatur berhubungan
tersebut memiliki penggunaan dengan kenaikan
kada trigliserida simvastatin adlah Triglisedrida
yang yang cukup 20-40 mg per hari pasien 220 mg/dl
tinggi melebihi (DIH 17th Edition yang melebihi nilai
nilai normal & AHFS 2011) normal untuk
(DIH 17th wanita adalah 135
Edition, AHFS mg/dL
2011, Pedoman
Interpretasi data
Klinis 2011)
Ciprofloxacin Tidak obat karena - - Sebaiknya
ciprofloxacin diganti
bukan pilihan dengan obat
antibiotik untuk golongan
pengobatan terapi aminoglikos
pada pasie luka ida seperti
tersebut amikacin
(DIH 17th yang
Edition, AHFS diberikan
2011) secara
injeksi
31
d. Berikan pendapat saudara tentang penggunaan ciprofloxacin untuk ganggren
pasien diatas? (tambahkan jurnal-jurnal yang mendukung)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada analisa kasus tersebut dpat disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita
penyakit Diabetes Melitus Tipe2 yang dpat dilihat dari hasil data lab Glukosa
Dara Puasa 250 mg/dL dan Glukosa Darah 2 jam setelah makan adalah 490
mg/dL. Terapi yang dapat digunakan adalah 2 kombinasi terapi Insulin yaitu
yang Long-acting insulin dan Rapid-acting Insulin ditambah dengan kombinasi
32
obat metformin dan Glimepirid sebagai agen diabetik oral untuk menurunkan
Glukosa Darah. Pada kasus pasien juga mengalami hipertensi yang dilihat dari
data tensi darahnya adalh 160mg/95 maka pada terapi ditambahkan captopril
sebagai antihipertensi. Selain itu, dilihat dari hasil lab kadar trigliserida pasien
tersebut juga mengalami kenaikan yaitu 220 mg/dL yang artinya pasien
mengalami dislipidemia maka diberikan terapi obat simvastatin. Dan untuk
menangain luka pada pasien ciprofloxacin kurang tepat digunakan untuk
infeksi luka tersebut.
B. Saran
Selain terapi farmakologi pasien juga perlu menjalani terapi non farmakologi
terutama dalam menjaga pola makan dan olahraga pada pasien hingga tidak
terjadi keparahan yang serus untuk penyakit diabetes melitus ini. Dan untuk
mengganti ciprofloxacin disarankan untuk menggunakan amikasi antibiotik
golongan aminoglikosida secara iv/im untuk menangani luka yang dialami
pasien pada kasus tersebut.
33
Daftar Pustaka
ISO, 2014. ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat. Volume 48, PT. ISFI
Penerbitan : Jakarta.
34