Nama kimia :
Rumus molekul :
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam
kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzen.
3. TINJAUAN EKSIPIEN
1. Laktosa
Struktur Kimia
OH
2. Mg stearat
Struktur Kimia
3. Amylum tritici
Struktur Kimia
5. Aquadest
4. INTEGRASI SAINS-ISLAM
Setiap penyakit yang ada di muka bumi ini selalu ada obatnya. Obat dari
setiap penyakit tersebut datangnya hanya dari Allah SWT. Maka dari itu,
jangan pernah berputus asa dalam mencari pengobatan atas suatu penyakit
yang diderita. Diriwayatkan di dalam Hadits Muslim no. 5705, Rasulullah
SAW bersabda:
"Semua penyakit ada obatnya. Apabila obat itu mengenai penyakit, maka
(penyakit) akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa jalla."
b. PER KEMASAN
6. SPESIFIKASI PRODUK
a. Persyaratan Umum Sediaan
Kekuatan : 500 mg
7. RANCANGAN FORMULA
CTM
tablet keras
daya alir kompaktibilit volume obat massa cetak
butuh
buruk as buruk diperbesar lengket
penghancur
Granulasi bahan
bahan pengisi disintegran lubrikan
basah pengikat
magnesium
amilum tritici Laktosa amilum tritici
stearat
Formula
Nama Bahan Fungsi Formula I Formula II
III
Parasetamol Zat aktif 500 mg 500 mg 500 mg
Laktosa Bahan pengisi ad 600 mg ad 600 mg ad 600 mg
Amylum tritici Disintegran (3- 3% 6% 9%
25%)
Mg stearat Lubrikan (0,25- 2% 2% 2%
5%)
HPMC Pengikat (2-5%) 5% 5% 5%
Aquadest Pelarut qs. qs. qs.
3) Formula III
Mencampur zat aktif dan eksipien (fase dalam). Campurkan parasetamol, HPMC,
Membuat atau menyiapkan cairan penggranulasi (cairan pengikat)
Membuat massa granulasi dengan cairan penggranulasi dalam alat campur. Lalu
dicampur hingga homogen. Diayak dengan mesh 6-12
Pengeringan
9. CARA EVALUASIgranul basah pada suhu ± 50-600 C dalam lemari pengering. Diayak
dengan mesh 18-20
A. Evaluasi granul
Mencampur granul dengan fase luar berupa mg stearat dalam mesin campur khusus
1) Sifat alir (Lachman et al, 1994).
menjadi massa kempa .
Tujuan : Menjamin keseragaman pengisian kedalam
Massa kempa dikempa menjadi tablet jadi dalam mesin tablet.
cetakan
Prinsip : Menetapkan jumlah granul yang mengalir melalui
setelah tablet jadi, dievaluasi, dimasukkan ke dalam kemasan dan diberi etiket
alat selama waktu tertentu.
Alat : Flow Tester Manual
Cara Kerja :
a. Timbang sejumlah granul, masukkan ke dalam
corong.
b. Granul dibiarkan mengalir bebas dari lubang
corong/silinder dan ditampung pada suatu
bidang datar hingga timbunan granul tersebut
membentuk kerucut.
c. Dari timbunan ini diukur sudut istirahat (sudut
antara lereng granul dengan bidang datar)
Penafsiran Hasil : Jika α = 25- 30 artinya sangat mudah mengalir
30- 40 artinya mudah mengalir
40- 45 artinya mengalir
> 45 artinya kurang mengalir
2) Berat jenis
Menurut (Lieberman, 1986) dalam buku The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy:
a) BJ sejati
BJ sejati merupakan massa granul dibagi volume granul yang
tidak termasuk pori granul (Lieberman, 1986).
Alat : piknometer
BJsejati = (b-a) x BJ cairan pendispersi
(b+d) – (a+c)
a = bobot piknometer kosong
b = bobot piknometer + 1 g granul
c = bobot piknometer + 1 g granul + cairan pendispersi
d = bobot piknometer + cairan pendispersi
b) BJ nyata
Prosedur : Timbang 100 g granul dan masukkan dalam gelas
ukur. Catat volumenya.
=W
V
= BJ nyata (g/ml)
W = Bobot Granul (g)
V = Volume granul tanpa pemampatan (ml)
c) BJ mampat
Prosedur :
- Timbang 100 g granul dan masukkan dalam gelas ukur lalu
catat volumenya (Vo)
- Mampatkan 500 x dengan alat Volumeter. Catat volumenya
(V500)
BJ mampat = W
V
W = bobot granul (g)
V500 = Volume granul pada 500 ketukan (ml)
d) Kadar pemampatan
Prosedur : sama dengan BJ Mampat
Kp = Vo-V500 x 100%
Vo
Kp = Kadar pemampatan
Vo = Volume granul sebelum pemampatan
V500= volume granul setelah 500 kali pemampatan
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika Kp≤20% (memiliki
aliran yang baik)
e) Perbandingan Haussner
Prosedur : Sama dengan pada prosedur BJ Mampat
Angka Haussner = BJ setelah pemampatan
BJ sebelum pemampatan
Penafsiran hasil : Granul memenuhi syarat jika angka Haussner
1
f) %Kompresibilitas (%K)
% K = BJ mampat – BJ nyata x 100%
BJ mampat
Penafsiran hasil : Jika % K:
5 – 10 % artinya aliran sangat baik
11 – 20 % artinya aliran cukup baik
21 - 25 % artinya aliran cukup
>26 % artinya aliran buruk
3) Kelembaban (Lieberman, 1986).
Tujuan : Mengontrol kandungan lembab granul sehingga
dapat Mengantisipasi masalah yang terjadi selama
proses pengempaan tablet, terutama kandungan
lembab menjadi faktor penyebabnya.
Prinsip : Alat menentukan persentase massa yang hilang
(air, komponen yang mudah menguap) selama pemanasan pada suhu
tertentu (70oC)
Alat : Moisture Balance
Cara kerja : Ditimbang granul sebanyak 5 atau 10 g, kemudian
dimasukkan dalam alat Moisture Balance, kemudian alat ditara,
dipanaskan granul pada suhu 60-70°C sampai skala pada alat tidak
berubah (stabil) selanjutnya dibaca kadar air yang tertera pada skala
(%)
Perhitungan : %KB = W1/W x 100%
%KL = Wa/W1 x 100%
Wa = W – W1
Keterangan: %KB = Kandungan bobot ; %KL=Kandungan lembab ;
W = bobot mula-mula; W1 = bobot setelah pengeringan
Penafsiran Hasil : Kadar air yang baik 1-2 %, lebih dari 1% kurang
dari samadengan 5% (Syamsuni, 2006)
B. Evaluasi tablet
1) Organoleptis
Tujuan : Penerimaan oleh konsumen
Prinsip : Pemeriksaan organoleptik meliputi warna, bau dan
rasa
Penafsiran hasil :Warna homogen, tidak ada binitk-bintik/noda, bau
sesuai spesifikasi (bau khas bahan, tidak ada bau yang tidak sesuai),
rasa sesuai spesifikasi.
2) Keseragaman ukuran
Ketebalan tablet berhubungan dengan kekerasan tablet. Selama
proses pencetakan, perubahan ketebalan merupakan indikasi adanya
masalah pada aliran massa cetak atau pada pengisian granul ke dalam
(Depkes RI, 1979)
Alat : Jangka Sorong
Cara kerja : Tiga tablet parasetamol diambil secara acak,
diukur diameter dan tablet masing-masing tablet (Kusuma,2018)
Penafsiran hasil : Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 11/2 kali tebal tablet
3) Keseragaman bobot
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif
merupakan bagian terbesar dari tablet dan cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan
indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif
merupakan bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
(Syamsuni, 2006). Persyaratan keseragaman bobot terpenuhi untuk
tablet dengan bobot lebih dari 300 mg, jika tidak lebih dari 2 tablet
yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih besar dari 5%, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 10% (Depkes RI,
1979).
Cara Kerja : Dua puluh tablet ditimbang seluruhnya dengan
seksama, dihitung bobot rata ratanya. Ditimbang
satu per satu tablet, dibandingkan dengan bobot rata-
rata tablet. Persyaratan keseragaman bobot tablet
yang ditetapkan untuk tablet dengan bobot lebih dari
300 mg adalah tidak lebih dari 2 tablet yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih
besar dari 5% dan tidak ada satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari
10% (Kusuma, 2018)
4) Friabilitas
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet yaitu dengan
mengukur keregasannya. Gesekan dan goncangan merupakan
penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji keregasan tablet
digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat
friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet
dimasukkan ke dalam alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit
atau seratus kali putaran. Tablet ditimbang kembali dan dibandingkan
dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai keregasan
tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel,
1989).
Alat : Roche friabilator
Cara Kerja : Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari
debu, dicatat beratnya (a gram). Tablet dimasukkan
ke dalam alat (Roche Friabilator CS-2), lalu alat
dijalankan selama 4 menit (100 kali putaran).
Setelah batas waktu yang ditentukan tablet
dikeluarkan dan dibersihkan dari debu, lalu
ditimbang beratnya (b gram). Dihitung persen
bobot tablet yang hilang (Kusuma, 2018).
Ketentuan umum : Kehilangan berat ≤ 0,8% (Kusuma, 2018).
5) Kekerasan tablet
Alat : Strong Cobb Hardness Tester YD.1
Cara kerja : Satu tablet diletakkan ditengah dan tegak lurus
pada hardness tester, mula-mula pada posisi nol,
kemudian alat diputar pelan-pelan hingga tablet
pecah. Dibaca skala yang dicapai pada saat tablet
pecah atau hancur. Kekerasan tablet 4-8 kg
(Kusuma, 2018).
6) Waktu hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral,
kecuali tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan. Uji ini
dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang
ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
Pada pengujian waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada
bagian tablet yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen yang
berasal dari zat penyalut. Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet
tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut
(Syamsuni, 2006).
Cara Kerja :Pengujian dilakukan terhadap 6 tablet. Dimasukkan
1 tablet pada masing-masing tabung dari keranjang,
dimasukkan satu cakram pada tiap tabung, kemudian
alat dijalankan. Digunakan air dengan suhu 37º ±
2ºC sebagai media. Alat uji waktu hancur
(Distegration Tester BJ-3) dijalankan dan dihitung
waktu hancur tablet. Persyaratan Tablet Tidak
Bersalut: Waktu yang diperlukan untuk
menghancurkan tablet tidak lebih dari 15 menit
untuk tablet tidak bersalut (Kusuma, 2018).
7) Uji disolusi
Tujuan : Uji ini untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-
masing monografi untuk sediaan tablet/kapsul,
kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus
dikunyah (seperti tablet antasida), uji ini untuk
mengetahui kapan zat aktif mulai dilepaskan dan
kapan kadar maksimum didalam media disolusi zat
aktif secara in vitro (Depkes RI, 1995).
9. PEMBAHASAN
Tablet adalah bentuk sediaan yang paling banyak digunakan di antara
seluruh sediaan yang tersedia karena sederhana untuk pemberian, harga
produksi yang lebih rendah, dan keanggunan. Kualitas estetika seperti warna,
tekstur, rasa mulut, dan penutup rasa tergantung pada teknik pelapisan
(Gaikwad, 2020). Metode granulasi basah (wet granulation) adalah metode
persiapan tablet yang paling banyak digunakan. Dalam metode ini bubuk
diikat dengan pengikat yang sesuai. Pengikat ditambahkan dengan
mengencerkan dengan yang sesuai pelarut sebelum ditambahkan ke bubuk
yang diblender untuk membentuk basah butiran yang selanjutnya dikeringkan
secara sesuai untuk mengeluarkan pelarut membentuk butiran kering. Gaya
tegangan permukaan dan kapilertekanan terutama bertanggung jawab untuk
pembentukan butiran awal. Keuntungan utama karena memenuhi semua
persyaratanpembentukan tablet meskipun multistage, memakan waktu
(Bhowmik, 2014). Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretikditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia
lebih dikenaldengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas
(Wilmana, 1995). Efek analgetik Paracetamol dapat menghilangkan atau
mengurangi nyeriringan sampai sedang (Zubaidi, 1980).
Pada proses pembuatan tablet Protamol® yang mengandung parasetamol
500mg menggunakan metode granulasi basah diperoleh hasil evaluasi yang
mengacu pada studi literatur. Evaluasi yang dilakukan terdiri dari dua macam
yaitu, evaluasi granul dan evaluasi tablet. Pada evaluasi granul terdiri dari
sifat alir, berat jenis, dan kelembaban. Sedangkan pada evaluasi tablet terdiri
dari organoleptis, keseragaman ukuran, keseragaman bobot, friabilitas,
kekerasan tablet, dan waktu hancur.
Pada uji sifat alir granul yang baik memiliki kecepatan alir sebesar ≤10
detik untuk mengalirkan 100 gram granul. Adapun sifat alir yang buruk bisa
dikarenakan konsentrasi bahan pengikat yang digunakan terlalu sedikit,
sehingga ukuran dan massa jenis granul juga kecil. Pelarut bahan pengikat
dengan jumlah besar dapat menyebabkan terjadinya kohesivitas antarpartikel
sehingga aliran granulnya menjadi buruk (Voight, 1994). Pada uji
kelembaban granul yang baik memiliki kadar lembab sebesar 1-5% (Rowe,
dkk.,2009). Jika kadar lembabnya kurang dari 1% maka akan terjadi capping
yaitu proses pembelahan tablet di bagian atas. Terjadinya kelembaban yang
tinggi dikarenakan bahan pengikat yang digunakan terlalu kecil sehingga
didominansi oleh kandungan airnya. Proses penyimpanan dan
penggranulasian yang salah juga dapat memicu terjadinya granul yang
lembab (Syamsuni, 2006). Pada uji berat jenis, granul yang baik memiliki
kadar pemampatan ≤20 Kp, memiliki angka Haussner 1, dan persen
kompresibilitas sebesar 5–10 % (Lieberman, 1986).
Pada uji organoleptis diketahui bahwa Protamol® tablet memiliki warna
putih kekuningan, tidak berbau, dan tidak berasa. Pada uji keseragaman
ukuran tablet yang memenuhi persyaratan memiliki diameter tidak lebih dari
1
3 kali tebal tablet dan tidak kurang dari 1 tebal tablet sesuai dengan
2
persyaratan dalam FI III (Edy dan Karlah, 2020). Pada uji keseragaman
bobot tablet yang baik ialah yang memenuhi persyaratan keseragaman bobot.
Adapun tablet dengan bobot lebih dari 300 mg, maka persyaratannya ialah
tidak lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari
bobot rata-ratanya lebih besar dari 5%, dan tidak satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari 10% (Depkes RI,
1979). Ada tiga faktor yang langsung dapat menimbulkan masalah
keseragaman bobot isi tablet, yaitu tidak seragamnya distribusi bahan obat
pada pencampuran bubuk atau granulasi, pemisahan dari campuran bubuk
atau granulasi selama berbagai proses pembuatan dan penyimpangan berat
tablet (Lachman, 1994).
Pada uji friabilitas, tablet yang baik memiliki angka kerapuhan dengan
ditunjukkan adanya kehilangan berat sebesar ≤ 0,8% (Voight, 1994); atau
tidak melebihi 1% (Ansel, 2010); atau lebih kecil dari 0,5% (Lachman
dkk.,1994). Adapun jika terdapat suatu tablet mudah rapuh, maka penyebab
terjadinya kerapuhan tablet mungkin karena fisik tablet yang tidak terkempa
dengan baik sehingga menyebabkan rongga pada tablet, lalu tablet menjadi
rapuh. Selain itu rongga terbentuk diduga karena laju alir granulnya rendah
sehingga jumlah granul yang terisi kurang tepat (Kurniati, dkk.,2017). Pada
uji kekerasan, tablet yang baik memiliki tingkat kekerasan sebesar 4-8 kg
(Parrot, 1971). Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu
agar dapat bertahan dalam berbagai guncangan mekanik pada saat
pembuatan, pengepakan, dan transportasi. Kekerasan yang cukup dari suatu
tablet merupakan salah satu persyaratan penting dari suatu tablet. Faktor yang
mempengaruhi kekerasan tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan
yang dikempa. Kekerasan ini yang dipakai sebagai ukuran dari tekanan
pengempaan. Semakin besar tekanan yang diberikan saat pengempaan akan
meningkatkan kekerasan tablet (Parrot, 1970). Kekerasan tablet kurang dari 4
kg masih dapat diterima asalkan kerapuhannya tidak melebihi batas yang
ditetapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan mengalami
kerapuhan pada saat pengemasan dan transportasi. Kekerasan tablet yang
lebih dari 10 kg masih dapat diterima, asalkan masih memenuhi persyaratan
waktu hancur/desintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan (Rhoihana, 2008
Pada uji waktu hancur, tablet yang baik memiliki waktu hancur sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan serta dapat memberikan efek terapi
yang cepat. Waktu yang diperbolehkan untuk menghancurkan tablet tidak
bersalut salut enterik adalah tidak lebih dari 15 menit (Depkes RI, 1979).
Waktu hancur sediaan tablet sangat berpengaruh dalam biofarmasi dari obat.
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran
cerna, maka tablet harus hancur dan melepaskannya ke dalam cairan tubuh
untuk dilarutkan. Waktu hancur dipengaruhi oleh penghancur (jenis dan
jumlahnya) dan banyaknya pengikat (Ansel, 1989). Adapun pada uji disolusi
tablet yang baik ialah yang memiliki kadar ≥80% (Depkes RI, 1995). Salah
satu faktor yang mempengaruhi disolusi tablet adalah ada tidaknya bahan
pembasah. Adanya PVP sebagai bahan polimer maka dapat membantu
kelarutan tablet parasetamol. PVP sebagai bahan pembasah mampu
menurunkan sudut kontak dengan meningkatkan daya basah melalui cairan
sehingga waktu hancur meningkat dan akan mudah terdisolusi. (Sulaiman,
2007).
10. KEMASAN
A. Kemasan primer
Tampak depan
Tampak belakang
B. Kemasan sekunder
c. Leaflet
d. Etiket
Ansel, H.C., Allen, L.V.Jr., and Popovich, N.G., 1989, Pharmaceutical Dosage
Form and Drug Delivery System, 7 th ed., Lippincot Williams and Wilkins,
USA.
Ansel, H.C. 2010. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Edy dan Karlah. 2020. Teknologi dan Formulasi Sediaan Padat. Klaten: Penerbit
Lakeisha.
Kusuma, Deny dan Apriliani, Eka Dyah. 2018. Evaluasi Fisik Tablet Parasetamol
Generik dan Tablet Parasetamol Bermerk Dagang. AKFARINDO. Vol 3. No
1.
Kusumo, N.N. and Mita, S.R., 2016. Review: Pengaruh Natural Binder pada Hasil
Granulasi Parasetamol. Farmaka, Suplemen V, pp.228-235.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Indrustri Edisi Ketiga Vol II. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI
Press.
Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L. 2009. Drug Information
Handbook 17th Edition. USA: American Pharmacist Association.
Lieberman, H. 1986. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd ed. Lea
and Febinger, Philadelphia, London.
Sheth, et al. 1980. Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Volume I. New York:
Marcell Dekker, Inc.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Zulfa dan Malinda. 2019. Formulasi Tablet Paracetamol dengan Bahan Pengikat
Pati Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L). Jurnal Pharmascience, Vol.
06, No.02.