Anda di halaman 1dari 13

JURNAL PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT STERIL DAN


NONSTERIL
SUPPOSITORIA AMINOPHYLLIN

Koordinator Praktikum
Desy Siska Anastasia, M.Si., Apt.
NIP. 198912102019032014

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK / KELAS : 1 / A1
ANGGOTA : Adelia Dewantari (I1021211049)
Alfanny Fatikhah (I1021211013)
Alfrio Vhreda Tamma (I1021211037)
Ananda Rizky A. (I1021211025)
Anisa Yudha K. (I1021211046)
Tiara Wulan Dari (I1021211019)

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI
BADAN PENGELOLA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
I. LATAR BELAKANG
Seiring berkembangnya zaman, bentuk dan sediaan obat pun semakin beragam,
ada yang berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup, dan suppositoria. Beragamnya bentuk
sediaan tersebut didasarkan atas kebutuhan dari konsumen atau pasien. Bentuk dan
sediaan obat pun dapat diberikan dengan rute yang berbeda-beda dan memberikan efek
yang berbeda-beda. Pasien yang susah menelan, terjadi gangguan pada saluran cerna, dan
pada pasien yang tidak sadarkan diri dapat diberikan obat dalam bentuk sediaan
suppositoria ( Rusmin, 2020 ).
Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapeutik yang bersifat lokal atau sistemik ( Depkes, 1995 ). Basis
yang digunakan dalam pembuatan suppositoria harus meleleh pada suhu tubuh atau larut
dalam cairan yang terdapat pada rectum ( Syamsuni, 2006 ).
Pada praktikum ini, digunakan bahan aktif berupa aminophyllin dan basis berupa
oleum cacao atau lemak coklat. Aminophyllin dibuat dalam bentuk sediaan suppositoria
bertujuan agar efek diberikan dapat secara cepat dibandingkan dengan sediaan farmasi
yang lain dan cocok untuk pasien yang susah menelan obat atau pasien tidak sadarkan
diri. Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam wadah tertutup
baik dan sebaiknya pada suhu di bawah 30°C (suhu kamar terkendali) ( Depkes, 1995 ).

II. PREFORMULASI ZAT AKTIF


Aminophyllin

Struktur Kimia

( Farmakope Indonesia ed. IV, hal. 110 )


C16H24N10O4 ( Farmakope Indonesia ed. VI, hal.
Rumus Molekul
110 )
Teofilin Etilendiamin
Sinonim Aminophylline
( Farmakope Indonesia ed. VI, hal. 110 )
Nama Kimia Aminofilin

Berat Molekul 420,43 ( Farmakope Indonesia ed. VI, hal. 110 )

Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan; bau


amonia lemah, rasa pahit. Jika dibiarkan di udara
terbuka, perlahan-lahan kehilangan
Pemerian etilenadiamina dan menyerap karbon dioksida
dengan melepaskan teofilin. Larutan bersifat basa
terhadap kertas lakmus ( Farmakope Indonesia ed.
VI, hal. 110 ).

Tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan


1 g dalam 25 mL air menghasilkan larutan jernih;
larutan 1 g dalam 5 mL air menghablur jika
Kelarutan
didiamkan dan larut kembali jika ditambah sedikit
etilenadiamina ( Farmakope Indonesia ed. VI, hal.
110 ).

Titik Leleh 169-170,5°C


Inkompatibilitas
Stabilitas Pada pH 3.5-8.6, stabilitas dalam suhu kamar pada
• Panas konsentrasi tidak kurang dari 40 mg/ml dapat
• Hidrolisis/Oksidasi dijaga hingga 48 jam. Stabilitas aminofilin dalam
• Cahaya plastic syringes ± 5 jam.
Dalam wadah tertutup rapat ( Farmakope
Penyimpanan
Indonesia ed. VI, hal. 110 )
Zat aktif ini dapat dibuat dalam bentuk sediaan
Kesimpulan :
suppositoria.
Bentuk Zat aktif yang
Serbuk aminophyllin
digunakan
Bentuk Sediaan Suppositoria

Kemasan Dalam kemasan suppositoria ( aluminium foil )


III. PENDEKATAN FORMULA

Fungsi/Alasan Penambahan
No. Bahan Jumlah (%)
Bahan
1. Aminophyllin 250 mg Zat Aktif
2. Oleum cacao 95% Basis

Meningkatkan titik leleh dan


3. Cera alba 5% meningkatkan konsistensi dari
sediaan suppositoria

IV. PREFORMULASI EKSIPIEN


A. Oleum Cacao

Struktur Kimia

( HOPE, ed. VI, hal. 722 )


Fungsi Basis suppositoria ( HOPE, ed. VI, hal. 722 ).

Berwarna putih atau hampir putih, praktis tidak berbau,


seperti lilin, rapuh. Ketika dipanaskan sampai 50°C
Pemerian
meleleh dan menjadi cairan sedikit kekuningan ( HOPE,
ed. VI, hal. 723 ) .

Bebas larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, eter,


Kelarutan toluena, dan xilena; sedikit larut dalam etanol hangat;
praktis tidak larut dalam air ( HOPE, ed. VI, hal. 725 ).
Persentase yang
95 %
digunakan
Basis supositoria lemak keras cukup stabil terhadap
oksidasi dan hidrolisis, dengan nilai yodium menjadi
Stabilitas mereka resisten terhadap oksidasi dan ketengikan. Kadar
• Panas air biasanya rendah dan kerusakan karena higroskopisitas
• Hidrolisis jarang terjadi. Karakteristik peleburan, kekerasan, dan
• Cahaya profil pelepasan obat berubah seiring waktu, dan titik
lebur dapat naik lebih dari 1.0°C setelah penyimpanan
selama beberapa bulan ( HOPE, ed. VI, hal. 725 ).
Inkompatibilitas dengan basis supositoria sekarang tidak
luas dilaporkan dalam literatur. Terjadinya reaksi kimia
antara basis supositoria lemak keras dan obat relatif
Inkompatibilitas
jarang, tetapi setiap potensi untuk reaksi seperti itu dapat
ditunjukkan oleh besarnya nilai hidroksil basa. ( HOPE,
ed. VI, hal. 725 ).

Alasan pemilihan
Sebagai basis suppositoria
eksipien
Cara sterilisasi -

Basis supositoria harus disimpan terlindung dari cahaya


dalam wadah kedap udara pada suhu setidaknya 5°C
Kemasan lebih rendah dari yang dinyatakan titik lebur.
Pendinginan biasanya direkomendasikan untuk cetakan
supositoria ( HOPE, ed. VI, hal. 725 ).

B. Cera Alba

Controlled-release agent; stabilizing agent; stiffening


agent ( HOPE, ed. VI, hal. 779 ). Cera alba dapat
Fungsi
digunakan untuk meningkatkan titik lebur lemak coklat (
Syamsuni, 2006 ).
Lilin putih tidak berasa, berwarna putih atau agak
kuning, berbentuk butiran halus yang sedikit tembus
Pemerian
cahaya. Baunya mirip dengan lilin kuning tetapi kurang
intens ( HOPE, ed. VI, hal. 779 ) .
Larut dalam kloroform, eter, minyak tetap, minyak atsiri,
dan karbon disulfide hangat ; sedikit larut dalam etanol
Kelarutan
95% ; praktis tidak larut dalam air ( HOPE, ed. VI, hal.
779 ).
Persentase yang
5%
digunakan

Stabilitas Ketika cera alba dipanaskan di atas 150°C, esterifikasi


• Panas
terjadi dengan akibat penurunan nilai asam dan
• Hidrolisis
peningkatan titik leleh ( HOPE, ed. VI, hal. 779 ).
• Cahaya

Tidak kompatibel dengan oksidator ( HOPE, ed. VI, hal.


Inkompatibilitas
780 ).
Alasan pemilihan Sebagai peningkat titik leleh sediaan suppositoria serta
eksipien meningkatkan konsistensi.

Cara sterilisasi -

Wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya ( HOPE,


Kemasan
ed. VI, hal. 779 ).

V. PERHITUNGAN FORMULASI
Suppositoria yang akan dibuat = 5 buah
Maka, total berat suppositoria = 5 × 2 gram = 10 gram
a. Aminophyllin 250 mg
- Total aminophyllin yang diperlukan = 0,25 gram × 5 = 1,25 gram
- Nilai tukar aminophyllin = 0,86
- Nilai tukar = 0,86 × 1,25 gram = 1,075 gram
- Maka, total basis yang diperlukan = 10 gram – 1,075 gram = 8,925 gram

b. Oleum Cacao 95%


95
× 8,925 = 8,47875 gram
100

c. Cera Alba 5%
5
× 8,925 = 0,44625 gram
100
VI. PROSEDUR PEMBUATAN

Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang serbuk aminophylin sebanyak 1,075 gram, oleum cacao sebanyak


8,47875 dan cera alba 0,44625 gram

Diambil cawan porselen dengan kasa pada bagian atasnya, lalu masukkan cera alba
dan oleum cacao dan dileburkan diatas spirtus sampai melebur

Dioleskan paraffin cair pada cetakan

Setelah oleum cacao dan cera alba mencair, dimasukkan ke dalam mortar dan sisa
ampas pada kasa di peras

Dimasukkan aminophylin ke dalam mortar, lalu gerus hingga homogen

Dileburkan kembali sampai mencair, kemudian masukkan ke dalam cetakan


suppositoria dengan menggunakan batang pengaduk lalu dimasukkan ke dalam
lemari es selama 30 menit

Setelah 30 menit, keluarkan dari lemari es lalu bungkus suppositoria menggunakan


allumunium foil

Dimasukkan ke dalam pistil dan beri etiket biru


VII. EVALUASI SEDIAAN
A. Uji Organoleptis
Organoleptis dilakukan pada penelitian ini bertujuan mengetahui penampilan
fisik suppositoria yang dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan warna dari
suppositoria dalam berbagai perbedaan bobot oleum cacao dan cera alba.

B. Uji Keseragaman Bobot


Uji keseragaman bobot ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua
suppositoria yang dihasilkan mempunyai bobot seragam yang artinya masing-
masing bobot suppositoria tidak menyimpang dari bobot rata-ratanya.
Persyaratan suppositoria yaitu tidak lebih dari 2 suppositoria yang masing-masing
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 5% dan tidak satu
suppositoriapun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari
10%. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan cara Suppositoria ditimbang
sebanyak 3 buah dengam mengambil secara acak dari formula, lalu dihitung rata-
ratanya, data penimbangan dan perhitungan bobot rata-rata.

C. Uji Titik Lebur


Uji titik lebur suppositoria dilakukan pada setiap formula yang direplikasi
sebanyak tiga kali dengan mengunakan alat uji titik lebur "STUART".
Pembacaan suhu titik lebur yaitu ketika suppositoria dalam pipa kapiler berubah
dari padat menjadi cair pada pipa kapiler.

D. Uji Waktu Leleh


Uji waktu leleh dilakukan untuk mengetahui berapa lamanya waktu
suppositoria untuk melarut di dalam tubuh. Pengamatan pada uji ini dilakukan
dengan mengamati suppositoria sampai benar- benar melarut tanpa ada gumpalan
fraksi dari suppositoria. Persyaratan waktu leleh untuk basis lipofil yaitu tidak
lebih dari 30 menit.

E. Uji Kekerasan
Uji kekerasan ini dilakukan untuk menguji seberapa keras suppositoria sehingga
dapat bertahan pada proses produksi, distribusi dan penyimpana (Depkes RI,
1995). Waktu dan beban yang diperlukan dicatat sehingga masing-masing
suppositoria hancur. Apabila suppositoria hancur pada detik antara 0-20 detik
maka beban dianggap tidak ada, apabila suppositoria hancur pada detik antara 21-
40 detik maka beban tambahan dihitung setengahnya, dan apabila suppositoria
hancur pada detik antara 41 60 detik maka beban tambahan dihitung penuh.
Persyaratan kekerasan suppositoria dengan basis oleum cacao yang berkisar
antara 1800 - 2000 gram.

VIII. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan suppositoria
aminophyllin. Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau
melarut pada suhu tubuh. Adapun zat aktif yang digunakan yaitu Aminophyllin. Alasan
zat aktif dibuat sediaan suppositoria bertujuan agar efek yang diberikan dapat secara
cepat dibandingkan dengan sediaan farmasi yang lain dan cocok untuk pasien yang
susah menelan obat atau pasien tidak sadarkan diri.
Aminophyllin merupakan turunan dari teofilin. Teofilin mempunyai efek
bronkodilator serta relaksasi otot polos, terutama otot bronkus. Oleh karena itu,
Aminofilin merupakan obat yang terpilih untuk terapi pada penderita gangguan jalan
napas akibat bronkokonstriksi. (Yanti, 2016)
Dalam proses pembuatan suppositoria aminofilin dilakukan dengan beberapa
langkah. Langkah pertamanya yaitu disiapkan alat dan bahan kemudian timbang serbuk
aminofilin, oleum cacao serta cera alba sesuai dengan perhitungan. Sebelum proses
penimbangan, tiap bahan yang dibutuhkan disarankan untuk menghitungnya dengan
melebihkan 5% dari perhitungan bahan yang diperlukan. Hal tersebut bertujuan untuk
menghindari massa yang hilang pada saat pembuatan suppositoria.
Langkah selanjutnya yaitu diambil cawan porselen lalu masukkan oleum cacao
dan cera alba kemudian leburkan diatas spirtus hingga kedua bahan tersebut melebur
atau mencair. Alasan pemilihan oleum cacao digunakan sebagai basis suppositoria yaitu
bahan ini bersifat lunak, tidak reaktif serta meleleh pada temperatur tubuh. Lemak
coklat (oleum cacao) bersifat netral secara kimia dan fisiologis dan banyak
digunakan mengingat daerah leburnya antara 31°C-34°C. Selain itu, terdapat bahan
cera alba yang dipilih karena bahan ini dapat digunakan untuk meningkatkan titik leleh
lemak coklat (oleum cacao) dan meningkatkan konsistensi dari sediaan suppositoria.
Penambahan cera alba sekaligus memperbaiki sifat polimorf oleum cacao agar sediaan
suppositoria stabil secara fisik. (Nuryanti, 2016)
Setelah kedua bahan tersebut mencair, turunkan cawan porselen dari pemanas
spirtus kemudian dimasukkan ke dalam mortar. Masukkan zat aktif aminophyllin yang
telah disiapkan sebelumnya lalu gerus hingga homogen.
Setelah itu dileburkan kembali sampai mencair, kemudian masukkan ke dalam
cetakan suppositoria dengan menggunakan batang pengaduk. Sebelum dimasukkan ke
dalam cetakan, oleskan paraffin cair ke dalam cetakan. Hal tersebut bertujuan agar
suppositoria mudah dilepaskan dari cetakan dan menghindari massa yang melekat pada
cetakan. Pada saat memasukkan cairan suppositoria ke dalam cetakan, cairan
dituangkan hingga meluber atau melebihi cetakan agar saat suppositoria mulai
membeku, bagian tengahnya tidak kosong dikarenakan cetakannya yang berbentuk
torpedo.
Selanjutnya, dimasukkan cetakan ke dalam lemari es selama 30 menit. Setelah
itu, keluarkan lalu bungkus suppositoria dengan alumunium foil. Pembungkusan
dengan alumunium foil disarankan sesuai dengan bentuk suppositoria karena apabila
selama penyimpanan suppositoria sedikit mencair maka suppositoria akan mengikuti
bentuk wadahnya. Kemudian dimasukkan suppositoria ke dalam pistil dan diberi etiket
biru.

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Suppositoria merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina, atau uretra yang umumnya meleleh, melunak, atau
melarut pada suhu tubuh.
b. Aminophyllin merupakan turunan dari teofilin. Teofilin mempunyai efek
bronkodilator serta relaksasi otot polos, terutama otot bronkus
X. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nuryanti., Harwoko, Jeanita, R.S., Azhar A.R.N. 2016. Formulasi dan Evaluasi
Suppositoria Ekstrak Terpurifikasi Daun Lidah Buaya (Aloe Vera). Acta
Pharmaciae Indonesia, 4(1).
Rowe, R.C., Sheskey, P., Quinn, M. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6 th
Edition. London : The Pharmaceutical Press.
Rusmin, R. 2020. Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Suppositoria Dengan Bahan
Dasar Gelatin Tulang Ikan Bandeng ( Chanos chanos ). Jurnal Kesehatan Yamasi
Makassar, 4(2).
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : Penerbit EGC.
Yanti, B., Rasmin, M. 2016. Peran Xantin pada Penyakit Obstruksi Paru. J Respir Indo,
36(4), 267-271.
Nuryanti, N., Harwoko, H., Jeanita, R. S., Azhar, A. R. 2016. Formulasi dan Evaluasi
Suppositoria Ekstrak Terpurifikasi Daun Lidah Buaya (Aloe vera). Acta
Pharmaciae Indonesia, 4(1), 37-44.
LAMPIRAN

Ditimbang bahan yang Dileburkan oleum Dimasukkan aminofilin


akan digunakan cacao dan cera alba ke dalam oleum cacao
dan cera alba

Dimasukkan sediaan Didinginkan Hasil suppositoria


ke dalam cetakan suppositoria ke dalam kelompok 1 kelas A1
hingga meluber lemari es

Dibungkus suppositoria
dengan aluminium foil
dan dimasukkan kembali
ke kulkas
Aminophyllin 250 mg
SUPPOSITORIA
SUPPOPHYLL
No. Batch :
Mfg Date :
Exp Date :
HET :
Aminophyllin 250 mg
SUPPOSITORIA

SUPPOPHYLL

Simpan pada suhu 8-15°C


Diproduksi oleh :
PT. One
Pontianak - Indonesia

Anda mungkin juga menyukai