Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat memanfaatkan tumbuhan obat seringkali tidak mengetahui
kandungan kimia dari tumbuhan tersebut, sehingga dalam menentukan jumlah
dosis pemakaiannya masyarakat hanya mengandalkan pada pengalaman dan
perkiraan semata. Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam obat tradisional
atau tanaman obat selain berkhasiat dapat juga menyebabkan efek samping
(Rohyani dkk,2015).
Berdasarkan hal tersebut, menjadi sangat penting untuk mengetahui
kandungan fitokimia beberapa jenis tumbuhan local yang masih serring dijadikan
tumbuhan obat oleh masyarakat.Uji kandungan kimia dilakukan melalui analisis
fitokimia secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji fitokimia ini masih
merupakan suatu metode pengujian awal dalam upaya untuk mengetahui ada atau
tidaknya kandungansuatu senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan obat local
yang berperan penting dalam penyembuhan penyakit (Rohyani dkk,2015).
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan
tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh TSWETT, ia
telah menggunakannya untuk pemisahan pemisahan senyawa yang berwarna, dan
nama kromatrografi diambilkan dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian
pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama dan hampir
kebanyakan pemisahan-pemisahan secara kromatografi sekarang diperuntukkan
pada senyawa-senyawa yang tidak berwarna (Sastrohamidjojo, 1985).
Keuntungan dari semua jenis kromatografi yaitu merupakan metode
pemisahan senyawa yang paling cepat, mudah dan menggunakan peralatan yang
murah dan sederhana yang dapat dilakukan disemua laboratorium. (kecuali untuk
kromatografi gas) sehingga untuk senyawa yang kompleks dapat dipisahkan
dengan mudah. Keuntungan lebih lanjut adalah hanya membutuhkan campuran
cuplikan yang sangat sedikit sekali, bahkan justru tak mungkin menggunakan
jumlah yang lebih besar dalam kromatografi dan pekerjaan yang dapat diulang
atau digunakan terus menerus (Sastrohamidjojo, 1985).

1
1.2 Prinsip Percobaan
Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna
harus ditampakkan (dideteksi).

1.3 Tujuan Percobaan


- Untuk melakukan identifikasi senyawa kimia antrakuinon dari glikosida
pada tumbuhan yang mengandung golongan senyawa kimia antrakuinon
glikosida.
- Untuk melakukan penentuan golongan senyawa kimia antrakuinon
glikosida dengan teknik kromatografi lapis tipis.
- Untuk mengetahui harga Rf.

1.4 Manfaat Percobaan


- Praktikan dapat melakukan identifikasi senyawa kimia antrakuinon dari
glikosida pada tumbuhan yang mengandung golongan senyawa kimia
antrakuinon glikosida.
- Praktikan dapat melakukan penentuan golongan senyawa kimia
antrakuinon glikosida dengan teknik kromatografi lapis tipis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan


2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Family : Liliceae
Genus : Aloe
Species : Aloe vera (Afiyanti, 2008).

2.1.2 Morfologi Tanaman dan Habitat


Lidah buaya (Aloe vera L) merupakan tanaman asli Afrika, yang memiliki
ciri fisik daun berdaging tebal, sisi daun berduri, panjang mengecil pada
ujungnya, berwarna hijau, dan daging daun berlendir. Pada awalnya lidah buaya
sebagai tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah. Lidah buaya tumbuh
subur di daerah yang berhawa panas dan terbuka dengan kondisi tanah yang
gembur dan kaya bahan organik. Pembudidayaan lidah buaya tergolong sangat

3
mudah dan tidak memerlukan biaya dan perawatan yang besar. Hal ini akan
mendorong dan pertimbangan untuk menjadikan lidah buaya sebagai bahan baku
makanan ( Sudarto, 1997).
Lidah buaya (Aloe vera L) pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad
ke-17 dibawa oleh petani keturunan Cina. Tanaman ini dijadikan sebagai tanaman
hias yang ditanam sembarang di pekarangan rumah dan digunakan sebagai bahan
kosmetik yaitu untuk penyubur rambut. Baru pada dekade 1990-an, tanaman ini
dilirik menjadi bahan baku untuk industri makanan dan minuman yang berkhasiat
menyehatkan (Furnawanthi, 2002).
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia
dan Amerika. Hal ini disebabkan bagian stomata daun lidah buaya dapat tertutup
rapat pada musim kemarau karena untuk menghindari hilangnya air daun. Lidah
buaya juga dapat tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk
tanaman yang efisien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologi tumbuhan,
tanaman ini termasuk tanaman yang tahan kekeringan (Afiyanti, 2008).
Lidah buaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai daerah
pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tumbuhnya menyebar
keseluruh dunia mulai daerah tropika sampai ke daerah sub tropika. Tanah yang
dikehendaki lidah buaya adalah tanah subur, kaya bahan organik dan gembur.
Kesuburan tanah pada lapisan olah sedalam 30 cm sangat diperlukan, karena
akarnya yang pendek tanaman ini tumbuh baik di daerah bertanah gambut yang
pHnya rendah (Afiyanti, 2008).

2.1.3 Komponen atau Kandungan Lidah Buaya


Unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam daging lidah buaya menurut
para peneliti antara lain : lignin, saponin, anthraquinone, vitamin, mineral, gula
dan enzim, monosakarida dan polisakarida, asam-asam amino essensial dan non
essensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
yang menyangkut kesehatan tubuh. Kekayaan akan kandungan bahan yang
didapat berfungsi sebagai bahan kosmetik, obat dan pelengkap gizi menjadikan
lidah buaya sebagai tanaman ajaib, karena tidak ada lagi tanaman lain yang
mengandung bahan yang menguntungkan bagi kesehatan selengkap yang dimiliki

4
tanaman tersebut. Di samping itu keistimewaan lidah buaya terletak pada selnya
yang mampu untuk meresap di dalam jaringan kulit, sehingga banyak menahan
kehilangan cairan yang terlalu banyak dari dalam kulit.

2.1.4 Nama Lain/Nama Daerah


Iat baya (Jawa), letah buaya (Sunda), lidah buaya (Melayu) (Afiyanti,
2008).

2.1.5 Manfaat Lidah Buaya


- Penyubur Rambut
Pilih daun lidah buaya segar secukupnya, lalu dibelah, ambil daging daun
yang seperti agar-agar, lalu digosokkan ke kulit kepala, bungkus rambut
dengan kain, lalu biarkan selama 30 menit agar ramuan meresap ke kulit
kepala sebelum dicuci.
- Luka Bakar atau Tersiram Air Panas yang Ringan
Tempelkan daging daun lidah buaya ke bagian yang saki.
- Bisul
Daging daun lidah buaya yang telah ditambahkan garam ditempelkan pada
bisul.
- Wasir
Siapkan setengah daun lidah buaya, buang durinya lalu dicuci bersih, parut
daun tersebut dan tambahkan setengah cangkir air matang dan 2 sendok
makan madu. Aduk rata campuran tersebut lalu disaring. Minum sehari 3
kali.
- Kencing Darah
Petik 15 gram daun lidah buaya segar. Peras daun tersebut lalu ambil
airnya. Tambahkan 50 gram gula dan sedikit air beras kedalam perasan
sebelum diminum.
- Sifilis
Potonglah bunga lidah buaya, lalu rebus dengan daging lidah buaya dan
sedikit air. Diminum sehari 3 kali ( Afiyanti, 2008).

5
2.2 Uraian Umum
Glikosida adalah suatu senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula
(glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa
glukosa disebut glikosida. Gula pada umunya berupa fruktosa, laktosa, galaktosa,
dan manosa, tapi dapat juga berupa gula yang khusus seperti sarmentosa
(saremntosimarin), oleandrosa (oleandrin), simarosa (simarin), dan rutinosa
(rutin). Glikosida dibedakan menjadi a-glikosida dan b-glikosida (Sirait, 2007).
Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk beta. Pembagian
glikosida dapat dilakukan:
1. Berdasarkan glikon
2. Berdasarkan aglikon
3. Berdasarkan khasiat
Pembagian yang banyak digunakan, yakni yang berdasarkan aglikon,
namun pembagian tersebut tidak mutlak sering juga dilakukan variasi. Umumnya
glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam
memerlukan panas. Hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas. Pada tanaman,
hidrolisis oleh enzim terjadi pada proses perkecambahan, luka, dan aktivitas
fisiologis dari sel (Sirait, 2007).
Pengelompokan glikosida berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon
dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O,
contohnya : salisin.
2. 2.S- glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S,
contohnya : sinigrin.
3. 3.N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N,
Contohnya: kronotosida.
4. 4.C- glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C,
contohnya : barbaloin (Sirait, 2007).
Glikosida Antrakuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai
kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus
karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk
tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu:

6
benzokuinon,naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok
pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam
bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol
(Harborne,1987).
Pada saat mengidentifikasi pigmen dari tumbuhan baru, harus diingat
bahwa hanya sedikit saja antrakuinon yang terdapat secara teratur dalam tumbuhan. Yang
paling sering dijumpai ialah emodin, sekurang-kurangnyaterdapat dalam enam
suku tumbuhan tinggi dan dalam sejumlah fungus (Harborne, 1987).
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia
Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam
tanaman dengan cara perkolasi ekstrak potreleum eter dalam kolom gelas yang
berisi kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik
pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia
analisis dan dapat dimanfaatkan untuk analisis, baik analisis kuantitatif, kualitatif,
atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya.
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Sastrohamidjojo, 1985).
Teknik kromtografi telah berkembang Dan telah digunakan untuk
memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks,
baik komponen organik maupun komponen anorganik (Sastrohamidjojo, 1985).
Kromatografi berasal dari kata “chroma” yang berarti warna dan
“graphein” yang berarti menulis, untuk menggambarkan pekerjaan Tswett pada
pemisahan zat warna di atas. Selama penelitiannya, Tswett mengamati pengaruh-
pengaruh pada pemisahan zat warna dengan menggunakan bahan yang berbeda
dalam kolom serta dengan ukuran partikel yang berbeda (Gritter, 1991).
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa
yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia
dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu
pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia
adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Dewi dkk., 2013).

7
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Alat
Batang pengaduk, cawan porselin, gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi,
lumpang, alu, aluminium foil, pisau, tisu, kertas saring, pipet tetes, kertas karkil,
pensil warna, pinset, penjepit tabung, spot plate, penyemprot, beaker glass, brush
tabung, chamber, corong, cutter, kapas, karet, koran, oven, penangas air,
penggaris, penotol, plastik, serbet, dan spatula.

3.2 Bahan
Ekstrak lidah buaya, etil asetat, metanol, akuades, n-propanol, kalium
hidroksida 10% dalam etanol.

3.3 Prosedur
3.3.1 Penyiapan Ekstrak
- Ditimbang 5 gr lidah buaya.
- Diekstraksi dengan pemanasan selama 5 menit di penangas air
menggunakan 50 ml metanol.
- Disaring.
- Diambil filtratnya.
- Dipekatkan filtrat sampai sepertiga dari volume awal.

3.3.2 Pemisahan antrakuinon ekstrak kulit buah delima dengan KLT


Fase diam : Plat pra lapis tipis silika gel GF254
Fase gerak : etil asetat-metanol-akuades (100:17:13)
Penampak bercak : LP Dragendorff

- Dijenuhkan chamber dengan pelarut pengembang, caranya 2/3 bagian


chamber dilapisi kertas saring.
- Dimasukkan pelarut pengembang ke dalamnnya.
- Ditotolkan larutan ekstrak alkaloida pada plat KLT sampai jenuh.

8
- Diamkan plat KLT selama 15 menit.
- Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang sudah jenuh (chamber
dikatakan jenuh apabila seluruh kertas saring telah dibasahi oleh pelarut
pengembang).
- Dikeluarkan plat KLT lalu dikeringkan.
- Disemprot plat KLT dengan larutan penampak bercak (Dragendorff).
- Diamati noda yang terjadi.
- Dihitung harga Rfnya.

9
3.4 Flowsheet
3.4.1 Penyiapan Ekstrak

5 gr lidah buaya

Diekstraksi dengan pemanasan selama 5 menit di


Penangas air menggunakan 50 ml metanol.

Disaring Filtrat

Dipekatkan sampai sepertiga volume awal.

Ekstrak

3.4.2 Pemisahan antrakuinon ekstrak kulit buah delima dengan KLT

Chamber

Dijenuhkan chamber dengan pelarut pengembang, caranya


2/3 bagian chamber dilapisi kertas saring.
Dimasukkan pelarut pengembang ke dalamnnya.
Ditotolkan larutan ekstrak alkaloida pada plat KLT sampai
jenuh.
Diamkan plat KLT selama 15 menit.
Dimasukkan plat KLT ke dalam chamber yang sudah
jenuh (chamber dikatakan jenuh apabila seluruh kertas
saring telah dibasahi oleh pelarut pengembang).
Dikeluarkan plat KLT lalu dikeringkan.
Disemprot plat KLT dengan larutan penampak bercak.
Diamati noda yang terjadi.
Dihitung harga Rfnya.

Hasil

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil percobaan identifikasi senyawa kimia tumbuhan

Warna dan harga Rf sebelum


Visualisasi : Rf1= 1,5/8 = 0,1875 (coklat)

Kesimpulan jumlah minimal


Senyawa yang teridentifikasi : 1 senyawa
Warna dan harga Rf sesudah
Visualisasi : Rf1= 1,5/8 = 0,1875 (kuning)
Rf2= 1,8/8 = 0,225 (coklat)
Kesimpulan minimal senyawa
Yang terdeteksi : 2 senyawa
Kesimpulan akhir minimal
Senyawa teridentifikasi : 3 senyawa
Kesimpulan akhir minimal
Senyawa antrakuinon glikosida
Yang teridentifikasi : 2 senyawa

4.2 Pembahasan

11
Hasil pada pemisahan antrakuinon dan pemurnian secara kromatografi
lapis tipis juga mendapatkan hasil yang positif. Ekstrak lidah buaya yang diisolasi
pada plat dengan fase gerak etil atetat-metanol-akuades (100:17:13) sebelum
visualisasi menghasilkan Rf = 0.1875 (warna coklat). Setelah penyemprotan
dengan kalium hidroksida 10% dalam etanol plat dengan fase gerak etil atetat-
metanol-akuades (100:17:13) menghasilkan Rf1 = 0,1875 (kuning) dan Rf2 =
0,225 (coklat).
Glikosida antrakuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai
kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus
karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbo-karbon. Untuk
tujuan identifikasi kuinon dapat dibagi atas empat kelompok yaitu:
benzokuinon,naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok
pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat fenol serta mungkin terdapat dalam
bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol
(Harborne,1987).
Antrakuinon merupakan golongan dari senyawa glikosida termasuk
turunan kuinon. Antrakuinon merupakan senyawa kristal bertitik leleh tinggi, dan
larut dalam pelarut organik dan basa. Antrakuinon mudah terhidrolisis. Senyawa
antrakuinon dan turunannya seringkali berwarna kuning sampai merah sindur
(oranye). Untuk identifikasi senyawa antrakuinon digunakan reaksi Borntraeger.
Semua antrakuinon memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi
Borntraeger. Jika larutan ditambah dengan ammonia maka larutan tersebut akan
berubah warna menjadi merah untuk antrakuinon dan kuning untuk antron dan
diantron. Antron adalah bentuk antrakuinon yang kurang teroksigenasi dari
antrakuinon, sedangkan diantron terbentuk dari dua unit antron.

BAB V

12
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
- Dalam percobaan skrining glikosida antrakuinon menggunakan lidah
buaya didapatkan lapisan warna merah pada lapisan air setelah di
tambahkan 2 ml FeCl3 + 8 ml air + 5 ml HCl + 2 ml NaOH sedangkan
lapisan benzen nya tidak berwarna. Hal ini menunjukkan adanya senyawa
kimia golongan antrakuinon glikosida pada lidah buaya.
- Hasil pada pemisahan antrakuinon dan pemurnian secara kromatografi
lapis tipis juga mendapatkan hasil yang positif. Ekstrak lidah buaya yang
diisolasi pada plat dengan fase gerak etil atetat-metanol-akuades
(100:17:13) sebelum visualisasi menghasilkan Rf = 0.1875 (warna coklat).
Setelah penyemprotan dengan kalium hidroksida 10% dalam etanol plat
dengan fase gerak etil atetat-metanol-akuades (100:17:13) menghasilkan
Rf1 = 0,1875 (kuning) dan Rf2 = 0,225 (coklat).

5.2 Saran
- Pada praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan sampel yang berbeda
seperti daun mengkudu dan tanaman kopi-kopian.
- Pada praktikum selanjutnya dilakukan uji senyawa yang lain misalnya uji
senyawa antrasena.

DAFTAR PUSTAKA

13
Afriyanti. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Jakarta: Salemba
Medika. Halaman 75-80.
Dewi dkk. 2013. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponan Utama Ekstrak
Metanol Kulit Durian Varietas Petruk. Surakarta: FMIPA FKIP UNS.
Furnawanthi, I. (2002). Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya si Tanaman Ajaib.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB.
Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan K. Padmawinatadan I. Soediro. Bandung. ITB
Press.Herbert, R.B. (1989). The Biosynthesis of Secondary Metabolism.
New York Campman and Hall 29 West 35th Street.
Rohyani dkk,. (2015). Kandungan Fitokimia Beberapa Jenis Tumbuhan Lokal
yang Dimanfaatkan Sebagai Bahan Baku Obat. Indonesia. Vol 1, No. 2:
388-391.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Yogyakarta: Liberty.
Sudarto, Y. (1997). Lidah Buaya. Yogyakarta: Kanisius.
Sirait, M. (2007). Penuntun Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.

14

Anda mungkin juga menyukai