Disusun oleh :
Kelas A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
1. Peraturan Berdasarkan Susunan Hirarkinya
a. 2 Contoh Peraturan Berdasarkan UUD RI 1945
- Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 28H ayat 1, 2 dan 3.
Posisi Hirarki : UUD 1945
Nomor Urut : 28H
Tahun Pemberlakuan : 2000
Nama Peraturan : Hak Asasi Manusia
Isi Ketentuan Penutup :-
Mulai Berlakunya Peraturan : 18 Agustus 2000
- Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan
Daerah
Posisi Hirarkis : Peraturan daerah Provinsi (Perprov)
Nomor Urut :4
Tahun Pemberlakuan : 2009
Nama Peraturan : Sistem Kesehatan Daerah
Mulai diberlakukan peraturan : 13 Juli 2009
Isi Ketentuan Penutup :
Pasal 65:
“Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembar Daerah Khusus Ibukota Jakarta.”
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2009, Gubernur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, ttd Fauzi Bowo.
g. 2 Contoh Peraturan Berdasarkan Perda kabupaten/Kota
- Perda Kabupaten Tulungagung No.7 Tahun 2011 tentang Izin Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan
Posisi Hirarkis : Peraturan Daerah Kabupaten
Nomor Urut :7
Tahun Pemberlakuan : 2011
Nama Peraturan : Izin Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Mulai diberlakukan peraturan : 23 November 2011
Isi Ketentuan Penutup :
Pasal 76:
1. Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku. Peraturan Daerah kabupaten
Tulungagung Nomor 15 tahun 2007 tentang izin Penyelenggaraan Usaha
Pelayanan Kesehatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua peraturan yang
merupakan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung
Nomor 15 Tahun 2007 tentang Izin Penyelenggaraan Usaha Pelayanan
Kesehatan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 77:
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai
pelaksanaannya lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
2. Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan Peraturan Daerah ini ditetapkan
paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal pengundangan Peraturan Daerah
ini.
Pasal 78:
“Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung.”
Ditetapkan di Tulungagung pada tanggal 23 Mei 2011, Bupati Tulungagung, ttd Ir.
Heru Tjahjono, MM.
- Peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat yang Baik
Posisi Hirarki : Peraturan KBPOM
Nomor Urut :9
Tahun : 2019
Nama Peraturan : Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
Mulai Berlakunya Peraturan : 22 Mei 2019
Isi Ketentuan Penutup :
Pasal 8
“Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku:
a. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat Yang Baik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
dan
b. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 40 Tahun 2013
tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
1104), sepanjang mengatur mengenai pengelolaan prekursor farmasi dan/atau
Obat mengandung prekursor farmasi di Pedagang Besar Farmasi, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.”
Pasal 9
“Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.”
- Peraturan BPOM No. 4 Tahun 2018 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan
Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Farmasi
Posisi hirarki : Peraturan BPOM
No. Urut :4
Tahun : 2018
Mulai Berlakunya Peraturan : 14 Mei 2018
Nama Peraturan : Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat,
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di
Fasilitas Pelayanan Farmasi
Isi Ketentuan Penutup :
Pasal 14
“Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, maka Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor
Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1104) sepanjang mengatur mengenai pengelolaan
Prekursor Farmasi di Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Toko Obat,
dicabut dan dan dinyatakan tidak berlaku.”
Pasal 15
“Peraturan badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.”
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2018, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, ttd Penny K. Lukito.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "2 Perusahaan Farmasi
Diduga Terlibat Kasus Lab Narkoba di Diskotek MG",
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/12/22/05000081/2-perusahaan-farmasi-
diduga-terlibat-kasus-lab-narkoba-di-diskotek-mg.
Penulis : Stanly Ravel
ANALISIS KASUS:
Pasal 147
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana
penyimpanan sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan
Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau
menguasai tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan;
c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang
bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan
Narkotika Golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan /
atau bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 148
Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang - Undang ini
tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor
Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti
pidana denda yang tidak dapat dibayar.
Penyalahgunaan wewenang terkait penyaluran prekursor narkotika yang tidak
bertanggung jawab dan didasarkan atas kepentingan pribadi perlu ditindak secara tegas,
mengingat dampak buruk yang begitu besar yang dapat terjadi. Untuk itu, diperlukan
pengawasan ketat dari pemerintah terhadap industri-industri farmasi, terutama yang
bertanggung jawab atas obat dan bahan obat narkotika. Terbentuknya UU yang mengatur
tentang prekursor narkotika sendiri yang sesuai dengan Pasal 48, bertujuan untuk:
“Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika;mencegah
dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; mencegah terjadinya
kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.”
Pihak dari perusahaan yang diduga menyalurkan prekursor narkotika tersebut
secara ilegal dapat dikenakan sanksi pidana apabila terbukti dengan sengaja
mendistribusikan barang tersebut. Dan dengan demikian untuk proses penyelidikan, maka
penyidik BNN berwenang untuk melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta
keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 75 (a). Penyidik juga dapat
memanggil dan memeriksa pihak yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran
gelap prekursor narkotika maupun saksi.
Dalam proses penyidikan, penyidik berwenang untuk menyuruh berhenti orang
yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;memeriksa, menggeledah, dan
menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika; memeriksa surat dan atau dokumen lain tentang
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; menangkap dan
menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika; melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional; melakukan penyadapan yang
terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
setelah terdapat bukti awal yang cukup.
Penyidik juga berhak untuk melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung
dan penyerahan di bawah pengawasan; memusnahkan Narkotika dan Prekursor
Narkotika; melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA),
dan / atau tes bagian tubuh lainnya; mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; membuka dan
memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang
diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika; melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor
Narkotika yang disita; melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti
Narkotika dan Prekursor Narkotika; meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika; dan menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya
dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Hal
tersebut sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Pasal
75.