Anda di halaman 1dari 37

1.

Nama dan Kekuatan Sediaan


1.1 Supositoria
Nama Sediaan : Supposico
Kekuatan Sediaan : 10 mg
1.2 Ovula
Nama Sediaan : Vulidone
Kekuatan Sediaan : 10 mg
2. Prinsip Percobaan
Supositoria dan ovula dibuat untuk dapat melebur pada suhu tubuh
namun memadat pada suhu penyimpanan sehingga harus diperhatikan
penggunaan basis yang sesuai untuk supositoria dan ovula. Metode
pembuatannya ada 3 yaitu (1). Dicetak dengan tangan atau manual jika
bahan obat tidak tahan pemanasan, (2). Pencetakan kompresif dinding,
prinsipnya suatu roda tangan beredar menekan piston terhadap massa ovula
dan supositoria sehingga massa dapat diluang melalui cetakan. (3). Cetak
tuang atau teknik pelelehan. Supositoria digunakan melalui rektal,
sedangkan ovula melalui vagina. Keduanya dapat memberikan efek local
atau sistemik.

3. Tujuan Percobaan
- Dapat mengetahui cara pembuatan supositoria dan ovula
- Dapat mengetahui cara perhitungan bilangan pengganti pada sediaan
supositoria
- Dapat melakukan. evaluasi supositoria dan ovula serta menyimpulkan
mutu sediaan dari hasil evaluasi
- Dapat menggunakan alat-alat dalam pembuatan dan evaluasi supositoria
dan ovula
- Dapat mengetahui kestabilan sediaan setelah dilakukan evaluasi dan
setelah penyimpanan selama 1 minggu
4. Preformulasi Zat Aktif
4.1 Supositoria
a. Bisakodil

- Struktur molekul :
- Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih terutama
terdiri dari partikel dengan diameter terpanjang lebih kecil dan 50 µm
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloform
dan dalam benzen agak sukar larut dalam etanol dan dalam methanol, sukar
larut dalam eter.
- Titik lebur : 131oC dan 135oC
- Stabilitas : Bisakodil dalam bentuk supositoria dan tablet salut
enterik stabil jika disimpan pada suhu <30oC
- Interaksi obat : Dengan antasida, antasida dapat menurunkan efek
terapi dan bisakodil antasida menyebabkan tablet bisakodil terhambat
pelepasannya sebelum mencapai usus besar.
- Indikasi : Sambelit, menghilangkan rasa nyeri pada buang air
besar, seperti hemoroid sebelum dan sesudah operasi persiapan untuk
enema, persiapan usus besar untuk protoksigmoidoskopi.
- Aturan pakai
Untuk meredakan konspirasi
Dewasa : oral 5-15 mg as single dose
: rektal suppositoria 10 mg single dose
Anak-anak : oral >6 tahun 5-10 orang (0,3 mg/kg) pada saat akan tidur atau
sebelum makan pagi.
(Tjay, 2007)
4.2 Ovula
a. Povidone iodine

- Struktur molekul :
- Pemerian : Serbuk amorf, coklat kekuningan sedikit berbau
khas, larutan bereaksi asam terhadap kertas lakmus.
- Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol, praktis tidak larut
dalam klorofrm, dalam karbon temaklorida dalam eter dalam heksana dan
dalam aseton.
- Stabilitas : Stabil pada suhu 110oC – 130oC mudah terurai
dengan adanya udara dari luar, dapat bercampur dengan air, stabil bila
disimpan ditempat kering.
- Inkompatibilitas : Dengan aktivitas antimikroba dapat mereduksi pada
Ph tinggi dan larutan benzoid.
- Interaksi obat : Dengan litium, jika telah menggunakan litium,
konsultasikan terlebih dahulu jika ingin menggunakan povidone.
- Indikasi : Hiegenis vagina, mengobati keputihan yang
disebabkan oleh Candida dan Trichomonas.
- Dosis : Larutan vagina 10%
- Mekanisme farmakologi : Povidone iodine dikenal sebagai germisida
spektrum luas, mekanisme kerja akan dilepaskan secara perlahan-lahan
dengan aktivitas menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga
menggangu multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi
lemah.
- Aturan pakai : Jika vagina iritasi, masukan 0,3% larutan sehari
sekali selama 5-7 hari.
- Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap iodine atau komponen lain
dalam formula
- Efek samping : Dapat menyebabkan iritasi, hipotiroidisme dapat
terjadi pada bayi.
(Dirjen POM, 1995 :680)

5. Preformulasi Zat Tambahan


5.1 Supositoria
a. Oleum cacao (minyak cokelat)
- Pemerian : Lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromstik,
rasa khas lemak dan agak rapuh
- Kelarutan : Sukar larut dalam etanol 95%, mudah larut dalam
kloroform, dalam eter dan dalam eter minyak tanah.
- Titik leleh : 31-34OC
- Stabilitas : Pemanasan lebih dari 36oC selama penyiapan
suppositoria dapat menyebabkan penurunan kepadatan karena terbentuk
struktur yang stabil. Hal ini menyebabkan penurunan kepadatan karena
terbentuk struktur sippositoria, oleum cacao harus disimpan pada
temperatur dibawah 25oC.
- Inkompatibilitas : Terjadi reaksi kimia antara basis lemak
supopositoria dan jarang pada obat yang sama tetapi beberapa potensial
untuk beberapa indikasi.
- Kegunaan : Basis suppositoria
- Konsentrasi 40-96%
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Dirjen POM, 2014 : 628 dan Rowe at all, 2005 : 725)

5.2 Ovula
a. Gliserin
- Pemerian : cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa
manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam/tidak enak). Higroskkopis
ineral terhadap lakmus.
- Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,
tidak larut dalam kloroform dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam
minyak menguap.
- BJ : tidak kurang dari 1,249 g/cm3
- Stabilitas : higroskopis, terdekomposisi oleh pembakaran
(pemanasan) stabil secara kimia dengan air, etanol 95% dan ppg
- Inkompatibilitas : mudah meledak dengan oksidator kuat
- Kegunaan : basis ovula
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
(Dirjen POM, 2014 ; 507 dan Rowe, et al, 2009 : 28)

b. Gelatin
- Pemerian : lembaran, kepingan atau potongan atau serbuk
kasar sampai halus kuning lemah atau coklat terang, warna bersosiasi
tergantung ukuran partikel larutannya berbau lemah seperti kaldu, jika
kering stabil di udara. Terapi mudah terurai oleh mikroba jika
lembab/dalam bentuk larutan.
- Kelarutan : tidak larut dalam air dingin, mengembang dan lunal
bila dicelup dalam air, menyerap air secara bertahap 5-10x beratnya. Larut
dalam etanol, kloroform eter dalam minyak lemak dan dalam minyak
menguap
- BJ : 1,329/cm2 dan 1,28 g/cm
- Stabilitas : stabil jika sering, mudah terurai oleh mikroba jika
lembab atau bentuk larutan stabil di udara pada suhu 50oC sksn perlahan
mengalami depolimerasi.
- Inkompatibilitas : aldehid dan gula aldehid, polimer anion dan kation
elektrolit, ion logam, oksidator kuat, dan surfaktan.
- Kegunaan : basis ovula
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik ditempat kering
(Dirjem POM, 2014 : 438 dan Rowe, et al, 2009 :725).
c. Aquadest
- Pemerian : cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak
memiliki rasa
- Kelarutan : dapat bercampur dengan pelarut polar
- pH : 5,0-7,0
- Bobot Jenis : 1 g/cm3
- pKa/pKb : 8,4
- Stabilitas : stabil dalam semua keadaan
- Inkompatibilitas : inkompatibel dengan obat dan zat tambahan lainnya
yang mudah terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau
kelembaban)
- Kegunaan : pelarut
- Penyimpanan : dalam wadah tertutup kedap
(Dirjen POM 1995; 112)

6. Preformulasi Wadah Kemasan


Pada percobaan ini dibuat sediaan supositoria dan ovula. Supositoria
dibuat dengan menggunakan basis oleum cacao yang bersifat temlabil dan
ovula dibuat dengan menggunakan gliserin yang bersifat higroskopis.
Dengan demikian, kemasan yang dapat digunakaan adalah alumunium foil.
Alumunium foil bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan sediaan.
Alumunium foil dapat menghalangi oksigen,cahaya,bau,kuman dan
kelembaban karena struktur alumunium foil sangat rapat. Alumunium foil
juga berfungsi sebagai insulator baik pada kondisi panas ataupun dingin,
sehingga suhu pada kemasan cenderung stabil tidak akan cepat berubah
selama perubahan temperaturnya tidak terlalu ekstrim. Keadaan tersebut
yang membuat alumunium foil dipilih menjadi kemasan primer pada
sediaan supositoria karena alumunium yang bersifat insulator mampu
melindungi supositoria dan ovula dari perubahan suhu yang signifikan jika
disimpan pada suhu 30℃.
Sedangkan pada ovula alumunium foil dapat melindungi sediaan
yang dapat menarik air (karena kandung gliserin) alumunium foil dapat
menghalangi molekul air dan udara yang dapat membuat sediaan menjadi
tidak stabil. Alumunium foil juga dapat membentuk mengikuti bentuk
sediaan. (Endah, 2002: 5)
Untuk kemasan sekunder yang digunakan adalah kardus yang
terbuat dari kertas yang kuat dan tebal. Kemasan sekunder tidak
berpengaruh terhadap stabilitas produk. (Alaerborn, 2002).

7. Analisis Pertimbangan Formula


7.1 Supositosia
Zat aktif yang digunakan pada formula ini adalah bisakodil yang
dapat mengobati sembelit, menghilangkan nyeri pada buang air besar
seperti hemoroid, sebelum dan sesudah operasi. Persiapan untuk enema dan
persiapan usus besar protoksigmoidaskopi sehingga dibuat sediaan
supositoria untuk menghasilkan efek local dan untuk memperoleh efek kerja
yang cepat
Oleum cacao digunakan sebagai basis supositoria dimana akan
berpengaruh pada pelepasan zat terapetik. Oleum cacao dipilih karena dapat
memadat pada suhu penyimpanan dan dapat meleleh pada suhu tubuh dan
tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, oleh karena itu menghambat difusi
obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Olecum cacao
digunakan sebagai basis dengan konsentrasi 40-96%. Oleum cacao dapat
menjamin zat aktif (bisakodil) dalam keadaan stabil selama penyimpanan
dana tar bisakodil dan oleum cacao tidak inkompatibel. (Dirjen POM, 1995
:16-17. ; Rowe et all, 2009: 725)
7.2 Ovula
Zat aktif yang digunakan yaitu povidone iodine yang dapat
mengobati keputihan yang disebabkan oleh Candida dan Trichomonas
sehingga dibuat sediaan ovula untuk menghasilkan efek local dan untuk
memperoleh efek kerja yang cepat. Senyawa ini merupakan antiseptik dari
golongan halogen yang kompleks. Golongan ini berdaya aksi dengan cara
oksidasi, namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram
positif dan ragi. Keuntungan dari zat aktif povidone iodine ini sebagai
antiseptik yang tidak merangsang.
Gelatin digunakan sebagai basis ovula, dimana gelatin
tetragliserinisasi memiliki kelarutan yang dapat larut dalam air karena zat
aktif yang digunakan memiliki kelarutan yang mudah larut dalam air. Ovula
dengan basis gelatin tetragliserinisasi tidak melebur pada suhu tubuh, tapi
melarut dalam sekresi tubuh dan dapat berefek cukup lama. Lebih lambat
melunak dan lebih mudah bercampur dengan cairan tubuh dibandingkan
dengan oleum cacao, sehingga dapat memberikan efek yang sesuai dengan
harapan. (Dirjen POM, 1995 :17)

8. Formula
8.1 Formula A
Bisakodil 10 mg
Oleum Cacao 100%
m.f. supo No. XII @4 g
8.2 Formula B
Povidone 10%
Gliserin 70%
Gelatin 14%
Aquadest ad. 100%

9. Perhitungan dan Penimbangan


9.1 Supositoria
 Bisakodil
= 10 mg x 0,934 = 9,34 mg → untuk 1 supo
 Untuk 12 supo
= 9,34 mg x 12 = 112,08 mg
 Oleum Cacao
= 3,04 gram – (0,934) x 100% = 2,106 gram

 Untuk 12 supo
= 2,106 gram x 12 = 25,272 gram
9.2 Ovula
 Povidone 10%
10
= x 4 gram = 0,4 gram
100

 Untuk 12 Ovula
= 0,4 gram x 12 = 4,8gram
 Gliserin 70%
70
= x 3,6 gram = 2,52 gram
100

 Untuk 12 Ovula
= 2,52 gram x 12 = 30,24 gram
 Gelatin 14%
14
= 100 x 3,6 gram = 0,504 gram

 Untuk 12 Ovula
= 0,504 gram x 12 = 6,048 gram
 Aquadest = 4 gram – (0,4+2,52+0,504)
= 4 gram – 3,424
= 0,567 gram
 Untuk 12 Ovula
= 0,567 x 12 = 6,192 gram
10. Perhitungan Bilangan Pengganti
10.1 Supositoria
(𝐺2−𝐺1) 𝑥 100
𝑓= +1
𝐺2 𝑥 (𝑋)
(3,04−3,06 ) 𝑥 100
= +1
3,04 𝑥 10%
(− 0,02) 𝑥 100
= +1
30,4
−2
= 30,4 + 1

= 0,934 → bilangan pengganti

11. Prosedur Pembuatan


11.1 Kalibrasi alat pencetak supositoria/ovula dan penentuan
bilangan pengganti

Disiapkan alat cetak supositoria/ovula yang akan digunakan, dibuka dan


dibersihkan. Kemudian dipanaskan diatas penangas air. Dibuat kalibrasi
dengan basis saja dan basis + zat aktif 10%. Ditimbang basis dan zat aktif
(10%) yang akan digunakan. Kemudian basis dileburkan diatas penangas
air dan zat aktif dimasukkan, diaduk ad. homogen. Selajutnya diangkat alat
pencetak, dikeringkan dan diolesi dengan paraffin liquidum. Dituangkan
massa supositoria/ovula kedalam alat pencetak dengan menggunakan
batang pengaduk. Diamkan memadat selama lima menit pada suhu kamar.
Kemudian dimasukkan kedalam freezer selama 15 menit. Selanjutnya
dikeluarkan massa supositoria/ovula dan ditimbang masing-masing bobot
basis saja dan basis + zat aktif. Dihitung bilangan pengganti untuk massa
supositoria/ovula.
11.2 Pembuatan supositoria/ovula.
Disiapkan alat cetak supositoria/ovula yang akan digunakan, dibuka dan
dibersihkan. Kemudian dipanaskan diatas penangas air. Ditimbang basis
dan zat aktif yang digunakan. Selanjutnya basis dileburkan diatas penangas
air dan zat aktif dimasukkan, diaduk ad. Homogen alat pencetak diangkat
dikeringkan dan diolesi dengan paraffin liquidum. Dituangkan massa
supositoria/ovula kedalam alat pencetak dengan menggunakan batang
pengaduk. Diamkan memadat selama lima menit pada suhu kamar.
Kemudian dimasukkan kedalam freezer selama 15 menit. Selanjutnya
dikeluarkan massa supositoria/ovula dan ditimbang masing-masing bobot
massa supositoria/ovula. Kemudian dilakukan uji evaluasi.

12. Evaluasi dan Data Pengamatan


12.1 Prosedur Evaluasi
12.1.1 Uji Homogenitas Zat Aktif
Disiapkan pisau atau cutter yang kering dan bersih serta kertas perkamen
sebagai alas supositoria dan ovula. Disiapkan 3 sediaan kemudian di potong
merata atau simetris secara vertical. Kemudian diamati secara visual zat aktif
pada bagian dalam dan luar dimana harus terlihat seragam. Pada sediaan yang
baik tidak aka nada penumpukan zat aktif (padatan) pada suatu tempat.
12.1.2 Penampilan (organoleptis)
Dilakukan bersamaan dengan uji homogenitas zat aktif dimana uji ini
bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya keretakan, lubang eksudasi cairan
dan pembengkakan basis. Sediaan yang baik menandakan tidak adanya hal-hal
yang telah disebutkan di atas.
12.1.3 Uji Keseragaman Bobot
Evaluasi dilakukan pada sediaan yang mengandung zat aktif ≥ 50 mg
atau lebih, atau mengandung 50% atau lebih dari bobot sediaan. Pada sediaan
supositoria disiapkan 10 sediaan dan ovula disiapkan 5 sediaan kemudian
ditimbang satu-persatu dan dihitung bobot rata-ratanya. Penafsiran hasil padaa
uji ini yaitu tidak lebih dari dua sediaan yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-rata lebih dari 5%, dan tidak ada satupun sediaan yang bobotnya
menyimpnag lebih dari 10%.
12.1.4 Uji Kisaran dan Waktu leleh
Kisaran leleh merupakan rentang suhu zat padat dari mulai meleleh
saampai meleleh sempurna. Sedangkan waktu leleh merupakan waktu dari
mulai zat padat meleleh sampai meleleh sempurna. Disiapkan 3 sediaan
kemudian dilakukan pengujian dengan cara meleburkan masing-masing
sediaan di atas penangas air menggunakan cawaan penguap lalu diamati
rentang waktu dan suhu yang dibutuhkan oleh sediaan pada saat mulai meleleh
hingga sediaan meleleh sempurna. Untuk supositoria sediaan yang baik
memiliki kisaran leleh dari 30-50oC dan waktu leleh dari 5 detik sampai 1 : 51
detik. Sedangkan untuk ovula sediaan yang baik memiliki kisaran leleh dari
39-44oC dan waktu leleh dari 5 sampai 1 : 56 detik.

12.2 Data Pengamatan


12.1.1 Supositoria

a. Uji Organoleptis Sediaan

Sediaan Supositoria Ovula

1 Homogen Homogen
2 Homogen Homogen
3 Homogen Homogen

b. Uji Penampilan (organoleptis)

Lubang Eksudasi
Sediaan Ke Keretakan Pembengkakan Basis
Luar Dalam

1 - - - -
Supositoria 2 + + + -
3 + + + -
1 - ++ ++ -
Ovula 2 - + + -
3 - + + -
c. Uji Keseragman Bobot

Sediaan Ke Supositoria (gram) Ovula (gram)

1 2,525 3,94
2 2,450 3,93
3 2,427 3,98
4 2,439 3,93
5 2,411 4,03
6 2,431 -
7 2,590 -
8 2,486 -
9 2,424 -
10 2,096 -

d. Uji Kisaran dan Waktu Leleh

Sediaan Ke Waktu Leleh Kisaran Leleh

1 00:35 - 03:31 29o - 49oC


Supositoria 2 00:31 - 02:16 31o - 46oC
3 00:23 - 02:33 34o - 46oC
1 01:03 - 03:04 26o - 48oC
Ovula 2 00:55 - 03:12 28o - 46oC
3 00:47 - 03:00 32o - 42oC
12.1.2 Ovula
a. Uji Organoleptis Sediaan
Sediaan Supositoria Ovula
1 Homogen Homogen
2 Homogen Homogen
3 Homogen Homogen

b. Uji Penampilan (organoleptis)


Lubang Eksudasi
Sediaan Ke Keretakan Pembengkakan Basis
Luar Dalam
1 - - - -
Supositoria 2 + + + -
3 + + + -
1 - ++ ++ -
Ovula 2 - + + -
3 - + + -

c. Uji Keseragman Bobot


Sediaan Ke Supositoria (gram) Ovula (gram)
1 2,525 3,94
2 2,450 3,93
3 2,427 3,98
4 2,439 3,93
5 2,411 4,03
6 2,431 -
7 2,590 -
8 2,486 -
9 2,424 -
10 2,096 -
d. Uji Kisaran dan Waktu Leleh
Sediaan Ke Waktu Leleh Kisaran Leleh
1 00:35 - 03:31 29o - 49oC
Supositoria 2 00:31 - 02:16 31o - 46oC
3 00:23 - 02:33 34o - 46oC
1 01:03 - 03:04 26o - 48oC
Ovula 2 00:55 - 03:12 28o - 46oC
3 00:47 - 03:00 32o - 42oC

13. Pembahasan
13.1 Supositoria
Supositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot atau bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada tubuh. (Dirjen POM, 1995).
Berikut adalah kelebihan dan kekurangan supositoria:
Kelebihan:
1. Dapat digunakan untuk obat yang tidak bisa diberikan secara oral.
2. Dapat diberikan pada anak bayi atau lansia yang susah menelan.
3. Bisa digunakan untuk zat aktif yang memiliki first pass effect (FPE).
Kekurangan:
1. Daerah absorpsinya kecil.
2. Absorpsi hanya melalui difusi pasif
3. Pemakaian kurangp praktis
4. Tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rectum.
(Jones D.,2008)
Pembuatan supositoria terdapat tiga metode yaitu metode cetak dengan
menggunakan tangan (manual), metode pencetakan kompresi dinding, dan metode
pencetakan dengan cara tuang. Supositoria dapat dibuat dengan beberapa metode
yaitu pencetakan dengan tangan, pencetakan dengan kompresi dan pencetakan
dengan penuangan (HC. Ansel, 1989:378).
1. Pencetakan dengan tangan (manual)
Pencetakan dengan tangan (manual) merupakan metode paling sederhana,
praktis, dan ekonomis untuk memproduksi sejumlah kecil suppositoria
dengan cara menggerus basis sedikit dengan zat aktif hingga homogen.
Kemudian massa suppositoria yang mengandung zat aktif digulung menjadi
bentuk silinder lalu dipotong – potong sesuai diameter dan panjangnya. Zat
aktif dicampurkan dalam bentuk serbuk halus atau dilarutkan dalam air.
Untuk mencegah melekatnya bahan pada tangan dapat digunakan talk.
2. Pencetakan dengan kompresi / cetak kempa
Pencetakan dengan komrpesi suppositoria dibuat dengan mencetak massa
yang dingin ke dalam cetakan dengan bentuk yang diinginkan. Alat
kompresi ini terdapat dalam berbagai kapasitas, yaitu: 1,2 dan 5 gram.
Dengan metode kompresi hasil supporsitoria lebih baik dibandingkan
dengan cara manual, karena metode ini dapat mencegah sedimentasi
padatan yang larut dalam basis supporsitoria. Biasanya digunakan dalam
skala besar produksi dengan basis oleum cacao.
3. Pencetakan dengan penuangan / Fusion
Metode pencetakan dengan penuangan digunakan untuk skala industry.
Teknik ini juga disebut Teknik pelelehan. Cara ini dapat dipakai untuk
membuat suppositoria dengan hampir semua basis. Cetakannya dapat
digunakan untuk membuat 6 sampai 600 suppositoria. Langkah –
langkahnya diantaranya melelehan basis pada penangas air hingga homogen
dan membasahi cetakan dengan lubrican. Menuang hasil leburan menjadi
suppositoria, dan dilakukan pendinginan bertahap. Cetakan yang umum
digunakan sekarang terbuat dari baja tahan karat, aluminium, tembaga atau
plastic. Metode yang sering digunakan dalam pembuatan suppositoria baik
skala kecil maupun skala industry adalah dengan pencetakan dengan
penuangan.
Metode pembuatan supositoria yang digunakan pada percobaan ini adalah
metode pencetakan dengan cara tuang. Sebelum melakukan proses pembuatan
sebelumnya dilakukan terlebih dahulu kalibrasi alat pencetak dan penetuan
bilangan pengganti yang dimulai dengan memanaskan alat cetak di atas penangas
air yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa zat pengotor baik debu, lemak
atau pun zat sisa pembuatan sebelumnya. Kalibrasi adalah kegiatan untuk
mengetahui kebenaran nilai penunjukan suatu alat ukur (Anief, 2010). Selanjutnya,
penentuan bilangan pengganti yang dilakukan terhadap supositoria mengandung
100% basis dan supositoria dengan 10% basis. Untuk penentuan bilangan pengganti
baik yang mengandung 100% basis atau pun yang mengandung 10% zat aktif
tahapan prosedurnya hampir sama yaitu dengan meleburkan basis serta zat aktif di
atas penangas air di dalam cawan penguap sambil diaduk agar homogen dan
melebur sempurna. Setelah melebur sempurna, alat cetak yang dipanaskan
kemudian di angkat dikeringkan dan diolesi parafin liquid. Parafin liquid berfungsi
sebagai pelumas yang berfungsi untuk memudahkan pengeluaran sediaan dari
cetakan. Penggunaan parafin liquid tersebut jangan terlalu banyak dan jangan
terlalu sedikit, karena jika terlalu banyak akan mempengaruhi volume masa
supositoria dan jika terlalu sedikit akan menyulitkan saat dikeluarkan dari cetakan.
Setelah alat cetak diolesi parafin, leburan basis dimasukan ke dalam alat cetak
sampai lubang terisi penuh dan dianjurkan dilebihkan sedikit. Tujuan dari
dilebihkannya basis supositoria saat penuangan ke alat cetak karena akan menyusut
saat proses pemadatan yang ditakutkan bentuk supositoria yang dihasilkan tidak
sempurna sehingga akan berpengaruh pada bobot supositoria dan penentuan
bilangan pengganti.
Sebelum alat cetak yang sudah berisi suppositoria yang mengandung basis
100% dan supositoria yang mengandung 10% zat aktif di masukan ke dalam freezer
terlebih dahulu didiamkan pada suhu kamar selama 5 menit baru kemudian
dimasukan ke dalam freezer selama 15 menit untuk menyempurnakan pemadatan.
Setelah itu alat cetak di keluarkan dan supositoria basis serta supositoria yang
mengandung 10% zat aktif dikeluarkan kemudiang di timbang. Bobot yang
diperoleh berturut-turut adalah 3,04 gram dan 3,06 gram serta nilai bilangan
pengganti yang diperoleh sebesar 0,934 gram. Bilangan pengganti ini bertujuan
untuk menentukan berapa banyak basis yang dibutuhkan untuk membuat
supositoria dengan bobot 3 gram.
Selanjutnya, dilakukan pembuatan supositoria dengan formula yang berisi
bisakodil dan oleum cacao.
Tipe Basis supositoria berdasarkan karakteristik fisik (HC. Ansel,
1989:376).
1. Basis supositoria yang meleleh (Basis lemak)
Paling banyak dipakai speerti oleum cacao, dan macam-macam asam lemak
yang dihidrogenisasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak
biji kapas.
2. Basis supositoria larut air atau bercampur dengan air
Contohnya adalah basis gelatin tergliserinasi dan basis polietilen glikol.
Basis ini melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat
dibandingkan dengan oleum cacao sehingga cocok untuk sediaan lepas
lambat. Basis ini menyerap air karna gliserin bersifat higroskopis, oleh
karena itu sebelum dipakai supositoria harus dibasahi dulu dengan air.
3. Basis surfaktan
Surfaktan tertentu disarankan sebagai basis hidrofilik sehingga dapat
digunakan tanpa penambahan zat tambahan lain. Surfaktan juga dapat
dikombinasi dengan basis lain. Basis ini dapat digunakan untuk formulasi
obat yang larut air dan larut lemak. Contohnya adalah ester asam lemak
polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearate.
Basis suppositoria mempunyai peranan penting dalam pelepasan obat yang
dikandungnya. Salah satu syarat utama basis suppositoria adalah selalu padat dalam
suhu ruangan tetapi segera melunak, melebur atau melarut padasuhu tubuh
sehingga obat yang dikandungnya dapat tersedia sepenuhnya,segera
setelah pemakaian (HC. Ansel, 1989). Dan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,
basis supositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi,
minyak nabati terhidrogenisasi, campuran polietilenglikol (PEG) dengan berbagai
bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol. Basis supositoria yang
digunakan sangat berpengaruh pada pelepasan zat terapeutik (Dirjen POM,
1995:16)
Yang perlu diperhatikan untuk basis supositoria adalah:
1. Asal dan komposisi kimia
2. Jarak lebur/leleh
3. Solid-fat Index (SFI)
4. Bilangan hidroksil
5. Titik pemadatan
6. Bilangan penyabunan (saponifikasi)
7. Bilangan iodide
8. Bilangan air (jumlah air yang dapat diserap dala 100 g lemak)
9. Bilangan asam
(Lachman, Lieberman. 1990)
Syarat basis yang ideal antara lain:
1. Melebur pada temperature rektal
2. Tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitasi
3. Dapat bercampur (kompatibel) dengan berbagai obat
4. Tidak berbentuk metastabil
5. Mudah dilepas dari cetakan
6. Memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
7. Bilangan airnya tinggi
8. Stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan
9. Dapat dibentuk dengan tangan, mesin kompresi atau ekstruksi
(HC. Ansel, 1989).
Bisakodil digunakan untuk mengatasi sembelit atau susah BAB, karena
bisakodil dapat merangsang sekresi cairan dan mukosa kolon yang mengakibatkan
kontraksi kolon sehingga terjadi pergerakan peristaltik usus sehingga
mempermudah keluarnya feses. Terapi farmakologis dengan obat laksatif/ pencahar
digunakan untuk meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi
feses yang kering dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar
meliputi pengurangan absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam
lumen, dan meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini
mengubah kolon, yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan
cairan menjadi organ yang mensekresikan air dan elektrolit (Dipiro, et al, 2005).
Oleum cacao berfungsi sebagai basis larut lemak. Digunakannya oleum cacao
sebagai basis karena dilihat dari kelarutan zat aktif yaitu bisakodil memiliki
kelarutan yang praktis tidak larut di dalam air, sehingga di pilih basis berlemak.
Selain basis lemak, bisa juga menggunakan basis surfaktan seperti tween dan span.
Namun, basis surfaktan dapat mengiritasi saluran pencernaan. Basis lemak juga
memiliki banyak keuntungan seperti tidak berbahaya bagi tubuh, mudah dibentuk
dan melebur pada suhu tubuh.
Proses pembuatan supositoria dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dengan memanaskan terlebih dahulu cetakan supositoria di atas penangas air dalam
keadaan terbuka dan dengan cara cetakan supositoria dalam keadaan tertutup dan
terkunci rapat kemudian digosokan lilin padat pada seluruh permukaan dimana
pertemuan antarsisi pada cetakan. Proses pembuatan sediaan supositoria syang
digunakan adalah dengan cara memanaskan cetakan di atas penangas air, sehingga
proses pembuatannya sama dengan proses penentuan bilangan pengganti.
Peleburan oleum cacao harus diperhatikan suhunya di antara 31-34oC. jika suhunya
terlalu tinggi akan menyebabkan oleum cacao tersebut menjadi rusak dan
menyulitkan dalam pembuatan supositoria (susah di bentuk) yang disebabkan
kerangka kristal menjadi kerangka alpha. Oleum cacao merupakan basis supositoria
yang paling ideal karena dapat meleleh pada suhu tubuh akan tetapi tetap dapat
bertahan pada suhu kamar. Namun, karena kandungan trigliseridanya, oleum cacao
menunjukkan sifat polimorfsme atau keberadaan zat tersebut dalam berbagai
bentuk kristal yaitu α yang memiliki titil leleh 24oC , β yang memiliki titik leleh 28-
31oC, β stabil yang memiliki titik leleh 34-35oC dan γ yang memiliki titik leleh
18oC. Oleh karena itu, jika oleu cacao melebihi suhu minimum nya dan segera
didinginka, maka hasilnya akan membentuk kristal yang metastabil dengan titik
lebur yang lebih rendah dari oleum cacao yang aslinya. Supositoria yang dibuat
adalah sebanyak 12 buah. Setelah cetakan supositoria dikeluarkan dari freezer
kemudian dikeluarkan semua supositoria dari cetakan dan dilakukan evaluasi
sediaan supositoria.
Tahap terakhir dari proses pembuatan sediaan adalah melakukan uji
evaluasi sediaan. Uji evaluasi sediaan yang lakukan meliputi uji homogenitas
sediaan, uji penampilan (organoleptis), uji keseragaman bobot, dan uji kisaran dan
waktu leleh. Pertama uji homogenitas sediaan, diambil 3 buah supositoria kemudian
dibelah secara vertikal dan diamati secara visual ketersebaran zat aktif dibagian luar
dan dalam dimana harus menunjukan tidak adanya gumpalan-gumpalan zat aktif
(homogen). Berdasarkan data pengamatan, ketiga supositoria menunjukan tidak
adanya tumpukan padatan zat aktif yang menandakan sediaan yang dibuat
homogen. Uji homogenitas penting dilakukan agar sediaan yang dibuat homogen,
dengan sediaan yang dibuat homogen menunjukan kandungan zat aktif di setiap
sediaan sama.
Kedua, yaitu uji penampilan atau organoleptis. Pengujian ini dilakukan
terhadap 3 buah supositoria dengan melihat ada atau tidaknya keretakan, lubang
eksudasi cairan dalam dan luar, dan pembengkakan basis yang dilakukan dengan
memotong sediaan secar vertikal. Pengujian ini dilakukan bersamaan dengan uji
homogenitas. Berdasarkan data pengamatan, dari ketiga sediaan hanya 1 yang tidak
keretakan, lubang eksudasi cairan, dan pembengkakan basis. Sedangkan 2 yang
lainnya terdapat keretakan dan terdapat lubang eksudasi cairan. Hal tersebut dapat
terjadi karena saat penuangan tidak cepat dan akurat sehingga dapat terbentuk
lubang pada sediaan. Dari uji penampilan sediaan yang diperoleh tidak baik.
Selanjutnya adalah uji keseragaman bobot. Pengujian keseragaman bobot
dilakukan terhadap 10 sediaan, masing-masing sediaan di timbang dan diperoleh
nilai bobot rata-rata sebesar 2,43 gram dan nilai 5% rentang bawah dan rentang atas
berturut-turut sebesar 2,31 gram dan 2,55 gram, sedangkan nilai 10% rentang
bawah dan atas sebesar 2,19 gram dan 2,67 gram. Berdasarkan data yang diperoleh
keseragaman bobot supositoria tidak memenuhi syarat karena adanya sediaan yang
menyimpan dari simpanganbaku relatifnya yaitu dua sediaan lebih dari 10%,
seharusnya tidak boleh ada satupun sediaan yang bobot rata-ratanya melebihi 10%.
Keseragaman bobot berhubungan dengan keseragaman dosis, karena jika bobot
sediaan yang dibuat memiliki bobot yang tidak seragam maka dosis di setiap
sediaan tersebut juga tidak seragam. Jika bobotnya kurang maka dosisnya juga
kurang maka efek farmakologi yang diinginkan tidak sesuai.
Terakhir, yaitu uji kisaran dan waktu leleh. Pengujian ini dilakukan terhadap
3 sediaan yang di panaskan di atas penangas air di dalam cawan penguap, kemudian
diamati suhu ketika pertama kali meleleh dan suhu saat meleleh sempurna. Waktu
leleh dan suhu yang diperoleh dari ketiga sediaan yaitu 00:35-03:31 dengan suhu
29-49oC; 00:31-02:16 dengan suhu 31-46oC; dan 00:23-02:33 dengan suhu 34-
46oC. Dari data yang diperoleh waktu leleh sediaan tidak memenuhi syarat, karena
waktu leleh antara 5 detik sampai 01:51 menit dengan suhu 30-50oC. Hal ini dapat
terjadi karena saat pendinginan terlalu lama dengan suhu yang rendah sehingga
untuk kembali ke suhu kamar membutuhkan waktu yang lama.

13.2 Ovula
Selain membuat sediaan suppositoria, dibuat pula sediaan ovula. Ovula
adalah salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan untuk obat luar, dalam
hal ini melalui vaginal yang ditujukan untuk mencapai efek lokal maupun sistemik.
Menurut Farmakope Indonesia (1995), yang dimaksud dengan sediaan ovula
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui
vagina. Ovula umumnya meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh.
Bahan dasar ovula umumnya lemak coklat, gelatin trigliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester
asam lemak polietilen glikol. Bentuk dan ukuran ovula harus sedemikian rupa
sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang
diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk dan harus dapat
bertahan untuk suatu waktu tertentu (Ansel, 2005)
Bobot ovula biasa berkisar antara 3 sampai 6 gram namun biasanya 5
gram. Pada umumnya ovula digunakan untuk obat lokal, namun beberapa
penilitian menunjukan beberapa obat dapat berdifusi melalui mukosa dan masuk
ke dalam peredaran darah. Pengobatan secara lokal biasa digunakan sebagai
antiseptik, anastetika lokal dan pengobatan penyakit infeksi seperti trichomonal
dan bakteri monilial. Sedangkan penggunaan ovula untuk tujuan sistemik karena
dapat diserap oleh membran mukosa dalam vagina, untuk memperoleh kerja lebih
cepat, dan untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran
gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni,
2006).
Zat atif yang digunakan pada pembuatan ovula kali ini yaitu Povidone
dalam bentuk kompleks dengan iodine yang berfungsi sebagai antimikroba yang
digunakan untuk mengobati keputihan yang disebabkan oleh Candida dan
trichomonas. Povidone iodine merupakan senyawa antiseptik lokal yang sering
digunakan sebagai obat luka. Povidone iodine terdiri dari penggabungan senyawa
yodium dengan polivynil pirolidon untuk menghasilkan povidon-yodium USP yang
digunakan secara luas untuk antiseptik kulit. Penggunaan Povidone sangan efektif
untuk mengobati mematikan mikroba tetapi disisi lain akan menimbulkan iritasi
pada luka karena zat-zat yang terkandung dalam bahan antiseptik akan dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh karena komponen dan susunannya berbeda dengan
sel-sel tubuh (Katzung GB, 2002).
Karena Povidone iodine memiliki fungsi dapat mencegah keputihan maka
Povidone dibuat dengan bentuk sediaan ovula untuk mempercepat kerja obat dan
lebih memastikan obat bekerja pada target. Vaginitis atau yang lebih dikenal dengan
istilah keputihan dapat disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu penyebab
umumnya adalah ketidakseimbangan mikroflora dalam vagina serta ketidakstabilan
tingkat keasaman (pH) vagina dimana pH pada vagina wanita berada pada 3,5
sampai 4,5. Pada pH ini hidup beragam mikroflora yang terdiri dari bakteri anaerob
dan bakteri aerob (Kale, Trivedi et al, 2005).
Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan suppositoria dan ovula
adalah pemilihan basis karena basis sangat mempengaruhi kerja obat untuk sampai
pada target sehingga basis yang digunakan harus tepat. Terdapat 3 jenis basis yang
dapat digunakan pada pembuatan suppositoria maupun ovula, diantaranya basis
yang meleleh (lemak coklat, lemak keras), basis larut air (gelatin gliserin,
propilenglikol) dan basis surfaktan.
Basis yang digunakan pada sediaan ovula kali ini adalah basis gelatin
gliserin. Basis ini paling sering digunakan pada supositoria vagina (ovula) dengan
efek setempat yang cukup lama dari unsur obatnya, lebih lambat melunak dan
bercampur dengan cairan tubuh dari pada lemak coklat, cenderung menyerap uap
air akibat sifat gliserin yang higroskopis sehingga harus dilindungi dari lembab agar
terjaga bentuk dan konsistensinya. Keuntungan dari basis ini adalah melarut dengan
cepat dalam rektum. Kerugiannya adalah dalam konsentrasi yang rendah
merupakan media makanan yang baik untuk bakteria. Sediaan ini harus dibuat
segar, disimpan dalam wadah tertutup rapat (Voigt, 1971).
Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan ovula, yaitu dengan
menyiapkan alat dalam keadaan kering dan bersih serta bahan yang akan digunakan
ditimbang sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan pada formula. Untuk
menyiapkan alat cetakan yang digunakan pada pembuatan ovula dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dengan memanaskan terlebih dahulu cetakan yang akan
digunakan pada penangas air dalam keadaan terbuka dan pastikan untuk
membalikan cetakan agar panas dapat merata pada kedua sisi cetakan. Cara
selanjutnya dapat dilakukan dengan menggosokkan lilin pada seluruh permukaan
cetakan terutama pada pertemuan antarsisi pada cetakan dan pastikan seluruh
permukaan tertutup oleh lilin agar massa suopositoria atau ovula yang dituang tidak
kelaur dari celah cetakan.
Namun pada praktikum ini cara yang digunakan adalah cara yang pertama
yaitu dengan memanaskan cetakan di atas penangas air. Pemanasan ini bertujuan
untuk melarutkan bahan-bahan sebelumnya yang kemungkinan masih menempel
pada cetakan seperti lemak. Selain itu juga berfungsi untuk mencegah massa ovula
cepat memadat pada saat proses penuangan. Kemudian bahan-bahan yang
digunakan seperti gelatin, gliserin dan aquades dileburkan secara bersamaan dalam
satu cawan penguap sambil diaduk menggunakan batang pengaduk untuk
memastikan campuran tersebut dapat terlarut secara sempurna.
Basis yang digunakan beruapa gelatin dan gliserin yang termasuk ke dalam
basis larut air karena zat akrif yang digunakan yaitu Povidone yang memiliki
kelarutan yang mudah larut dalam air. Selain itu, gelatin juga dapat meningkatkan
viskositas, memberi massa pada sediaan dan memudahkan pembentukan, tidak
melebur pada suhu tubuh namun dapat larut dalam cairan tubuh, memiliki efek yang
cukup lama karena lebih lambat melunak dan lebih mudah bercampur dengan
cairan tubuh dibandingkan dengan oleum cacao. Basis gelatin tergliserinasi
mengandung air 10%, gliserin 70% dan gelatin 20%. Penggunaan basis ini hanya
dilakukan melalui vagina karena terlalu lunak jika digunakan melalui rektal.
Selanjutnya penambahan Povidone dilakukan terakhir yaitu setelah basis telah
melebur sempurna.
Povidone iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 μg/mL dan
bersifat bakterisidal pada kadar 960 μg/mL. 10% Povidone iodine mengandung 1%
iodium yang dapat membunuh bakteri dalam 1 menit. Mekanisme kerja Povidone
iodine dimulai setelah kontak langsung dengan jaringan dengan melepaskan elemen
iodine yang akan menghambat metabolisme enzim bakteri sehingga mengganggu
multiplikasi bakteri yang mengakibatkan bakteri menjadi lemah. Namun
penggunaan iodine berlebih dapat menghambat proses granulasi luka (Gunawan,
2007).
Setelah semua bahan melebur sempurna kemudian massa ovula dimasukkan
ke dalam cetakan yang telah dilapisi oleh paraffin terlebih dahulu. Paraffin
berfungsi untuk melapisi cetakan agar massa ovula yang telah memadat dapat
dikeluarkan dengan mudah. Selain itu, paraffin juga berfungsi untuk mencegah
keluarnya massa ovula yang masih cair pada celah cetakan pada saat penuangan.
Penuangan massa ovula harus dilakukan dengan cepat dan akurat untuk mencegah
ovula kembali memadat. Proses penuangan dibantu dengan menggunakan batang
pengaduk yang berfungsi sebagai jembatan penuangan agar pada saat penuangan
massa ovula ke dalam cetakan tidak terdapat gelembung, memastikan sediaan
masuk dan penuh pada alat cetak serta mencegah banyaknya sediaan yang tumpah
karena hal ini dapat menyebabkan menyusutnya bobot sediaan pada saat
pendinginan.
Selanjutnya massa ovula yang telah dimasukkan pada alat cetak didiamkan
hingga memadat pada suhu kamar kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama
15 menit untuk menyempurnakan padatan. Ovula tidak langsung dimasukkan ke
dalam freezer agar tidak rusak karena terjadinya perubahan suhu yang tiba-tiba.
Pada saat penyimpanan dalam freezer dianjurkan untuk tidak terlalu lama karena
dapat mempengaruhi pelepasan ovula pada alat cetak dimana ovula dapat
menempel pada alat sehingga bentuk sediaan menajdi tidak sempurna. Kemudian
ovula yang telah dikeluarkan dari alat cetak disiapkan untuk pengujian evaluasi
sediaan.
Evaluasi yang dilakukan diantaranya uji homogenitas zat aktif, uji
penampilan (organoleptis), uji keseragaman bobot serta uji kisaran dan waktu leleh.
a) Homogenitas zat aktif

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ketersebaran zat aktif di


dalam sediaan ovula. Dimana diambil 3 sediaan untuk diamati ketersebaran
zat aktifnya secara visual. Apakah terjadi penumpukan zat aktif dalam satu
tempat atau tidak. Pada ketiga sediaan menghasilkan sediaan yang
homogen. Hal ini memenuhi persyaratan homogenitas, dimana sediaan
yang baik adalah sediaan yang tidak nampak penumpukan zat aktif pada
suatu tempat.
Faktor yang mendukung sediaan menjadi homogen, diantaranya
adalah zat aktif dihaluskan terlebih dahulu dengan tujuan mempercepat
kelarutannya, atau saat pengadukan dilakukan dengan cepat sehingga zat
aktif dapat terdistribusi merata.
b) Uji Organoleptis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya keretakan
sediaan, lubang eksudasi dan pembengkakan basis. Evaluasi ini juga
dilakukan pada 3 sediaan dan diuji secara visual. Hasil evaluasinya
menunjukkan tidak ada keretakan dan pembengkakan basis pada ketiga
sediaan ketika dipotong. Tetapi adanya lubang eksudasi bagian luar dan
bagian dalam dari ketiga sediaan. Sehingga sediaan belum dikatakan
sediaan yang baik karena dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa sediaan
ovula tidak memenuhi persyaratan organoleptis. Hal ini kemungkinan
terjadi karena pada saat penuangan massa ovula tidak cepat dan tidak akurat
sehingga ada sebagian massa ovulanya sudah memadat.
c) Uji Keseragaman bobot
Evaluasi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui
keseragaman bobot dari sediaan. Karena keseragaman bobot dapat
menjamin adanya keseragaman dosis. Jika bobot berkurang, maka dosis
sediaan pun akan berkurang sehingga dapat mempengaruhi efek terapi.
Evaluasi ini dilakukan dengan menimbang masing-masing sediaan
sebanyak 5 sediaan dan ditentukan bobot rata-ratanya, yaitu didapatkan
rata-rata sebesar 3,962 g. Berdasarkan hasil evaluasi, tidak ada 2 ovula yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata >5%. Bila dilakukan
perhitungan 5% dan 10% dari rata-rata bobot sediaan, masing-masing
memiliki rentang atas 4,16 g sampai 4,36 g dan rentang bawah 3,76 g
sampai 3,56 g.
Dari hasil rentang tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada dari seluruh
bobot sediaan ovula berada di kedua rentang bobot tersebut. Sehingga dari
hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa sediaan ovula tidak memenuhi
persyaratan sehingga belum termasuk sediaan yang baik karena bobot
sediaan tidak seragam.
Bobot sediaan yang tidak seragam dapat dipengaruhi oleh adanya
konsentrasi zat aktif ataupun basis, kepadatan, massa zat aktif atau basis,
dan volume isi dari zat aktif dan basis.
d) Uji Kisaran dan Waktu leleh
Uji kisaran leleh merupakan pengujian dengan rentang suhu zat padat
dari mulai meleleh hingga dapat meleleh sempurna. Sedangkan pada
pengujian waktu leleh dimulai dari sediaan meleleh hinga meleleh sempurna
pada suhu 37℃. Pengujian ini dilakukan dengan cara diambil 3 sediaan,
masing-masing dilelehkan diatas cawan penguap dan dihitung saat ovula
meleleh pertama hingga meleleh sempurna bersamaan dengan thermometer
untuk diketahui suhu pertama meleleh.
Pada hasil pengujian, suhu dan waktu tidak sesuai dengan penafsiran
hasil, dimana pada sediaan ke 1 waktu mulai sediaan meleleh hingga
meleleh sempurna yaitu 01:03-03:04 detik dengan rentang suhu 26-48℃.
Pada sediaan 2 waktu mulai sediaan meleleh hingga meleleh sempurna yaitu
00:55-03:12 detik dengan rentang suhu 28-46℃. Dan pada sediaan 3 waktu
mulai sediaan meleleh hingga meleleh sempurna yaitu 00:47-03:00 detik
dengan rentang suhu 32-42℃.
Sedangkan sediaan ovula ketika dimasukkan ke dalam tubuh melalui
vagina dapat mulai meleleh dan meleleh sempurna berada pada rentang suhu
39-40℃ dengan waktu leleh 00:05-01:56. Sehingga, berdasarkan hasil
evaluasi sediaan ovula dinyatakan tidak memenuhi persyaratan. Hal tersebut
dapat terjadi karena suhu terlalu dingin atau sehingga membutuhkan waktu
yang lama untuk meleleh, atau pemanasan yang kurang tetapi sudah
dilakukan pengujian evaluasi.
14. Kesimpulan
- Pembuatan suppositoria dibuat dengan metode penuangan atau pelelehan
dimana dilakukan bilangan pengganti untuk mengetahui kesetaraan basis
yang digunakan. Hasil evaluasi sediaan yang dilakukan tidak memenuhi
syarat, sehingga sediaan yang dibuat tidak memenuhi syarat untuk sediaan
suppositoria.
- Perbedaan dari sediaan supositoria dan ovula pada hasil pengujian evaluasi,
yaitu pada evaluasi organoleptis, supositoria memiliki warna putih
kekuningan dengan bau khas coklat dari basis oleum cacao. Sedangkan
pada ovula memiliki warna coklat gelap dengan bau khas povidone iodine.
Adapun dari pengujian homogenitas, keseragaman bobot, dan uji kisaran
serta waktu leleh pada sediaan supositoria dan ovula tidak memenuhi
persyaratan. Sehingga sediaan dinyatakan tidak baik.
15. Informasi Obat Standar
15.1 Bisacodyl

Bisacodyl adalah obat yang digunakan untuk mengatasi konstipasi dengan


cara merangsang otot-otot usus besar untuk mengeluarkan kotoran. Konstipasi
sendiri merupakan kondisi yang membuat frekuensi buang air besar menjadi jarang
(kurang dari tiga kali per minggu), tekstur tinja menjadi keras, dan terasa sakit saat
mengeluarkannya. Selain mengatasi konstipasi, bisacodyl kadang-kadang
diberikan dokter untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi atau
pemeriksaan medis tertentu.

Indikasi:
Sambelit, menghilangkan rasa nyeri pada buang air besar, seperti hemoroid
sebelum dan sesudah operasi persipan untuk enema. Persiapan usus besar untuk
protogsigmoidoskopi
.
Dosis:
Suppositoria untuk konstipasi 5-10 mg malam hari, kadang-kadang perlu
dinaikkan \menjadi15-20 mg.

Peringatan dan Perhatian :


1. Harap berhati-hati sebelum mengonsumsi bisacodyl jika sebelumnya
merasakan mual, nyeri hebat di perut, mengalami dehidrasi, atau baru saja
menjalani operasi perut.
2. Konsultasikan kepada dokter sebelum diberikan kepada anak-anak. Patut
diperhatikan bahwa obat pencahar tidak boleh digunakan untuk menurunkan
berat badan.
3. Waspadai penggunaan obat jika memiliki penyakit keturunan yang
menyebabkan gangguan metabolisme gula, seperti intoleransi fruktosa.
4. Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obatan lainnya, termasuk
suplemen dan produk herbal.
5. Hindarilah konsumsi makanan manis, seperti kue atau permen, karena dapat
memperburuk gejala konstipasi.
6. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan bisacodyl,
segera temui dokter.
Efek Samping:
Pada dosis oral teurapeutik, laksatif stimulan dapat memberikan beberapa
rasa tidak nyaman pada perut, mual, kram ringan, lemah. Pemberian suppositoria
bisakodil rektal dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa rektum
serta proktitis ringan.

Golongan :
Obat pencahar
Kategori :
Obat bebas
Bentuk obat :
Tablet salut selaput dan suppositoria (tablet anus atau dubur).
Menggunakan Bisacodyl dengan Benar :
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan
bisacodyl sebelum mulai mengonsumsinya. Obat ini biasanya digunakan untuk
jangka pendek (Dirjen POM, 2014 )

15.2 Povidone Iodine


Povidone iodine adalah obat luar yang berfungsi sebagai antiseptik, yang
umumnya digunakan untuk membersihkan serta membunuh bakteri, jamur, dan
virus pada daerah kulit, termasuk kulit yang yang terdapat luka, misalnya karena
cedera atau tersayat pisau. Sebagai antiseptik kulit, povidone iodine tersedia dalam
bentuk cairan, semprot, salep, atau cotton bud (swab). Selain untuk kulit, povidone
iodine tersedia dalam bentuk cairan pembersih vagina dan obat kumur, yang juga
berfungsi sebagai antiseptik.
Indikasi:
Hiegienis vagina, mengobati keputihan yang disebabkan oleh candida dan
trichomonas.
Dosis:
Dewasa : 1 kali satu ovula
Peringatan dan Perhatian: Jangan dikonsumsi , jangan digunakan secara
oral.
Efek Samping:
Hipersensitivitas tiroid
Golongan :
Antiseptik
Kategori :
Obat bebas
Manfaat :
Antiseptik yang membunuh bakteri, virus, dan jamur.
Bentuk :
Cairan, obat semprot, salep, cotton bud (swab), obat kumur, cairan
pembersih vagina, dan obat tetes mata.
16. Wadah dan Kemasan
16.1 Brosur Supositoria

SUPOSICO
Suppositoria bisakodil
Komposisi:
Tiap suppositoria mengandung bisakodil 10 mg.
Cara kerja :
Menstimulasi gerak peristatik dengan cara mengintasi langsung
otot pada usus halus memungkinkan intramural fleksus dalam
kolom
Indikasi:
Sambelit, menghilangkan rasa nyeri pada buang air besar,
seperti hemoroid sebelum dan sesudah operasi persipan untuk
enema. Persiapan usus besar untuk protogsigmoidoskopi.
Dosis:
Suppositoria untuk konstipasi 5-10 mg malam hari, kadang-
kadang perlu dinaikkan \menjadi15-20 mg.

Peringatan dan Perhatian:


Penggunaan jangka panjang anak, hamil dan laktasi.

Efek Samping:
Pada dosis oral teurapeutik, laksatif stimulan dapat memberikan
beberapa rasa tidak nyaman pada perut, mual, kram ringan,
lemah. Pemberian suppositoria bisakodil rektal dapat
menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mukosa rektum serta
proktitis ringan.

No. Reg : DTL. 1920110253

SIMPAN DI TEMPAT SEJUK. DIBAWAH SUHU 15OC

Diproduksi Oleh:
PT. FARMA-CLUB
Bandung-Indonesia
16.2 Brosur Ovula

VOLIDONE
Povidone iodine
Komposisi:
Tiap ovula mengandung povidone iodine 10 mg.
Cara kerja :
Povidone bekerja sebagai antiseptik dengan berinteraksi
langsung dengan jaringan, menghambat sintesis enzim sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat.
Indikasi:
Hiegienis vagina, mengobati keputihan yang disebabkan oleh
candida dan trichomonas.
.
Dosis:
Dewasa : 1 kali satu ovula

Peringatan dan Perhatian:


Jangan dikonsumsi , jangan digunakan secara oral.

Efek Samping:
Hipersensitivitas tiroid.

No. Reg : DKL. 1920110234


Date : 110419
Ex.date : 170419

SIMPAN DI DALAM LEMARI PENDINGIN

Diproduksi Oleh:
PT. FARMA-CLUB
Bandung-Indonesia
16.3 Kemasan Supositoria

No. Batch : 1920110253


Date : 11 – 04 – 19
Ex.date : 17 – 04 – 19

No. Reg : DTL. 1920110253


SUPOSICO
SUPOSICO Bisacodil 10 mg

PT. FARMA-CLUB
Diproduksi Oleh:
Komposisi:
Tiap suppositoria mengandung
bisakodil 10 mg PT. FARMA-CLUB
Penyimpanan:
Simpan pada suhu 5 – 15oC, simpan
pada lemari es, jauhkan dari jangkauan
anak – anak. SIMPAN DI TEMPAT SEJUK. DIBAWAH SUHU 15OC

@4 gram Isi: 3 Suppositoria

16.4 Kemasan Ovula

No. Batch : 1920110253


Date : 11 – 04 – 19
Ex.date : 17 – 04 – 19

No. Reg : DTL. 1920110253


VOLIDONE
VOLIDONE povidone iodine 10 mg
PT. FARMA-CLUB
Diproduksi Oleh:

Komposisi:
Tiap ovula mengandung povidone Isi: 3 Suppositoria
iodine 10 mg.
@4 gram
Penyimpanan:
Simpan pada lemari es, jauhkan dari
jangkauan anak – anak.

PT. FARMA-CLUB
SIMPAN DI DALAM LEMARI PENDINGIN
17. Daftar Pustaka

Alderborn, G., 2002, Tablets and Compaction, In: Pharmaceutics : The Science of
Dosage Form Design, Second Ed., 413, 423-424, 431, 437, United
Kingdom, Churchill Livingstone.

Anief, M. (2010). Ilmu Meracik Obat. Jogjakarta:UGM Press.

Ansel H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press.

Ansel, H. C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh


Ibrahim, F., Edisi IV, 605-619. Jakarta: UI Press.

Bigliardi, et al. (2017). Povidone Iodine in Wound Healing: A Review of Current


Concepts and Practices. Int J Surg, 44, pp. 260-8)

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Posey,
L.M.(2005). Pharmacotherapy, 6th Edition. New York: Appleton
ang Lange.

Dirjem POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Dirjen POM. (20140. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta; Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. (2007).


Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Jones D. (2008). FASTTrack: Pharmaceutical-Dosage Form and Design. London:


Pharmaceutical Press.
Kale, V. V., R. V. Trivedi, et al. (2005). Development and Evaluation of a
Suppository Formulation Containing Lactobacillus and Its
Application in Vaginal Diseases, Annals. New York Academy of
Sciences. 1056: 359-365.

Katzung, B.G., and Trevor, A.J. (2002). Drug Interactions in Master, S. B.


Pharmacology Sixth Edition, 531. New York: Lange Medical
Book/McGraw-Hill,

Lieberman HA, Lachman L., Swartz JB. (1990). Pharmaceutical Dosage


Form:Tablet. New York: Marcell Dekker Inc.

Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Voight, R. (1971). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. 558-564, 570.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai