Disusun oleh :
Kelompok 3
Rizky Mailalhaq
260112130510
Syamza
260112130511
Berty Puspitasari
260112130512
Megawati
260112130513
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena bimbingan dan
penyertaan-Nya, sehingga kelompok ini dapat menyelesaikan resume guna
memenuhi tugas Farmasi industri yang berjudul Regulasi Industri Farmasi.
Tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih atas bimbingan Dosen Mata
Kuliah Farmasi Industri, orang tua kami atas dukungannya, serta pihak-pihak lain
yang namanya tak bisa disebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu atas
terselesainya resume ini.
Makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca tetap kami tunggu
untuk penyempurnaan pembuatan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para
pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
mempengaruhi atau
1.2.2
1.2.3
BAB II
ISI
CPOB
WHO mengajukan konsep Good Practices in the Manufacture and
Quality Control of Drugs, kemudian Indonesia mengadopsi GMP tersebut pada
tahun 1971. Indonesia ditunjuk sebagai koordinator untuk menyusun Pedoman
CPOB Cara Produksi Obat yang Baik yang berlaku bagi negara-negara
ASEAN. Tahun 1984 tersusunlah ASEAN Goods Manufacturing Practices
Guidelines edisi I setelah direvisi dan diperbaiki terbit edisi II tahun 1988.
Pedoman CPOB merupakan pedoma resmi melalui SK Menkes RI No
43/Menkes/SK/II/1988 tanggal 2 Februari 1989. Pada tanggal 16 Desember
1989 dikeluarkan SK Dirjen POM No 05411/A/SK/XII/89 tentang Penerapan
CPOB pada Industri Farmasi.
Obat merupakan substansi kimia yang digunakan untuk menyelamatkan
jiwa atau berfungsi memulihkan atau memelihara kesehatan. Berdasarkan
pentingnya fungsi tersebut maka dalam pembuatannya obat harus terjamin
kulitasnya.
Industri Farmasi merupakan produsen yang bertanggung jawab dalam
pembuatan obat, dalam perannya tersebut industri farmasi harus menjamin
bahwa obat yang akan di produksi harus memenuhi Efficacy, Safety, and
Quality yang terjamin. Oleh karena itu, untuk menjamin dan memastikan mutu
dari obat tersebut maka dibuatlah suatu aturan baku dalam dunia industri farmasi
yakni CPOB.
Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CPOB,
adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat
yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan CPOB adalah
bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk
(Peraturan Kepala BPOM, 2012).
CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi industri
farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya. Pedoman CPOB
disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industri farmasi dalam menerapkan
cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses
pembuatan obat. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu.
Industri farmasi memiliki kekhususan dibanding industri lainnya. Selain
mempunyai potensi strategis berupa potensi ekonomi dan teknologi, potensi
strategis industri farmasi yang lain adalah potensi sosial. Industri farmasi
berperan
dalam
menjamin
dan
memperbaiki
kesehatan
masyarakat,
perkembangan teknologi
farmasi,
konsep serta
i. Membuat/meracik obat berasal dari bahan obat yang murni dan bermutu
tinggi dan atau memenuhi syarat Farmakope Indonesia dan atau
farmakope lain apabila monografinya tidak terdapat di Farmakope
Indonesia.
ii. Mengadakan pemeriksaan mutu dan kemurnian bahan obat terlebih
dahulu sebelum mengerjakan pembuatan/peracikan.
iii. Membuat/meracik obat menurut syarat-syarat kuantitatif dan kuaalitatif
menurut ketentuan-ketentuan Direktorat Urusan Farmasi Departemen
Kesehatan.
2. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 90/Kab/B.VII/71 tahun 1971
setelah
itu
berdasarkan
KEPMENKES RI No.
1971
1988
1989-1994
1990
Sertifikasi CPOB
2001
2005
2006
2007
2012
Dalam kurun waktu antara penerapan CPOB yang pertama hingga CPOB
ketiga tentunya terdapat banyak perubahan-perubahan yang harus dihadapi
industri farmasi. Perusahaan farmasi termasuk didalamnya para individu
karyawan harus menyikapi perubahan tersebut dengan tepat dan adaptif untuk
bertahan.
Kepala Badan POM menetapkan bahwa mulai tahun 2012, seluruh
industri farmasi di Indonesia harus telah tersertifikasi CPOB tahun 2006 (dengan
masa tenggang selama 2 tahun). Apabila sampai dengan tahun 2012, ada
beberapa konsekuensi dari industri farmasi yang bersangkutan, di antaranya:
1.
2.
Tidak dapat menerima kontrak pembuatan obat untuk bentuk sediaan yang
belum re-sertifikasi.
3.
Khusus untuk kasus industri farmasi belum ada bentuk sediaan yang di
resertifikasi hingga akhir 2012, maka kontrak pembuatan hanya untuk
semua produk yang sudah terdaftar untuk jangka waktu maksimum 2 tahun,
dengan rencana perbaikan dan tidak dapat mendaftarkan produk baru untuk
semua kategori (high, med, low risk) sampai resertifikasi.
B. CPKB
Berbicara masalah kecantikan tidak akan terlepas dari kosmetik karena
keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Kosmetik merupakan campuran bahan kimia, bahan alam, atau
kombinasinya yang digunakan untuk bagian luar dari badan. Saat ini, kosmetik
sudah menjadi kebutuhan primer manusia. Tanpa disadari semua fase kehidupan
manusia membutuhkan kosmetik. Mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa
hingga orang tua baik pria maupun wanita, khususnya wanita. Tidak dipungkiri
lagi, bagi sebagian banyak wanita kosmetik menjadi kebutuhan yang mendasar
dimana digunakan untuk meningkatkan daya tarik personal atau lebih sering
disebut sebagai tujuan dekoratif (memperbaiki penampilan agar terlihat lebih
menarik).
Perkembangan kosmetik dari tahun ketahun semakin meningkat, pada
tahun 1970 perawatan kecantikan dilakukan dengan konsep back to nature
dengan penilaian kecantikan dari segi fisik. Terjadinya perkembangan tren
kecantikan serta evolusi tren kosmetik tersebut membuktikan bahwa masyarakat
semakin menuntut produk kosmetik yang aman, efektif dan efisien. Tingginya
permintaan serta ekspektasi masyarakat terhadap produk kosmetik ini menuntut
industri farmasi untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi kecantikan.
Selanjutnya, pada tahun 2003 berdasar Keputusan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.4.3870 dibuat Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Guna
menjelaskan dan menggambarkan penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik di lapangan pada tahun 2010 diterbitkan Petunjuk Operasional Pedoman
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
C. CPOTB
Seiring dengan perubahan konsep dalam dunia kesehatan dengan tema
back to nature perubahan konsep tersebut juga membuktikan bahwa tingkat
minat masyrtakat terhadap obat herbal semakin meningkat pula. Hal ini juga
10
memacu industri farmasi untuk terus menciptakan sediaan herbal yang nilai
efikasi, keamanan dan kualitasnya tidak diragukan. Maka dari itu pada tahun
2005 mulai diterapkan CPOTB sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI
No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik.
11
mengembangkan bentuk cair dari obat ini. Mereka menguji rasa, penampilan,
dan aroma dari obat tersebut, dan ternyata obat itu dapat diterima. Mereka
mengirimkan 633 pengiriman pada bulan September 1937. Mereka segera
menemukan bahwa banyak orang yang menggunakan obat ini meninggal Karena
gagal ginjal dan mengalami penghentian urin, sakit perut parah, mual, muntah,
pingsan, dan kejang-kejang. Banyak dari korban tersebut adalah anak-anak.
Ahli kimia di Massengill ternyata menggunakan bahan kimia beracun
untuk melarutkan sulfanilamide serbuk menjadi bentuk larutan. Bahan yang
digunakan adalah diethylene glikol, yaitu bahan kimia yang biasanya digunakan
sebagai anti beku. Pada saat itu, di sana tidak ada peraturan bahwa obat harus
diuji keamanannya. Massengill hanya didakwa dengan tuduhan kesalahan
pelabelan, karena obat tersebut disebut elixir, padahal tidak ada kandugan
alcohol di dalam obat tersebut. Massengill menolak bertanggung jawab untuk
kematian tersebut, namun kepala ahli kimia yang mengembangkan obat tersebut
memutuskan untuk bunuh diri.
Food, Drug, and Cosmetic Act
Pada tahun 1937 ketika tragedy ini terjadi, Senat telah memperkenalkan
RUU untuk merombak hukum tahun 1906, tetapi tindakan kongres telah
terhenti. Sebagai tanggapan terhadap tragedi itu, federasi UU Makanan, Obat,
dan Kosmetik disahkan pada tahun 1938. Untuk itu produsen obat perlu
menunjukkan bahwa obat ini aman sebelum obat tersebut dipasarkan. Ketentuan
lain dari Undang undang tersebut adalah kosmetik dan alat terapi diatur untuk
pertama kalinya, bukti penipuan tidak lagi diperlukan untuk menghentikan klaim
palsu pada obat, zat beracun dalam makanan menjadi diregulasi.
12
Thalidomide
Pada tahun-tahun menjelang peristiwa thalidomide, Senator Estes
Kefauver mengadakan dengar pendapat tentang biaya obat, ilmu yang
mendukung efektivitas obat, dan klaim yang dibuat dalam iklan dan label.
Meskipun temuan mengganggu, Kongres sekali lagi tidak mengesahkan
peraturan sampai tragedi melanda. Saatini tragedi dapat dihindari karena
ketekunan seorang wanita bernama Frances Oldham Kelsey. Dia adalah seorang
PhD dalam bidang farmakologi yang bekerja untuk FDA. Saat dia adalah
seorang staf pengajar di University of Chicago, ia bekerja dan menemukan obat
untuk malaria, dan selama pendidikannya, ia telah belajar bahwa beberapa obat
melewati plasenta selama kehamilan. Salah satu tugas pertamanya diFDA adalah
untuk meninjau aplikasi dari Richardson Merrill untuk obat penenang dan obat
penghilang rasa sakit thalidomide. Zat itu juga digunakan pada wanita hamil
untukmorning sickness. Terlepas dari kenyataan bahwa thalidomide telah
disetujui di Kanada dan banyak negara di Eropa dan Afrika, Kelsey menahan
persetujuan dan meminta studi tambahan karena dia khawatir tentang dampak
obat pada sistem saraf. Pada saat yang bersamaan, banyak bayi mulai yang lahir
dengan cacat parah di Eropa dan tempat-tempat lain. Ketika cacat ini akhirnya
ditelusuri, ternyata banyak penggunaan thalidomide selama kehamilan, Kelsey
menjadi pahlawan untuk menjaga thalidomide dari pasar AS.
Amandemen Obat pada tahun 1962
Amandemen Obat Tahun 1962 Karena insiden thalidomide berisiko
tinggi, opini publik mendorong Kongres untuk dengan suara bulat mengesahkan
Amandemen Obat 1962. Amandemen ini memperketat kontrol atas obat resep,
13
obat baru dan obat yang diteliti. Efektivitas sekarang harus ditampilkan sebelum
obat akan disetujui, perusahaan obat diminta untuk mengirim laporan reaksi efek
samping pada FDA, dan iklan obat dalam jurnal medis diperlukan untuk
memberikan informasi secara lengkap kepada dokter (risiko serta manfaat.)
Amandemen Obat Tahun 1962 diresmikan menjadi Good Manufacturing
Practices (GMP). Dalam beberapa tahun sejak 1962 banyak undang-undang
yang telah disahkan yang mempengaruhi GMP dan bagaimana FDA
melaksanakan misinya. Syarat pemberian label yang lebih ketat datang pada
tahun 1966 ketika Fair Packaging and Labeling Act mewajibkan semua produk
konsumen dalam perdagangan antar negara harus jujur dan menggunakan label
yang memberikan informasi, lalu FDA juga menegakkan peraturan tersebut
untuk makanan , obat-obatan , kosmetik , dan alat kesehatan. Peraturan AntiTampering muncul pada tahun 1983 setelah tujuh orang di Chicago meninggal
setelah minum Tylenol yang dicampur dengan sianida.
14
kesterilan atau aspek-aspek kualitas lainnya tidak boleh ditempatkan pada setiap
proses akhir atau selesai uji produk.
Ruang bersih dan perangkat udara bersih harus diklasifikasikan sesuai
dengan EN ISO 14644-1. Klasifikasi harus jelas dibedakan dari proses
operasional pemantauan lingkungan. Maksimum konsentrasi partikel udara yang
diijinkan untuk masing-masing kelas diberikan dalam tabel berikut:
15
16
khusus produk obat biologis perlu perhatian teliti pada code GMP dan
perkembangan catatan pada anneks ini.
17
2. Pra-campuran bahan makanan untuk obat adalah produk obat hewan yang
dipersiapkan sebelumnya dengan tujuan untuk pembuatan berikutnya dari
obat bahan makanan.
18
19
tambahan lainnya yang berlaku. Saat ini pedoman hanya menekankan pada poin
yang spesifik untuk manufaktur ini.
20
prospektif atau retrospektif dan apakah ada atau tidak unsur-unsur baru yang
dimasukkan. Validasi harus dianggap sebagai bagian lengkap dari sebuah sistem
komputer. Siklus ini meliputi tahap perencanaan, spesifikasi, pemrograman,
pengujian, persiapan, dokumentasi, operasi, pemantauan dan perubahan.
Mode Batch: produk diatur di lokasi tetap sekitar sumber radiasi dan
tidak dapat dimuat atau dibongkar sementara dikenai sumber radiasi.
(II)
atau bergetar dengan elektron energi tinggi (radiasi beta) yang dipindai bolakbalik melintasi jalur produk.
21
22
Anneks 14 Manufaktur produk yang berasal dari darah manusia atau plasma
manusia
Prinsip: Untuk produk obat biologis yang berasal dari darah atau plasma
manusia, bahan awal termasuk sumber bahan-bahan seperti sel-sel atau cairan
termasuk darah atau plasma. Produk obat berasal dari darah atau plasma manusia
memiliki fitur-fitur khusus tertentu yang muncul dari sifat biologis dari sumber
bahan-bahan. Contohnya, agen penyakit transmisi, terutama virus, bisa
mengontaminasi sumber bahan.. Oleh karena itu keamanan dari produk ini
bergantung pada kontrol sumber bahan dan sumber asal sebaik subsequen pada
prosedur manufaktur, termasuk penghapusan dan inaktivasi virus. Bab-bab
umum pada pedoman GMP berlaku untuk produk obat-obatan yang berasal dari
darah atau plasma manusia, kecuali dinyatakan lain. Beberapa anneks bisa juga
berlaku, misalnya pembuatan produk obat steril, penggunaan radiasi pengion
dalam pembuatan produk obat, pembuatan produk obat biologis dan sistem
komputerisasi. Karena kualitas produk akhir dipengaruhi oleh semua langkahlangkah di dalam manufaktur, termasuk pengumpulan darah atau plasma, semua
operasional harus dilakukan sesuai dengan sistem yang sesuai jaminan mutu dan
GMP saat ini. Tindakan yang diperlukan harus diambil untuk mencegah
penularan infeksi penyakit dan persyaratan dan standar Farmakope Eropa (atau
23
farmakope lain yang relevan) monograf plasma untuk fraksinasi dan produk obat
yang berasal dari darah atau plasma manusia yang berlaku. UU lain yang relevan
dengan pedoman seperti Rekomendasi Dewan 29 Juni 1998 "Pada kesesuaian
darah dan plasma donor dan skrining darah yang disumbangkan dalam
kommunitas Eropa (98/463/EC), rekomendasi dari Dewan Eropa (lihat "Panduan
untuk persiapan, penggunaan dan kualitas jaminan darah komponen ", Dewan
Eropa Press) dan Organisasi Kesehatan Dunia (lihat Laporan oleh Komite Ahli
WHO pada Biological Standardisasi, WHO Laporan Teknis Series 840, 1994).
Selain itu, pedoman yang diadopsi oleh CPMP, khususnya "Catatan untuk
panduan
tentang
produk
obat
plasma
yang
diturunkan
24
25
26
27
ini
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi
potensi
menggunakan prinsip manajemen risiko mutu dan alat-alat oleh industri dan
regulator. Namun, pemilihan perangkat manajemen risiko tertentu benar-benar
tergantung pada fakta-fakta tertentu dan keadaan. Contoh-contoh ini diberikan
untuk tujuan ilustrasi dan hanya menyarankan menggunakan potensi manajemen
risiko mutu. Appendiks ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan harapan baru
di luar persyaratan peraturan saat ini.
28
29
30
pembuatan obat-obatan hewan dan annex 14 untuk produk yang berasal dari
darah manusia atau plasma manusia. Panduan PIC/S tidak termasuk annex 16
dan 18 karena khusus untuk EU GMP Guide.
D. Perkembangan GMP di Kanada
Prinsip dari GMP Kanada adalah pemegang lisensi harus memastikan
bahwa fabrikasi, kemasan, label, distribusi, pengujian, dan penjualan obat harus
mematuhi persyaratan dan prinsip pemasaran dan tidak menempatkan konsumen
pada resiko akibat tidak memadainya keamanan dan kualitas.
Berikut merupakan regulasi GMP dimana pedoman GMP ini berlaku
untuk farmasi, radiofarmaka, obat biologi, dan kedokteran hewan dikembangkan
oleh Health Canada.
Bagian
Regulasi
P/
L
Bangunan
C.02.004
Peralatan
C.02.005
Personalia
C.02.006
Sanitasi
C.02.007
C.02.008
Pengujian
raw
C.02.009
material
C.02.010
KontrolProduksi
C.02.011
*
*
31
C.02.014
C.02.015
C.02.012
Quality control
C.02.013
Pengujian
C.02.016
packaging
C.02.017
material
Pengujianprodukj
C.02.018
adi
C.02.019
Dokumentasi
C.02.020
C.02.021
C.02.022
Sampel
Stabilitas
Produksteril
C.02.023
C.02.024
C.02.025
C.02.026
C.02.027
C.02.028
C.02.029
32
2.3
33
34
2.
Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk instruksi dengan bahasa yang
jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik pada sarana
35
Tersedia semua sarana yang diperlukan dalam CPOB antara lain: personil
yang terkualifikasi dan terlatih, bangunan dan sarana dengan luas yang
memadai, peralatan dan sarana penunjang yang sesuai, bahan, wadah dan
label yang benar.
CPOB adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh setiap Industri
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
36
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 .2.4231 Tahun
2004.
Keputusan
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Nomor
37
Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2001, CPOB 2006 dan
CPOB 2012 :
1. Aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2001
a. Ketentuan umum
b. Personalia
c. Bangunan dan fasilitas
d. Peralatan
e. Sanitasi dan higiene
f. Produksi
g. Pengawasan mutu
h. Inspeksi diri
i. Penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat
kembalian
j. Dokumentasi
Addendum
Manajemen mutu
b.
Personalia
c.
38
d.
Peralatan
e.
f.
Produksi
g.
Pengawasan mutu
h.
i.
j.
Dokumentasi
k.
l.
Manajemen mutu
b.
Personalia
c.
d.
Peralatan
39
e.
f.
Produksi
g.
Pengawasan mutu
h.
i.
j.
Dokumentasi
k.
l.
40
2.
Mendorong industri farmasi Indonesia agar lebih efisien dan fokus dalam
pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang
paling layak untuk dikembangkan, sehingga produk obat industri farmasi
Indonesia mampu menembus pasar dunia karena khasiat dan mutu obat
lebih terjamin,
3.
4.
5.
6.
Indonesia akan siap menghadapi globalisasi pasar farmasi yang sudah di depan
mata.
CPOB 2001 vs CPOB 2006
Bab 5. Sanitasi dan Higiene
Secara umum, untuk bab 5 ini tidak banyak perbedaan antara CPOB 2001
dengan CPOB 2006, kecuali beberapa hal misalnya tentang Label Bersih
41
(sedikit beda), dan persyaratan fasilitas sanitasi (locker, tempat sepatu, wastafel,
dan lain-lain).
CPOB: 2001
Personalia
Bangunan
Peralatan
Higiene Perorangan
42
Bahan
Awal terbatas
pada bahan
baku
aktif
dan bahan
baku
pembantu (pada CPOB 2001, bahan awal adalah bahan baku aktif, bahan
penolong dan bahan pengemas)
tersendiri (Bab 12. Kualifikasi dan Validasi). Di samping itu, pada CPOB 2006
juga di atur tentang Penggunaan Fasilitas Bersama dengan produk Non
Obat, misal kosmetika, produk komplemen (food supplement/complimentary
products), dan obat tradisional non simplisia, harus mendapat persetujuan dari
Otoritas Pengawas Obat (Badan POM).
Bahan Awal
CPOB 2001
Tidak ada ketentuan mengenai Daftar Pemasok Yang Disetujui dan Nama
Pemasok
Label status bahan awal, untuk zat berkhasiat harus tiap wadah. Sedangkan
untuk wadah bahan awal lain, direkatkan paling sedikit satu label pada wadah
terbawah dari tumpukan wadah yang tersimpan di atas satu palet.
Bahan awal yang Ditolak, di simpan di tempat khusus (tidak ada ketentuan
harus terkunci).
CPOB 2006
43
Harus dibuat Daftar Pemasok yang disetujui dan Nama Pemasok yang
dicantumkan dalam Spesifikasi Bahan
Label status bahan awal, tiap wadah bahan awal harus ada status.
Bahan Awal yang Ditolak harus tersimpan ditempa khusus yang terkunci.
Tidak ada persyaratan ruang khusus untuk menyimpan bahan yang sudah
ditimbang atau dihitung (Staging Area)
CPOB 2006
Sesudah ditimbang atau dihitung, semua bahan untuk tiap bets disimpan dalam
satu kelompok dalam ruang khusus (Staging Area) dan diberi penandaan yang
jelas (lihat Bab 3. Bangunan dan Fasilitas)
Pengolahan
CPOB 2001
44
CPOB 2006
Bahan Pengemas
CPOB 2001
CPOB 2006
45
Tidak diatur
CPOB 2006
46
Audit Mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari
Sistem Manajemen Mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.
Audit Mutu dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan.
CPOB 2006
Dibuat Daftar Pemasok Yang Disetujui (Approved Supplier) dan ditinjau ulang
secara berkala.
CPOB 2006
47
CPOB 2006
48
BAB III
DISKUSI
TANYA JAWAB
1. Berapa lama waktu yang memenuhi CPOB terbaru?
Jawab:
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799 /MENKES/PER/XII/2010
tentang Industri Farmasi tertera pada Bab VI mengenai Ketentuan Peralihan
yang menyatakan Izin industri farmasi harus diperbaharui sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan ini paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal
perundangan.
2. Menurut Saudara PMA itu mengikuti CPOB dari negara pengimpornya atau
pengekspornya?
Jawab:
Pada dasarnya PMA mengikuti CPOB dari negara pengimpornya. Jika CPOB
negara pengimpornya lebih baik daripada negara pengekspornya berarti CPOB
yang digunakan merupakan kombinasi dari CPOB pengekspor dan pengimpor.
49
sebenarnya yang diatur dalam CPOB mengenai pembuatan produk yang baik,
sehingga dapat digunakan baik untuk obat maupun juga makanan/minuman
50
51
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02147 tahun 2001
tentang Pembentukan Tim Revisi Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang
Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2002. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02152 tahun 2002
tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik
yang Baik (CPKB). BPOM. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 .2.4231 Tahun 2004 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB). BPOM. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 . 3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan
Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK.00. 06. 1.34.0387 Tahun 2009 tentang
Pembentukan Tim Nasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). BPOM.
Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK. 03.01.23.09.10.9030
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK. 04.1.33.12.11. 09937 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM. Jakarta.
52
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor HK. 03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. BPOM. Jakarta.
Menteri
Kesehatan
RI.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No
1799/MENKES/PER/XII/2010. Jakarta.
53