Anda di halaman 1dari 116

PENETAPAN KADAR SENYAWA KURKUMIN DALAM

EKSTRAK INDUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.)


DAN KUNYIT BERDASARKAN PELARUT AIR
DAN ETANOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

SKRIPSI

OLEH

DEBBY MARSALINA R
NPM. 142114073

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH
MEDAN
2018
PENETAPAN KADAR SENYAWA KURKUMIN DALAM
EKSTRAK INDUK KUNYIT (Curcuma domestica Val.)
DAN KUNYIT BERDASARKAN PELARUT AIR
DAN ETANOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

SKRIPSI

OLEH

DEBBY MARSALINA R
NPM. 142114073

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat


untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Farmasi
Unuversitas Muslim Nusantara Al-Washliyah

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL WASHLIYAH
MEDAN
2018
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : DEBBY MARSALINA R


NPM : 142114073
Fakultas : MIPA
Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :PENETAPAN KADAR SENYAWA


KURKUMIN DALAM EKSTRAK INDUK
KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN
KUNYIT BERDASARKAN PELARUT AIR
DAN ETANOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

Pembimbing I Pembimbing II

(Anny Sartika Daulay, S.Si., M.Si) (Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt)
Diuji Pada Tanggal :
Judisium :

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

(H. Hardi Mulyono, SE. M. AP) (Dr. M. Pandapotan Nst, MPS., Apt)
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : DEBBY MARSALINA R
NPM : 142114073
Program Studi : FARMASI
Nomor HP : 082362998383
Menyatakan denga sesungguhnya :
1. Bahwa saya mampu mebuat sendiri skripsi dengan bimbingan dari
pembimbing yang sudah ditetapkan (tidak menempahkan skripsi
kepada dosen atau orang lain).
2. Apabila saya melanggar persyaratan yang terdapat pada butir 1 (satu)
diatas, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan skripsi
dengan membuat judul skripsi yang baru.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya.

Medan, Agustus 2018


Yang menyatakan,

DEBBY MARSALINA R
PENETAPAN KADAR SENYAWA KURKUMIN DALAM EKSTRAK INDUK
KUNYIT (Curcuma domestica Val.) DAN KUNYIT BERDASARKAN
PELARUT AIR DAN ETANOL DENGAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE

ABSTRAK

DEBBY MARSALINA R
142114073

Kunyit (Curcuma dometica Val.) merupakan salah satu dari rempah yang
sudah dikenal oleh masyarakat sebagai rempah yang memiliki banyak khasiat
untuk kesehatan. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut
kurkuminoid. Kurkuminoid memiliki berbagai aktivitas antara lain antivirus,
antijamur, antioksidan, antikanker antibiotik dan antiseptik, antiinflamasi,
antidiabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masing-masing kadar
kurkumin pada induk kunyit dan kunyit dalam sediaan simplisia dan segar
menggunakan pelarut air dan etanol.
Penentuan kadar dilakukan dengan spektrofotometri visible dengan pelarut
air dan etanol. Sampel yang digunakan adalah ekstrak dari simplisia maupun segar
dari induk kunyit dan kunyit.
Hasil penelitian diperoleh kadar kurkumin dari simplisia induk kunyit
menggunakan pelarut etanol dan air berturut-turut (168,38 ± 30,2) mg/g; (21,55 ±
2,51) mg/g; induk kunyit segar pelarut etanol dan air berturut-turut (166,4 ±
33,25) mg/g; (8,77 ± 0,68) mg/g; simplisia kunyit pelarut etanol dan air berturut-
turut (157,9 ± 6,814) mg/g; (10,2 ± 0,885) mg/g; kunyit segar pelarut etanol dan
air berturut-turut (14,32 ± 0,55) mg/g; (8,90 ± 0,123) mg/g. Kadar kurkumin yang
lebih besar terdapat pada induk kunyit simplisia pelarut etanol, sedangkan pada
kunyit terdapat pada simplisia pelarut etanol.

Kata kunci: Kurkumin, Kurkuminoid, Induk Kunyit, Kunyit, Etanol,


Spektrofotometri Visible, Air, Segar dan Simplisia.
DETERMINATION OF CURCUMIN COMPOUND LEVELS IN KUNYIT
MASTER EXTRACT (Curcuma domestica Val.) AND TURMER
BASED ON WATER AND ETHANOL SOLUTIONS WITH
VISIBLE SPECTROPHOTOMETRY METHOD

ABSTRACT

DEBBY MARSALINA R
142114073
Turmeric (Curcuma dometica Val.) Is one of the herbs that have been
known by the public as a spice that has many health benefits. Turmeric contains
compounds that have medicinal properties, called curcuminoids. Curcuminoids
have various activities including antiviral, antifungal, antioxidant, anticancer
antibiotics and antiseptic, anti-inflammatory, antidiabetic. This study aims to
determine each level of curcumin in the parent turmeric and turmeric in simplicia
and fresh preparations using water and ethanol solvents.
Determination of the content was carried out by visible spectrophotometry
with water and ethanol solvents. The sample used was extract from simplicia and
fresh from the mother of turmeric and turmeric.
The results of the study showed that curcumin levels from turmeric
mother's simplicia using ethanol and water solvent (168.38 ± 30.2) mg / g,
respectively; (21.55 ± 2.51) mg / g; mother of fresh turmeric ethanol and water
solvent (166.4 ± 33.25) mg / g; (8.77 ± 0.68) mg / g; simplicia of turmeric for
ethanol and water solvent (157.9 ± 6.814) mg / g; (10.2 ± 0.885) mg / g; fresh
turmeric ethanol and water solvent (14.32 ± 0.55) mg / g; (8.90 ± 0.123) mg / g.
The greater level of curcumin is found in turmeric mother simplicia ethanol
solvent, whereas in turmeric there is in simplicia ethanol solvent.

Keywords: Curcumin, Curcuminoid, Turmeric Parent, Turmeric, Ethanol,


Visible Spectrophotometry, Water, Fresh and Simplicia.
KATA PENGANTAR

          

         
      

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu

perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?

(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di

jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu,

jika kamu mengetahui. (QS.Ash-Shaff : 10-11).

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan kemudahan pada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul ” Penetapan

Kadar Senyawa Curcumin Dalam Ekstrak Induk Kunyit (Curcuma

Domestica Val.) Dan Kunyit Berdasarkan Pelarut Air Dan Etanol Dengan

Metode Spektrofotometri Visible”.

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi di Universitas Muslim Nusantara Al-

Washliyah Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak

penelitian ini tidak dapat berjalan dengan lancar dan dengan segala kerendahan

hati penulis mengucapakan terima kasih yang tulus yang tiada terhingga kepada:

i
1. Ayahanda Rusliyanto, S.K.H dan ibunda Roslina AMK, yang telah

memberikan dorongan moril, materi, motivasi dan doa yang tiada hentinya

diberikan kepada penulis selama ini, serta kepada Adinda Fadilla Nisa dan

Diva Febryanto yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

bahan skripsi ini.

2. Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Anny Sartika Daulay, S.Si., M.Si., Selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., Selaku Dosen Pembimbing II yang

telah banyak memberikan masukan, saran, tanggung jawab dan bimbingan

selama penelitian hingga selesainya bahan skripsi ini.

3. Bapak Drs. H. Hardi Mulyono SE, M.AP selaku Rektor Universitas Muslim

Nusantasa Al-Washliyah Medan.

4. Bapak Dr. H. M. Pandapotan Nst., Mps., Apt selaku Dekan Fakultas

Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muslim Nusantara

Al-Washliyah Medan.

5. Pembantu Dekan I, II, III dan Ibu Minda Sari Lubis, S.farm., M.si., Apt.,

selaku ketua jurusan FMIPA Farmasi serta seluruh Dosen Farmasi

Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan.

6. Kepala dan staff Laboratorium Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetika

Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) kota Medan.

7. Untuk sahabat dan teman-teman terdekat Mahatir Muhammad, Rahmawati,

Khairunnisa Dalimunthe, Zulvi, Sella, Filyana, Aditya Decky, Ahyar,

Basrizal dan Mahasiswa Farmasi stambuk 2014 yang telah memberi

masukan dan dukungan kepada penulis sehingga terselesaikan skripsi ini.

ii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan bahan skripsi ini. Akhir kata yang penulis ingin sampaikan semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta menambahi ilmu pengetahuan

khususnya pada bidang Farmasi.

Medan, 28 Agustus 2018

Penulis

DEBBY MARSALINA R

iii
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR..................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................. iv

DAFTAR TABEL.......................................................... ix

DAFTAR GAMBAR...................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN.................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1


.................................................................................................

1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 2

1.3 Hipotesis.................................................................................. 2

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................... 3

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 4

2.1 Deskripsi Tanaman Obat ........................................................ 4

2.1.1 Kunyit (Curcuma Domestica Val.)............................... 4

2.1.2 Habitat Tumbuhan Dan Daerah Asal............................. 4

2.1.3 Sistematika Tumbuhan.................................................. 4

2.1.4 Nama Daerah................................................................. 5

2.1.5 Morfologi....................................................................... 5

iv
2.1.6 Kandungan Senyawa Kunyit

(Curcuma domestica Val.)............................................ 7

2.1.6.1 Kurkumin.......................................................... 8

2.1.7 Manfaat Kunyit Bagi Kesehatan................................. 9

2.1.8 Simplisia ....................................................................... 10

2.2 Ekstraksi................................................................................. 12

2.3 Spektrofotometri Visible.......................................................... 14

2.3.1 Teori Spektrofotometri Visible...................................... 14

2.3.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri Visible.......................... 16

2. 3.3 Hukum Lambert-Beer................................................... 17

2.3.4 Penggunaan Spektrofotometri Visible........................... 19

2.3.5 Instrumen Spektrofotometri.......................................... 22

BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 24

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian.............................................. 24

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian................................................. 24

3.3 Alat Dan Bahan........................................................................ 24

3.3.1 Alat Penelitian................................................................. 24

3.3.2 Bahan Penelitian.............................................................. 25

3.4 Pengumpulan Dan Pengolahan Sampel................................... 25

3.4.1 Pengumpulan Sampel...................................................... 25

3.4.2 Pengolahan Simplisia....................................................... 25

3.4.3 Determinasi Tumbuhan................................................... 26

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi.................................................... 26

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N................................ 26

v
3.5.2 Larutan Pereaksi Bouchardat........................................... 26

3.5.3 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%........................... 26

3.5.4 Larutan Pereaksi Dragendorff.......................................... 26

3.5.5 Larutan Pereaksi Liebermann-Burchard.......................... 27

3.5.6 Larutan Pereaksi Mayer................................................... 27

3.6 Prosedur Penelitian ................................................................. 27

3.6.1 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia............................... 27

3.6.2 Penetapan Kadar Air........................................................ 27

3.6.3 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air................. 28

3.6.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol............ 28

3.6.5 Penetapan Kadar Abu Total............................................. 29


.........................................................................................

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam............ 29

3.7 Skrining Fitokimia................................................................... 29

3.7.1 Alkaloid........................................................................ 29

3.7.2 Flavonoid...................................................................... 30

3.7.3 Tanin.............................................................................. 30

3.7.4 Saponin.......................................................................... 30

3.7.5 Steroida Dan Triterpenoida........................................... 31

3.8 Maserasi Dengan Pelarut Etanol ............................................. 31

3.9 Maserasi Dengan Pelarut Air................................................... 31

3.10 Pembuatan Ekstrak Induk Kunyit Segar Dan Kunyit


Dengan Pelarut Etanol.......................................................... 32
3.11 Pembuatan Ekstrak Induk Kunyit Segar Dan Kunyit
Dengan Pelarut Air............................................................... 32
3.12 Tahap-Tahap Penetapan Kadar Kurkumin............................ 32

vi
3.12.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Kurkumin................. 32

3.12.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum................ 33

3.12.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi.......................... 33

3.12.4 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Simplisia

Induk Kunyit Dengan Pelarut Air............................... 33

3.12.5 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Simplisia

Induk Kunyit Dengan Pelarut Etanol.......................... 34

3.12.6 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Segar

Induk Kunyit Dengan Pelarut Air.............................. 34

3.12.7 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Segar

Induk Kunyit Dengan Pelarut Etanol.......................... 34

3.12.8 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Simplisia


Kunyit Dengan Pelarut Etanol.................................... 34
3.12.9 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Segar
Kunyit Dengan Pelarut Etanol.................................... 35
3.12.10 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Simplisia

Kunyit Dengan Pelarut Air ........................................ 35

3.12.11 Penentuan Kadar Kurkumin Dari Ekstrak Segar

Kunyit Dengan Pelarut Air........................................ 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 36

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan................................................... 36

4.2 Hasil Pembutan Simplisia........................................................ 36

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia............................. 36

4.4 Hasil Skrining Fitokimia.......................................................... 37

4.5 Penetapa Panjang Gelombang Maksimum.............................. 38

vii
4.6 Kurva Kalibrasi Baku Kurkumin............................................ 39

4.7 Analisis Kadar Kurkumin Pada Sampel.................................... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 42

5.1 Kesimpulan.............................................................................. 42

5.2 Saran........................................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 43

LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kandungan Kimia Dalam Rimpang Kunyit


Per 100 Gram Bahan Yang Dapat Dimakan……………………..
8

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia induk kunyit…

..................................................................................................

36

Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kunyit….

37

Tabel 4.3 Hasil skrining fitokimia............................................ 37

Tabel 4.4 Data absorbansi dari kurva serapan………………………


39

Tabel 4.5 Data kadar kurkumin masimg-masimg


sampel…………………….................................................
41

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kurkumin ................................... 7

Gambar 2.2 Diagram Skematik Sebuah

Spektrofotometri............................. ....................................... 22

Gambar 4.1 Kurva Serapan Baku Kurkumin..........................


38

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kurkumin.............


39

x
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Gambar Sampel Dan Alat-Alat.................................................. 46

Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Induk Kunyit Dan Kunyit............ 49

Lampiran 3. Hasil Karakterisasi Induk Kunyit Dan Kunyit........................... 51

Lampiran 4. Hasil Absorbansi Sampel........................................................... 55

Lampiran 5. Sertifikat Bahan Baku Kurkumin............................................... 58

Lampiran 6. Surat Laboratorium MUI............................................................ 59

Lampiran 7. Alur Persiapan Penelitian........................................................... 60

Lampiran 8. Alur Pembuatan Serbuk Simplisia Induk Kunyit Dan Kunyit... 61

Lampiran 9. Alur Penentuan Baku Kurkumin................................................ 62

Lampiran 10. Alur Penentuan λ Maks............................................................ 63

Lampiran 11. Alur Penentuan Kadar Kurkumin Sampel................................ 64

Lampiran 12. Perhituan Persamaan Regresi Dan Koefisien Korelasi

xi
Kurkumin.................................................................................. 65

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Induk Kunyit Segar Pelarut


Air............................................................................................. 67
.
Lampiran 14. Contoh Perhitungan Simplisia Kadar Induk Kunyit Pelarut
Etanol........................................................................................ 68

Lampiran 15. Contoh Perhitungan Simplisia Kadar Induk Kunyit Pelarut


Air............................................................................................. 69

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Kadar Induk Kunyit Segar Pelarut


Etanol........................................................................................ 70

Lampiran 17. Contoh Perhitungan Kadar Kunyit Segar Pelarut Air.............. 71

Lampiran 18. Contoh Perhitungan Kadar Kunyit Simplisia Pelarut Air........ 72

Lampiran 19. Contoh Perhitungan Simplisia Kadar Kunyit Pelarut


Etanol........................................................................................ 73

Lampiran 20. Contoh Perhitungan Segar Kadar Kunyit Pelarut


Etanol ....................................................................................... 74

Lampiran 21. Hasil Perhitungan Kadar Kurkumin Induk Kunyit .................. 75

Lampiran 22. Hasil Perhitungan Kadar Kurkumin Kunyit ............................ 76

Lampiran 23. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Induk Kunyit Segar Pelarut Air..................................... 77
.
Lampiran 24. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang
Kadar Simplisia Induk Kunyit Pelarut Etanol.......................... 79

Lampiran 25. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Simplisi Induk Kunyit Pelarut Air................................. 81

Lampiran 26. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Induk Kunyit Segar Pelarut Etanol................................ 83

Lampiran 27. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Kunyit Segar Pelarut Air................................................ 85

Lampiran 28. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Simplisia Kunyit Segar Pelarut Etanol......................... 88

Lampiran 29. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang


Kadar Simplisi Kunyit Pelarut Air.......................................... 90

xii
Lampiran 30. Analisa Data Secara Statistic Untuk Menentukan Rentang
Kadar Kunyit Segar Pelarut Etanol........................................... 93

Lampiran 31. Daftar Nilai Distribusi T........................................................... 96

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam

dan salah satunya adalah tanaman obat, pengobatan dengan tanaman dilakukan

secara turun temurun, hal ini disebabkan karena disamping harganya murah dan

mudah didapat, juga mempunyai efek samping yang relatif sedikit. (Nugroho,

1998).

Kunyit adalah salah satu tanaman yang sering digunakan sebagai obat.

Nama ilmiah tanaman ini adalah Curcuma domestika Val. Kunyit merupakan

tanaman dengan batang semu berwarna hijau atau keunguan (Afifah, 2003).

Kunyit tanaman tumbuh liar di hutan dan tanaman pengisi pekarangan. Tanaman

kunyit dipanen pada bulan ke-7 setelah menanaman (Yulianti, 2012). Kunyit

terdiri atas rimbang induk kunyit dan tunas rimpang yang warnanya kuning

sampai oranye. Rimpangnya kunyit banyak digunakan dalam bumbu penyedap,

pemberi warna kuning (Sastrapradja, 2012), dan dapat membuat makanan lebih

awet dan juga digunakan sebagai obat (Priati, 2010).

Kandungan kimia kunyit mengandung senyawa minyak atsiri, kurkumin,

desmetoksi-kurkumin, bisdesmetoksikurkumin, pati, resin, selulosa dan beberapa

mineral (Soeryoko, 2013). Komponen utama kunyit yang diketahui memiliki

berbagai aktivitas adalah kurkumin, antara lain antivirus, antijamur, antioksidan

antikanker, antibiotik, antiseptik, antiinflamasi (Wijayakusuma, 2005),

antidiabetes (Budi, 2008), antikoagulan dan menurunkan lipid darah (Nina, 2013).

1
2

Penelitian yang telah dilakukan (Widjaja, 2011) penetapkan kadar

kurkumin pada sediaan obat herbal merk kiranti dengan menggunakan

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Namun metode ini memerlukan waktu

yang cukup lama untuk proses prepasi sampel karena adanya tahap ekstrak

pelarut, pemanasan dan memerlukan biaya yang cukup mahal.

Metode spektrofotometri visible dapat digunakan untuk penetapan kadar

kurkumin, karena kurkumin memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang

merupakan persyaratan bahan yang dapat dianalisis dengan spektrofotometri

visible dengan panjang gelombang 400-800 nm (Gandjar dan Rohman, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti memilih metode spektrofotometri

Visible karena metode ini sederhana, efektif, cepat dan relative lebih murah bila

dibandingkan dengan metode lainnya (Viplava, 2012).

1.2 Perumusan Masalah

1. Berapakah kadar kurkumin dari ekstrak induk kunyit dan kunyit yang

diekstraksi menggunakan pelarut air dan etanol dalam sediaan

simplisia dan segar ?

2. Apakah terdapat perbedaan kadar kurkumin dari ekstrak induk kunyit

dan kunyit yang diekstraksi menggunakan pelarut air dan etanol dalam

sediaan simplisia dan segar ?

1.3 Hipotesis

1. Induk kunyit dan kunyit mengandung kadar kurkumin yang diekstraksi

menggunakan pelarut air dan etanol dalam sediaan simplisia dan segar

dalam jumlah tertentu.


3

2. Terdapat perbedaan kadar kurkumin dari ekstrak induk kunyit dan

kunyit yang diekstrasi menggunakan pelarut air dan etanol dalam

sediaan simpisia dan segar.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar kurkumin dari ekstrak induk kunyit dan kunyit

yang diekstraksi menggunakan pelarut air dan etanol dalam sediaan

simplisia dan segar dalam jumlah tertentu.

2. Untuk mengetahui perbedaan kadar kurkumin dari ekstrak induk kunyit

dan kunyit yang diekstraksi menggunakan pelarut air dan etanol dalam

sediaan simplisia dan segar.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat

mengenai hasil ekstrak kadar kurkumin yang paling baik menggunakan

pelarut air dan etanol.

2. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat

mengenai perbedaan hasil kadar kurkumin simplisia dan segar


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Obat

2.1.1 Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman obat yang banyak memiliki

manfaat dan banyak ditemukan diwilayah Indonesia. Kunyit merupakan tanaman

terna tahunan tingginya sekitar 1 meter dan bunganya muncul dari ujung batang

semu dengan berwarna putih atau kuning muda. Daun kunyit berbentuk bulat telur

memanjang dengan permukaan agak kasar. Umbi akarnya berwarna kuning tua,

dan berbau wangi aromatis. Bagian utamanya dari tanaman kunyit adalah

rimpangnya yang berada didalam tanah. Rimpangnya memiliki banyak cabang

membentuk rumpun. Rimpang kunyit terdiri atas rimpang induk dan tunas atau

cabang rimpang. Rimpang utama biasanya ditumbuhi tunas yang tumbuh kearah

samping, mendatar, atau melengkung (Said, 2007).

2.1.2 Habitat Tumbuhan dan Daerah Asal

Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya India, Cina,

Taiwan, Indonesia (Jawa) dan Filipina. Tumbuh dengan baik ditanah yang baik

tata pengairannya, curah hujan yang cukup banyak 2.000 mm sampai 4.000 mm

tiap tahun, tetapi untuk menghasilkan rimpang yang lebih besar dan baik ditanam

ditanah lempung berpasir, baik untuk pertumbuhan rimpang (Depkes RI, 1995).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Dalam taksonomi tumbuhan, Tanaman kunyit diklasifikasi sebagai berikut


(Rukmana, 1994):

4
5

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-diviso : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Species : Curcuma domestica Val.

2.1.4 Nama daerah

Curcuma Long (Inggris), Kunyit (Aceh), Kunir (Jawa), Koneng (Jaelani,

2009).

2.1.5 Morfologi

1. Batang

Kunyit memiliki batang semu yang tersusun dari kelopak atau pelepah

daun yang saling menutupi (Siswato, 1997). Batang kunyit bersifat basah karena

mampu menyimpan air dengan baik, berbentuk bulat dan berwarna hijau

keunguan. Tinggi batang kunyit mencapai 0,75–1 m (Winarto, 2003).

2. Daun

Daun kunyit tersusun dari pelepah daun, gagang daun dan helai daun.

Panjang helai daun antara 31–83 cm, lebar daun antara 10–18 cm. Daun kunyit

berbentuk bulat telur memanjang dengan permukaan agak kasar, pertulangan daun

rata dan ujung meruncing atau melengkung menyerupai ekor, permukaan daun

berwarna hijau muda (Said, 2007) dan setiap tanaman berdaun 3–8 daun

(Dalimartha, 2009).
6

3. Bunga

Bunga kunyit berbentuk kerucut runcing berwarna putih atau kuning muda

dengan pangkal berwarna putih (Adiguna, 2014). Setiap bunga mempunyai tiga

lembar kelopak bunga tiga lembar tajuk bunga dan empat helai benang sari. Salah

satu dari keempat benang sari itu berfungsi sebagai alat pembiakan. Sementara itu,

ketiga benang sari lainnya berubah bentuk menjadi helai mahkota bunga (Said,

2007).

4. Rimpang

Rimpang kunyit bercabang–cabang sehingga membentuk rimpun.

Rimpang berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa batang

yang berada didalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang induk atau umbi

kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi

tunas yang tumbuh kearah samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbuku–

buku pendek, lurus atau melengkung. Jumlah tunas umunya banyak (Sudarnadi,

1996).

Tinggi anakan mencapai 10,85 cm. Warna kulit rimpang jingga kecoklatan

atau berwarna terang agak kuning kehitaman (Sugeng, 1993), warna daging

rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi dengan bau khas yang rasanya agak

pahit dan pedas. Rimpang cabang tanaman kunyit akan berkembang secara terus

menerus membentuk cabang–cabang baru dan batang semu, sehingga berbentuk

sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm, panjang rimpang biasa

mencapai 22,5 cm, tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan rimpang muda 1,61 cm.

Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan bagian yang dominan

sebagai obat (Wiranto,2003).


7

2.1.6 Kandungan Senyawa Kunyit (Curcuma domestica Val.)

Kandungan kimia berupa minyak atsiri turmeron, zingiberin, seskuioteren

alcohol, kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin,

lemak, pati, protein, beberapa mineral seperti Ca, P, Fe, dan Vitamin C (Jaelani,

2009). Kunyit tumbuh baik dibawah naungan/tegakan hutan dengan kisaran

intensitas cahaya matahari mencapai 70%. Naungan sekitar 30% cukup untuk

pertumbuhan tanaman. Rimpang kunyit mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa,

8% protein, dan kandungan kalium dalam rimpang kunyit cukup tinggi, 1,3-5,5%

minyak atsiri yang terdiri 60% keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25%

kurkumin berserta turunannya (Winarti dan Nurdjanah, 2005).

Kurkumin, dimetoksikurkumin, dan bisdemetoksi-kurkumin yang

ketiganya sering disebut sebagai kurkuminoid (Nugroho,1998).

Gambar 2.1 Struktur kimia kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-


demetoksikurkumin
8

Table 2.1 Kandungan Kimia dalam RimpangKunyit per 100 Gram Bahan yang
dapat Dimakan

No Nama Komponen Komposisi


1 Air 11,4 g

2 Kalori 1480 kal

3 Karbohidrat 64,9 g

4 Protein 7,8 g

5 Lemak 9,9 g

6 Serat 6,7 g

7 Abu 6,0 g

8 Kalsium 0.182 g

9 Fosfor 0,268 g

10 Besi 41 g

11 Vitamin C 26 mg

12 Minyak Atsiri 3%

13 Kurkumin 3%

14 Vitamin A -

15 Vitamin B 5 mg

(Nugroho,1998).

2.1.6.1 Kurkumin

Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (BM = 368) serta titik

lebur 183°C. Tidak larut dalam air dan eter, larut dalam etil asetat, metanol,

etanol, benzene, asam asetat glasial, aseton dan alkali hidroksida.


9

Kurkumin senyawa aktif yang ditemukan pada kunyit. Kristal kurkumin

berbentuk batang dengan warna kuning jingga. Senyawa turunan kurkumin

disebut kurkuminoid yang hanya terdapat dua macam yaitu dimetoksikurkumin

dan bisdemetoksi-kurkumin.

Sifat kimia kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat

perubahan PH lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada

suasana asam, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Kurkumin dalam

suasana basa atau pada lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama

dapat mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami degradasi membentuk

asam ferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan

mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat

kurkumin lain yang penting adalah ketidak stabilannya terhadap cahaya. Adanya

cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal

ini karena adanya gugus metilen aktif 5(-CH2-) diantara dua gugus keton pada

senyawa tersebut. Kurkumin mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat

toksik bila dikonsumsi oleh manusia dengan jumlah tertentu. Jumlah kurkumin

yang aman dikonsumsi oleh manusia adalah 10 mg/hari (Winarto, 2003).

2.1.7 Manfaat Kunyit bagi Kesehatan

Kunyit memiliki banyak khasiat dan kegunaan terutama  pada rimpangnya.

Rimpang kunyit merupakan obat dalam  pengobatan herbal, sudah banyak jenis

penyakit yang dapat disembuhkan dengan rimpang kunyit seperti demam, pilek

dengan hidung tersumbat, rematik, diare, disentri, gatal-gatal pada kulit, bengkak,

bau badan, malaria, panas dalam atau sariawan usus atau sariawan mulut

(Soeryoko, 2013).
10

Disamping itu, kunyit juga dapat menurunkan kadar lemak tinggi

(hyperlipidemia), menyembuhkan nyeri dada, asma, rasa tidak enak diperut

(dispepsia), rasa begal dibahu, terlambat haid karena darah tidak lancar, haid tidak

teratur, sakit perut sehabis melahirkan, radang hidung, radang telinga, radang

gusi, radang rahim, keputihan, radang usus buntu, radang amandel (tonsilitis),

penyakit kuning (jaudice), hepatitis, batu empedu (cholelithiasis), dan tekanan

darah tinggi (Satya, 2013).

2.1.8 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa

bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,

simplisia hewani dan simplisia mineral (Ditjen POM, 1979).

Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan

ekstrak, baik sebagai bahan obat atau sebagai produk. Ekstrak tumbuhan obat

dapat berfungsi sebagai bahan baku obat tradisional atau sebagai produk yang

dibuat dari simplisia (Ditjen POM, 1979).

Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

a) Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda tergantung pada

bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman pada saat

panen, lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan

pembentukkan senyawa aktif didalam bagian tanaman yang akan panen. Waktu

panen yang tepat pada saat tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam

jumlah yang besar.


11

b) Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan

asing lainnya dari bahan simplisia.

c) Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya

yang lengket pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dari mata air atau air sumur. Bahan simplisia yang mengandung zat

yang mudah larut dicuci dengan air mengalir, pencucian dilakukan dengan waktu

sesingkat mungkin.

d) Perajangan

Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat perajangan khusus

sehingga diperoleh rajangan tipis atau dengan potongan ukuran yang dikehendaki,

semakin tipis bahan yang dikeringkan semakin cepat penguapan air, sehingga

mempercepat proses pengeringan simplisia. Tetapi irisan yang terlalu tipis juga

dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah

menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan.

e) Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak

mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan

mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatis akan dicegah penurunan

mutu atau perusakan simplisia.

f) Sortasi kering

Sortasi kering setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir

pembuatan simplisia. Tujuannya adalah untuk memisahkan benda-benda asing


12

seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran

lainnya yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Tahap ini dilakukan

sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan.

g) Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai

faktor luar dan dalam antara lain: cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi,

penyerapan air, pengotoran, serangga, dan kapang. Selama penyimpanan ada

kemungkinan terjadi kerusakan pada simplisia. Kerusakan tersebut dapat

mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia tersebut tidak memenuhi

syarat yang ditentukan. Oleh karena itu pada penyimpanan simplisia yaitu

dilakukan dengan cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan

gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya.

Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembapan

(Cahyo, 2015).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan

asal dengan menggunakan pelarut, untuk mendapatkan atau memisahkan

sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan (Syamsuni, 2006).

Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke

dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Depkes, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah


13

ditetapkan (Ditjen POM, 1995). Ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh waktu

ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan dan banyaknya pelarut yang

digunakan. Tingkat ekstraksi bahan ditentukan oleh ukuran partikel dari bahan

tersebut, dan ukuran bahan yang diekstrak harus homogen agar kontak antara

material dengan pelarut berjalan dengan mudah, dan ekstraksi berlangsung baik

(Harborne, 1987).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Cara Dingin

i. Maserasi

Maserasi adalah proses pembuatan ekstrak menggunakan pelarut dengan

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama dan seterusnya.

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai semua

sampel tersari sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahapan maserasi, tahapan

perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara Panas

i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendinginan balik.


14

ii. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,

umumnya dilakukan dengan menggunakan alat soxhlet sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin

balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada

temperatur 40 - 50°C.

iv. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 96-98°C selama

15 - 20 menit.

v. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3 Spektrofotometri Visible

2.3.1 Teori Spektrofotometri Visible

Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm,

dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-800 nm. Spectrum

UV-Vis sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif konsentrasi dari

analit didalam larutan bias ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang

gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman,2007).


15

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya

disebut kromofor, dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama

jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi (ikatan rangkap dan ikatan tunggal pada

stukturnya berselang-seling). Semakin panjang ikatan rangkap dua atau rangkap

tiga terkonjugasi didalam molekul, molekul tersebut akan semakin mudah

menyerap cahaya (Cairns, 2008).

Kurva kalibrasi adalah kurva yang menghubungkan antara absorbansi

dengan konsentrai. Kurva serapan adalah kurva yang menghubungkan antara

absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi

tertentu, dan panjang gelombang dengan serapan (A) yang besar disebut λ maks

(dibaca lambda maks), dan merupakan karakteristik kromofor. λ maks suatu

senyawa terkadang digunakan dalam British pharmacopoeia untuk

mengidentifikasi obat-obatan dan senyawa-senyawa yang belum dikenal (Cairns,

2008).

Geseran λ maks menuju panjang gelombang yang lebih panjang dikenal

sebagai geseran batokromik atau geseran merah, karena merah adalah yang lebih

panjang. Geseran λ maks menuju panjang gelombang yang lebih pendek disebut

dengan efek hipsokromik atau geseran biru, dan biasanya terjadi jika senyawa

dengan auksokrom basa terion, dan pasangan elektron menyendirinya tidak lagi

dapat berinteraksi dengan elektron-elektron kromofor (Cairns, 2008).

Warna bagian ujung pada panjang gelombang yang panjang ialah

spektrum tampak. Geseran batokromik biasanya terjadi karena kerja auksokrom.

Auksokrom adalah gugus fungsi yang menempel pada kromofor yang tidak

menyerap energi cahayanya sendiri, tetapi mempengaruhi panjang gelombang


16

cahaya yang diserap kromofor. Contoh auksokrom diantaranya adalah gugus

-NH2, -OH, -OCH3,. Gugus-gugus fungsi ini memiliki pasangan menyendiri,

elektron tidak terikat (non-bonded electron) yang dapat berinteraksi dengan

elektron π pada kromofor dan memungkinkan terjadinya penyerapan cahaya yang

memiliki gelombang (Cairns, 2008).

Efek batokromik biasanya terkait dengan adanya peningkatan instensitas

cahaya yang diserap, sedangkan efek hipsokromik biasanya terjadi dengan adanya

penurunan serapan. Efek yang menyebabkan terjadinya peningkatan serapan

cahaya disebut efek hiperkromik, sedangkan efek yang menyebabkan penurunan

intensitas serapan cahaya disebut efek hipokromik (Cairns, 2008).

2.3.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri Visible

Cahaya yang berasal dari lampu deuterium maupun wolfram yang bersifat

polikromatis diteruskan melalui lensa menuju monokromator pada

spektrofotometer dan filter cahaya pada fotometer. Monokromator kemudian akan

mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya monokromatis. Berkas-berkas

cahaya dengan panjang tertentu kemudian akan dilewatkan pada sampel yang

mengubah suatu zat dalam konsentrasi tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya

yang diserap (diabsibsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan

ini kemudian diterima oleh detector. Detector kemudian akan cahaya yang diserap

(diansorbsi) dan ada pula yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian

diterima oleh detector. Detector kemudian akan menghitung cahaya yang diterima

dan mengetahui cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding

dengan konsentrasi zat yang terkandung dalam sampel sehingga akan diketahui

konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif.


17

Hal-hal yang harus Diperhatikan

1. Larutan yang dianalisis merupakan larutan yang berwarna

Apabila larutan yang akan dianalisis merupakan larutan yang tidak

berwarna, maka larutan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi larutan

yang berwarna. Kecuali apabila diukur dengan menggunakan lampu UV.

2. Panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang yang digunakan adalah panjang gelombang yang

mempunyai absorbansi maksimal. Hal ini dikarenakan pada panjang gelombang

maksimal. Kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang tersebut,

perubahan absorbansi untuk tiap satuan kosentrasi adalah yang paling besar.

Selain itu disekitar panjang gelombang maksimal, akan terbentuk kurva

absorbansi yang datar sehingga hukum Lambert-Beer dapat terpenuhi. Dan

apabila dilakukan pengukuran ulang, tingkat kesalahannya akan kecil sekali.

3. Kalibrasi panjang gelombang dan absorban

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang

dipancarkan dan cahaya yang diabsorbsi. Hal ini bergantung pada spektrum

elektromagnetik yang diabsorbsi oleh benda. Tiap media akan menyerap cahaya

pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa yang terbentuk. Oleh

karena itu perlu dilakukan kalibrasi dan absorban pada spektrofotometri agar

pengukuran pengukuran yang didapatkan lebih teliti (Rohman, 2007).

2.3.3 Hukum Lambert-Beer

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur intensitasnya.

Radiasi yang diserap oleh sampel ditentukan dengan membandingkan intensitas


18

sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap, jika tidak ada spesies

penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan

jumlah foton yang melalui satu-satuan luas penampang perdetik.

Serapan dapat terjadi jika foton atau radiasi yang mengenai cuplikan

memiliki energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan

tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya

penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini

sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan.

Dasar analisis kuantitatif senyawa dengan spektrofometri UV-Vis

adalah hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa ada hubungan antara

absorbansi dengan konsentrasi senyawa. Hukum Lambert-Beer diformulasikan

dengan persamaan berikut:

A = ε .b. c

Dimana :A = absorbansi

b = tebal kuvet

c = konsentrasi ( M)

ε = absorptivitas molar

Absorptivitas (ε ) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada

konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.

Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang

gelombang radiasi. Satuan ε ditentukan oleh satuan-satuan b dan c, jika satuan c

dalam molar (M) maka absorptivitasnya disebut ε dengan absorptivitas molar dan

disimbolkan dengan ε dengan satuan M −1 cm−1 atau liter mol−1 cm−1 . Jika c
19

dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100 ml) maka absorptivitasnya dapat

ditulis dengan E11 %cm dan juga sering kali ditulis A11 %cm.

Hubungan antar E11 %cm dengan absorptivitas molar (ε) adalah sebagai berikut

BM
ε = E11 %cm x
10

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan larutan

zat penyerap berbanding lurus dengan tabel dan konsentrasi larutan.

Dalam hukum Lambert-beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu:

a) Sinar yang digunakan monokromatis

b) Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas

yang sama.

c) Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap

yang lain dalam larutan tersebut.

d) Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi.

e) Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.

2.3.4 Penggunaan Spektrofotometri Visible


Spektofotometri Visible dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan

sekaligus dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.

1. Aspek kualitatif
Pada umumnya spektrofotometri ultraviolet digunakan dalam analisis

kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relative sempit hanya

dapat mengakomodasikan sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan

minimum, karena tidak memungkinkan identifikasi senyawa yang tidak diketahui.


20

Dalam aspek kualitatif spektrofotometri dipakai untuk data sekunder atau

data pendukung yaitu dengan cara membandingkan kemiripan spectrum UV-Vis

zat yang ditentukan dengan spektrum baku pembanding.

Penggunaannya terbatas pada konfirmasi identitas dengan menggunakan

parameter panjang gelombang puncak absorpsi maksimum ( λ maks), nilai

absorpsivitas (a), nilai absorpsivitas molar (ε), atau nilai ekstingsi E11 %cm yang

spesifik untuk suatu senyawa yang dilarutkan dalam suatu pelarut dan pH tertentu.

Pada zat yang memberikan lebih dari satu puncak absorpsi maksimum,

perbandingan absorban pada panjang gelombang puncak I terhadap absorban

puncak II merupakan nilai yang konstan yang dapat dipakai untuk karakteristik

(Satiadarma, 2004).

2. Aspek Kuantitatif

Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis

kuantitatif. Apabila dalam alur spektrofotometer terdapat senyawa yang

mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengulangan kekuatan radiasi yang mencapai

detektor. Parameter kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul

adalah absorban (A) yang batas konsentrasinya rendah nilainya sebanding dengan

banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi dan merupakan dasar analisa

kuantitatif (Satiadarma, 2004).

Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai gugus kromofor dan

mengabsorpsi radiasi ultraviolet, penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja

larutan analit umumnya 10 sampai 20 μg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai

absorpsitivitasnya besar dapat diukur pada konsentrasi yang lebih rendah.

Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet dapat juga ditentukan


21

dengan spektrofotometri sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat

mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi

kromofor (Satiadarma, 2004).

Menrut Holme dan Peck (1983) perhitungan kadar untuk analisis

kuantitatif secara spektrofotometri dapat dilakukan antara lain dengan metode

regresi dan pendekatan :

a. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan

persamaan regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi standar

yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang

konsentrasi yang meningkat dapat memberikan serapan yang linier, kemudian

diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut kurva kalibrasi. Kemudian dihitung

persamaan regresi Y = ax + b sehingga konsentrasi suatu sampel dapat dihitung

berdasarkan kurva tersebut.

b. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan menbandingkan

serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel.

Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan :

As . Cb
C=
Ab

Dimana : C = konsentrasi sampel

As = serapan sampel

Ab = serapan baku

Cb = konsentrasi baku
22

2.3.5 Instrumen Spektrofotometri


Alat yang digunakan untuk mengukur intesitas cahaya diserap oleh

molekul disebut spektrofotometer. Alat ini terdiri dari spektrofotometer yang

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intesitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (Cairns, 2008).

Gambar 2.2 Diagram skematik sebuah spektrofotometer


Unsur- unsur terpenting dari suatuspektrofotometer adalah sebagai berikut :

1. Sumber Cahaya

Sumbercahaya untuk senyawa-senyawa yang menyerap di spektrum daerah

ultraviolet, digunakan lampu deuterium yang mengemisikan sinar pada panjang

gelombang 200-370 nm. Untuk sinar tampak, digunakan lampu tungsen yang

mengemisikan sinar pada panjang gelombang 350-2000 nm, karenanya cocok

untuk kalorimetri.

2. Monokromator

Monokromator digunakan untuk memperoleh sinar yang bersifat

monokromatik, yakni sinar dengan satu panjang gelombang tertentu. Hal ini
23

dicapai dengan melewatkan sinar polikromatik (yakni sinar dengan beberapa

panjang gelombang) melalui suatu monokromator. Terdapat 2 jenis

monokromator dalam spektrofotometer modern, yaitu prisma dan kisi difraksi.

3. Kuvet (sel)

Kuvet digunakan sebagai wadah untuk sampel yang akan dianalisis. Pada

pengukuran didaerah sinar tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat

digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus

menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini.

Umumnya tebal kuvet adalah 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang

sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan

lebih.

4. Detektor

Detektor berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada

berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal

listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka

digital.

5. Recorder

Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari

pengukuran (Day and Underwood, 1999).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk eksperimental meliputi pengumpulan dan

pengolahan sampel. Ekstraksi kurkumin dengan menggunakan pelarut air dan

etanol sedangkan penentuan kadar kurkumin pada induk kunyit dan kunyit

dengan metode spektrofotometri Visible.

3.2 Waktu dan Tempat penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2018 yang meliputi

pembuatan ekstrak di Laboratorium FMIPA UMN Al- Washliyah dan penentuan

kadar di Laboratorium Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetik Majelis

Ulama Indonesia (LPPOM - MUI) Kota Medan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat-alat gelas

laboratorium alat-alat seperti gelas ukur, beacker glaas, batang pengaduk,

neraca analitik, blander, toples kaca, kertas saring, rotary evaporator,

spektrofotometer Visible (1700 Shimadzu), labu tentukur, bola hisap, pipet

volume, pipet tetes, corong dan ayakan mesh 100.

24
25

3.3.2 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku

kurkumin, induk kunyit (dengan masa panen 11-12 bulan), kunyit (dengan masa

panen 7-8 bulan), etanol 96%, aquades, kloroform, asam klorida, pereaksi mayer,

asam klorida 2 N, pereaksi bouchardat, besi (III) klorida 1%, pereaksi dragendorf,

pereaksi Liebermann-Burchard, amil alkohol.

3.4 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

3.4.1 Pengumpulan Sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa

membandingkan dengan daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah

rimpang induk kunyit (Curcuma domestica Val), dan kunyit, yang diambil dari

Kecamatan Babussalam, Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Nanggro Aceh

Darussalam.

3.4.2 Pengolahan Simplisia

Bahan baku induk kunyit (Curcuma domestica Val.) dan kunyit, sebanyak

5 kg ditimbang dikumpulkan di sortasi basah, yaitu memisahkan bahan baku dari

kotoran-kotoran. Kemudian bahan baku dicuci dengan air mengalir. Ditiriskan

dan dilakukan perajangan induk kunyit dan kunyit, dengan cara pemotongan

bahan baku secara melintang dengan ketebalan kira-kita 5-7 mm. kemudian induk

kunyit dan kunyit, dikeringkan dengan matahari selama 5-8 hari. Selanjutnya

induk kunyit dan kunyit, yang sudah kering lalu diblander hingga menjadi serbuk

yang halus (Nugroho, 1998).


26

3.4.3 Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)

Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Jalan Bioteknologi No.1

kampus USU, Medan.

3.5 Pembuatan Larutan Pereaksi

3.5.1 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2 N

Asam klorida (P) sebanyak 17 ml ditambahkan air suling secukupnya

hingga volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Larutan Pereaksi Bouchardat

Kalium iodida 4 g dilarutkan dalam air ditambahkan iodium 3 g dan

diaduk sampai larut. Ditambahkan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes

RI, 1980).

3.5.3 Larutan Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Besi (III) klorida ditimbang sebanyak 1 g dilarutkan dalam air suling

sehingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1980).

3.5.4 Larutan Pereaksi Dragendorff


27

Bismuth (II) nitrat 0,85 g dilarutkan dalam 10 ml asam asetat glasial dan 8

g kalium iodida dalam 20 ml air suling. Campur kedua larutan dan diamkan

sampai memisah sempurna. Ambil larutan jernih dan encerkan dengan air

secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1989).

3.5.5 Larutan pereaksi Liebermann-Burchard

Asam asetat anhidrat 20 bagian dicampur dengan 1 bagian asam sulfat (P)

(Depkes RI, 1980).

3.5.6 Larutan Pereaksi Mayer

Raksa (II) klorida sebanyak 1,596 g dilarutkan dalam 60 ml air suling.

Pada wadah lain larutan 5 g larutan kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml air

suling. Kemudian keduanya dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga

diperoleh volume larutan 100 ml (Depkes RI, 1980).

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi penetapan kadar air,

penetapan kadar sari yang larut air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol,
28

penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

(Depkes RI, 1995).

3.6.2 Penetapan Kadar Air

a. Penjenuhan Toluen

Sebanyak 200 ml toluen dimasukkan kedalam labu alas bulat, lalu

ditambahkan 2 ml air suling, kemudian alat dipasang dan dilakukan destilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama ± 30 menit,

kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan Kadar Air Simplisia

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang

telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen

mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar

air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang terdapat

dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI,1995).

3.6.3 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Air


29

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi selama 24

jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 L)

dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen

sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes RI,1995).

3.6.4 Penetapan Kadar Sari yang Larut dalam Etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan diudara, dimaserasi

selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok

sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring

cepat untuk menghindari penguapan metanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan

sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah dipanaskan dan

ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen

sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara (Depkes RI,1995).

3.6.5 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia ditimbang seksama dimasukkan dalam krus

porselin yang telah dipijar dan ditara. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang
30

habis, pemijaran dilakukan pada suhu 500-600oC selama 3 jam kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,1995).

3.6.6 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu, didihkan dengan asam

klorida encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam,

disaring melalui kertas saring bebas abu, kemudian dicuci dengan air panas,

dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam

asam terhadap bahan yang sudah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.7 Skrining Fitokimia

3.7.1 Alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g ditambahkan 1 ml HCl 2 N ditambahkan

9 ml air suling, lalu dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan

lalu disaring filtrat dipakai untuk pemeriksaan alkaloid :

1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi Mayer,

akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning

2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi

Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam

3. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes pereaksi

Dragendroff akan terbentuk coklat atau jingga


31

Jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit 2 tabung reaksi pada

percobaan diatas, maka alkaloid positif (Depkes RI, 1995).

3.7.2 Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang lalu ditambahkan 100 ml air

suling panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam

5 ml filtrat ditambahkan serbuk magnesium dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil

alkohol, dikocok kuat dan biarkan memisah. Adanya flavonoid ditandai dengan

adanya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Depkes RI,

1995).

3.7.3 Tanin

Sebanyak 1 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring

filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan diambil

sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes larutan pereaksi besi (III) klorida 1 %.

Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Depkes RI, 1995).

3.7.4 Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu

ditambahkan 10 ml air suling panas dan didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 menit. Jika terbentuk busa dengan ketinggian 1-10 cm yang stabil tidak
32

kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCl 2 N

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.7.5 Steroida dan Triterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam,

maserat disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisanya

ditambahkan 2 tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna

ungu atau merah yang kemudian berubah menjadi biru atau biru hijau

menunjukkan adanya steroida atau triterpenoida bebas (Harbone, 1987).

3.8 Maserasi dengan Pelarut Etanol

Serbuk induk kunyit dan kunyitmasing-masing ditimbang sebanyak 500

g. Kemudian dimaserasi selama 5 hari menggunakan 75 bagian pelarut etanol

96% sebanyak 3,75 L disaring dan ampas dimaserasi selama 2 hari menggunakan

25 bagian pelarut etanol 96% sebanyak 1,25 L disaring sehingga diperoleh

maserat seluruhnya 5 L dari rimpang induk kunyit dan kunyit, kemudian maserat

dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu ± 40°C sampai pelarut habis

menguap dan diperoleh ekstrak kental.

3.9 Maserasi dengan Pelarut Air

Serbuk induk kunyit dan kunyit masing-masing ditimbang sebanyak 500

g kemudian dimaserasi dengan pelarut air sebayak 5 L, diamkan selama 24 jam

kemudian disaring sehingga diperoleh maseratnya lalu dipekatkan dengan rotary

evaporator dengan suhu ± 40°C sampai pelarut habis menguap dan diperoleh

ekstrak kental (Nurhasnawati, 2015).


33

3.10 Pembuatan Ekstrak Induk Kunyit Segar dan Kunyit dengan Pelarut
Etanol

Induk kunyit segar dan kunyit dibersihkan lalu masing-masing ditimbang

seberat 500 g, kemudian diblander dengan menambahkan pelarut etanol

secukupnya. Kemudian dimaserasi selama 5 hari menggunakan 75 bagian pelarut

etanol 96% sebanyak 3,75 L disaring dan ampas dimaserasi selama 2 hari

menggunakan 25 bagian pelarut etanol 96% sebanyak 1,25 L disaring sehingga

diperoleh maserat seluruhnya 5 L dari rimpang induk kunyit dan kunyit, kemudian

maserat dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu ± 40°C sampai pelarut

habis menguap dan diperoleh ekstrak kental.

3.11 Pembuatan Ekstrak Induk Kunyit Segar dan Kunyit dengan Pelarut
Air

Induk kunyit segar dan kunyit dibersihkan lalu masing-masing ditimbang

seberat 500 g, kemudian diblander dengan menambahkan pelarut air secukupnya,

kemudian di maserasi dengan pelarut air sebayak 5 L diamkan selama 24 jam

kemudian disaring sehingga diperoleh maseratnya lalu dipekatkan dengan rotary

evaporator dengan suhu ± 40°C sampai pelarut habis menguap dan diperoleh

ekstrak kental (Nurhasnawati, 2015).

3.12 Tahap-Tahap Penetapan Kadar Kurkumin

3.12.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Kurkumin


34

Ditimbang saksama 20 mg baku kurkumin, dimasukan ke dalam labu

tentukur 100 ml ditambahkan etanol 96%, dikocok sampai larut dan diencerkan

dengan etanol 96% sampai garis tanda (C=200 µg/ml)~LIB I. Dipipet 2,5 ml dari

LIB I dan dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml, diencerkan dengan etanol

96% sampai garis tanda (C=10 µg/ml)~LIB II.

3.12.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dipipet 1 ml LIB I dan dimasukan ke dalam labu tentukur 50 ml,

diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda (C= 4 µg/ml), kemudian larutan

ini diukur serapanya pada 400-800 nm.

3.12.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Dipipet LIB II berturut-turut 1 ml; 2 ml; 3 ml; 4 ml; dan 5 ml masing-

masing dimasukan ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan etanol 96%

sampai garis tanda. Konsentrasi larutan masing-masing 1 µg/ml; 2 µg/ml; 3µg/ml;

4 µg/ml; dan 5 µg/ml. Kemudian masing-masing diukur serapannya pada panjang

gelombang yang telah diperoleh. Dari data serapan yang diperoleh dapat diketahui

persamaan regresi dan koefisien korelasi.

3.12.4 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Simplisia Induk kunyit


dengan Pelarut Air

Ditimbang 20 mg ekstrak simplisia induk kunyit dengan pelarut air,

dimasukan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C= 200 µg/ml). Kemudian dipipet 5 ml dari larutan tersebut dan
35

dimasukan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=100 µg/ml), kemudian diukur serapanya pada λ maksimumnya.

3.12.5 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Simplisia Induk Kunyit


dengan Pelarut Etanol

Ditimbang 20 mg ekstrak simplisia induk kunyit dengan pelarut etanol,

dimasukan kedalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 1 ml dari larutan tersebut dan

dimasukan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=20 µg/ml), kemudian diukur serapanya.

3.12.6 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Segar Induk Kunyit


dengan Pelarut Air

Ditimbang 20 mg ekstrak segar induk kunyit dengan pelarut air,

dimasukan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 5 ml dari larutan tersebut dan

dimasukan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=100 µg/ml), kemudian diukur serapanya.

3.12.7 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Segar Induk Kunyit


dengan Pelarut Etanol

Ditimbang 20 mg ekstrak segar induk kunyit dengan pelarut etanol,

dimasukan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 1 ml dari larutan tersebut dan
36

dimasukan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=20 µg/ml), kemudian diukur serapanya.

3.12.8 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Simplisia Kunyit dengan


Pelarut Etanol

Ditimbang 20 mg ekstrak simplisia kunyit dengan pelarut etanol,

dimasukan ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 0,5 ml dari larutan tersebut dan

dimasukan ke dalam labu tentukur 10ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai

garis tanda (C=10 µg/ml), kemudian diukur serapanya.

3.12.9 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Segar Kunyit dengan


Pelarut Etanol

Ditimbang 20 mg ekstrak segar kunyit dengan pelarut etanol, dimasukan

ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 5 ml dari larutan tersebut dan dimasukan ke

dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=100 µg/ml), kemudian diukur serapanya.

3.12.10 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Simplisia Kunyit dengan


Pelarut Air

Ditimbang 20 mg ekstrak simplisia kunyit dengan pelarut air, dimasukan

ke dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 5 ml dari larutan tersebut dan dimasukan ke

dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=100 µg/ml), kemudian diukur serapanya.


37

3.12.11 Penentuan Kadar Kurkumin dari Ekstrak Segar Kunyit dengan


Pelarut Air

Ditimbang 20 mg ekstrak segar kunyit dengan pelarut air, dimasukan ke

dalam labu tentukur 100 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=200 µg/ml). Kemudian dipipet 5 ml dari larutan tersebut dan dimasukan ke

dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan etanol 96% sampai garis tanda

(C=100 µg/ml), kemudian diukur serapanya.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh Herbarium Medanense

(MEDA) Departemen Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara, diketahui

bahwa sampel yang diteliti adalah induk kunyit (Curcuma domestica Val.) dan

kunyit. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 49.

4.2 Hasil Pembutan Simplisia

Induk kunyit dan kunyit yang sudah dibersihkan diperoleh berat basah 5

kg, kemudian dikeringakan dan dihaluskan lalu diperoleh berat induk kunyit 1,2

kg dan kunyit 1,5 kg.

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia

Hasil karakterisasi simplisia induk kunyit dan kunyit dapat di lihat pada

table 4.1 dan pada table 4.2.

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Induk kunyit

No Parameter Hasil (%) Syarat


<10
1 Kadar Air 5,7
<9
2 Kadar Abu 6,71
<1,6
3 Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,94
>15
4 Kadar Sari Larut Dalam Air 18,9
>10
5 Kadar Sari Larut Dalam Etanol 19,6

38
39

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Kunyit

No Parameter Hasil (%) Syarat


<10
1 Kadar Air 5,4
<9
2 Kadar Abu 7,85
<1,6
3 Kadar Abu Tidak Larut Asam 0,75
>15
4 Kadar Sari Larut Dalam Air 15,1
>10
5 Kadar Sari Larut Dalam Etanol 16,7

Berdasarkan hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia induk kunyit dan

kunyit pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Dari hasil penetapan karakterisasi simplisia

menunjukan hasilnnya memenuhi persyaratan dan terjamin mutunya berdasarkan

Materia Medika Indonesia (MMI).

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil pemeriksaan skrining fitokimia dari serbuk induk kunyit dan kunyit

dapat di lihat pada table 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Serbuk Induk Kunyit Dan Kunyit

Serbuk induk
No Golongan senyawa kimia Serbuk kunyit
Kunyit

+ +
1 Alkaloid
+ +
2 Flavonoid
+ +
3 Tanin
+ +
4 Saponin
+ +
5 Steroida/Triterpenoid
Keterangan:
40

(+) : Mengandung zat yang di periksa

(-) : Tidak mengandung zat yang diperiksa

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia simplisia induk kunyit

dan kunyit pada Tabel 4.3 mengandung senyawa metabolit alkaloid, flavonoid,

tannin saponin dan Steroida/Triterpenoid.

4.5 Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Baku Kurkumin

Hasil penentuan panjang gelombang maksimum baku kurkumin dengan

konsentrasi 4 µg/ml yang diukur pada rentang panjang gelombang 400-800 nm

diperoleh panjang gelombang maksimun pada 419 nm. Panjang gelombang

maksimum yang diperoleh ini dapat diterima, karena berada pada rentang panjang

gelombang warna komplementer dari warna kuning yaitu 400-435 nm. Gambar

kurva serapan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.4 berikut :

Gambar 4.1. Kurva Serapan Kurkumin Baku Pembanding (Konsentrasi 4 µg/ml).

Tabel 4.4 Data Absorbansi dari Kurva Serapan


41

Panjang Gelombang Absorbansi


419,00 nm 0,557

4.6 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi baku kurkumin diperoleh dengan cara mengukur

absorbansi dari larutan baku kurkumin pada pada rentang konsentrasi 1μ g/ml;

2 μ g/ml; 3 μ g/ml; 4 μ g/ml; dan 5 μ g/ml panjang gelombang 419 nm. Dari

pengukuran kurva kalibrasi untuk bahan baku kurkumin diperoleh persamaan

garis regresi yaitu: Y= 0,13537 X + 0,00074. Kurva kalibrasi larutan baku

kurkumin dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut :

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi kurkumin pada panjang gelombang 419,00 nm.

Berdasarkan kurva diatas diperoleh hubungan yang linear antara

konsentrasi dengan absorbansi, dengan koefisien korelasi (r) = 0,99938. Koefisien


42

korelasi ini memenuhi syarat kriteria penerimaan yaitu r ≥ 0,995 (Moffat,2004).

Data hasil pengukuran Absorbansi larutan baku kurkumin serta perhitungan

persamaan garis regresi dapat dilihat pada lampiran 12 halaman 65.

4.7 Analisis Kadar Kurkumin Pada Simplisia Induk Kunyit, Simplisia


Kunyit, Induk Kunyit Segar, Dan Kunyit Segar dengan Pelarut Air Dan
Etanol

Konsentrasi kurkumin dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan

garis regresi dari kurva kalibrasi. Konsentrasi kurkumin dalam sampel harus

berada pada rentang kurva kalibrasi, maka untuk itu dilakukan pengenceran yang

berbeda-beda. Pengenceran sampel sebesar 10 kali untuk induk kunyit segar

pelarut etanol, 2 kali untuk simplisia induk kunyit dengan pelarut air, 10 kali

untuk simplisia induk kunyit dengan pelarut etanol, 2 kali untuk induk kunyit

segar pelarut air, 2 kali untuk kunyit segar pelarut etanol, 2 kali untuk kunyit segar

pelarut air, 20 kali untuk simplisia kunyit pelarut etanol dan 2 kali untuk simplisia

kunyit pelarut air. Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik Data dan

contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13 halaman 67.

Tabel 4.5 Data Kadar Kurkumin masing-masing Sampel


43

Ekstraksi
Nama
Sediaan
Sempel Etanol Air
(mg/g) (mg/g)

Simplisia 168,38 21,55


Induk kunyit

Segar 166,4 8,77

Simplisia 157,9 10,2


Kunyit

Segar 14,32 8,90

Berdasaran data diatas, diketahui bahwa terdapat perbedaan kadar

kurkumin yang terkandung dari kedelapan sampel. Perbedaan kadar kurkumin ini

dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu perbedaan pelarut yang

digunakan, dalam pelarut etanol lebih besar kadar kurkumin dari pada pelarut air,

karena kurkuminoid larut dalam etanol (Kiso 1985). Selain itu juga disebabkan

oleh waktu ekstraksi, pada pelarut air waktu ekstraksi dilakukan lebih singkat dari

pada pelarut etanol. Keadaan sampel juga mempengaruhi kadar kurkumin seperti

simplisia atau segar, pada simplisia kadar kurkumin lebih besar karena kandungan

air didalam sampel lebih sedikit dari pada keadaan sampel yang segar. Perlakuan

dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan, dan untuk menentukan data ditolak atau

diterima dengan adanya uji t.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. kadar kurkumin simplisia induk kunyit pelarut etanol berturut-turut (168,38 ±

30,2) mg/g; simplisia induk kunyit pelarut air berturut-turut (21,55 ± 2,51)

mg/g; induk kunyit segar pelarut etanol berturut-turut (166,4 ± 33,25) mg/g;

induk kunyit segar pelarut air berturut-turut (8,77 ± 0,68) mg/g; simplisia

kunyit pelarut etanol berturut-turut (157,9 ± 6,814) mg/g; simplisia kunyit

pelarut air berturut-turut (10,2 ± 0,885) mg/g; kunyit segar pelarut etanol

berturut-turut (14,32 ± 0,55) mg/g; dan kunyit segar pelarut air berturut-turut

(8,90 ± 0,123) mg/g.

2. Terdapat perbedaan kadar kurkumin pada induk kuyit dan kunyit. Kadar yang

paling tinggi pada induk kunyit adalah simplisia induk kunyit dengan pelarut

etanol sedangkan kadar kurkumin yang paling tinggi pada kunyit adalah

simplisia kunyit dengan pelarut etanol.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mencoba meneliti kadar

rimpang kunyit dengan menggunakan metode yang lain dan dengan pelarut aseton

dan asam asetat glasial.

44
DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, P. (2014). The Secret of Herbal. Cemerlang Publishing. Yogyakarta


Hal: 13-14.

Afifah, E., dkk. (2003). Tanaman Obat untuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Budi, S. (2008). Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Agro Media
Pustaka. Hal: 65.

Cairns, D. (2008). Intisari Kimia Farmasi. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal: 150

Claudia, D.I. (2016). Pengaruh Hidrolisis Pada Ekstrak Curcumin Temulawak


Sebagai Indicator Borak. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Analisis Farmasi
Dan Makanan. Putra Indonesia Malang. Hal: 31

Cahyo, K.A. (2015). Teknologi Ekstrak Senyawa Bahan Aktif Dari Tanaman
Obat. Yogyakarta: Plantaxia. Hal: 14-43.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan.

Dalimartha., dan Setiawan. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Jilid 6 . Jakarta: PT


Pustaka Bunda. Hal: 76-82.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI Hal:30.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Hal: 10-11.

Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Direktorat
Pengawasan Obat Dan Makanan.

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta: Direktorat


Pengawasan Obat Dan Makanan.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI. Hal: 1066.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI. Hal: 1066.

Day, R.A., dan Underwood, A.L. (1999). Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi
Empat. Jakarta: Erlangga. Hal: 393.

45
46

Gandjar, I. G., dan Rohman A. (2012). Analisis Obat Secara Spektrofotometri


dan Kromatografi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hal: 468 – 482.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Edisi ke Dua, ITB, Bandung.

Jaelani. (2009). Ensiklopedi Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Kiso, (1985). Antihipotonic Principles Of Cutcuma Longa Rhizome. Symposium


Nasional Temulawak. UNPAD. Bandung.

Moffat, A.C., Osselton, M.D., Widdop, B. (2004). Clarke’s Analysis Of Drug


And Poisons. Fourth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Electronicversion.

Nina, S., dan Barokati, A. (2013). Standarisasi Parameter Non Spesifik Dan
Perbandingan Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol Dan Ekstrak Terpurifikasi
Rimpang Kunyit. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, Vol.3, No.1, Hal: 21-30.

Nurhasnawati. H., dan Hayatus, S. (2015). Perbandingan Pelarut Etanol Dan


Air Pada Pembuatan Ekstrak Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine
Amerivana Merr) Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal ilmiah
manuntung.1(2). Hal: 149-153.

Nugroho, N. (1998). Manfaat dan Prospek Pengembangan Kunyit. Trubus


Agriwidya: Ungaran. Hal: 1-33.

Priati, P. (2010). Pengenalan Dini Obat Alam. Tangerang: Panca Anugrah


Sakti.

Prasetyo, S. (1998). Pengaruh Jenis Pelarut Dan Bentuk Irisan Rimpang Kunyit
Terhadap Ekstrak Kurkumin Kunyit Dengan Metode Soxhlet. Skripsi
Jurusan Teknik Kimia. Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

Rukmana, R. H. (1994). Kunyit. Yogyakarta : Canicius. Hal: 9-30.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta. Penerbit

Pustaka Pelajar. Gadjah Mada University Press.

Sudarnadi, H. (1996). Tumbuhan Monokotil. Bogor. Penebar Swadaya.

Soeryoko, H. (2013). 20 Tanaman Obat Terbaik untuk Maag, Typus, dan Liver.
Yogyakarta: Rapha Publishing. Hal: 69–75.
47

Sugeng, H.R. (1993). Tanaman Apotik Hidup. Penerbit Aneka Ilmu.


Semarang. Hal: 12- 13.

Sastrapradja., dan Setijati, D. (2012). Perjalanan Panjang Tanaman Indonesia.


Jakarta.Yayasan Pustaka Obat Indonesia. Hal:137-138.

Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: PT Sinar Wadja


Lestari. Hal:1-29.

Siswanto., dan Yuli, W. (1997). Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat


Kosmetik. semarang: Trubus Agriwidiya. Hal: 56-62.

Satya, B. (2013). Koleksi Tumbuhan Berkhasiat. Yogyakarta: Rapha


Publishing. Hal :131-133.

Syamsuni, H. A. (2006). Ilmu Resep. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Setiadarma, K. (2014). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama.


Surabaya: Airlangga Universitas Press. Hal: 87 – 90.

Viplava, U., dkk. (2012). Development Of New Visible Spectrophotometric


Methods For Quantitative Determination Of Almotriptan Malate As An
Active Phamaceitical Ingredient In Formulations. International Journal
Of Drug Development And Research, Vol. 4 Issue 2, 369-370.

Winarto, W.P. (2003). Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka.


Jakarta. Hal:1-15.

Winarti, C., dan Nurjanah U.N. (2005). Peluangan Tanaman Rempah Dan Obat
Sebagai Pangan Fungsional. Jurnal Litbang pertanian, 24 (2). Hal: 47-
55.

Widjaja, M. (2011).Validasi Metode Penetapan Kadar Kurkumin Dalam Sediaan


Cair Obat Herbal Terstandar Merk Kiranti Secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi Fase Terbalik. Skripsi Fakultas Farmasi. Universitas
Sanata Dharma Jogyakarta.

Wijayakusuma, H. (2005). Atasi Kanker Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa


Swara. Hal:48-49.

Wijayanti., dkk. (2012). Aplikasi Metode Spektrofotometri Visible Untuk


Mengukur Kadar Curcuminoid Pada Rimpang Kunyit. Jurnal Nasional
Aplikasi Sains Dan Teknologi.Yogyakarta. Hal: 31-36.

Yuliani., dkk. (2012). Panduan Lengkap Minyak Atsiri. Bogor: Penebar


Swadaya. Hal: 108-111.
48

Lampiran 1.Gambar Sampel dan Alat-Alat

Rimpang Induk Kunyit

Rimpang Kunyit

Tanaman Kunyit
49

Lampiran 1. (Lanjutan)

Spektrofotometer Visible ( 1700 Shimadzu)

Larutan Baku Kurkumin LIB I

Larutan Baku Kurkumin LIB II


50

Lampiran 1. (Lanjutan)

Larutan Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Bahan Baku Kurkumin


51

Lampiran 2. Hasil Idetifikasi Tumbuhan Induk Kunyit

Lampiran 2. (Lanjutan) Hasil Idetifikasi Tumbuhan Kunyi


52

Lampiran 2. ( Lanjutan) Hasil Idetifikasi Tumbuhan Kunyit


53

Lampiran 3. Hasil Karakterisasi Induk Kunyit


54

Lampiran 3. ( Lanjutan) Hasil Karakterisasi Induk Kunyit


55

Lampiran 3. ( Lanjutan) Hasil Karakterisasi Kunyit


56

Lampiran 3. ( Lanjutan) Hasil Karakterisasi Kunyit


57

Lampiran 4. Induk Kunyit Segar Pelarut Etanol

Simplisia Induk Kunyit Pelarut Etanol

Induk Kunyit Segar Pelarut Air


58

Lampiran 4. (Lanjutan) Simplisia Induk kunyit pelarut air

Simplisia Kunyit Pelarut Etanol

Kunyit Segar Pelarut Air

Kunyit Segar Pelarut Etanol


59

Lampiran 4. ( Lanjutan) Simplisia Kunyit Pelarut Air


60

Lampiran 5. Sertifikat Bahan Baku Kurkumin


61

Lampiran 6. Surat Laboratorium MUI


62

Lampiran 7. Alur Persiapan Penelitian

Induk kunyit dan kunyit

Karakterisasi

Pembuatan sampel Pembuatan


segar serbuk simplisia
Skrining
fitokimia

Pembuatan ekstrak kental


simplisian dan sampel segar

Penentapan kadar kurkumin pada


induk kunyit dan kunyit dengan
pelarut yang berbedada-beda

Pengolahan dan hasil pengamatan


63

Lampiran 8. Pembuatan Serbuk Simplisia Induk Kunyit dan Kunyit

Pengumpulan bahan induk kunyit dan


kunyit masing-masing sebanyak 5 kg

Sortasi basah

Pencucian

Pengeringan

Sortasi kering

Penggilingan

Pengayakan

Serbuk simplisia induk


kunyit diperoleh 1,2 kg dan
kunyit 1,5 kg
64

Lampiran 9. Penentuan Baku Kurkumin

Ditimbang 20 mg Baku
Kurkumin

Dimasukan ke dalam labu 100 ml


Ditambah etanol,
Dicukupkan sampai garis tanda

LIB I Konsentrasi
200 µg/ml

Dipipet 2,5 ml pada LIB I

Dimasukan ke dalam labu tentukur


50 ml

Ditambah etanol sampai garis


tanda

LIB II konsentrasi
10 µg/ml

Hasil
65

Lampiran 10. Penentuan λ Maks

LIB I Konsentrasi 4µg/ml

Dari LIB 1 dipipet 1 ml lalu

Dimasukan ke dalamlabu tentukur


50 ml diencerkanSampai garis tanda

Kemudian diukur serapanya


400-800 nm

Serapan λ maks
= 419 nm
66

Lampiran 11. Penentuan Kadar Kurkumin masing-masing Sampel

20 mg sampel induk kunyit


dan kunyit dengan pelarut
yang berbeda-beda

Dimasukan ke dalam labu tentukur 50ml


Dilarutkan dengan etanol
Dicukupkan sampai garis tanda

Konsentrasi 200 µg/ml

Dipipet masing-masing sampel

Larutan sampel

Dimasukan dalam labu tentukur 10 ml

Dicukupkan,sampai garis tanda, diukur


absorbansinya
Hasil pengukuran absorbansinya
67

Lampiran 12. Perhitungan Persamaan Regresi dan Koefisien Korelasi


Kurkumin

No Konsentrasi Serapan
(µg/ml)(X) (Y) X2 Y2
XY
1. 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2. 1,000 0,133 0,133 1 0,017689
3. 2,000 0,269 0,538 4 0,072361
4. 3,000 0,403 1,209 9 0,162409
5. 4,000 0,552 2,208 16 0,304704
6. 5,000 0,669 3,345 25 0,447561
∑ 15 2,026 7,433 55 1,004724
X́ = 2,5 Ý = 0,33766

Y = aX + b

a = ∑ XY −¿ ¿ ¿

7,433−( 15 ) (2,026)/6
=
55 – (15)2 /6

7,433−5,065/6
=
55−225/6

2,368
= = 0,13537
17,5

b = Ý - a X́

= 0,33766 – 0,13537 (2,5)

= 0, 33766 – 0,3384

= 0,00074

Maka persamaan regresi yang didapat :Y = 0,13537x + 0,00074

Lampiran 12. (Lanjutan)


68

Koefisien korelasi :

r = ∑ XY −¿ ¿ ¿

7,433−( 15 ) (2,026)/6
r= 2 2
√[ 55−(15) /6 ][ 1,00472−(2,026) /6 ]
2,368
r=
√ [ 17,5 ][ 0,32060 ]
2,368
r=
√ 5,61062
2,368
r=
2,368676

r = 0,99938
69

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Induk Kunyit Segar dengan Pelarut
Air

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,020 g

Absorbansi = 0,121

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,121 = 0,13537x + 0,00074

0,121−0,00074
X =
0,13537

=089931 µg/ml

Konsentrasi induk kunyit segar dengan pelarut air dalam larutan sebelum

diencerkan (Fp= 2 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100ml)

CxVxFp 0,89931 µg /ml x 100 mlx 2


Kadar = = = 8.99mg/ g
berat sampel 0,020 g
70

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kadar Simplisia Induk Kunyit dengan


Pelarut Etanol

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,026 g

Absorbansi = 0,509

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,509 = 0,13537x + 0,00074

0,509−0,00074
X =
0,13537

= 3,76553 µg/ml

Konsentrasi simplisia induk kunyit dengan pelarut etanol dalam larutan

sebelum diencerkan (Fp= 10 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 3,76553 µg /ml x 100 mlx 10


Kadar = = = 144,82mg/ g
berat sampel 0,026 g
71

Lampiran15. Contoh Perhitungan Kadar simplisia Induk Kunyit dengan


Pelarut Air

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,022 g

Absorbansi = 0,322

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,322 = 0,13537x + 0,00074

0,322−0,00074
X =
0,13537

= 2,38413 µg/ml

Konsentrasi simplisia induk kunyit dengan pelarut air dalam larutan

sebelum diencerkan (Fp= 2 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 2,38413 µ g / ml x 100 mlx 2


Kadar = = = 21,67mg/ g
berat sampel 0,022 g
72

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Kadar Induk Kunyit Segar dengan Pelarut
Etanol

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,026 g

Absorbansi = 0,533

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,533 = 0,13537x + 0,00074

0,533−0,00074
X =
0,13537

= 3,9428 µg/ml

Konsentrasi induk kunyit segar dengan pelarut etanol larutan sebelum

diencerkan (Fp= 10 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 3,9428 µg /ml x 100 mlx 10


Kadar = = = 151,6mg/ g
berat sampel 0,026 g
73

Lampiran 17.Contoh Perhitungan Kadar Kunyit Segar dengan Pelarut Air

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,0210 g

Absorbansi = 0,127

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,127 = 0,13537x + 0,00074

0.127 -0,00074
X =
0,13537

=0,94363 µg/ml

Konsentrasi kunyit segar dengan pelarut air larutan sebelum diencerkan

(Fp= 2 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 0,94363 µg /ml x 100 mlx 2


Kadar = = = 8,98mg/ g
berat sampel 0,0210 g
74

Lampiran18.Contoh Perhitungan Kadar Kunyit Simplisia dengan Pelarut Air

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,0210 g

Absorbansi = 0,156

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,156 = 0,13537x + 0,00074

0.156−0,00074
X =
0,13537

= 1,1578 µg/ml

Konsentrasi kunyit simplisia dengan pelarut air larutan sebelum

diencerkan (Fp= 2 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 1,1578 µg /ml x 100 mlx 2


Kadar = = = 11,0mg/ g
berat sampel 0,0210 g
75

Lampiran 19. Contoh Perhitungan Kadar Simplisia Kunyit dengan Pelarut


Etanol

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,0240 g

Absorbansi = 0,252

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,252 = 0,13537x + 0,00074

0.252−0,00074
X =
0,13537

= 1,8670 µg/ml

Konsentrasi Simplisia kunyit dengan pelarut etanol larutan sebelum

diencerkan (Fp= 20 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 1,8670 µg /ml x 100 mlx 20


Kadar = = = 155,5mg/ g
berat sampel 0,0240 g
76

Lampiran 20.Contoh Perhitungan Kadar Segar Kunyit dengan Pelarut Etanol

Bobot sampel yang ditimbang setara 20 mg

sampel yang ditimbang = 0,0200 g

Absorbansi = 0,208

Konsentrasi terukur (X) =

Y = 0,13537x + 0,00074

0,208 = 0,13537x + 0,00074

0.208−0,00074
X =
0,13537

= 1,5419 µg/ml

Konsentrasi Segar kunyit dengan pelarut etanol larutan sebelum

diencerkan (Fp= 2 kali) dalam labu awal (labu tentukur 100 ml)

CxVxFp 1,5419 µg /ml x 100 mlx 2


Kadar = = = 15,4mg/ g
berat sampel 0,0200 g
77

Lampiran 21. Hasil Perhitungan Kadar Kurkumin Induk Kunyit

Nama Penimbangan Absorbansi Kadar


Sempel (g) (A) (mg/g)

0,020 0,121 8,99


0,021 0,122 8,65
0,023 0,130 8,39
Induk Kunyit 0,025 0,155 9,20
Segar Pelarut 0,025 0,155 9,20
Air 0.024 0.133 8,23
0.026 0,509 144,82
0,019 0,449 194,29
Simplisia 0,022 0,501 168,47
Induk Kunyit 0,020 0,500 184,95
Pelarut Etanol 0,023 0,504 162,11
0,024 0,505 155,66
0,022 0,322 21,67
0,020 0,314 23,25
0,020 0.315 23,32
Simplisia 0,023 0,325 20,92
Induk Kunyit 0,023 0,323 20,79
Pelarut Air 0,025 0,327 19,36

Induk Kunyit 0,026 0,533 151,6


Segar Pelarut 0,028 0,535 141,3
Etanol 0,020 0,524 193,8
0,021 0,526 185,2
0,023 0,528 169,8
0,025 0,530 156,8

Lampira 22. Hasil Perhitungan Kadar Kurkumin Kunyit

Nama Penimbangan Absorbansi Kadar


Sempel (g) (A) (mg/g)

0,0210 0,127 8,98


0,0250 0,166 9.85
0,0235 0,140 8,84
Kunyit Segar 0,0240 0,145 8,97
Pelarut Air 0,0230 0,138 8.91
0.0225 0.134 8,84
78

0.0200 0,208 15,4


0,0210 0,210 14,8
Segar Kunyit 0,0230 0,220 14,41
Pelarut Etanol 0,0230 0,220 14,41
0,0233 0,227 14,4
0,0231 0,222 14,2
0,0240 0,252 155,5
0,0240 0,253 156,2
0,0210 0.230 162,3
Simplisia 0,0215 0,238 164,0
Kunyit 0,0230 0,242 155,9
Pelarut Etanol 0,0235 0,244 153,8

Kunyit 0,0210 0,156 11,0


Simplisia 0,0254 0,173 10,1
Pelarut Air 0,0258 0,179 10,2
0,0252 0,171 10,0
0,0253 0,170 9,97
0,0215 0,168 11,5

Lampiran 23. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Induk kunyit Segar dengan Pelarut Air

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 8,99 0,22 0,0484
2 8,65 - 0,12 0,0144
3 8,39 - 0,38 0,1444
4 9,20 0,43 0,1849
5 9,20 0,43 0,1849
6 8,23 - 0,54 0,2916
∑ x=¿52,66 ∑ ¿)2 = 0,8686
X́ = 8,77

∑ (X − X́ )2 = 0,8686 0,8686
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 0,17372 = 0,416 mg/g

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t h itung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

| X− X́|
t h itung =
SD/ √ n
79

t hitung1 =
| X− X́| 0,22
1. = = 1,301
SD/ √ n 0,169

t hitung2 =
| X− X́| 0,12
2. = = 0,710
SD/ √ n 0,169

t hitung3 =
| X− X́| 0,38
3. = = 2,24
SD/ √ n 0,169

t hitung 4 =
| X− X́| 0 , 43
4. = = 2,54
SD/ √ n 0,169

t hitung5 =
| X− X́| 0 , 43
5. = = 2,54
SD/ √ n 0,169

t hitung6 =
| X− X́| 0,54
6. = = 3,19
SD/ √ n 0,169

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel >t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
0,416
[
= 8,77 ± 4,0321 x(
√6
)
]
= 8,77 ± [ 4,0321 x 0,169 ]

= (8,77 ± 0,68) mg/g


80

Lampiran 24. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Simplisia Induk Kunyit Pelarut Etanol

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


1 144,82 -23,56 555,0736
2 194,29 25,91 671,3281
3 168,47 0,09 0,011881
4 184,95 16,57 274,5649
5 162,11 -6,27 39,3129
6 155,66 -12,72 161,7984
∑ x=¿1010,3 ∑ ¿)2= 1702,086
X́ = 168,38

∑ (X − X́ )2 = 1702,086 1702,086
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 340,4172 =18,4 mg/g

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

t hitung1 =
| X− X́| 23,56
1. = = 3,14
SD/ √ n 7,5

t hitung2 =
| X− X́| 25,91
2. = = 3,4546
SD/ √ n 7,5

t hitung3 =
| X− X́| 0,09
3. = = 0,012
SD/ √ n 7,5

t hitung 4 =
| X− X́| 16,57
4. = = 2,2093
SD/ √ n 7,5

t hitung5 =
| X− X́| 6,27
5. = = 0,836
SD/ √ n 7,5
81

t hitung6 =
| X− X́| 12,72
6. = = 1,696
SD/ √ n 7,5

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
18,4
[
= 168,38 ± 4,0321 x(
√6
)
]
= 168,38 ± [ 4,0321 x 7,5 ]

= (168,38 ± 30,2) mg/g


82

Lampiran 25. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Simplisia Induk Kunyit Pelarut Air

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 21,67 0,12 0,0144
2 23,25 1,7 2,89
3 23,32 1,77 3,1329
4 20,92 -0,63 0,3969
5 20,79 -0,76 0,5776
6 19,36 -2,19 4,7961
∑ x=129,31 ∑ ¿)2 = 11,8079
X́ = 21,55

∑ (X − X́ )2 = 11,8079 11,8079
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 2,36158 = 1,53

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

t hitung1 =
| X− X́| 0,12
1. = = 0,1935
SD/ √ n 0.62

t hitung2 =
| X− X́| 1,7
2. = = 2,7419
SD/ √ n 0.62

t hitung3 =
| X− X́| 1,77
3. = = 2,8548
SD/ √ n 0,62

t hitung 4 =
| X− X́| 0,63
4. = = 1,0161
SD/ √ n 0,62

t hitung5 =
| X− X́| 0,76
5. = = 1,2258
SD/ √ n 0,62

t hitung6 =
| X− X́| 2,19
6. = = 3,5322
SD/ √ n 0,62
83

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
1,53
[
= 21,55 ± 4,0321 x(
√6
)
]
= 21,55 ± [ 4,0321 x 0.62 ]

= (21,55 ± 2,51) mg/g


84

Lampiran 26. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Induk Kunyit Segar Pelarut Etanol

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 151,6 -14,8 219,04
2 141,3 -25,1 130,01
3 193,8 27,4 750,76
4 185,2 18,8 353,44
5 169,8 3,4 11,45
6 156,8 -9,6 92,16
∑ x=998,5 ∑ ¿)2 =2056,97
X́ = 166,4

∑ (X − X́ )2 = 2056,97 2056,97
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 411,394 = 20,2

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 14,8
1. t hitung1 = = = 1,796
SD/ √ n 8,24

| X− X́| 25,1
2. t hitung2 = = = 3,046
SD/ √ n 8,24

| X− X́| 27,4
3. t hitung3 = = = 3,325
SD/ √ n 8,24

| X− X́| 18,8
4. t hitung 4 = = = 2,281
SD/ √ n 8,24

| X− X́| 3,4
5. t hitung5 = = = 0,412
SD/ √ n 8,24

| X− X́| 9,6
6. t hitung6 = = = 1,165
SD/ √ n 8,24
85

Lampiran 26. (Lanjutan)

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung


SD
[ ]
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)

20,2
[
= 166,4 ± 4,0321 x(
√6
)
]
= 166,4 ± [ 4,0321 x 8,24 ]

= (166,4 ± 33,25) mg/g


86

Lampiran 27. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Kunyit Segar Pelarut Air

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 8,98 -0,08 0,0064
2 9,85 -0,79 0,6241
3 8,84 -0,22 0,0484
4 8,97 -0,09 0,0081
5 8,91 -0,15 0,0225
6 8,84 -0,22 0,0484
∑ x=¿54,39 ∑ ¿)2 = 0,7579
X́ = 9,06

∑ (X − X́ )2 = 0,7579 0,7579
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 0,15158 = 0,38

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,08
1. t hitung1 = = = 0,5333
SD/ √ n 0,15

| X− X́| 0,79
2. t hitung2 = = = 5,2666 ( Ditolak)
SD/ √ n 0,15

| X− X́| 0,22
3. t hitung3 = = = 1,4666
SD/ √ n 0,15

| X− X́| 0,09
4. t hitung 4 = = = 0,6
SD/ √ n 0,15

| X− X́| 0,15
5. t hitung5 = = =1
SD/ √ n 0,15

| X− X́| 0,22
6. t hitung6 = = = 1,4666
SD/ √ n 0,15
87

Untuk itu perhitungan di ulangi dengan cara yang sama tanpa mengikut sertakan

data ke-2

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 8,98 0,08 0,0064
2 8,84 -0,06 0,0036
3 8,97 0,07 0,0049
4 8,91 0,01 0,0001
5 8,84 -0,06 0,0036
∑ x=¿44,54 ∑ ¿)2 = 0,0186
X́ = 8,90

∑ (X − X́ )2 = 0,0186 0,0186
SD =
√ n−1 √ 5−1
=
√ 4
= √ 0,00465 = 0,06

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 5 (dk = 4), t tabel = 4,6041

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,08
1. t hitung1 = = =4
SD/ √ n 0,02

| X− X́| 0,06
2. t hitung2 = = =3
SD/ √ n 0,02

| X− X́| 0,07
3. t hitung3 = = = 3,5
SD/ √ n 0,02

| X− X́| 0,01
4. t hitung 4 = = = 0,5
SD/ √ n 0,02

| X− X́| 0,06
5. t hitung5 = = =3
SD/ √ n 0,02
88

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
0,06
[
= 8,90 ± 4,0321 x(
√5
)
]
= 8,90 ± [ 4,0321 x 0.02 ]

= (8,90 ± 0,1235) mg/g


89

Lampiran 28. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Simplisia Kunyit Pelarut Etanol

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 155,5 -2,4 5,76
2 156,2 -1,7 2,89
3 162,3 4,4 19,36
4 164,0 6,1 37,21
5 155,9 -2 4
6 153,8 -41 16,81
∑ x=¿947,7 ∑ ¿)2 = 86,03
X́ = 157,9

∑ (X − X́ )2 = 86,03 86,03
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 17,206 = 4,14

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 2,4
1. t hitung1 = = = 1,4201
SD/ √ n 1,69

| X− X́| 1,7
2. t hitung2 = = = 1,0059
SD/ √ n 1,69

| X− X́| 4,4
3. t hitung3 = = = 2,6035
SD/ √ n 1,69

| X− X́| 6,1
4. t hitung 4 = = = 3,6035
SD/ √ n 1,69

| X− X́| 2
5. t hitung5 = = = 1,1834
SD/ √ n 1,69

| X− X́| 4,1
6. t hitung6 = = = 2,4260
SD/ √ n 1,69
90

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung


SD
[ ]
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)

4,14
[
= 157,9 ± 4,0321 x(
√6
)
]
= 157,9 ± [ 4,0321 x 1,69 ]

= (157,9 ± 6,81) mg/g


91

Lampiran 29. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Kunyit Simplisia Pelarut Air

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 11,0 0,6 0,36
2 10,1 -0,3 0,09
3 10,2 -0,2 0,04
4 10,0 -0,4 0,16
5 9,97 -0,43 0,1849
6 11,5 1,1 1,21
∑ x=¿62,77 ∑ ¿)2 = 2,0449
X́ = 10,4

∑ (X − X́ )2 = 2,0449 2,0449
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 0,40898 = 0,63

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,6
1. t hitung1 = = = 2,4
SD/ √ n 0,25

| X− X́| 0,3
2. t hitung2 = = = 1,2
SD/ √ n 0,25

| X− X́| 0,2
3. t hitung3 = = = 0,8
SD/ √ n 0,25

| X− X́| 0,4
4. t hitung 4 = = = 1,6
SD/ √ n 0,25

| X− X́| 0,43
5. t hitung5 = = = 0,68
SD/ √ n 0,25

| X− X́| 1,1
6. t hitung6 = = = 4,4 (Ditolak)
SD/ √ n 0,25
92

Untuk itu perhitungan di ulangi dengan cara yang sama tanpa mengikut sertakan

data ke-6

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 11,0 0,8 0,64
2 10,1 -0,1 0,01
3 10,2 0 0
4 10,0 0,2 0,04
5 9,97 0,23 0,0529
∑ x=¿51,27 ∑ ¿)2 = 0,7429
X́ = 10,2

∑ (X − X́ )2 = 0,7429 0,7429
SD =
√ n−1 √ 5−1
=
√ 4
= √ 0,185725 = 0,43

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 5 (dk = 4), t tabel = 4,6041

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,08
1. t hitung1 = = = 4,2105
SD/ √ n 0,19

| X− X́| 0,1
2. t hitung = = = 0,5263
SD/ √ n 0,19

| X− X́| 0
3. t hitung3 = = =0
SD/ √ n 0,19

| X− X́| 0,2
4. t hitung 4 = = = 1,0526
SD/ √ n 0,19

| X− X́| 0,23
5. t hitung5 = = = 0,0121
SD/ √ n 0,19
93

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
0,43
[
= 10,2 ± 4,0321 x(
5
) ]
= 10,2 ± [ 4,0321 x 0,19 ]

= (10,2 ± 0,88) mg/g


94

Lampiran 30. Analisa Data Secara Statistik untuk Menentukan Rentang Kadar
Segar Kunyit Pelarut Etanol

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 15,4 0.9 0,81
2 14,8 0,3 0,09
3 14,1 -0,4 0,16
4 14,1 -0,4 0,16
5 14,4 -0,1 0,01
6 14,2 -0,3 0,09
∑ x=87 ∑ ¿)2 = 1,32
X́ = 14,5

∑ (X − X́ )2 = 1,32 1,32
SD =
√ n−1 √ 6−1
=
√ 5
= √ 0,264 = 0,51

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 6 (dk = 5), t tabel = 4,0321

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,9
1. t hitung1 = = = 4,5 (Ditolak)
SD/ √ n 0,20

| X− X́| 0,3
2. t hitung2 = = = 1,5
SD/ √ n 0,20

| X− X́| 0,4
3. t hitung3 = = =2
SD/ √ n 0.20

| X− X́| 0,4
4. t hitung 4 = = =2
SD/ √ n 0,20

| X− X́| 0,1
5. t hitung5 = = = 0,5
SD/ √ n 0,20

| X− X́| 0,3
6. t hitung6 = = = 1,5
SD/ √ n 0,20
95

Untuk itu perhitungan di ulangi dengan cara yang sama tanpa mengikut sertakan

data ke-1

No Kadar (X) (mg/g) X- X́ ( X − X́ )2


.
1 14,8 0,48 0,2304
2 14,1 -0,22 0,0484
3 14,1 -0,22 0,0484
4 14,4 0,08 0,00064
5 14,2 -0,12 0,0144
∑ x=71,6 ∑ ¿) = 0,34224
2

X́ = 14,32

∑ (X − X́ )2 = 0,34224 0,34224
SD =
√ n−1 √ 5−1
=
√ 4
= √ 0,08556 = 0,29

Dasar penolakan data adalah apabila t tabel ≤t hitung dengan tingkat kepercayaan

99% maka nilai α = 0,01; n = 5 (dk = 4), t tabel = 4,6041

t hitung =
| X− X́|
SD/ √ n

| X− X́| 0,48
1. t hitung1 = = =4
SD/ √ n 0,12

| X− X́| 0,22
2. t hitung2 = = = 1,8333
SD/ √ n 0,12

| X− X́| 0,22
3. t hitung3 = = = 1,8333
SD/ √ n 0,12

| X− X́| 0,08
4. t hitung 4 = = = 0,666
SD/ √ n 0,12

| X− X́| 0,12
5. t hitung5 = = =1
SD/ √ n 0,12
96

Semua data dari keenam pengulangan diterima karena t tabel>t hitung

SD
[
µ = X́ ± t ( α / 2) dk X (
√n
)
]
0,29
[
= 14,32 ± 4,0321 x(
5
) ]
=14,32 ± [ 4,0321 x 012 ]

= (14,32 ± 0,55) mg/g


97

Lampiran 31. Daftar Nilai Distribusi t

Anda mungkin juga menyukai