Dosen Pengampu :
Siti Maimunah, M. Farm., Apt.
Yen Yen Ari I, M. Farm. Klin., Apt.
Murtiyana Sari, M. Clin. Pharm., Apt.
Wirda Anggraini, M. Farm., Apt.
Disusun Oleh :
Anti inflamasi didefinisikan sebagai obat-obat yang memiliki aktivitas menekan atau
mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh berbagai rangsangan
yang mencakup luka fisik, infeksi panas, dan interaksi antigen antibody (Houglum, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerja obat obat anti inflamasi terbagi dalam dua golongan yaitu obat
antiinflamasi golongan steroid dan nonsteroid mekanisme kerja obat antiinflamasi golongan
steroid dan nonsteroid terutama bekerja menghambat pelepasan prostaglandin ke jaringan
yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
Berdasarkan uraian diatas praktikum “Analisis Efek Obat Antiinflamasi Pada Hewan
Coba” penting dilakukan pada bidang farmasi untuk dapat mempelajari daya antiinflamasi
menggunakan hewan coba sehingga akan lebih efektif dikonsumsi manusia karena telah
dilakukan uji coba.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu praktikan dapat mempelajari daya
antiinflamasi obat pada hewan coba dengan radang buatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Inflamasi adalah suatu respons protektif system patologi yang ditimbulkan oleh
kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat
mikrobiologi. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan mengurangi atau melokalisasi
(sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan yang rusak. Tanda terjadinya inflamasi
adalah pembengkakan atau edema, kemerahan, panas, nyeri, dan perubahan fungsi
(Ramadhani, 2015)
Inflamasi pada dasarnya tubuh bereaksi terhadap infeksi iritasi atau cedera lain, ciri
utamanya ialah kemerahan, kehangatan, bengkak, dan rasa sakit. Peradangan atau inflamasi
kini diakui sebagai respon kekebalan non spesifik inflamasi, adalah proses dasar yang
membuat jaringan tubuh bereaksi terhadap cedera saat ini. Peradangan didefinisikan dengan
adanya 5 fenomena patologis makroskopis, ialah pembengkakan tumor pada jaringan,
temperature jaringan yang naik ke permukaan, kemerahan seperti darah rubor pada jaringan
vascular, dislokasi peradangan sensori dolor yang intensif pada sebuah stimulus berbahaya,
dan fungsi organ yang terpengaruh. Semua pertanda dianggap sebagai peristiwa sekunder
akibat patofisiologi utama. Perbaikan cairan jaringan vascular sebagai konsekuensi dari
cedera jaringan (Stankov, 2012)
Inflamasi ditandai oleh adanya vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan
terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan. Peningkatan permeabilitas kapiler inflamasi
menyebabkan pembekuan cairan di dalam ruang yang disebabkan oleh fibrinogen atau protein
lainnya yang bocor dari kapiler dalam sejumlah besar. Inflamasi juga menyebabkan migrasi
sejumlah besar granulosit dan menuju ke dalam jaringan pembengkakan sel jaringan (Guyton,
1997)
1. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan hal tersebut melalui
mediator respon inflamasi akut yang terlibat antara lain : Histamin, serotonin,
bradikinin, prostaglandin, leukotrin dan pada umumnya didahului oleh pembentukan
respon imun. Respon imun terjadi bila sejumlah sel mampu menimbulkan kekebalan
yang diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang
terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis.
2. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak menonjol dalam
respon akut mediator inflamasi kronis yang terlibat antara lain : Interleukin 123,
granulocyte, makrofag colony, stimulating factor, tumor necrosis, factor alpha,
interfusion, platelet derived growth factor. Salah satu dari kondisi yang paling penting
yang melibatkan mediator-mediator ini adalah arthritis koloid di mana inflamasi
kronis menyebabkan sakit dan kerusakan tulang (Katzung, 2002)
Obat – obat anti radang dibagi menjadi dua golongan utama, golongan kortikostreroid
dan nonsteroid. Obat – obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid antara
lain ( Mycek, 2001 ):
METODOLOGI PERCOBAAN
Praktikum farmakologi dan toksikologi tentang “Analisis Efek Obat Anti Inflamasi
Terhadap Hewan Coba” yang dilaksanakan pada hari kamis, 2 april 2020 pada pukul 12.20 -
selesai. Praktikum ini dilaksanakan di rumah masing-masing secara daring/online.
3.2 ALAT
1. Plestimograf 1 buah
5. Botol 1 buah
3.3 BAHAN
1. Tikus 4 Tikus
3. Indometafin 1% 0,2 ml
4. Deksametofon 0,5 ml
b. Disuntik telapak kaki dengan 0,1 ml NaCl 1% diukur volume telapak kaki
seperti diatas.
-PERLAKUAN TIKUS
a. Aspirin
b. Indomektasin 12,5mg/kg BB
c. Deksametafon 4mg/kg BB
-Dihitung persen penghambatan inflamasi untuk tiap obat pada tiap dosis . jika daya
anti inflamasi aspirin diberikan 1 (absolut). Dihitung potensial Relative tiap obat pada
tiap dosis.
HASIL
BAB IV
1. Aspirin po (15ml)
Dosis lazim untuk manusia = 500 mg
Konversi dosis untuk tikus 200g= 500mg x 0,018
= 9 mg
Untuk tikus 1 (198 g) = 198 g x 9 mg
200 g
= 8,91 mg
Konsentrasi aspirin = 80 mg 1 ml = 0,8 mg
100 ml
= 0,08 %
8,91 mg x 1 ml = 11,1375 ml (over dose) dinaikkan 10 x
0,8 mg
Konsentrasi aspirin setelah dinaikkan 10x = 800 mg
100 ml
= 0,8 %
1 ml = 8 mg
8,91 mg x 1 ml = 1,11375 ml = 1,2 ml
0,8 mg
2. Indometasin po (15 ml)
Dosis lazim untuk manusia = 25 mg
Konversi dosis untuk tikus 200g= 25mg x 0,018
= 0,45 mg
Untuk tikus 1 (215 g) = 215 g x 0,45 mg
200 g
= 0,483 mg
Konsentrasi indometasin = 100 mg
100 ml
= 0,1 %
1ml = 1 mg
0,483 mg x 1 ml =0,483 0,5 ml
1 mg
3. Dexametasone iv ( ml)
Dosis lazim untuk manusia = 0,75 mg
Konversi dosis untuk tikus 200g= 0,75 mg x 0,018
= 0,0135 mg
Untuk tikus 1 (220 g) = 220 g x 0,0135 mg
200 g
= 0,0148 mg
Konsentrasi indometasin = 10 mg
1 ml
0,0148 mg x 1 ml =0,00148 ml
10 mg
Volume yang diambil terlalu kecil
Pengenceran
M1 x V1 = M1 x V2
1% x 1 ml = M2 x 100 ml
0,01 % = M2
Kelompok 2 :
5. Volume Udem
Volume udem = Vol. udem kaki kontrol – Vol. udem kaki uji
6. % Hambatan/Efektivitas
𝑿 −𝒀
% Hambatan/Efektivitas = x 100%
𝑿
1,57𝑚𝑙−0,86 𝑚𝑙 0,71 𝑚𝑙
Tikus 2 = 1,57 𝑚𝑙
𝑥 100% = 1,57𝑚𝑙
𝑥 100% = 45,22 %
berbahaya infeksi, trauma atau cedera pada jaringan hidup .Inflamasi ini dipicu oleh
serangkaian peristiwa yang mencakup aktivitas enzim, mediator, ekstrak cairan, migrasi sel,
kerusakan jaringan, dan proses perbaikan. Peradangan itu melepaskan sel-sel darah putih
sebagai cara melindungi diri dari cedera sel. Sel darah putih ini mensintesis beberapa
biomolekul dan melepaskannya setelah cedera menuju bengkak dan kemerahan (Lalrinzuali,
2016).
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mempelajari daya anti inflamasi obat
pada hewan coba dengan radang buatan hewan yang digunakan yaitu mencit dan induksi
radang buatan dari CMC-Na pemberiannya melalui subplantar yaitu disuntikkan pada telapak
kaki mencit.
Langkah kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu, pertama disiapkan 4 ekor
tikus dan ditimbang serta kedua kaki belakang diberi tanda di atas lutut. Setelah itu untuk
tikus kontrol, telapak kaki kanan disuntik dengan karagenin 0,1 ml dan diukur segera volume
udem dengan mencelupkan telapak kaki sampai tanda ke dalam air raksa pada alat
pletismograph. Pengukuran diulangi pada 3 jam kemudian. Untuk telapak kaki kiri, disuntik
dengan 0,1 ml CMC-Na 1% dan diukur volume telapak kaki seperti di atas. Selanjutnya untuk
tikus perlakuan yaitu, tikus dibagi menjadi tiga kelompok setiap kelompok diberi obat
intraperitoneal dengan volume suntikan sebagai berikut : Aspirin 1,2 mL, Indometasin 0,5
mL, Dexamethasone 0,2 mL. Kemudian 1 jam sesudah pemberian obat, tikus disuntik dengan
karagenin seperti diatas. Pengukuran volume udem dilakukan segera dan 3 jam setelah
pemberian karagenin. Setelah itu dihitung persen penghambatan inflamasi untuk tiap obat
Na-CMC telah digunakan secara luas di bidang farmasi sebagai eksipien. Na-CMC
banyak digunakan sebagai emulsifying agent, gelling agent dan tablet binder (Indriyati, dkk,
2016). CMC-Na mempunyai susunan sebagai berikut :11 R/ CMC-Na 5% Gliserin 10%
Hasil dari percobaan pada mencit yang diberi CMC-Na pada kaki uji terdapat udem
sebesar 1,57 mL serta persen hambatan efektifitas sebesar 0%. Hal ini dikarenakan CMC-Na
tidak mempunyai aktifitas antiinflamasi. Udem sendiri adalah pembengkakan yang terjadi
Obat golongan salisilat merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan,
obat ini masih merupakan analgesik‐ antipiretik dan antiinflamasi yang paling banyak
diresepkan dan menjadi standar untuk pembanding atau evaluasi antiinflamasi lain
Hasil dari percobaan pada tikus 2 ini yaitu didapat hasil volume udem sebesar 0,42
mL dan mempunyai daya hambat terhadap inflamasi sebesar 26,75%. Onset dari aspirin yaitu
Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan obat yang sering digunakan pada
pengobatan penyakit, karena dapat menghilangkan/mengurangi tanda dan gejala radang. Salah
satu OAINS adalah indometasin yang sering diresepkan untuk serangan akut artritis gout.
Hasil dari percobaan pada tikus 3 ini yaitu didapat hasil volume udem sebesar 0,71
mL dan mempunyai daya hambat terhadap inflamasi sebesar 45,22%. Onset kerja dari
pembentukan bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari ujung-ujung saraf, hal tersebut
dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi.
interleukin 1-β (IL-1 β), dan interleukin-6 (IL-6) (Erlangga, dkk, 2015).
Hasil dari percobaan pada tikus 4 ini yaitu didapat hasil volume udem sebesar 0,96
mL dan mempunyai daya hambat terhadap inflamasi sebesar 61,14 %. Onset kerja dari
Terhadap Inflamasi
Dari semua percobaan yang dilakukan diperoleh hasil daya hambat terhadap inflamasi
dari masing masing obat, yakni aspirin sebesar 26,75 %, indometasin 45,22 %, dan
dexamethasone sebesar 61,14 %. Dapat diketahui bahwa aspirin dan indometasin adalah obat
golongan NSAID, sedangkan dexamethasone adalah obat golongan kortikosteroid.
Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang mempunyai efek
anti-inflamasi yang adekuat. (Erlangga, dkk, 2015). Dari data yang diperoleh serta yang
diperkuat oleh literatur tersebut menunjukkan bahwa obat golongan kortikosteroid
mempunyai efek antiinflamasi yang lebih kuat daripada obat golongan NSAID (Nonsteroidal
Anti-inflammatory Drugs).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Praktikan harus memahami langkah kerja dan prinsip kerja dari praktikum dengan
benar sebelum melaksanakan praktikum agar praktikum dapat berjalan lancar.
2. Praktikan harus menyiapkan jaringan internet yang lancar karena praktikum
dilaksanakan secara daring/online.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.
Jakarta : EGC.
sebagai Adjuvan Analgetik terhadap Skala Nyeri Pascabedah pada Pasien yang
Houglum et al. 2005. Principles of Pharmaceutical Technology for Athletic Trainers. United
Indriyati, dkk. 2016. Karakterisasi Carboxymethyl Cellulose Sodium (Na-CMC) dari Selulosa
Katzung, B.G. 1998. Basic and Clinical Pharmacology. Terjemahan Petrus Adrianto.
Journal of Inflammation
Miladiyah, Isnatin. 2012. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) pada Penggunaan Aspirin
Andalas 6 (3)
Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar 2nd ed.
Sayuti, Nutrisia Aquariushinta. 2015. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Gel Ekstrak
Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.). Jurnal Kefarmasian Indonesia Vol. 5 No. 2