PERCOBAAN lV
ANTI INFLAMASI
Disusun Oleh :
KELOMPOK B3/GOLONGAN B1
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu membedakan dan melakukan uji pada obat antiinflamasi
2. Mampu mengenal, mempraktekkan dan membandingkan daya antiinflamasi obat
pada hewan uji yang diinduksi radang buatan
Umumnya inflamasi terbagi menjadi dua jenis yaitu inflamasi akut dan kronis.
Peradangan akut adalah respon awal atau pertahanan tubuh terhadap infeksi, trauma, dll. Pada
fase ini terjadi akumulasi cairan, aktivasi intravaskular, dan munculnya polimorfonuklear
sebagai sel inflamasi (Sen et al., 2010).Inflamasi kronik dibedakan berdasarkan onset
kejadian dan durasi yang lebih lama melibatkan limfosit serta makrofag dan menimbulkan
pembentukan jaringan baru (Lima et al., 2011).
Peradangan merupakan gangguan yang sering dialami oleh manusia maupun hewan
yang menimbulkan rasa sakit di daerah sekitarnya. Sehingga perlu adanya pencegahan
ataupun pengobatan untuk mengurangi rasa sakit, melawan ataupun mengendalikan rasa
sakit akibat pembeng-kakan. Dalam penelitian ini yang digunakan untuk mengiduksi
inflamasi adalah karagenin karena ada beberapa keuntungan yang didapat antara lain tidak
menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, memberikan respon yang lebih
peka terhadap obat antiinflamasi (Vogel, 2002).
Tanda klasik umum yang terjadi pada proses inflamasi yaitu rubor (kemerahan),tumor
(pembengkakan), kalor (panas setempat yang berlebihan), dolor (rasa nyeri), dan
fungsiolaesa (gangguan fungsi/kehilangan fungsi jaringan yang terkena) (Price dan Wilson,
2005).
• Rubor (Kemerahan) Rubor terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi yang
terjadi karena darah terkumpul di daerah jaringan yang cedera akibat dari pelepasan
mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin). Ketika reaksi radang timbul
maka pembuluh darah melebar (vasodilatasi pembuluh darah) sehingga lebih banyak
darah yang mengalir ke dalam jaringan yang cedera (Price dan Wilson, 2005).
• Tumor (Pembengkakan) Tumor merupakan tahap kedua dari inflamasi yang ditandai
adanya aliran plasma ke daerah jaringan yang cedera. Gejala paling nyata pada
peradangan adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan
permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang
mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke
ruang interstitium (Corwin, 2008).
• Kalor (Panas)Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana
rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada
di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi dipermukaan
kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan
(Wilmana, 2007).
• Dolor (Nyeri) Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal:
o Adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan
tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri.
o Adanya pengeluaran zat-zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin,
histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf-saraf perifer di sekitar radang
sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007).
Kerusakan atau perubahan yang terjadi pada sel dan jaringan akibat adanya noksi
akan membebaskan berbagai mediator dan substansi radang. Pengurangan peradangan
dengan obat-obat antiinflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode
yang bermakna. Obat-obat AINS yang digunakan untuk penyakit rematik mempunyai
kemampuan untuk menekan gejala peradangan. Beberapa obat ini juga mempunyai efek
antipiretik dan analgesik, tetapi efek antiinflamasinya membuat obat-obat ini bermanfaat
dalam menanggulangi kelainan rasa nyeri yang berhubungan dengan intensitas proses
peradangan (Lumbanraja, 2009).
Inflamasi bisa dianggap sebagai rangkaian kejadian komplek yang terjadi karena
tubuh mengalami injury, baik yang disebabkan oleh bahan kimia atau mekanis atau
proses self-destructive (autoimun). Walaupun ada kecenderungan pada pengobatan klinis
untuk memperhatikan respon inflammatory dalam hal reaksi yang dapat membahayakan
tubuh, dari sudut pandang yang lebih berimbang sebenarnya inflamasi adalah penting
sebagai sebuah respon protektif dimana tubuh berupaya untuk mengembalikan kondisi
seperti sebelum terjadi injury (preinjury) atau untuk memperbaiki secara mandiri setelah
terkena injury. Respon inflammatory adalah reaksi protektif dan restoratif dari tubuh yang
sangat penting karena tubuh berupaya untuk mempertahankan homeostasis
dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan (Lutfianto, 2009) .
Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari jaringan atau sel terhadap suatu
rangsang atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan untuk dilepaskannya zat kimi
tertentu yang akn menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut,
diantaranya adalah histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin dan prostaglandin. Histamin
bertanggungjawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada
arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang
lambat, sel darah merah akan menggumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir.
Makin lambat aliran darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh
darah makin lama makin banyak. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan
keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal
menimbulkan rasa sakit,
vasodilatasi, meningkatakan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang, prostaglandin
berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya (Lumbanraja, 2009).
Proses inflamasi ini juga dipengaruhi dengan adanya mediator-mediator yang
berperan, di antaranya adalah sebagai berikut (Abrams, 2005) :
A. Alat
1) Plestimograf
2) Timbangan tikus
3) Timbangan analitik
4) Gelas ukur
5) Beaker glass
6) Pipet tetes
7) Labu ukur 5 ml
8) Mortir + stamper
9) Jarum sonde
10) Spuit
11) Kertas perkamen
A. Bahan
1) Na. Diclofenac 50 mg
2) Prednisone 5 mg
3) Dexamethasone 0,5 mg
4) Methylprednisolone 4 mg
5) Karagenin 1%
6) Aquadest
7) Aquabidest
B. Hewan Uji = Tikus Putih
BAB III
CARA KERJA
Ditimbang berat tablet setiap obat (Na. Diclo 50 mg, Prednisone5 mg, Dexamethasone
0,5 mg, Methylprednisolone 4 mg)
Dihitung konversi dosis tiap obat dan volume pemberian pada tikus
Ditimbang berat tikus lalu ditandai masing-masing tikus, kemudian dicatat beratnya dan
pada kedua kaki belakangnya diberi tanda sebatas lutut. Dicelupkan kaki sebatas tanda
ke dalam gelas ukur yang sudah diberi aquadest hingga penuh
Dilarutkan obat dengan aquabidest ad 5 ml, lalu diambil volume pemberian pada tikus
sebanyak 2,5 ml dan diberikan secara per oral (p.o)
Ditunggu 15 menit kemudian tikus diberi karagenin sebanyak 0,1 ml secara sublantar
(telapak kaki)
Dicelupkan lagi kaki tikus sampai batas tanda ke dalam gelas ukur yang terisi penuh
aquadest dan diukur volume udem, dilakukan setiap 15 menit sekali selama 1 jam
Dihitung hasil pengamatan berdasarkan volume udem, rata-rata persen udem dan hasil
persen inhibisi
BAB IV
PERTANYAAN DISKUSI
2. Tentukan obat yang paling poten dalam menghambat peradangan karena karagenin
jelaskan!
Jawab:
Prednison merupakan obat golongan SAID (steoid) yang bekerja dengan
menghambat enzim fosfolipase Enzim fosfolipase mengubah fosfolipid menjadi asam
arakidonat. Karagenin merupakan suatu senyawa yang dapat menyebabkan pelepasan
asam arakidonat dari fosfolipid dengan bantuan fosfolipase. Dengan bantuan
Prednison, enzim fosfolipase tidak akan terbentuk Dengan tidak adanya asam
arakidonat prostaglandin, tromboksan dan leukoterin tidak disintesis sehingga tidak
terjadi inflamasi.
3. Cari dan jelaskan cara uji daya anti inflamasi yang lain!
Jawab:
Macam-Macam metode yang digunakan untuk uji anti inflamasi antara lain adalah:
a. Asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri Setelah 2 minggu hewan
disesuaikankan, mencit galur ICR jantan (18-25 gr) dibagi secara acak ke
dalam 4 kelompok termasuk juga ke dalamnya kelompok normal dan
kelompok kontrol positif, dan 2 kelompok uji Kelompok kontrol diberikan
salin, sedangkan kelompok positif kontrol diberikan indometasın (10 mg/kg
ip) 20 menit sebelum diberikan asam asetat. Dosis sampel uji diberikan dalam
dua variasi dosis, dimana diberikan secara peroral 60 menit sebelum asam
asetat (01 ml/10 gr) diberikan % menit setelah injeksı ıp asam asetat dilihat
tikus yang mengalami nyeri dalam rentang waktu 10 menit.
b. Etil fenil propionate sebagai penginduksi edem pada telinga tikus Tikus jantan
(100-150 gr) digunakan sebagai hewan coba. Edema telinga diinduksi secara
topikal EEP dengan dosis 1 mg/20ul pertelinga pada bagian permukaan dan
dalam kedua telinga dengan menggunakan pipet otomatis. Sampel uji juga
diterapkan pada telinga dengan volume yang sama seperti EEP. Waktu
sebelum 30 menit, 1 jam dan 2 jam merupakan waktu setelah pengamatan
indukya. Ketebalan telinga diukur dalam jangka waktu tertentu.
c. Putih telur sebagai penginduksi edema
Empat kelompok tikus wistar jantan dan betina yang diberikan Grup 1
propilenglikol 10%, grup 2 dan 3 sampel uji, dan grup 4 diberikan natrium
diklofenak sebagai kontrol positif (100 mg/kg po). Setelah 30 menit, masing-
masing kelompok disuntikkan dengan putih telur sebanyak 0,5 ml pada
telapak kaki kırı Digunakan pletismometer digital untuk mengukur volume
kaki yang mengalami udema dalam perode 120 menit dengan interval 30, 60,
90, 120 menit. Siklooksigenase mensintesis prostaglindin G2 dan
prostaglandin H2 yang kemudian akan membentuk prostasiklinp,
tromboksan, dan prostaglandin yang lebih stabil. Enzim Lipooksigenase
diubah menjadi asam asam mono dan dihidroksı (HETE) yangmerupakan
prekusor dari leuktotrien (Katzung, 2014). Obat-obat golongan
nonkortikosteroid atau yang disebut NSAID. Sebagian besar NSAID
menghambat COX 1 dan COX 2 untuk mencegah produksi prostaglandin
Obat golongan NSAID dibedakan menjadi dua yaitu Non-selective COX
inhibitors dan SelectiveCOX-2 Inhibitors. Obat-obat yang termasuk ke dalam
Non-selective COX inhibitor antaralain diclofenac, indomethasin, piroxicam,
dan maloxicam. Sedangkan obat-obat yangtermasuk dalam golongan
selective COX-2 inhibitors adalah celecoxib dan rofecoxib Selainitu,
golongan obat yang termasuk ke dalam kortikosteroid adalah prednisolone,
dexamethasone, dan rimexolone (Katzung, 2014).
BAB V
A. Hasil Percobaan
1. Tabel Rata-Rata Volume Udem
Rata-Rata Volume Udema
Perlakuan Sebelum perlakuan
15 30 45 60
Negatif 0,21 0,23 0,25 0,27 0,09
Metil 0,19 0,22 0,25 0,26 0,10
Na.Diklo 0,14 0,16 0,18 0,18 0,08
Prednison 0,12 0,24 0,22 0,18 0,20
Dexa 0,08 0,11 0,12 0,15 0,18
2. Tabel Rata-Rata (%) Udem
Rata-Rata Volume Udema
Perlakuan Sebelum perlakuan
15 30 45 60
Negatif 133,33 155,56 177,78 200 0,09
Metil 90 120 150 160 0,10
Na.Diklo 75 100 125 125 0,08
Prednison 100 83,33 50 66,66 0,12
Dexa 37,5 50 87,5 62,5 0,08
2. Methyl Prednisolon 4 mg
Konversi dosis Tikus pada Manusia 70 kg/BB
= 0,018 × 4 mg
= 0,072 mg
Pengambilan bahan dengan bobot tablet 130 mg
BT x 0,072 mg
= 𝑉𝑜𝑙 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 4
130 x 0,072 mg
= 4 mg
3. Natrium Diclofenac 50 mg
Konversi dosis Tikus pada Manusia 70 kg/BB
= 0,018 × 50 mg
= 0,9 mg
Pengambilan bahan dengan bobot tablet 230 mg
BT x 0,9 mg
= 𝑉𝑜𝑙 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 50
230 x 0,9 mg
== 50
4. Dexamethasone 0,5 mg
Konversi dosis Tikus pada Manusia 70 kg/BB
= 0,018 × 0,5 mg
= 0,009 mg
Pengambilan bahan dengan bobot tablet 204,1 mg
BT x 0,009 mg
= 𝑉𝑜𝑙 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 0,5
204,1 x 0,009 mg
== 0,5
5. Prednison 5 mg
Konversi dosis Tikus pada Manusia 70 kg/BB
= 0,018 × 5 mg
= 0,09 mg
Pengambilan bahan dengan bobot tablet 199,2 mg
BT x 0,09 gram
= 𝑉𝑜𝑙 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 5 mg
199,2 x 0,09 mg
= 5 mg
= 133,33 %
0,23 −0,09
% Udem 30 menit = 𝑥 100%
0,09
0,14
= 0,09 𝑥 100%
= 155,56 %
0,25 −0,09
% Udem 45 menit = 𝑥 100%
0,09
0,16
= 0,09 𝑥 100%
= 177,78 %
0,27 −0,09
% Udem 60 = 𝑥 100%
0,09
0,18
= 0,09 𝑥 100%
= 200 %
2) Methylprednisolone 4 mg
0,19 −0,10
% Udem 15 menit = 𝑥 100%
0,10
0,09
= 0,10 𝑥 100%
= 90 %
0,22 −0,10
% Udem 30 menit = 𝑥 100%
0,10
0,12
= 0,10 𝑥 100%
= 120 %
0,25 − 0,10
% Udem 45 menit = 𝑥 100%
0,10
0,15−0,10
= 𝑥 100%
0,10
= 150 %
0,26 −0,10
% Udem 60 menit = 𝑥 100%
0,10
0,16
= 0,10 𝑥 100%
= 160 %
3) Natrium Diclofenac 50 mg
0,14 −0,08
% Udem 15 menit = 𝑥 100%
0,08
0,06
= 0,08 𝑥 100%
= 75 %
0,16 −0,08
% Udem 30 menit = 𝑥 100%
0,08
0,08
= 0,08 𝑥 100%
= 100 %
0,18 −0,08
% Udem 45 menit = 𝑥 100%
0,08
0,01
= 0,08 𝑥 100%
= 125 %
0,18 −0,08
% Udem 60 menit = 𝑥 100%
0,08
0,01
= 0,08 𝑥 100%
= 125 %
4) Dexamethasone 0,5 mg
0,11−0,08
% Udem 15 menit = 𝑥 100%
0,08
0,03
= 0,08 𝑥 100%
= 37,5 %
0,12−0,08
% Udem 30 menit = 𝑥 100%
0,08
0,04
= 0,08 𝑥 100%
= 50 %
0,15−0,08
% Udem 45 menit = 𝑥 100%
0,08
0,07
= 0,08 𝑥 100%
= 87,5 %
0,13−0,08
% Udem 60 menit = 𝑥 100%
0,08
0,05
= 0,08 𝑥 100%
= 62,5%
5) Prednison 5 mg
0,24 −0,12
% Udem 15 menit = 𝑥 100%
0,12
0,12
= 0,12 𝑥 100%
= 100 %
0,22 −0,12
% Udem 30 menit = 𝑥 100%
0,12
0,10
= 0,12 𝑥 100%
= 83,33 %
0,18 −0,12
% Udem 45 menit = 𝑥 100%
0,12
0,16
= 0,12 𝑥 100%
= 50%
0,20 −0,12
% Udem 60 menit = 𝑥 100%
0,12
0,08
= 0,12 𝑥 100%
= 66,67 %
=0%
155,56−155,56
% Inhibisi 30 menit = 𝑥 100%
155,56
=0%
177,78−177,78
% Inhibisi 45 menit = 𝑥 100%
177,78
=0%
200−200
% Inhibisi 60 menit = 𝑥 100%
200
=0%
2). Methylprednisolone 4 mg
133,33−90
% Inhibisi 15 menit = = 𝑥 100%
133,33
43,33
= 133,33 𝑥 100%
= 32,49 %
155,56 −120
% Inhibisi 30 menit = 𝑥 100%
155,56
35,56
= 155,56 𝑥 100%
= 22,85 %
177,78−150
% Inhibisi 45 menit = 𝑥 100%
177,78
27,78
= 177,78 𝑥 100%
= 15,62 %
200−160
% Inhibisi 60 menit = 𝑥 100%
200
40
= 200 𝑥 100%
= 20 %
3). Natrium Diclofenac 50 mg
133,33−75
% Inhibisi 15 menit = 𝑥 100%
133,33
58,33
= 133,33 𝑥 100%
= 77,77 %
155,56 −100
% Inhibisi 30 menit = 𝑥 100%
155,56
55,56
= 155,56 𝑥 100%
= 35,71 %
177,78−125
% Inhibisi 45 menit = 𝑥 100%
177,78
52,78
= 177,78 𝑥 100%
= 29,68 %
200−125
% Inhibisi 60 menit = 𝑥 100%
200
75
= 200 𝑥 100%
= 75 %
4) Dexamethasone 0,5 mg
133,33−37,5
% Inhibisi 15 menit = 𝑥 100%
133,33
95,83
= 133,33 𝑥 100%
= 71,87 %
155,56−50
% Inhibisi 30 menit = 𝑥 100%
155,56
105,56
= 𝑥 100%
155,56
= 67,86 %
133,33−87,5
% Inhibisi 45 menit = 𝑥 100%
133,33
45,83
= 133,33 𝑥 100%
= 34,37 %
122,22−62,5
% Inhibisi 60 menit = 𝑥 100%
122,22
59,72
= 122,22 𝑥 100%
= 48,86 %
5) Prednison 5 mg
0,24
% Inhibisi 15 menit = 133,33 𝑥 100%
33,33
= 133,33 𝑥 100%
= 25 %
155,56−83,33
% Inhibisi 30 menit = 𝑥 100%
155,56
72,23
= 155,56 𝑥 100%
=46,43 %
133,33−50
% Inhibisi 45 menit = 𝑥 100%
133,33
83,33
= 133,33 𝑥 100%
= 62,5 %
122,22−66,67
% Inhibisi 60 menit = 𝑥 100%
122,22
55,55
= 122,22 𝑥 100%
= 45,45 %
BAB VI
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
1. Tujuan praktikum ini adalah untuk membandingkan daya antiinflamasi obat pada
hewan uji yang diinduksi dengan radang buatan.
2. Adapun obat yang digunakan dalam praktikum percobaan antiinflamasi ialah Na
Diclofenac 50 mg. Methylprednisolon 4 mg. Prednison 5 mg, Dexamethasone 0,5 mg
sebagai control negative dan aquadest sebagai control positif.
3. Dari pengamatan berdasarkan volume udem, rata-rata persen udem, dan hasil persen
inhibisi didapatkan hasil bahwa obat Methylprednisolon memiliki daya antiinflaması
yang kuat daripada obat yang lain. Semakin besar persentase inhibisi radang maka
efek antiinflamasi obat semakin besar Dengan demikian pada praktikum kali inı,
kelompok kontrol positif yang memiliki efek antiinflaması paling baik dimiliki oleh
methylprednisolon dengan rata-rata persen inhibisi mendekatı nilai 1 atau 100%.
4. Inflamasi adalah suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologik.
5. Karagenin 1% sebagai sublantar yaitu berfungsi untuk pembentukan udema pada
hewan uji.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, R., Indrawati, D. T., & Masruhin, M. A. (2015). Aktivitas Ekstrak Daun Salam
(Eugenia polyantha) Sebagai Antiinflamasi Pada Tikus Putih Jantan (Rattus
Norvegicus). Laboratorium penelitian dan pengembangan farmaka tropis fakultas
farmasi universitas mulawarman, samarinda, kalimantan timur, 120–123.
Abrams, C. S. (2005). Intracellular signaling in platelets.Curr.Opin.Hematol. 12, 401-405.
Burke, A., Smyth, E., & FitzGerald, G. A. (2006). Analgesic-antipyretic agents;
pharmacotherapy of gout. Goodman & Gilman's the pharmacological basis of
therapeutics, 11, 671-715.
Corwin, E.J (2008). Handbook of Pathophysiology, Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh:
Subekti, N.B., Editor edisi Bahasa Indonesia: Yudha, E.K., Wahyuningsih, E.,
Yulianti, D., dan Karyuni, P.E. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi ketiga. Jakarta::
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 240.
Houglum, Peggy. (2005). Therapeutic Exercise for Musculoskeletal Injuries. Second
Edition.Human Kinetics.
Katzung, B.G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik : Reseptor- reseptor Obat dan
Farmakodinamik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp. 23-4.
Lumbanraja, L.B., 2009, Skrining Fitokima dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap Radang pada Tikus, Skripsi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Meycek. J.M. (2001). Farmakologi Ulasan Bergambar . Jakarta: Widya Medika.
Price, SA., dan Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit,Edisi 6. Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari,
p.,Mahanani, D. A.,Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Vogel G.H., 2002, Drug Discovery And Evalution, Pharmakological Assay, Second
Completely Revised, Up Dated And England Ed, Springer – Verlag Berlind
Heidelberg New York.
Wilman P.F., (2007). Analgesik-Antipiretik, Analgesik-Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya, dalam Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi, Elysabeth.
Farmakologi dan Terapi.Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia Pp. 207-220.
Wongrakpanich, S., Wongrakpanich, A.,Melhado, K., Rangaswami, J., 2018. A
comprehensive review of non-steroidal anti-inflammatory drug use in the elderly.
Aging Dis. 9, 143–150.
https://doi.org/10.14336/AD.2017.030 6.
LAMPIRAN
a) Lembar ACC
b) Hasil dari alat plestimograf
a. Tikus 1 : Pemberian Kontrol (-) pada tiap 15 menit