Praktikum ke-3
Kelas C/ Kelompok 5
Disusun Oleh ;
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2022
I. Dasar Teori
Istilah kapsul berasal dari Bahasa latin “capsula” yang berarti kotak kecil, kapsul telah
digunakan sejak abad ke-19. Salah satu masalah farmasi yang muncul pada saat itu, yaitu rasa dan
bau yang tidak enak dari obat herbal, sehingga diperkenalkan dan dipatenkan sediaan kapsul
(Safitry, Heny, 2017).
Kapsul adalah sediaan padat yang terbungkus dalam satu cangkang keras ataupun lunak
yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga dibuat dari pati atau
bahan lain yang sesuai (FI IV, 2009). Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat,
dimana satu macam obat atau lebih dan/ atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam
cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air (Ansel, 2005). Cangkang (shell) adalah yang
dikenal sehari-hari dengan sebutan kapsul kosong tanpa isi bahan obat. Cangkang ini dapat diisi
dengan bermacam-macam bahan obat, bahan obat cair maupun bahan obat padat menjadi kapsul
yang dapat langsung dipergunakan oleh penderita.
Berdasarkan bentuknya, kapsul dalam farmasi dibedakan menjadi dua, yaitu;
1. Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), terdiri atas tubuh dan tutup, tersedia
dalam bentuk kosong, isi biasanya padat dan dapat juga cair, cara pakai per oral, dan bentuknya
hanya satu macam (Widianto, Gatot, 2018). Kapsul cangkang keras terdiri atas bagian wadah
tutup yang terbuat dari metilselulosa, gelatin, pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran
cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling kecil 5 sampai nomor paling besar 000.
2. Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsul) merupakan satu kesatuan berbentuk
bulat atau silindris (pearl) atau bulat telur (globula) yang terbuat dari gelatin (kadang disebut
gel lunak) sedikit lebih tebal disbanding kapsul cangkang keras dan dapat diplastisasi dengan
penambahan senyawa poliol, seperti sorbitol atau gliserin. Kapsul lunak dapat mengandung
pigmen atau pewarna, bahan opak seperti Titanium dioksida, pengawet, pengharum dan
pemanis/ sukrosa 5%. Cangkang gelatin lunak umumnya mengandung air 6-13% (Widianto,
Gatot, 2018).
Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam ukuran
yang dinyatakan dalam nomor kode. 000 ialah ukuran terbesar dan 5 ukuran terkecil.
Ukuran kapsul : 000 00 0 1 2 3 4 5
Untuk hewan : 10 11 12
Umumnya nomor 00 adalah ukuran terbesar yang dapat diberikan kepada pasien. Adapula
kapsul gelatin keras ukuran 0 dengan bentuk memanjang (dikenal sebagai ukuran OE) yang
memberikan kapasitas isi lebih besar tanpa peningkatan diameter.
Keuntungan bentuk sediaan kapsul adalah bentuknya menarik dan praktis, tidak berasa
sehingga bisa menutup rasa dan bau obat yang kurang enak, mudah ditelan dan cepat hancur/
larut dalam perut sehingga cepat segera diabsorbsi (diserap) usus, dokter dapat memberikan
resep dengan kombinasi dari bermacam-macam bahan obat dan dengan dosis yang berbeda-
beda menurut kebutuhan seorang pasien, dan kapsul dapat diisi dengan cepat tidak memerlukan
bahan penolong seperti pada pembuatan pila tau tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi
bahan obatnya. Sedangkan terdapat juga kerugian dari sediaan kapsul adalah tidak bisa untuk
zat-zat mudah menguap sebab pori-pori cangkang tidak menahan penguapan, tidak untuk zat-
zat higroskopis, tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul, tidak untuk balita,
dan tidak bisa dibagi (misal ½ kapsul) (Widianto, Gatot, 2018).
Parasetamol (asetaminofen) adalah turunan senyawa sintetis dari drivat p-aminofenol
yang mempunyai sifat antipiretik/ analgesik. Senyawa ini mempunyai nama kimia N-asetil-
paminofenol atau p-asetamidofenol atau 4 hidroksiasetanilid, bobot molekul 151,16 (FI III,
1979). Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegal
linu dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian
tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit).
Pati atau amilum merupakan suatu polisakarida yang banyak didapatkan dari berbagai
macam tumbuhan seperti jagung, gandum, kacang-kacangan, kentang dan umbi. Pati tersusun
dari dua polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin yang terikat oleh ikatan glikosidik.
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada kandungan tanaman,
dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk
fotosintesis (Gunawan, 2004). Amilum pada percobaan ini digunakan sebagai bahan tambahan
yang fungsinya sebagai bahan pengahancur atau disintegrant, karena kapsul yang ditelan harus
mengalami hancur atau terdisintegrasi di dalam lambung supaya bahan aktif dapat diabsorpsi
(Murtini, G, dan Elisa, Y, 2018).
Laktosa adalah bentuk disakarida dari karbohidrat yang dapat dipecah menjadi bentuk
lebih sederhana yaitu galaktosa dan glukosa. Laktosa ada di dalam kandungan susu, dan
merupakan 2-8% bobot susu keseluruhan. Laktosa, atau sering juga disebut sebagai gula susu
adalah bagian dari susu yang memberikan rasa manis dengan tingkat kemanisan lebih rendah
dari sukrosa. Pada percobaan kali ini, laktosa digunakan sebagai bahan tambahan yang
fungsinya sebagai bahan pengisi, bertujuan untuk mencukupkan massa kapsul sampai pada
bobot yang diinginkan.
II. Data Preformulasi
A. Bahan Aktif
1. Paracetamol (Farmakope Indonesia Edisi VI hal. 1359; Farmakope Indonesia Edisi III hal.
37; Obat Obat Penting hal. 917).
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C8 H9 N02 ,
Dihitung terhadap zat kering.
Rumus molekul : C8 H9 N02
Rumus struktur :
2. Laktosa (Pengisi)
(Farmakope Indonesia Edisi III, hal. 338; HOPE Edisi VI, hal. 359)
Rumus molekul : C12 H22 O11 . H2 O
Struktur molekul :
= 0,5 g = 500 mg
V. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang masing-masing bahan
3. Dimasukkan Paracetamol dan digerus halus, tambahkan Laktosa dan Amylum lalu digerus
ad homogen
4. Dilakukan uji sifat alir dan uji bobot jenis (ditentukan kerapatan nyata serbuk campuran)
5. Serbuk campuran dimasukkan ke dalam cangkang kapsul dan dibersihkan
6. Dilakukan uji evaluasi kapsul (keseragaman bobot dan waktu hancur)
7. Dimasukkan kapsul ke dalam botol, diberi etiket dan diserahkan
VI. Evaluasi
A. Evaluasi Granul
1. Uji Bobot Jenis (Lachman, hal. 682)
• Alat : Piknometer
• Cara kerja :
- Ditimbang bobot granul lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur
-
Dilihat volume dan dihitung BJ nyata dari granul
m
• Rumus : ρ=
V
ρ : Bobot jenis nyata
m : Bobot granul nyata (g)
V : Volume granul (ml)
Bobot
• Rumus : Kecepatan alir =
Waktu
b. Secara tidak langsung ;
• Alat : Granul Flow Tester
• Cara kerja :
- Ditimbang 25 g granul lalu ditempatkan pada corong alat uji dalam keadaan
tertutup
- Penutup dibuka dan dibiarkan granul mengalir
- Granul ditampung pada kertas grafik milimeter
- Catat tinggi (h), diameter unggukan granul (d), jari-jari (r) dan hitung ɑ (sudut
istirahat)
• Persyaratan :
Waktu istirahat Sifat alir
<25 Sangat baik
25-30 Baik
30-40 Cukup baik
>40 Sangat tidak baik
h
• Rumus : Tan ɑ =
r
ɑ = inv. Tg ɑ
B. Evaluasi Kapsul
1. Keseragaman Bobot (Farmakope Indonesia Edisi III, hal. 5)
• Alat : Neraca Digital
• Cara kerja :
- Diambil 20 kapsul sebagai sampel, timbang lagi kapsul satu persatu
- Keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul, hitung
bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul
• Syarat : Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-
rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan kolom A
dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan kolom
B.
𝑥̅ − x1
• Rumus : %Penyimpangan = x 100%
𝑥̅
2. Waktu hancur (Farmakope Indonesia Edisi VI 2020, hal. 2119; Farmakope Indonesia
Edisi III, hal. 6)
• Alat : Disintegration Tester
• Cara kerja :
- Diamati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing-masing
monografi (semua kapsul hancur). Bila 1 atau 2 kapsul tidak hancur sempurna,
ulangi pengujian dengan 12 kapsul lainnya.
- Dimasukkan ke dalam tabung uji waktu hancur (dengan suhu 37 ± 2°C s.d kapsul
hancur
- Dicatat masing-masing waktu hancur
• Syarat : Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan 6 kapsul tidak
boleh lebih dari 15 menit.
VII. Tabulasi Data
A. Evaluasi Granul
m
➢ Rumus : ρ =
V
11,83 g
= = 0,4732 g/ ml
25 ml
2. Uji Sifat Alir
➢ Secara langsung
No. Bobot (g) Waktu (s) Kecepatan Alir Sifat Alir
(g/s)
1. 25 g 50 detik 0,5 g/s Sangat sukar mengalir
2. 25 g 25 detik 1 g/s Sangat sukar mengalir
3. 25 g 32 detik 0,78 g/s Sangat sukar mengalir
̅
𝒙 0,76 g/s Sangat sukar mengalir
Bobot
➢ Rumus : kecepatan alir =
Waktu
25 g
Kecepatan alir 1 : = 0,5 g/s
50 s
25 g
Kecepatan alir 2 : = 1 g/s
25 s
25 g
Kecepatan alir 3 : = 0,78 g/s
32 s
0,5+1+0,78
Rata-rata kecepatan alir (𝑥̅ ) : = 0,76 g/s
3
➢ Secara tidak langsung
No. Bobot Tinggi Diameter Jari-jari Tan ɑ ɑ Sifat Alir
(g) (cm) (cm) (cm)
1. 25 g 3,4 cm 8,5 cm 4,25 cm 0,8 38,65 Cukup baik
2. 25 g 3,3 cm 9,5 cm 4,75 cm 0,6947 34,78 Cukup baik
3. 25 g 3,5 cm 9 cm 4,5 cm 0,7777 37,87 Cukup baik
̅
𝒙 37,1 Cukup baik
h
➢ Rumus : Tan ɑ = , ɑ = inv. Tg ɑ
r
3,4
Tan ɑ 1 : = 0,8
4,25
SD = 0,042336
SD 0,042336
SDR = x 100% = x 100% = 9,0461%
̅
𝒙 0,468
Kolom A ̅ bobot
:𝒙 x ̅ simpang
𝒙
= 468 mg x 7,5%
= 35,1 mg
= (468 – 35,1) s/d (468 + 35,1)
= 432,9 s/d 503,1 mg
Kolom B ̅ bobot
:𝒙 x ̅ simpang
𝒙
= 468 mg x 15%
= 70,2 mg
= (468 – 70,2) s/d (468 + 70,2)
= 397,8 s/d 538,2 mg
2. Waktu Hancur
- Syarat : Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan 6 kapsul tidak
boleh lebih dari 15 menit.
(Farmakope Indonesia Edisi III, hal. 6)
Ansel, Howard, C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: Univeristas Indonesia;
2005
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 1979
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 1995
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2020
Gunawan, D., dan Mulyani, S. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi Jilid I. Yogyakarta: Penebar
Swadaya; 2004
Lachman, Leon, dkk. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012
Martini, G & Elisa, Y. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia; 2018
Rowe, R. C., Paul, J.S., dan Martin, E.Q. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition.
Chicago, London: Pharmaceutical Press; 2009
Safitry, Heny. Laporan Praktikum Farmasetika Dasar. Akademi Farmasi Bina Husada; 2017
Tjay, T. H., & Rahardja, K. Obat-Obat Penting Edisi 7. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia; 2002