Anda di halaman 1dari 32

Bahan Kuliah

BIOFARMASI

SEDIAAN YANG DIBERIKAN MELALUI KULIT

PROF DR. M. Timbul Simanjuntak,M.Sc, APT


Pendahuluan
 Kulit merupakan :

1. Bahagian terbesar dari organ tubuh, rata-rata kulit manusia dewasa luas
permukaan 2 m2 dan berperan sbg lapisan pelindung tubuh terhadap
pengaruh luar baik secara fisik maupun kimia.
2. Sawar (barrier) fisiologik yang penting,karena mampu menahan
penembusan gas ,cairan maupun padatan dari luar tubuh maupun dari
komponen organisme

Menurut Rothman, S thn 1945, penyerapan perkutan merupakan


gabungan fenomena penembusan suatu senyawa dari lingkungan luar
ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena penyerapan dari struktur kulit
ke dalam peredaran darah atau getah bening.
Sediaan obat dapat menembus kulit dengan jalan (cara) sebagai
berikut :

1. Diantara sel-sel dari stratum corneum


2. Melalui saluran folikel rambut
3. Melalui kelenjar keringat (sweat glands)
4. Melalui kelenjar sebaseus (sebaceous glands)
5. Melalui sel-sel dari stratum corneum

Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit seperti faktor-faktor


fisikokimia dan pato-fisiologik yang mempengaruhi permeabilitas kulit,
sangat diperlukan untuk merancang formula dan bentuk sediaan yang
sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki
1. SUSUNAN ANATOMI DAN FISILOGI KULIT

Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, menutupi


seluruh permukaan tubuh dan terdiri dari 5% berat tubuh. Kulit juga berperanan
dalam pengaturan suhu tubuh, mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta
untuk mengeluarkan (ekskresi) kotoran atau sis-sisa metabolisme.
Kulit secara umum tersusun atas 3 lapisan yang berbeda secara
berturutan dari luar ke dalam lapisan epidermis, lapisan dermis yang tersusun atas
pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung syaraf dan lapisan
jaringan di bawah kulit yang berlemak atau yang disebut hipodermis.
Kulit mempunyai bahagian lain yaitu, kelenjar keringat dan kelenjar sebum
(glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hypodermis atau dermis dan
bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak berkesinambungan
pada epidermis.

1.1 Epidermis.
Adalah permukaan paling luar dari kulit, yang merupakan tempat sediaan
obat digunakan. Menurut Montagna, Lobitz dan Jarret, epidermis merupakan
lapisan epitel dengan tebal rata-rata 200 μm, mempunyai sel-sel yang
berdiferensiasi terhadap kreatinisasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju
ke bahagian sebelah luar (permukaan).
Epidermis dibedakan atas 2 bagian:
Lapisan malfigi berupa sel yang hidup, dan menempel pada dermis
2. Lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang
mengalami keratinisasi.
Secara umum epidermis terdiri atas 5 lapisan:
1. stratum corneum (lapisan tanduk)
2. stratum lucidum (zone barrier)
3. stratum granulosum (lapisan glanular)
4. stratum malpighii (lapisan sel prickle)
5. stratum germinativum (lapisan sel basal)
1.2 Bagian Kulit
Bagian kulit menurut Montagna W., dkk, 1958, terdiri dari sistem
pilosebasea dan kelenjar sudoripori.
Pada umumnya kelenjar sebasea menempel pada folikel rambut,
kecuali untuk beberapa daerah yang mempunyai rambut cukup jarang dn
terletak pada jarak sekitar 500 μm dari permukaan kulit, seperti kelenjar
eksokrin, holokrin dan getah sebum. Bagian yang mengeluarkan getah
dibentuk dari suatu membran basal yang ditutup oleh lapisan germinatif
yang berkembang ke arah pusat kelenjar disertai perubahan lipida dan
peniadaan intinya. Serpihan dari isi sel yang mati selanjutnya dikeluarkan
lewat sebuah ssaluran pembuangan yang sangat pendek.
2. BERBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES LDA OBAT PADA
PEMBERIAN SECARA PERKUTAN
2.1 PENYERAPAN (ABSORPSI)
Faktor-faktor yang dapat mengubah ketersediaan hayati zat aktif yang
terdapat dalam sediaan dioleskan pada kulit, seperti :

2.1.1 Lokalisasi Sawar (Barrier)


Kulit mengandung sejumlah tumpukan lapisan spesifik yang dapat mencegah
masuknya bahan-bahan kimia dan hal ini terutama disebabkan oleh adanya lapisan
tipis lipida pada permukaan, lapisan tanduk dan lapisan epidermis malfigi.
Peniadaan secara bertahap lapisan seluler pada lapisan tanduk (stratum
corneum)dengan bantuan suatu plester akan menghilangkan lapisan malfigi dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kulit secara nyata terhadap air.
Sawar (barrier) kulit terutama disusun oleh lapisan tanduk (stratum corneum)
terpisah, juga mampunyai permeabilitas yang sangat rendah dan kepekaan yang
sama seperti kulit utuh (Tregear R., T., 1966; Blank I. H., dkk 1969).
Dengan demikian epidermis mempunyai 2 pelindung , yang pertama adalah
pelindung sawar spesifik yang terletak pada lapisan tanduk (stratum corneum) yang
salah satu elemennya berasal dari kulit dan bersifat impermeabel, dan pelindung
yang kedua terletak di sub-junction dan kurang efektif, dibentuk oleh epidermis
hidup yang permeabilitasnya dapat disamakan dengan membran biologis lainnya.
2.1.2 Jalur Penembusan (Absorpsi)

Penembusan = penetrasi = absorpsi perkutan, terdiri dari pemindahan obat dari


permukaan kulit ke stratum corneum, dibawah pengaruh gradien konsentrasi, dan
berikutnya berdifusi obat melalui stratum corneum yang terletak dibawah epidermis,
melewati dermis dan masuk kedalam mkrosirkulasi.

Kulit berfungsi sebagai sawar pasif untuk difusi molekul. Telah terbukti bahwa
impermiabilitas kulit akan berlangsung lama setelah kulit dipisahkan. Jumlah total
daya difusi (Rkulit) untuk penembusan melalui kulit dijelaskan oleh Chen sbb:

R = Rsc + Re + Rpd

Dimana: R : Daya Difusi


Sc : Stratum corneum
E : epidermis
Pd : lapisan papila dari dermis
Kelenjar sudoripori secara nyata tidak berperan dalam proses
penembusan. Kulit telapak tangan atau telapak kaki mempunyai kelenjar sudoripori
yang berkumpul dalam jumlah yang sangat banyak, 500-800 setiap cm2, namun
tidak lebih permeabel dibandingkan dengan bagian tubuh lainnnya yang jumlahnya
lebih sedikit 200-250 setiap cm2 (Tas J, dkk, 1958; Marzulli E, N, 1962).

Penelitian Blank tahun 1966 dan Scheuplein tahun 1965, telah


membuktikan bahwa lintasan transepidermis atau jalur transfolikuler merupkan
fungsi dari sifat dasar molekul yang dioleskan pada kulit. Senyawa yang mempunyai
bobot molekul kecil dan bersifat lipofil, dapat terdifusi fdan tersebardengan cepat
dalam lapisan tanduk dan dalam lipida yang terdapat pada kelnjar sebasea.

Penyerapan yang terjadi pada kedua tahap tersebut mempunyai intensitas


yang tergantung pada permukaan relatif dari kedua struktur tersebut, senyawa yang
hanya sedikit terdifusi akan melintasi lapisan sebum lebih cepat dibandingkan
dengan yang melalui lapisan tanduk. Pada tahap awal, proses penyerapan lebih
ditentukan oleh lintasan transfolikuler, selanjutnyam pada tahap kedua, karena
perbedaan difusi yang terjadi dalam lapisan tanduk maka lintasan transepidemis
yang lebih menentukan
2.1.3 Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan

Adanya daerah penyimpanan di stratum corneum telah dibuktikan dengan


percobaan oleh Vickers, dengan cara menyuntikkan intradermis dari triamsinolon
asetonida. Pada cara ini, sesudah penutupan daerah injeksi, tidak digunakan suatu
bahan penyempit pembuluh darah dan hormon tidak dapat ditahan dalam lapisan
kulit yang lebih dalam. Adanya penahanan lapisan kortikoid oleh lapisan tanduk
dapat diperlihatkan dengan autocardiografi.

Lapisan tanduk (stratum corneum) bukan meru[pakan satu-satunya


penyebab terjadinya fenomena penahanan senyawa pada kulit, dalam hal tertentu
dermis berperan sebagai depo, seperti yang telah dibuktikan dengan percobaan
oleh Wepierre, J, dkk, 1965, bahwa pcymen tertimbun pada lemak hipodermis
testosteron dan benzilalkohol tertahan dalam dermis (Menczel E, dkk, 1970;
Menczel E, dkk, 1972). Penimbunan senyawa dalam jaringan kulit yang lebih dalam,
terjadi pada oestradiol, tiroksin, trijodotironin (James M, dkk, 1974), dan aesin (Lang
W, 1974). Penahanan senyawa, baik lapisan tanduk maupun sel-sel yang hidup
tidak mengikuti mekanisme yang sama dan tidak pula mengakibatkan efek yang
sama. Dalam hal penahanan setempat pada struktur lapisan tanduk, pengikatan
senyawa, sebagain besar tergantung kepada koefisien partisi lipida yang
bersangkutan dan senyawa lain pada lapisan tanduk (stratum corneum).
Ternyata penahanan senyawa dalam jaringan dibawah kulit hanya terjadi
pada bahan-bahan yang diserap secar berkesinambungan, terutama untuk bahan-
bahan yang mempunyai efek depo.

2.2 FAKTOR FISIOLOGIK YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN PERKUTAN

2.2.1. Keadaan dan Umur Kulit


Pada keadaan patologis yang ditunjukkan oleh perunbhan sifat lapisan
tanduk ( stratum corneum); dermatosis dengan eksim, psoriaris, dermatosis
seborheik, maka permeabilitas kulit akan meningkat (Blank, I, H, 1964; Scott A,
1959).

Scott, 1959 membuktikan bahwa kadar hidrokortison yang melintasi kulit


akan berkurang bila lapisan kulit berjamur dan akan meningkat pada kulit dengan
eritemaosis.

Difusi juga tergantung juga pada umur subyek kulit anak – anak lelbih
permeabel dibandingkan dengan kulit dewasa (Feldmann R. T, dkk, 1970; Feiwel M,
1969).
2.2.2 Aliran Darah
Perubahan debit darah ke dalam kulit secara nyata akan mengubah
kecepatan penembusan molekul. Pada sebagian besar obat-obatan lapisan tanduk
merupakan faktor penentu pada proses penyerapan dan debit darah selalu cukup
untuk menyebabkan senyawa menyetarakan diri dalam perjalanannya (Rothmann S,
1954).
Namun, bila kulit luka atau bila dipakai cara iontoforesis untuk zat aktif
(wahlberg J, E, 1965), maka jumlah zat aktif yang menembus akan lebih banyak
dan peranan debit darah merupakan faktor yang menentukan.

2.2.3. Tempat Pengolesan

Jumlah yang diserap untuk jumlah molekul yang sama, akan berbeda dan
tergantung pada susunan anatomi dari tempat pengolesan : kulit dada, punggung,
tangan atau lengan (Cronin E, dkk, 1962; wahlberg J, E, 1965). Perbedaan
ketebalan terutama disebabkan oleh ketebalan lapisan tanduk (stratum corneum)
yang berbeda pada setiap bagian tubuh, tebalnya bervariasi antara 9 μm untuk kulit
kantung zakar sampai 600 μm untuk kulit telapak tangan dan telapak kaki
Sesuai dengan hukum Ficks (Persamaan 3), maka ketebalan membran
yang bermacam-macam akan me3nyebabakan peningkatan waktu laten yang
diperlukan untuk mencapai keseimbangan konsentrasi lapisan tanduk dan di sisi lain
akan menyebabkan pengurangan pengaliran darah.

dQ = Km.D.S.(C1-C2) (persamaan 3)
dt e
Km = Koefisien partisi senyawa terhadap kulit dan pembawa

2.2.4. Kelembaban dan Temperatur

Kelembaban dapat mengembangkan lapisan tanduk dengan cara penguran


bobot jenisnya dan tahanan difusi. Air mula-mula meresap di antara jaringa –
jaringan, kemudian menembus dalam benang keratin, membentuk suatu anyaman
rangkap yang stabil pada daerah polar yang kaya air dan daerah non polar kaya
listrik (Blank, I, H, 1964).
Secara invivo suhu kulit diukur pada keadaan normal, relatif tetap dan tidak
berpengaruh pada peristiwa penyerapan. Sebaliknya secara ivvitro, pengaruh suhu
dengan mudah dapat diatur; Blank dan Scheuplein, 1967 telah membuktikan
bahwa alkohol alifatik, pada suhu antara 0 0C dan 50 0C, peningkatan laju
penyerapannya merupakan fungsi dari suhu.

3. OPTIMASI KETERSEDIAANHAYATI DARI SEDIAAN PERKUTAN

Kemamapuan penembusan dan penyerapan obat dengan pemberian


secara perkutan terutama tergantung pada sifat-sifat fisiko-kimianya.

3.1. Faktor fisiko-kimia

3.1.1. Tetapan Difusi

Bila molekul zat aktif dianggap bulat dan molekul di sekitarnya berukuran
yang sama, maka dengan menggunakan hukum stoke-einstein dapat ditentukan nilai
tetapan difusi.
D = k’ . T
6π . rη
K’ = tetapan Boltzman
T = suhu mutlak
R = jari-jari molekul yang berdifusi
η = kekentalan lingkungan

Senyawa dengan bobot molekul yang rendah akan berdifusi lebih cepat
daripada senyawa dengan bobot molekul tinggi (Wepierre j., 1971; Tregear R., T.,
1966; Stoughton R., B., dkk., 1960), karena akan membentuk ikatan dengan
konstituen membran

3.1.2 Konsentrasi Zat aktif

Jumlah zat aktif yang di serap pada setiap satuan luas permukaan dan
satuan waktu adalah sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media
pembawa. Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit,
maka hukum Ficks tidak dapat lagi diterapkan, karena terjadinya perubahan struktur
membran sebagai akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan
koefisien partisi antara pembawa dan sawar kulit.
3.1.3 Koefisien Partisi
Koefisien partisi pada umumnya ditentukan dari percobaan dengan
menggunakan campuran dua fase,m yaitu air dan pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air. Keseimbangan pembagian senyawa diantara kedua fase
yang ada, yaitu koefisien partisi dinyatakan dengan persamaan 10 :

Cp = Cs
Ce
Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organik dan dalam air

Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang diteliti


terhadap pembawanya ; koefisien partisi yang mendekati satu menunjukkan bahwa
molekul bergerak dalam jumlah yang sama meuju lapisan tanduk dan pembawa.
Dengan demikian senyawa yang mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap
pembawanya tidak dapat berdifusi dengan lapisan tanduk

Nilai koefisien partisi tidak hanyab berkaitan dengan kelarutan relatif


senyawa yang menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan pengikatan
yang reversibel antara senyawa –membran.
3.2. Pemilihan Pembawa
Pada umumnya tujuan akhir dari penelitian tersebut adalah untuk
merancang suatubentuk sediaan yang sesuai diberikan melalui kulit.
Tujuan pertama adalah menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan
pembawa yang dapat mengubah struktur sawar kulit dan meningkatkan penyerapan
senyawa terkait.
Tujuan kedua berkaitan dengan pemilihan bahan pembawa, sehingga
bahan aktif dapat berdifusi dengan mudah ke dalam struktur kulit.
Agar koefisien partisi lebih cenderung berpihak pada lapisan tanduk,
sebaiknya zat aktif lebih mudah larut dalam lapisan tanduk dibandingkan pembawa,
sehingga pembawa mempunyai afinitas yang kecil terhadap senyawa yang dibawa.

3.2.1. Kelarutan dan Keadaan Termodinamika


Aktivitas termodinamika suatu zat aktif dalam pembawa dinyatakan dengan
persamaan 11 (Higuchi T.,J., 1960) :
av = γv . Cv (persamaan 11)
av = Aktifitas termodinamika senyawa dalam pembawa
γv = Koefisien aktifitas senyawa dalam pembawa
Cv = Konsentrasi senyawa dalam pembawa
Higuchi T,J, thn 1960 telah menetapkan bahwa difusi molekul terjadi
karena adanya perbedaan potensial termodinaka yang terdapat antara pembawa
dengan struktur lipida dari lapisan tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari
daerah dengan potensial dinamika tinggi menuju daerah dengan potensial yang lebih
rendah. Koefisien partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat
dinyatakan sebagai fungsi koefisien aktifitas termodinamika.
Km = γv ................... (persamaan 12)
γs
γs = Koefisien aktifitas termodinamika senyawa dalam lapisan tanduk (stratum
corneum).
Difusi melewati sawar kulit suatu molekul terlarut dapat dinyatakan dalam
persamaan 13 :
dQ av . D . S (persamaan 13)
=
dt γs . e
Nilai γs tergantung padamembtran biologikdan dapat berubah, sebaliknya
av merupakan fungsi komposisi pembawa; koefisien partisi dan ketersediaanhayati
dapat berubah dengan perubahan pembawa.
3.2.2. Surfaktan dan Emulsi
Kerja surfaktan terhadap peningkatan penembusan sering menyebabkan
iritasi yang diikuti dengan kerusakan sawar kulit. Penembusan air yang mengandung
alkilsulfonat atau sabundengan rantai karbon yang terdiri dari 8 – 18 atom karbon,
dapat menjelaskan hubungan antara intensitas penyerapan air dan kerja iritan
senyawa tersebut (Szakall A.,dkk., 1960). Selain itu dinyatakan dinyatakan juga
bahwa permeabilitas epidermis akan meningkat bila kontak dengan surfaktan anionik
dan kationik berlangsung lebih lama.
Pengaruh basis emulsi, terutama yang berkaitan dengan sistem emulsi
minyak/air (m/a) atau air/minyak (a/m) terhadap penyerapan perkutan zat aktif belum
banyak diketahui, walaupun beberapa hasil penelitian yang saling bertentangan
telah dipublikasikan.

3.2.3. Bahan Pengikat (anhancher) absorbsi zat aktif

Istilah peningkat (enhancher) penembusan (penetrasi), dipakai untuk bahan


yang mempunyai efek langsumg terhadap permeabilitas dari sawar (barrier) kulit.
Pelarut-pelarut organik seperti benzen, alkohol, aseton, telah terbukti dapat
meningkatkan kecepatan penetrasi baik bahan yang larut dalam airatau bahan yang
larut dalam lemak. Pelarut-pelarut higroskopisyang dipakai dalam bentuk murni
tanpa pengenceraan atau larutan yang sedikit diencerkan, akan mengubah struktur
lapisan tanduk yang menyebabkan :
1. Pembengkakan sel dasar
2. Terjadi penggantian air yang terdapat dalam sel dasar

3.2.4. Iontoforesis
Saat ini penyerapan perkutan senyawa kimia yang dapat terdisosiasi dapat
ditingkatkan secara iontoforesis, artinya dengan sedikit pengaliran listrik terus
menerus melintasi kulit yang diolesi (Malkinson F., D., dkk., 1963).Seperti diketahui
kulit mengandung air dalam jumlah sedikit, sehingga kulit dapat dianggap sebagai
kapasitor. Aliran yang dipakai cukup lemah, antara 0,5 – 1 mA/cm2 dengan maksud
agar tidak terjadi kerusakan kulit. Elektroda aktif yang diletakkan pada daerah
pengolesan adalah anoda untuk molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul
bermuatan negatif.
Meskipun teknik iontoforesis telah terbukti dapat meningkatkan absorpsi
perkutan obat-obat yang dapat terionisasi atau obat dalam bentuk ion (meliputi
lidokain, salisilat dan peptida serta protein, misalnya insulin), namun keamanan
secara klinis dan efikasi sistem penyampaian obat mempergunakan teknik
iontoforesis masih harus dievaluasi dan diselidiki secara mendetail.

3.2.5. Interaksi Pembawa (Vesicle) dengan Model Membran Kulit pada Proses
Permiasi
Penelitian untuk menenttukan efek dari pelarut pada absorpsi perkutan
selalu sulit untuk diinterpretasi sebab stratum corneum mempunyai sifat alamiah
yang sangat kompleks dan interaksinya dengan pembawa. Membran polimer
sederhana msmbutuhkan kondisi penanganan yang lebih baik, yang dapat diperileh
dalam bentuk dan ketebalan yang bervariasi dan digambarkan hanya mengalami
sedikit perubahan dalam permeabilitas. Keuntungan yang ditemukan pada
membran sintetik ini menyebabkan digunakannya sebagai model, mempermudah
metodologi validasi dan eksplorasi hubungan fisikokimia. Jumlah pelarut yang
menyebabkan perubahan pada sifat barrier memungkinkan penemuam secara
empiris atau model mekanistik yang mengkarakterisasi perubahan membran.
Tujuan daripada riset ini adalah menemukan metodologi yang meliputi identifikasi,
kuantitasi, dan prediksi dari efek pelarut pada sifat-sifat berrier dari membran
sintetik.
4. EVALUASI KETERSEDIAANHAYATI OBAT YANG DIBERIKAN MALALUI KULIT

Jalur senyawa yang diserap melalui jalur perkutan yang sangat sedikit adn
pada umumnya sulit diketahui, bahkan kadang tidak mungkin, hal ini karena
sensifitas dari metode yang sering digunakan sering tidak memadai.

•Jika senyawa umum dalam tubuh seperti vitamin dan hormon tidak dapat ditentukan
secara langsung maka digunakan runutan radiokatif.
•Senyawa yang tidak berubah ditentukan dengan radioimunologik
• Analsis yang lain secara kromatografi gas dan imunoenzimologi.

4.1. Studi Difusi in vitro


Tujuannya agar dapat menentukan bahan pembawa yang paling sesuai
digunakanuntuk dapat melepaskan zat aktif di tempat pengolesan.
Metoda yang dapat dilakukan antara lain :
•Difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
•Dialisis melalui membran kolodion atau selofan
4.2. Studi Penyerapan (Absorpsi)

Penyerapan perkutan dapat diteliti berdasarkan 2 aspek :


•Penyerapan sistemik
•Lokalisasi senyawa dalam struktur kulit

Dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan lintasan penembusan dan
tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektivitas dari berbagai bahan
pembawa (Wepierre j., 1979).
Absorpsi perkutan telah lama diteliti secara in vivo dengan mempergunakan
senyawa radioaktif atau dengan teknik in vitro mempergunakan sayatan kulit
manusia. Peralatan yang umum digunakan untuk penelitian in vitro dapat dilihat
pada gambar 8 dan gambar 9 pada diktat kuliah.
Sejumlah penelitian telah dilakukan. Untuk memperjelas hal tersebut, maka
prinsip metoda penyerapan perkutan dirangkum dalam tabel II, III, IV yang
mencantumkan pemakaian, kemampuan serta keterbatasan dari setiap metoda pada
diktat kuliah.
4.3. Pembuktian Mekanisme Absorpsi Perkutan dari Sifat Fisikokimia
Teknik umum untuk karakterisasi membran
Seluruh membran mahluk hidup adalah bersifat heterogenus dan disusun
dalam fase makroskopis yang berbeda, dan menentukan difusi pasif molekul
melalui total barrier pada membran sangat diperlukan, dan hal ini tergantung pada
pengaturan adn rangkaian dari fase yang dialami selama transpor. Hukum difusi
sebenarnya adalah bahwa molekul mengikuti lintasan yang bersifat diffusional
resistance yang paling sedikit.
Resistance dari setiap fase yang terdapat dalam membran dapat
dikarakterisasikan dalam istilah khusus yang berhubungan dengan difusi dalam fase,
terhadap seluruh variasi lengkap secara umum. Secara keseluruhan, membran
mungkin dianggap sebagai sejenis penghambat (resistor) rangkaian antara 2 fase.
Masing – masing fase membran menentukan aliran difusi melalui channel dalam
elemen bagian sebelah dalam (interior) membran, yang menghasilkan masing -
masing resistensinya an pengaturannya. Resistensi fase bagian dalam (interior)
diatur baik secara series, secara parlel, atau sebagai pemghambat khusus yang
terbagi rata (dispersed pariculate resistors). Bila pengaturan dalam seluruh bentuk
series, aliran massa atau ”diffusional fluks” melalui membran ditentukan dengan
perjumlahan resistensi lapisan membran. Bila dalam bentuk paralel, fase mendorong
pemisahan aliran yang terjadi, yang secara sederhana meliputi ketidak tergantungan
pada rute, sebagai tambahan terhadap pencapaian keadaan steady state dari
difusi.
Secara matematik aliran steady state (J) pada kasus barrier yang tersusun series
dijelaskan dengan :
J = A 1 (∆C) ............. (1)
R1 + R2 + ....... + Rn

Dimana J adalah unit massa per waktu


∆C adalah penurunan konsentrasi melalui membran yang ditentukan pada
pengadukan yang sempurna, seperti fase eksternal, tetapi bersentuhan (kontak)
dengan membran.

Pengertian 1 ............ (2)


R1 + R2 + ....... + Rn
Merupakan koefisien transfer massa umumnya menunjukkan koefisien permeabilitas.

Difusional fluks ditetapkan sebagai :


J = A . P . (∆C) .............. (3)

Dimana P adalah koefisien permeabilitas, yaitu suatu istilah yang analog dengan
konduktivitas pada persamaan fluks secara listrik.
Difusi melalui membran isotropik, P dinyatakan dalam bentuk yang lebih umum berupa
:
P = DK .............. (4)
h
Dimana D adalah koefisien difusi membran, K adalah koefisien partisi difusant antara
membran dan medium eksternal dan h adalah ketebalan membran.

Hukum Fick’s pertama menyatakan bahwa fluks molekul perunit area


melalui lingkungan isotropik adalah berbanding lurus dengan negatif dari gradien
konsentrasi yaitu :

J = -D dC ................. (5)
A dx

Konsentrasi gradien adalah kecepatan perubahan konsentrasi dengan jarak


yang ditempuh dalam membran. Untuk keadaan sready state proses difusional
bekerja melalui membran isotropik, dan tanpa faktor pengganggu seperti lapisan
hidrodinamik, dC/dx dapat diterangkan dengan (Ch – C0)/h, pengertian konsentrasi
adalah konsentrasi sebenarnya dalam membran pada masing masing antar
permukaan dalamnya.
Kontribusi arus paralel terhadap total arus dari total fluks diperlihatkan dengan :
J = A (f1P1 + f2P2 + ............ + fnPn) . (∆C) ..................... (6)

Dimana f1P1 + f2P2 + ............ + fnPn dinyatakan keseluruhannya sebagai koefisien


permeabilitas P. Fraksional area daripada rute, f1 menjadi penting.

Untuk suatu penyelesaian dibutuhkan pembuktian diantaranya :


1. Ketergantungan partisi analog dan homolog dan pengaruh daripadanya pada
transfer massa melalui titik membran yang berbeda
2. Hubungan pH – partisi dari elektrolit lemah dan pengaruh keunikannya pada
transfer massa sebagai fungsi tipe membran.
3. Teknik penyayatan membran yang mengisolasi bagian membran utnuk penelitian
terpisah.
4. Efek pengadukan yang membantu elusidasi pengaturan lapisan termodinamik.
5. Hubungan antara ukuran molekul dan kemudahan difusi melalui pori – pori
sebenarnya dan ”pori – pori ” yang terbentuk sebagai lapisan interstitial antara
komponen membran padat.
6. Efek kimia dan termal yang mengubah secara selektif sifat barrier dari berbagai
fase membran untuk persiapan isolasi dan penelitian dari membran pada fase
yang berbeda.
7. Teknik inhibisi enzim yang meneliti pengaruh faktor enzim dari kecepatan transfer
massa bruto
5. RELEVANSI DARI PENELITIAN MEMAKAI HEWAN
Berbagai evaluasi dari penelitian absorpsi perkutan pada hewan harus
dilakukan pada spesies berbeda. Bartek M, J, dkk 1972, telah menelitii absorpsi
perkutan dan menemukan penurunan tingkat permeabilitas, yaitu :
kelinci>tikus>babi>manusia.
Senyawa yang mengandung radioaktif digunakan pada permukaan ventral
dari lengan bawah, dan absoprsi ditentukan berdasarkan radioaktifitas yang
dikeluarkan pada urine selama 5 hari pemakaian digunakan hewan kera rhesus.
Kulit dari tikus yang tidajk berbulu atau anak tikus yang baru lahir sangat berguna
untuk skrening absorpsi atau epidermal respon.
Perlu diperhatikan bahwa penelitian tentang absorpsi perkutan pada
hewan, baik in vitro maupun in vivo sebagian besar hanya dapat digunaan untuk
memprediksi aktifitas pada manusia.

6. MODEL IN NUMERO
Saat ini dianjurkan model in numero atau simulasi komputer dari absorpsi
sebagai penghubung (Link) dari penelitian in vivo dan in vitro. Sebagai contoh
adalah pemakaian model dermatofarmakokinetik, yang mirip dengan model
farmokinetik yang digunakan untuk memperlajari uptake dan disposisi Obat.
7. PENUTUP
Sawar kulit terutama dibentuk oleh lapisan tanduk (stratum corneum), yang
merupakan struktur kulit yang mati, serta mampu menghambat penembusan
senyawa kimia. Walaupun demikian kulit bersifat permeabel dan dapat melewatkan
senyawa-senyawa yang penyerapannya terjadi secara difusi pasif. Molekul yang
diserap dengan baik adalah molekul yang larut dalam lemak dan sedikit larut dalam
air.
Daftar Pustaka

Dapat dilihat di diktat kuliah Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai