Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH FARMASETIKA DASAR

SEDIAAN LIQUID

Oleh :

Siska Ayu P (168114001)


Cindy Prisilia (168114041)
A. Ambar Sri Pudi A (168114043)
Fabiola Ratna D (168114045)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Emulsi adalah sistim dua fase,yang salah satu cariannya terdispersi dalam
cairan yang lain dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase
terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa,sistim ini disebut emulsi
minyak dalam air. Sebaliknya,jika air atau larutan air yang merupakan fase
terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase
pembawa,sistim ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan
dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi ,yaitu
penyatuan tetes kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi satu fase
tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara
menempati antar permukaan antara tetesan dan fase eksternal,dan dengan
membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga
mengurangi tegangan antar permukaan antara fase,sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.
Konsistensi emulsi sangat beragam mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga kering setengah padat. Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba
karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet
sangat penting dalam emulsi minyak dalam air karena air kontaminasi fase
eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada
bakteri ,lebih diperlukan yang bersifat fungistatik dan bakteriostatik. Kesulitan
muncul pada pengawetan sistim emulsi,sebagai akibat memisahnya bahan anti
mikroba dari fase air yang sangat memerlukannya atau terjadinya kompleksasi
dengan bahan pengemulsi yang akan mengurangi efektifitas. Karena itu,efektifitas
sistim pengawetan harus selalu diuji pada sediaan akhir. Pengawet yang biasa
digunakan dalam emulsi adalah metil-,etil-,propil-,dan butil-paraben,asam
benzoate dan senyawa ammonium kuarterner.
BAB II
PEMBAHASAN

Salah satu contoh obat berupa sediaan emulsi adalah Laxadine® Emulsi.
Obat ini memiliki efek farmakologi untuk mengatasi susah buang air besar
(sebagai obat pencahar). Obat ni dibuat dalam sediaan emulsi karena ada bahan
yang sukar dan tidak larut dalam air dan ada yang larut dalam air. Dalam hal ini
juga bahan memiliki 2 fase yang berbeda (paraffin = minyak) sehingga perlu
dibuat dalam bentuk sediaan emulsi. Obat ini tergolong obat bebas terbatas,
dengan tanda peringatan no. 1 (Awas obat keras. Baca aturan pakai). Tentang obat
ini:

a. Komposisi
Tiap 5ml Laxadine® Emulsi mengandung:
Phenolphtaleine 55 mg
Liquidum paraffin 1200 mg
Glycerin 378 mg
 Phenolphtaleine
Phenolphtaleine mengandung tidak kurang dari 98,0 % dan tidak
lebih dari 101,0 % C20H14O4, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Pemerian Serbuk hablur; putih atau putih kekuningan lemah; tidak
berbau; stabil di udara.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar
larut dalam eter.
Identifikasi
 Mudah larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali
karbonat panas: cairan berwarna merah. Warna larutan hilang dengan
penambahan asam berlebih atau dengan larutan alkali hidroksida
pekat.
 Waktu retensi puncak utama fenolftalein pada krematogram Larutan
uji yang diperoleh pada Penetapan kadar sesuai dengan krematogram
Larutan baku yang diperoleh pada Penetapan kadar.
 Glycerin
Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari
101,0% C3H8O3.
Pemerian Cairan; jernih seperti sirup; tidak berwarna; rasa manis; hanya
boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak). Higroskopik; netral
terhadap lakmus.
Kelarutan Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut
dengan kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak
menguap.
Identifikasi Spektrum serapan inframerah lapisan tipis menunjukkan
pita yang lebat dan kuat pada 2,7 – 3,3 µm, puncak kembar kuat pada
lebih kurang 3,4 µm, maksimum pada lebih kurang 6,1 µm, daerah yang
kuat serapannya anatar 6,7 µm dan 8,3 µm, dan maksimum pada lebih
kurang 7,1 µm, 7,6 µm dan 8,2 µm, dan serapan yang sangat kuat pada
daerah pita lebih kurang 9,0 µm, 9,6 µm, 10,1 µm, 10,9 µm, dan 11,8
µm. (Catatan : Gliserin yang mengandung kadar air rendah tidak
menunjukkan maksimum pada lebih kurang 6,1 µm.)
 Paraffin Liquidum
Paraffin liquidum memperlunak kotoran serta melicinkan jalan
keluar yang dibantu glycerin.
Pemerian transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi,
tidak berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika
dipanaskan.
Kelarutan praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air. Larut dalam
jenis minyak lemak hangat.
Stabilitas dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
Khasiat laksativ (pencahar)

b. Dosis
Dosis untuk dewasa : 1-2 sendok makan (15-30 ml)
Dosis untuk anak 6-12 tahun : ½ dosis dewasa. Diminum sehari sekali
pada malam hari menjelang tidur (1 sendok makan = 15 ml).

c. Indikasi
Laxadine merupakan bowel regulators dan space filling agents untuk
pasien – pasien dengan indikasi sembelit (susah buang air besar) sehingga
pasien dengan indikasi ini dapat segera melaksanakan hajat besarnya dengan
teratur kembali. Preparat ini bukanlah suatu laksativ yang akan mengiritasi
mukosa usus, melainkan memperbesar volume usus secara sistematis
sehingga seakan – akan usus menggerakkan kotoran tersebut supaya keluar.
Sembelit akan terasa mengganggu dan merupakan bahaya bagi kesehatan dan
hanya dengan cara ini (space filling), secara alamiah kotoran akan keluar.
Diberikan pada keadaan konstipasi yang memerlukan:
 Perbaikan peristaltik
 Pelicin jalannya feces
 Penambahan volume feces secara sistematis sehingga feces mudah
dikeluarkan.
 Persiapan menjelang tindakan radiologis dan operasi.

d. Cara kerja obat


Obat ini bekerja dengan cara merangsang peristaltik usus besar, menghambat
reabsorpsi air dan melicinkan jalannya feces.

e. Peringatan dan perhatian


 Hindari pemakaian yang terus – menerus pada jangka waktu yang
lama, karena dapat menyebabkan penurunan berat badan, kelemahan
otot, kehilangan cairan dan elektrolit.
 Hentikan pemakaian obat jika terjadi gangguan usus seperti mual dan
muntah.
 Tidak dianjurkan untuk anak anak dibawah 6 tahun, wanita hamil dan
menyusui, dan lanjut usia kecuali atas petunjuk dokter.

f. Efek samping obat


Ruam kulit, pruritus, rasa panas terbakar, kolik, kehilangan cairan dan
elektrolit tubuh, diare, mual dan muntah.

g. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap zat aktif dan komponen lain dalam Laxadine ®
Emulsi, ileus obstruksi dan nyeri abdomen yang belum diketahui
penyebabnya.

h. Cara penyimpanan
Disimpan di tempat yang sejuk (15℃−25 ℃ ¿ dan terlindung dari cahaya.

Tentang konstipasi:
Frekuensi defekasi (buang air besar) pada individu yang sehat bervariasi.
Normalnya, frekuensi defekasi berkisar dari 2-3 kali sehari hingga 3 kali
seminggu. Adanya penurunan dalam frekuensi buang air besar pada seseorang
dan/atau nyeri selama defekasi dinamakan sebagai konstipasi. Akumulasi atau
kompaksi isi usus menyebabkan isi usus tersebut mengeras sehingga
mengakbatkan kesulitan defekasi. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh dehidrasi,
kurang berolahraga, dan kebiasaan menunda keinginan defekasi, atau efek
samping dari beberapan jenis obat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015/2016. MIMS Petunjuk Konsultasi.Edisi 15. Jakarta: PT Bhuana


Ilmu Populer.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia ,edisi IV.
Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia ,edisi V.
Jakarta.
Slamet Agus dkk. 1994. Data Obat di Indonesia. Edisi 9. Jakarta: PT Grafidian
Jaya.

Anda mungkin juga menyukai