Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KETENTUAN CPOB, CPOTB DAN CPKB

Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Farmasi Industri

DOSEN PEMBIMBING
apt. Ani Haerani, S. Farm., M. Farm

DISUSUN OLEH :

Fatimah A. Zahra 7119020

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


INSTITUT KESEHTAN RAJAWALI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat
serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Rasulullah SAW.
Alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Nya makalah Farmasi Industri yang
berjudul “Ketentuan CPOB, CPOTB dan CPKB” ini dapat diselesaikan. Penulis
juga mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh
karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu
pula dengan makalah yang telah penulis selesaikan ini. Tidak semua hal dapat
dideskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini, namun penulis membuat
makalah semaksimal mungkin dengan kemampuan yang dimiliki.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
memperbaiki makalah ini menuju kesempurnaan. Akhir kata penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1 CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) ........................................ 3
2.2 CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik) .................. 13
2.3 CPKB (Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik)............................... 19
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 24
3.2 Saran ...................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oleh karena itu, peran industri farmasi sangatlah besar dalam
meneliti dan mengembangkan produk obat baru sehingga kesehatan yang
diharapkan masyarakat dapat tercapai. Obat merupakan bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi untuk manusia. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi (PerMenKes No 1799, 2010).
Industri farmasi haruslah memastikan mutu dan kualitas dari hasil
produksinya. Hal tersebut dilakukan dengan berpedoman pada CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik), CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik) dan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) (Afifa dan
Irianto, 2021). Melaui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
pemerintah Indonesia mengeluarkan CPOB, CPOTB dan CPKB dengan
mengacu pada current Good Manufacturing Practice (cGMP) untuk
menjamin obat yang diproduksi secara konsisten dan kontinyu dapat
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya yang mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian
mutu (BPOM, 2021).
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
No HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik, industri farmasi harus memenuhi persyaratan
CPOB. CPOB atau Cara Pembuatan Obat yang Baik adalah cara pembuatan
obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pada pembuatan
obat, pengendalian menyeluruh sangatlah esensial untuk menjamin bahwa
konsumen menerima obat yang bermutu tinggi, obat tidak boleh dibuat

1
secara sembarangan karena obat digunakan untuk memelihara kesehatan
sehingga perlu diterapkan persyaratan CPOB. (PerMenKes No 1799, 2010).
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 006 Tahun 2012 tentang industri
dan usaha obat tradisional menyatakan bahwa Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan
obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
Dalam lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor :HK.00.05.4.3870 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik
(CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan
produk kosmetik yang memenuhi standard mutu dan keamanan. Mengingat
pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus
memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang
terprogram.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas , maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan CPOB, CPOTB, dan CPKB?
2. Apa saja aspek-aspek yang ada dalam CPOB, CPOTB, dan CPKB?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan CPOB, CPOTB dan CPKB.
2. Mengetahui aspek-aspek yang ada dalam CPOB, CPOTB dan CPKB.

2
BAB II

TNJAUAN PUSTAKA

2.1 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


2.1.1 Pengertian Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) pertama kali


diterbitkan pada tahun 1988, kemudian disusul dengan penerbitan. Petunjuk
Operasional Penerapan CPOB pada tahun 1989 untuk memberikan penjelasan
dalam penjabaran sehingga Pedoman ini dapat diterapkan secara efektif di
industri farmasi. Diharapkan penerapan Pedoman CPOB ini akan meningkatkan
mutu produk farmasi/obat secara terus menerus serta memberikan perlindungan
yang lebih baik terhadap kesehatan masyarakat. Akhirnya akan menjadi langkah
progresif terhadap perkembangan industri farmasi di Indonesia sehingga mutu
obat mendapat pengakuan dan kepercayaan internasional.

Prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk


menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.

Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat


esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan. Mutu
obat tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan
pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang
terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada
pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam
kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. CPOB ini merupakan
pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya, bila perlu dapat dilakukan

3
penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah
ditentukan tetap dicapai. Otoritas Pengawasan Obat hendaklah menggunakan
Pedoman ini sebagai acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua
peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan
dengan Pedoman ini. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh
industri farmasi sebagai dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.

Selain aspek umum yang tercakup dalam Pedoman ini, dipadukan


juga serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku
untuk industri farmasi yang aktivitasnya berkaitan. Pedoman ini berlaku
terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang digunakan manusia. Cara lain
selain tercantum di dalam Pedoman ini dapat diterima sepanjang memenuhi
prinsip Pedoman ini. Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk membatasi
pengembangan konsep baru atau teknologi baru yang telah divalidasi dan
memberikan tingkat Pemastian Mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan
cara yang tercantum dalam Pedoman ini.

2.1.2 Aspek-aspek Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

Dalam lampiran Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan


(BPOM) pada nomor 34 Tahun 2018 aspek-aspek yang terdapat dalam CPOB
diantaranya yaitu :

1. Sistem Mutu Industri Farmasi


Pemegang Izin Industri Farmasi harus membuat obat sedemikian
rupa agar sesuai tujuan penggunaan, memenuhi persyaratan Izin Edar atau
Persetujuan Uji Klinik, jika diperlukan, dan tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan pasien pengguna disebabkan karena keamanan, mutu atau
efektivitas yang tidak memadai. Industri farmasi harus menetapkan
manajemen puncak yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan atau
pabrik dengan kewenangan dan tanggung jawab memobilisasi sumber daya
dalam perusahaan atau pabrik untuk mencapai kepatuhan terhadap regulasi.

4
Manajemen puncak bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran
mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari personel pada semua
tingkat di berbagai departemen dalam perusahaan, juga pemasok dan
distributor. Untuk mencapai sasaran mutu yang handal, diperlukan Sistem
Mutu yang didesain secara komprehensif dan diterapkan secara benar serta
mencakup Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Manajemen Risiko Mutu.
Pelaksanaan sistem ini hendaklah didokumentasi lengkap dan dimonitor
dipantau efektivitasnya. Semua bagian Sistem Mutu hendaklah didukung
ketersediaan personel yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan
yang cukup dan memadai.

2. Personalia
Industri farmasi hendaklah memiliki personel dalam jumlah yang
memadai yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis. Menyediakan
sumber daya yang memadai dan tepat (manusia, finasial, bahan, fasilitas dan
peralatan) untuk menerapkan dan mengawasi sitem mutu industri farmasi
dan meningkatkan efektivitas secara terus-menerus. Oleh sebab itu industri
farmasi harus bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua
tugas. Tanggung jawab individual secara jelas dipahami oleh masing-
masing dan didokumentasikan. Seluruh personel hendaklah memahami
prinsip CPOB yang menyangkut tugasnya serta memperoleh pelatihan awal
dan berkesinambungan, termasuk instruksi higiene yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Tiap personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang
berlebihan sehingga menimbulkan risiko terhadap kualitas. Manajemen
puncak hendaklah menunjuk Personel Kunci termasuk Kepala Produksi,
Kepala Pengawasan Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci
tersebut dijabat oleh Apoteker purnawaktu. Kepala Produksi, Kepala
Pengawasan Mutu dan Kepala Pemastian Mutu harus independen satu
terhadap yang lain. Hendaklah personel tersebut tidak mempunyai

5
kepentingan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau
finansial.

3. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk
kemudahan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan
harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
ketidakjelasan, kontaminasi silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat.
Bangunan-fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan
dipelihara sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap
pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang
serangga, burung, binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah
tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Seluruh
bangunan-fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah
dipelihara dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah
ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta
pemeliharaan bangunan-fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar
kegiatan tersebut tidak merugikan mutu obat.

4. Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan
dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta
seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta
pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu
atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu

6
produk. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk
antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi
yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah
risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah
ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta
memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.

5. Produksi
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan
disupervisi oleh personel yang kompeten. Seluruh penanganan bahan dan
produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis dan
bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk
memastikan kesesuaiannya dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan
di mana perlu dan diberi penandaan dengan data yang diperlukan. Terdapat
beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam produksi, yaitu
pengadaan bahan awal, validasi proses, pencegahan pencemaran silang,
sistem penomoran bets atau lot, penimbangan dan penyerahan,
pengambilan, pengolahan, kegiatan pengemasan, pengawasan selama
proses, serta karantina dan penyerahan produk jadi.

6. Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik


Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam
kegiatan dan manajemen rantai pemasokan obat yang terintegrasi. Mutu
obat dapat dipengaruhi oleh kekurangan pengendalian yang diperlukan
terhadap kegiatan selama proses penyimpanan dan pengiriman. Lebih

7
lanjut, belum ditekankan keperluan akan pembuatan, pengembangan dan
pemeliharaan prosedur penyimpanan dan pengiriman obat, serta
pengendalian kegiatan proses distribusi. Untuk menjaga mutu awal obat,
semua kegiatan dalam penyimpanan dan pengirimannya hendaklah
dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,
pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan,
dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk
dijual, sampai mutunya telah dibuktikan persyaratan. Pengawasan Mutu
tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam
semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Bagian ini harus
independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang
seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi
satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai hendaklah tersedia
untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan
dengan efektif dan dapat diandalkan. Bagian Pengawasan Mutu secara
keseluruhan juga mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah membuat,
memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal
dari bahan dan produk bila perlu, memastikan kebenaran label pada wadah
bahan dan produk, memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas produk,
ikut serta dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan
lain-lain. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilakukan sesuai dengan
prosedur tertulis, dan dicatat di mana perlu.

8. Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan

8
CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi
kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan
perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang
dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri
hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus,
misalnya dalam hal terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang
berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat
program tindak lanjut yang efektif.
Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.
Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari
sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya.
Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen
atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan
penerima kontrak. Audit mutu erat dikaitkan dengan kegiatan alih daya.
Kegiatan alih daya adalah aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB
yang dialihdayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan
dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

9. Keluhan dan Penarikan Produk


Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur
yang sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi
dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera
melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi
secara efektif. Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu hendaklah
diterapkan pada investigasi, penilaian cacat mutu dan proses pengambilan
keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan

9
dan pencegahan serta tindakan pengurangan-risiko lain. Semua otoritas
pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu jika ada
cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi
produk, atau isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang
dapat mengakibatkan penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila
ditemukan produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya,
hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau otoritas pengawas obat
terkait sesuai dengan ketentuan berlaku.
Dalam hal kegiatan alih daya, kontrak hendaklah menggambarkan
peran dan tanggung jawab pabrik pembuat, pemegang izin edar dan/atau
sponsor dan pihak ketiga terkait lainnya dalam kaitan dengan penilaian,
pengambilan keputusan, dan penyebaran informasi dan implementasi
tindakan pengurangan-risiko yang berkaitan dengan produk cacat.. Kontrak
tersebut juga hendaklah membahas cara berkomunikasi dengan penanggung
jawab dari masing-masing pihak untuk pengelolaan masalah cacat mutu
dan penarikan.

10. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari sistem
pemastian mutu dan merupakan kunci untuk pemenuhan persyaratan
CPOB. Berbagai jenis dokumen dan media yang digunakan hendaklah
sepenuhnya ditetapkan dalam Sistem Mutu Industri Farmasi. Dokumentasi
dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas,
elektronik atau fotografi.
Tujuan utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah
untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua
kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung berdampak pada semua
aspek kualitas obat. Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah mencakup
penjabaran rinci yang memadai terhadap pemahaman umum mengenai
persyaratan, di samping memberikan pencatatan berbagai proses dan

10
evaluasi setiap pengamatan yang memadai, sehingga penerapan persyaratan
yang berkelanjutan dapat ditunjukkan. Acuan lebih lanjut terkait penerapan
Cara Dokumentasi yang Baik untuk menjamin integritas dokumen dan
catatan dapat mengacu pada Pedoman WHO Guidance on Good Data and
Record Management Practices atau pedoman internasional lain terkait.
Dokumen hendaklah bebas dari kesalahan dan tersedia secara
tertulis. Istilah “tertulis” berarti tercatat, atau terdokumentasi di media
tempat data dapat diberikan dalam bentuk yang mudah terbaca oleh
manusia. Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk
mengelola dan mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk,
persyaratan) dan catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat
hendaklah diterapkan sesuai dengan jenis dokumen.

11. Kegiatan Alih Daya


Pembuatan obat alih daya di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh
industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang berlaku yang
diterbitkan oleh Badan POM. Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman
CPOB yang dialihdayakan hendaklah didefinisikan, disetujui dan
dikendalikan dengan benar untuk menghindarkan kesalahpahaman yang
dapat menghasilkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan
Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan tanggung jawab
masing-masing pihak. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus
dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan mutu
yang tidak memuaskan. Kontrak hendaklah menguraikan secara jelas pihak
yang bertanggung jawab melaksanakan setiap tahapan pada kegiatan alih
daya, misal transfer teknologi, rantai pasokan, subkontrak (bila ada), mutu
dan pembelian bahan, pengujian dan pelulusan bahan, pelaksanaan
produksi dan pengawasan mutu, (termasuk pengawasan selama-proses,
pengambilan sampel, analisis dan uji stabilitas). Semua catatan terkait

11
dengan kegiatan alih daya, misal catatan pengolahan, analisis dan distribusi,
serta sampel pembanding hendaklah disimpan oleh atau disediakan untuk
Pemberi Kontrak. Semua catatan yang relevan untuk penilaian mutu
produk, bila terjadi keluhan atau cacat produk atau penyelidikan kasus
dugaan pemalsuan, hendaklah dapat diakses dan ditetapkan dalam prosedur
yang dibuat oleh Pemberi Kontrak. Kontrak hendaklah mencakup izin bagi
Pemberi Kontrak untuk menginspeksi kegiatan alih daya yang dilaksanakan
oleh Penerima Kontrak atau pihak ketiga yang telah disetujui bersama.

12. Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi dan Validasi mulai dari adanya istilah baru FAT
(Factory Acceptance Test), SAT (Site Acceptance Test), SKP (Spesifikasi
Kebutuhan Pengguna), validasi proses kontiyu, validasi proses tradisional
dan lain-lain. Pendekatan manajemen risiko mutu hendaklah diterapkan
sepanjang siklus hidup obat. Sebagai bagian dari sistem manajemen risiko
mutu, keputusan mengenai cakupan dan luas kualifikasi-validasi fasilitas,
peralatan, sarana penunjang, dan proses hendaklah didasarkan pada
penilaian risiko yang dijustifikasi dan didokumentasikan. CPOB
mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan
yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup
produk dan proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas,
peralatan, sarana penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu
produk, hendaklah didokumentasikan secara formal dan dampak pada status
validasi atau strategi pengendaliannya dinilai. Perubahan signifikan
terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi. Dalam pelaksanaannya, kegiatan validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV). RIV sekurang-kurangnya mencakup data kebijakan
validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem,
peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen, format
protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan,

12
pengendalian perubahan, acuan dokumen yang digunakan. Berdasarkan
CPOB 2018, kualifikasi sendiri terdiri atas kualifikasi desain, kualifikasi
instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja dan kualifikasi ulang.

2.2 Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)


2.2.1 Pengertian Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
(CPOTB)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB) merupakan pedoman


yang dipakai perusahaan farmasi dalam memproduksi obat tradisional yang
diatur dalam Peraturan BPOM NO.25 Tahun 2021 tentang Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) bertujuan


untuk menjamin obat tradisional yang dibuat secara konsisten dan dapat
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOTB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu

2.2.2 Aspek-aspek Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik


(CPOTB)
1. Manajemen Mutu
Konsep dasar Pemastian Mutu, CPOTB, Pengawasan Mutu dan
Manajemen Risiko Mutu adalah aspek Manajemen Mutu yang saling terkait.
Konsep tersebut diuraikan di sini untuk menekankan hubungan dan betapa
penting konsep tersebut dalam produksi dan pengawasan produk obat
tradisional.
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal
baik secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi
mutu dari obat tradisional yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas
semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat
tradisional dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOTB ditambah

13
dengan faktor lain di luar Persyaratan Teknis ini, seperti desain dan
pengembangan produk.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan
organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa
pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan
yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan
tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat. Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah
dilakukan terhadap semua obat tradisional terdaftar, termasuk produk
ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian
dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat
tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan
proses.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk
melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu
suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun
retrospektif.

2. Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
tradisional yang benar. Oleh sebab itu industri obat tradisional bertanggung
jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang
memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tanggung jawab tiap personil
hendaklah dipahami masing-masing dan dicatat. Seluruh personil hendaklah
memahami prinsip CPOTB dan memperoleh pelatihan awal dan
berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya.

14
3. Bangunan, fasilitas, dan peralatan
Bangunan, fasilitas dan peralatan untuk pembuatan obat tradisional
hendaklah memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan
pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran
silang dan kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan
perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat tradisional tradisional. Karena berpotensi untuk terdegradasi dan
terserang hama serta sensitivitasnya terhadap kontaminasi mikroba maka
produksi dan terutama penyimpanan bahan yang berasal dari tanaman dan
binatang memerlukan perhatian khusus. Bangunan dan fasilitas serta semua
peralatan kritis hendaklah dikualifikasi untuk menjamin reprodusibiltas dari
bets ke bets.

4. Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada
setiap aspek pembuatan obat tradisional. Ruang lingkup sanitasi dan higiene
meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi
serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Karena sumbernya, bahan obat tradisional dapat mengandung cemaran
mikrobiologis; di samping itu, proses pemanenan/pengumpulan dan proses
produksi obat tradisional sangat mudah tercemar oleh mikroba. Untuk
menghindarkan perubahan mutu dan mengurangi kontaminasi, diperlukan
penerapan sanitasi dan higiene berstandar tinggi. Bangunan dan fasilitas
serta peralatan hendaklah dibersihkan dan, di mana perlu, didisinfeksi
menurut prosedur tertulis yang rinci dan tervalidasi.

15
5. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian
mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan
bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan
rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi,
Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan
instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara
tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.

6. Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
tervalidasi yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOTB yang
menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan
mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Untuk bahan mentah - baik yang dibudidayakan maupun yang hidup secara
liar, dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun sudah
melalui tehnik pengolahan sederhana (misal perajangan atau penghalusan) -
tahap kritis pertama dalam proses produksi, dalam hal ini di mana
persyaratan teknis ini mulai diterapkan, hendaklah ditentukan dengan jelas.
Penjelasan tentang hal tersebut hendaklah dinyatakan dan
didokumentasikan. Petunjuk diberikan seperti berikut. Namun untuk proses
seperti ekstraksi, fermentasi dan pemurnian, penentuannya hendaklah
ditetapkan berdasarkan kasus-perkasus. Pengumpulan /pembudidayaan dan
/atau pemanenan, proses pasca panen termasuk pemotongan pertama dari
bahan alamiah hendaklah
dijelaskan secara rinci. Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam
proses pembuatannya, hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri hanya dari
rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini dimulai pada proses

16
fisik yang mengikuti pemotongan awal dan perajangan, dan termasuk
pengemasan. Jika ekstraks digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan
teknis ini hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti
proses pasca panen / pasca pengumpulan. Dalam hal produk jadi diolah
secara fermentasi, penerapan CPOTB hendaklah meliputi seluruh tahap
produksi sejak pemotongan awal dan penghalusan.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara
Pembuatan Obat Tadisional yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa
produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan
pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang
berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk
jadi.
Ruang lingkup Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi dan pengujian serta organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan
dilakukan, dan bahwa bahan-bahan yang tidak diluluskan untuk digunakan,
atau produk jadi diluluskan untuk dijual atau didistribusikan, sampai
kualitasnya dinilai memenuhi syarat. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk. Independensi Pengawasan Mutu dari Produksi
adalah fundamental sehingga Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan
dengan benar.

8. Pembuatan dan Analisis berdasarkan kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak
memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima

17
Kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) pada
bagian ini meliputi tanggung jawab industri obat tradisional terhadap Badan
POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat. Hal ini tidak
dimaksudkan untuk memengaruhi tanggung jawab legal dari Penerima
Kontrak dan Pemberi Kontrak terhadap konsumen.

9. Cara penyimpanan dan pengiriman obat tradisional yang baik


Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam
kegiatan dan manajemen rantai pemasokan produk yang terintegrasi.
Dokumen ini menetapkan langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan
tanggung jawab bagi semua yang terlibat dalam kegiatan pengiriman dan
penyimpanan produk. Dokumen ini memberikan pedoman bagi
penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari pabrik ke distributor.

10. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk Dan


Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan
kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai
dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak,
hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali
produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif.

11. Inspeksi diri


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri obat tradisional memenuhi
ketentuan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam

18
pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang
diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci
oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga
menggunakan auditor luar yang independen.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu,
pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali produk
jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan
perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Hal-hal mengenai personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan,
dokumentasi, produksi, pengawasan mutu, distribusi produk jadi,
penanganan keluhan dan penarikan produk jadi dan inspeksi diri hendaklah
diinspeksi secara berkala mengikuti program yang telah disusun
sebelumnya untuk memverifikasi pemenuhan terhadap prinsip pemastian
mutu. Semua inspeksi diri hendaklah dicatat. Laporan hendaklah
mencantumkan semua observasi selama inspeksi dan usul untuk tindakan
korektif yang diperlukan. Laporan tindak lanjut hendaklah dicatat juga.

2.3 Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB)


2.3.1 Pengertian Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB)

Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah


satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi
standard mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka
pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala
besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah
dan pentahapan yang terprogram.

Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk


menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia
internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi
maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik

19
Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupun internasional.

Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai


pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk
tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan,
peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh
aspek produksi dan pemeriksaan mutu.

2.3.2 Aspek-aspek Cara Pembuatan Kosmetika Yang Baik (CPKB)


1. Manajemen Mutu
Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga
kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
Hendaknya dijabarkan struktur organisasi tugas dan fungsi, tanggung jawab,
prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk
menerapkan manajemen mutu. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan
dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar produk-produknya dan hendaknya
diperhatikan elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.
Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan,
dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk jadi
serta dilakukan pengujiam terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau
ditolak yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang
dijumpai yang berkaitan dengan mutu.

2. Personalia
Personalia harus memiliki pengetahuan, pengalaman, keterampilan
dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam
jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu
menangani tugas yang dibebankan kepadanya.

20
3. Peralatan
Peralatan harus didesain dan ditempatkan sesuai dengan produk
yang dibuat. Dalam aspek peralatan ini meliputi rancangan bangunan,
pemasangan dan penempatan dan pemeliharaan.

4. Sanitasi dan Hygiene


Sanitasi dan hiegine hendaknya dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi
dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan
peralatan serta baha awal.

5. Produksi
Produksi meliputi bahan awal (air) produksi, verifikasi material
(bahan), pencatatan bahan, material yang ditolak (reject), sistem pemberiaan
nomot batch, sistem pemberian nomor batch, penimbangan dan
pengukuran, prosedur dan pengolahan, produk sediaan (produk kering,
prosuk aerosol), pelabelan dan pengemasan dan produk jadi, karantina dan
pengiriman ke gudang produk jadi.

6. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian terpenting dari CPKB, karena
memberikan jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan.

7. Dokumentasi
Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat sistem batch,
dimulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendanya merekam
aktivitas yang dilakukan meliputi pemeliharaan, penyimpanan peralatan,
penyimpanan, pengawasan mutu, distrbusi dan hal-hal sepesifik lain yang
terkait dengan CPKB.

21
8. Audit Internal
Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujiam seluruh
atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan
untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak
luar atau auditor professional atau tim internal yang dirancang oleh
manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas
sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor.

9. Penyimpanan
a. Area Penyimpanan
Area penyimpanan hendaknya luas cukup luas untuk
memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik
bahan maupun produk jadi, produk yang dikarantina dan produk yang
lulus uji, ditolak (reject), dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk
menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Area penyimpanan harus
bersih, kering dan dirawat dengan baik dan bila perlu dengan kondisi
khusus (suhu dan kelembaban) dan hendaknya disediakan, diperiksa dan
dipantau fungsinya.
Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas
secara jelas.
b. Penanganan dan Pengawasan Persesiaan
 Penerimaan Produk
Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa
dan dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada
label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya. Barang kiriman
harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya
kerusakan ata cacat dan hendaknya ada catatan pertinggal untuk
setiap penerimaan barang.
 Pengawasan

22
Dalam pengawasan, catatan-catatan harus dipelihara yang
meliputi semua catatn penerimaan dan catatan pengeluaran
produk. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip
rotasi barang (FIFO) dan semua label serta wadah produk tidak
boleh dirubah, dirusak atau diganti.

10. Kontrak Produksi dan Pengujian


Pelaksaanan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas
dijabarkan, disepakati dan diawasi agar tidak terjadi kesalahpahaman atau
salah paham penafsiran dikemudian hari yang dapat berakibat tidak
memuaskan mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu produk yang
memenuhi standar yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang
dikontrakkan ditetapkan seacar rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya
ada perjanjian tertulis natar pihak penerima kontrak yang menguraikan
secara jelas tugas dan tanggung jawab maisng- masing pihak.

11. Penanganan keluhan dan penarikan produk


a. Penanganan Keluhan
Penanganan keluhan hendaknya ditentukan oleh personil yang
bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya
pengatasannya.
b. Penarikan Produk
Penarikan produk hendaknya dibuat dengan system penarikan
kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga
bermasalah.

23
BAB III

PPENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. CPOB, CPOTB, dan CPKB merupakan pedoman yang digunakan
Industri farmasi untuk memastikan mutu dan kualitas dari hasil
produksinya.
2. CPOB, CPOTB dan CPKB dengan mengacu pada current Good
Manufacturing Practice (cGMP) untuk menjamin obat yang diproduksi
secara konsisten dan kontinyu dapat memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya yang mencakup
seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu
3. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat
yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai
dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya.
4. bahwa Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) adalah
seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk
menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
5. Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah satu
faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang
memenuhi standard mutu dan keamanan.

3.2 Saran
Berdasarkan makalah ini menyarankan untuk lebih memahami
CPOB, CPOTB dan CPKB dan aspek-aspek yang ada di dalamnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2006. Guidelines On Good


Manufacturing (CPOB). Badan Pengawas Obat dan Makanan, 1-263.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2018. Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Badan Pengawas Obat dan
Makanan :Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Tentang Industri dan


Usaha Obat Tradisional. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Industri Farmasi.


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2021. Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Badan Pengawas Obat
dan Makanan :Jakarta.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. 2019. Penerapan Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB). Badan Pengawas Obat dan
Makanan :Jakarta.

Keputusan Kepala BPOM RI Nomor : HK.00.05.4.3870. Tentang Pedoman Cara


Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Darmawan A., Irawan. 2015. Mengenal CPOB. Bagian Ilmu Kedokteran Kerja
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.

Peraturan Pemerintah. 2009. Tentang Pekerjaan Kefarmasi. Jakarta : Keputusan


Menteri Kesehatan Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai