Anda di halaman 1dari 15

ACC PROPOSAL

23 Sept 2021A
PRAK. TEK. FARM. SEDIAAN STERIL
FORMULASI SEDIAAN VIAL FENITOIN NATRIUM

KELAS E
KELOMPOK 4
1. Rana Nandita Shani 2019210120
2. Varasika Aurellia S. 2019210121
3. Gabriela Ramadhani 2019210122
4. Angelita Prastica 2019210124
5. Dyah Ayu Putri Pitaloka 2019210126
6. Andania 2019210127
7. Putri Windari Saputra 2019210128
8. Ida Ayu Chandrika Y. 2019210129
9. Naufal Rizky Ritonga 2019210130
10. Nada Khalysha 2019210132
11. Kintan Anindita 2019210133
12. Alessandro Volta Gunady 2019210203

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2021
I. JUDUL
“Formulasi Sediaan Injeksi Fenitoin Natrium dalam Vial”

II. PENDAHULUAN
Sediaan parenteral adalah sediaan yang ditujukan untuk penyuntikan melewati kulit atau
batas jaringan eksternal lain, dimana zat aktif yang diberikan dengan adanya gravitasi atau
kekuatan, mengalir langsung ke pembuluh darah, organ, atau jaringan. Sediaan parenteral
dibuat dengan teliti mengunakan metode yang dirancang untuk menjamin bahwa sediaan
memenuhi persyaratan Farmakope untuk sterilitas, pirogen, bahan partikulat, dan
kontaminan lain dan bila perlu mengandung bahan penghambat pertumbuhan mikroba.
Injeksi adalah sediaan yang ditujukan untuk pemberian parenteral, dapat dikonstitusi
atau diencerkan dahulu menjadi sediaan sebelum digunakan. (FI edisi VI, h. 50).Injeksi
diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau
dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tungga atau wadah dosis ganda. Wadah dosis ganda
yang digunakan kali ini adalah vial (Moh. Anief, h. 190). Penggunaan injeksi intravenus
diperlukan bila dikehendaki efek sistemik yang cepat, karena larutan injeksi masuk
langsung ke dalam sirkulasi sistemik melalui vena perifer. (Moh. Anief, h. 191)
Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair: (Syamsuni, h. 226)
1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut
dan bahan penolong harus dicoba terlebih dahulu pada hewan untuk meyakinkan
keamanan pemakaian bagi manusia.
2. Jika obat suntik berupa larutan, maka harus jernih, bebas dari partiket-partikel padat,
kecuali yang berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin isohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin isotonis, yaitu mempunya tekanan osmosis sama dengan tekanan
darah atau cairan tubuhm agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan hemolisis. Jika
terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang pathogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk begetatif maupun spora
6. Harus bebas pyrogen untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 mL atau lebih
dari sekali penyuntikan
7. Tidak boleh berwarna kecuali jika zat khasiatnya memang berwarna

Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 5 – 100 mL. Vial dapat berupa
takaran tunggal atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau
suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini
ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi (Voight, 1994).
Phenytoin termasuk dalam golongan obat antikonvulsan atau obat antiepilepsi
yang bekerja pada jaringan saraf otak untuk menghentikan kejang. Phenytoin dapat
mencegah terjadinya kejang, merelaksasi otot dan mengatasi aritmia
jantung. Phenytoin bekerja dengan cara menstabilkan membran neuron dan mengurangi
aktivitas kejang. Secara khusus, obat ini bekerja dengan mengubah permeabilitas natrium
sehingga mengurangi stimulasi berlebihan akibat tegangan yang terjadi dalam saraf.
Phenytoin diberikan melalui pembuluh darah vena untuk kondisi kejang akut, terutama
status epileptikus, dan setelah bedah saraf.

III. DATA ZAT AKTIF


Fenitoin Natrium (FI edisi VI 2020: 578 & 580-1, Martindale 36th 2009: 495 & 501,
Handbook on Injectable Drugs 17th 2013: 1696)

Rumus Molekul : C15H11N2NaO2


Bobot Molekul : 274,25
Pemerian : Serbuk putih; tidak berbau; agak higroskopik; secara bertahap
menyerap karbon dioksida dari udara
pH : 10,0 – 12,3
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larutan biasanya agak keruh karena
terhidrolisa sebagian dan menyerap karbon dioksida; larut dalam
etanol; praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform
Khasiat : Antiepilepsi
Dosis : 50 mg/mL
Stabilitas : Stabil jika tidak terdapat endapan; endapan dapat terbentuk jika
didinginkan atau dibekukan tetapi larut pada suhu kamar
Sterilisasi : Autoklaf
Inkompatibilitas : Glukosa 5%, NaCl
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal atau ganda, sebaiknya dari kaca Tipe I,
pada suhu ruang terkendali

IV. DATA BAHAN BANTU


1. Propilen Glikol (Farmakope Indonesia edisi VI 2020: 1446-7; Handbook of
Pharmaceutical Exipients 2009: 592-53)

Rumus Molekul : C3H8O2


Bobot Molekul : 76,09
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis tidak
berbau; menyerap air pada udara lembab.
Kegunaan : Pengawet antimikroba, solven
Konsentrasi : 10 – 60%
pH :3–6
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, aseton dan kloroform; larut dalam
eter dan beberapa minyak esensial; tidak dapat bercampur dengan
minyak lemak
Stabilitas : Pada suhu yang sejuk, propilen glikol stabil bila berada pada wadah
yang tertutup rapat & jika pada suhu tinggi dalam keadaan wadah
terbuka, propilen glikol cenderung teroksidasi
Sterilisasi : Autoklaf
Inkompatibilitas : Kalium permanganate
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

2. Etanol (Farmakope Indonesia edisi VI 2020: 573; Handbook of Pharmaceutical


Exipients 2009: 17-9)

Rumus Molekul : C2H6O


Bobot Molekul : 46,07
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna; bau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun
pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 78º, mudah terbakar
Kegunaan : Pelarut
Konsentrasi : Variavel (untuk pelarut larutan injeksi); 95-96%
pH : 7,33
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik
Stabilitas : Stabil dalam penyimpanan yang sesuai
Sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi
Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan bahan pengoksidasi dalam kondisi asam;
tidak cocok dengan wadah alumunium; dapat berinteraksi dengan
beberapa obat
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah kedap udara

3. NaOH (Farmakope Indonesia edisi VI 2020: 1224-5; Handbook of Pharmaceutical


Exipients 2009: 648-9)
Rumus Molekul : NaOH
Bobot Molekul : 40,00
Pemerian : Putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pelet kecil,
serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur. Jika terpapar di udara, akan cepat
menyerap karbon dioksida dan lembab.
Kegunaan : Pendapar
pH : 12-14
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol
Stabilitas : Dapat menyerap kelembaban dan mencair saat terkena udara, tetapi
dapat memadat kembali karena penyerapan karbondioksida dan
pembentukan natium karbonat
Inkompatibilitas : Tidak cocok dengan senyawa yang mudah terhidrolisis dan
teroksidasi; dapat bereaksi dengan asam, ester dan eter terutama
dalam bentuk larutan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

4. Aqua Pro Injeksi (FI III 1979: 97)


Rumus molekul : H2O
Bobot Molekul : 18.02
Pemerian : Cairan, jernih, tidak berwarna; tidak berbau
pH : 5,0 – 7,0
Kelarutan : Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin; sukar larut dalam etanol
Kegunaan : Pelarut/pembawa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

V. FORMULA
Dibuat 5 vial @5 mL (Handbook on Injectable Drugs 17th 2013: 1696)
Fenitoin Natrium 50mg/mL
Propilen glikol 40%
Etanol 96% 10%
NaOH q.s
Aqua p.i ad 5mL
Alasan Pemilihan Bahan:
1. Antikolvusan yang digunakan adalah Fenitoin natrium karena Fenitoin merupakan obat
pilihan lini pertama untuk mengobati epilepsi. Fenitoin efektif untuk kejang parsial dan
kejang umum tonik-klonik. Pemberiannya adalah secara intravena.
2. Fenitoin mudah larut dalam pelarut campur yaitu propilen glikol, etanol 96%, dan air.
Digunakan propilen glikol 40%, etanol 96% dengan konsentrasi 10%, dengan air yang
digunakan adalah aqua pro injection. Propilen glikol juga dapat digunakan sebagai
antimikroba dan agen penstabil.
3. NaOH digunakan sebagai pendapar untuk menghindari terjadinya pengendapan pada
sediaan. Pengendapan terjadi ketika sediaan fenitoin berada pada pH dibawah 11,5.
(Injectable Drug: 1696)

VI. PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN


Zat aktif → 50 mg/mL = 250 mg/5mL
bobot 0,25
→n= = = 0,0009 mol
Mr 274,25
n 0,0009
→M= = = 0,18 M
V 0,005

Perhitungan NaOH
pH = 14 + log (Kb [basa] )
[garam]
M NaOH
12 = 14 + log ( )
0,18

M NaOH = 0, 0018 M → 0,0018 M = n NaOH = n NaOH


V 0,005

→ n NaOH = 9 × 10-6
Bobot NaOH = n × Mr = 9 × 10-6 × 40 = 0,00036g ~ 0,36mg

A. Perhitungan Vial
Rumus: {(n × v) + ((10% - 30%) × v)}
Keterangan: n = JumLah vial yang dibuat
v = Volume Injeksi tiap vial (mL)
Volume per vial = Volume vial + (kelebihan volume)
= 5 mL + 0,3 mL = 5,3 mL
Volume Total 5 vial = (n × v) + [(20%) (n × v)]
= (5 × 5,3 mL) + [(0,2) (5 × 5,3 mL)]
= 26,5 mL + 5,3 mL
= 31,8 mL ~ 32 mL

1. Fenitoin Natrium → 50 mg × 32 mL = 1600 mg = 1,6 g


2. Propilen glikol → 40% × 32 mL = 12,8 mg = 0,0128 g
3. Etanol 96% → 10% × 32 mL = 3,2 mg = 0,0032 g
4. NaOH → 0,36 mg × 32 mL = 11,52 mg = 0,0115 g
5. Aqua Pro Injeksi → 32 mL - (1,6 g + 0,0128 g + 0,0032 g + 0,0115 g)
= 30,3725 mL ~ 30,37 mL
B. Penimbangan

Bahan Penimbangan Teoritis (g)

Fenitoin Natrium 1,6

Propilen glikol 0,0128

Etanol 96% 0,0032

NaOH 0,0115

Air pro Injeksi 30,37 mL


VII. ALAT DAN CARA STERILISASI
A. Alat
1. Beaker glass 8. Batang pengaduk
2. Erlenmeyer 9. Spatula
3. Vial 10. Pinset
4. Corong 11. Kaca arloji
5. Gelas ukur 12. Penjepit besi
6. Pipet tetes 13. Syringe
7. Kertas saring

B. Cara Sterilisasi
No. Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Pustaka
1. Beaker glass, Erlenmeyer, Vial, Oven 150°C Farmakope
Corong gelas, dan Pipet tetes selama 1 jam Indonesia V h. 1663
2. Gelas ukur dan Kertas saring Autoklaf 121°C Farmakope
selama 15 menit Indonesia V h. 1662
3. Batang pengaduk, Spatula, Direndam alkohol Farmakope
Pinset, Kaca Arloji, Penjepit selama 30 menit Indonesia V h. 1365
besi, Syringe
4. Karet pipet dan karet penutup Direbus dalam air Farmakope
botol vial mendidih selama Indonesia III h. 18
30 menit

VIII. CARA PEMBUATAN


1. Vial dan beaker glass dikalibrasi sampai 5mL dan 35mL.
2. Alat-alat dan wadah dicuci kemudian disterilkan sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Bahan-bahan (fenitoin, propilen glikol, dan etanol) ditimbang.
4. Fenitoin dan NaOH dilarutkan dalam sebagian aqua pro injection.
5. Propilen glikol 40% dan Etanol dilarutkan dalam sebagian aqua p.i.
6. Kedua larutan tersebut dicampur dan ditambahkan aqua p.i sampai mendekati batas
tanda kalibrasi.
7. pH sediaan dicek. Apabila pH belum sesuai, maka dilakukan adjust pH kemudiaan
ditambahkan aqua p.i sampai tanda kalibrasi (ad 35mL).
8. Sediaan disaring dengan kertas kali yang telah disterilkan sebanyak 2 kali penyaringan.
9. Sediaan dilakukan evaluasi IPC.
10. Sediaan dimasukkan ke dalam vial sampai tanda kalibrasi.
11. Sterilisasi akhir dilakukan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C.
12. Sediaan dilakukan evaluasi QC.
13. Sediaan yang lolos evaluasi QC diberi etiket, dikemas dalam dus, kemudian
diserahkan.

IX. EVALUASI
A. In Process Control
1. Uji Kejernihan (Lachman edisi III 1994 h. 1356)
Cara: pemeriksaan wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap refleksi ke dalam mata dan berlatar belakang hitam putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan satu aksi memutar.
Syarat: semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat harus
dibuang atau harus jernih. Batas 50 partikel ≥10 µm, 5 partikel ≥25 µm/mL.

2. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia edisi VI h. 2073)


Cara: dipilih 3 wadah atau lebih karena pada percobaan ini sediaan yang dibuat
bervolume 5 mL. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering
berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan
jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan gelembung
udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40%
volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk
volume yang ditampung, bukan yang dituang).
Syarat: volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari
kapasitas yang tertera (garis-garis petunjuk volume gelas ukur menunjukan volume
yang ditampung, bukan yang dituang).
3. Uji pH (Farmakope Indonesia edisi VI h. 2066)
Cara: cek pH larutan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, diperiksa
elektrode dan jembatan garam bila ada. Dilakukan pembakuan pH meter. Dibilas
elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan uji. Isi sel dengan larutan uji dan
dibaca pHnya.
Syarat: pH sediaan harus mendekati atau sesuai dengan zat aktifnya, vial injeksi
antikonvulsan dengan zat aktif Fenitoin Natrium pHnya yaitu 10,0 – 12,3
(Farmakope Indonesia VI hal. 578)

B. Quality Control
1. Uji Kejernihan (Lachman edisi III, 1994 h. 1356)
Cara: pemeriksaan wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik,
terhalang terhadap refleksi ke dalam mata dan berlatar belakang hitam putih dengan
rangkaian isi dijalankan dengan satu aksi memutar.
Syarat: semua wadah diperiksa secara visual dan tiap partikel yang terlihat harus
dibuang atau harus jernih. Batas 50 partikel ≥10 µm, 5 partikel ≥ 25 µm/mL.

2. Uji Keseragaman Volume (Farmakope Indonesia edisi VI h. 2073)


Cara: dipilih 3 wadah atau lebih karena pada percobaan ini sediaan yang dibuat
bervolume 5 mL. Ambil isi tiap wadah dengan alat suntik hipodermik kering
berukuran tidak lebih dari 3 kali volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan
jarum suntik nomor 21, panjang tidak kurang dari 2,5 cm. Keluarkan gelembung
udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat suntik, tanpa
mengosongkan bagian jarum, ke dalam gelas ukur kering volume tertentu yang
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40%
volume dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk
volume yang ditampung, bukan yang dituang).
Syarat: volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume dari
kapasitas yang tertera (garis-garis petunjuk volume gelas ukur menunjukan volume
yang ditampung, bukan yang dituang).
3. Uji pH (Farmakope Indonesia edisi VI h. 2066)
Cara: cek pH larutan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, diperiksa
elektrode dan jembatan garam bila ada. Dilakukan pembakuan pH meter. Dibilas
elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan uji. Isi sel dengan larutan uji dan
dibaca pHnya.
Syarat: pH sediaan harus mendekati atau sesuai dengan zat aktifnya, vial injeksi
antikonvulsan dengan zat aktif Fenitoin Natrium pHnya yaitu 10,0-12,3
(Farmakope Indonesia VI hal. 578)

4. Uji Sterilitas (FI ed. V 2014, hal 1359)


Cara: Dilakukan dengan Teknik penyaringan dengan menggunakan filter
membrane.
Syarat: Sediaan harus steril, tidak boleh terdapat pertumbuhan mikroba.

5. Uji Pirogen
Cara:
- Pipet 3 × 0,1mL LAL reagent masing-masing ke dalam vial atau tabung reaksi
bebas pirogen. Beri label atau tanda sebagai kontrol negatif, kontrol positif dan
sampel.
- Tambahkan secara hati-hati 0,1mL larutan kontrol negatif, kontrol positif dan
sampel ke dalam masing-masing atau tabung reaksi yang sudah diberi label
atas.
- Tutup vial atau tabung reaksi dan campur secara homogen.
- Letakkan seluruh vial atau tabung reaksi ke dalam rak tabung untuk diinkubasi
pada suhu 37 derajat Celcius di dalam oven atau inkubator selama 1 jam
- Setelah 1 jam, keluarkan vial atau tabung reaksi secara hati-hati, balikkan tiap
tabung secara perlahan 180°. Periksa apakah terbentuk gel atau tidak.
Reaksi positif, bila terbentuk gel yang keras dan tidak bergerak ketika vial atau
tabung dibalikkan
Reaksi negatif, bila tidak terbentuk gel juga bila hanya terdapat kekeruhan dan
cairan kental
Syarat: Negatif
6. Uji Penetapan Kadar Fenitoin Natrium (Farmakope Indonesia edisi VI h. 581)
Cara: Lakukan penetapan dengan cara Kromatografi cair kinerja tinggi.
Prosedur: Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 20 µL)
Larutan baku (Fenitoin yang diencerkan dengan campuran metanol-air) dan
Larutan uji ke dalam kromatograf, rekam kromatogram dan ukur respons puncak
utama. Hitung jumLah fenitoin natrium.

X. RANCANGAN KEMASAN
A. Kemasan Primer dan Etiket

B. Kemasan Sekunder
C. Brosur
XI. DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. Ilmu Meracit Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 2015 h. 190-1
Altarabi, M. Studi Rasionalitas Penggunaan Obat Antiepilepsi pada Pasien Dewasa
Epilepsi di Rawat Inap RSUP Dr. Saiful Anwar Kota Malang Periode 2017.
Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Malang; 2018
Ansel, H C. Pengantar Bentuk Sediaan Bentuk Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: UI Press;
2011 h. 401
BNF. British National Formulary. 76th Edition. London: BMJ Group; 2018 p. 308
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 1979 h. 97
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI; 2014 h. 1359
Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia. Edisi VI. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI; 2020 h. 50, 573, 578, 580-1, 1224-5, 1446-7, 2066, 2073
Handayani, dkk. Karakteristik Penderita Polineuropati Akobat Penggunaan Fenitoin di
Poliklinik Saraf RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Sriwijaya Journal of
Medicine 2 (1); 2019: 59-62
Lachman, et al. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid 3. Edisi Ketiga. Jakarta: UI-
Press; 2008 h. 1292, 1356
Rowe C, Sheskey J., Quinn E. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th Edition.
London: Pharmaceutical Press. 2009 p. 17-9, 592-3, 648-9
Sweetman S C. Martindale: The Complete Drug References. 36th Edition. London:
Pharmaceutical Press; 2009 p. 495, 501
Syamsuni. Ilmu Resep. Jakarta: EFC; 2016 h. 226
Trissel, L. Handbook on Injectable Drugs. 17th Edition. Maryland: American Society of
Health-System Pharmacists; 2013 p. 1696
Voight, R. Buku Pengantar Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soedani, N., Edisi V,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press; 1994 h. 464

Anda mungkin juga menyukai